Topik: diabetes

  • Pemeriksaan Leher Sederhana Bisa Deteksi Risiko Gagal Jantung, Benarkah?

    Pemeriksaan Leher Sederhana Bisa Deteksi Risiko Gagal Jantung, Benarkah?

    JAKARTA – Gagal jantung sering sulit dikenali karena gejalanya bisa ringan dan mudah disalahartikan sebagai tanda penuaan atau kelelahan biasa. Namun sebuah studi terbaru menunjukkan pemeriksaan leher sederhana dapat membantu mendeteksi tanda awal risiko gagal jantung pada pria.

    Pemeriksaan ini dikenal sebagai ultrasonografi karotis, yang mirip dengan ultrasonografi yang biasa dilakukan selama kehamilan. Peneliti menyarankan pemeriksaan ini bisa menjadi pertimbangan bagi dokter untuk pasien berusia di atas 60 tahun.

    “Ultrasonografi karotis adalah pemeriksaan yang aman, murah, dan tidak menyakitkan. Temuan kami menunjukkan pemeriksaan ini dapat memberikan tanda peringatan awal gagal jantung,” jelas Dr. Atinuke Akinmolayan, peneliti dari University College London (UCL) dan dokter umum, dikutip dari laman The Sun.

    “Seorang pasien yang hasilnya menunjukkan risiko lebih tinggi bisa berdiskusi dengan dokter mengenai perubahan gaya hidup yang dapat menurunkan risiko tersebut,” lanjutnya.

    Pemeriksaan ini memakan waktu sekitar 15–30 menit dengan alat genggam kecil yang digerakkan lembut di leher. Pemeriksaan memungkinkan dokter melihat kelenturan arteri karotis, pembuluh darah utama yang menyuplai darah ke otak, wajah, dan leher.

    Menurut British Heart Foundation (BHF), sekitar 920.000 orang di Inggris hidup dengan gagal jantung. Arteri besar dalam tubuh biasanya elastis, tetapi dapat mengeras karena penyakit atau penuaan. Kondisi ini dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, gagal jantung, serta meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.

    Studi yang melibatkan 1.631 pria berusia 71–92 tahun menggunakan data dari British Regional Heart Study menunjukkan bahwa sepertiga pria dengan arteri paling kaku memiliki risiko 2,5 kali lebih tinggi untuk mengalami gagal jantung dibanding mereka dengan arteri paling lentur.

    Studi ini juga mengamati ketebalan arteri karotis, dan pria dengan arteri lebih tebal berisiko lebih tinggi mengalami serangan jantung. Setiap peningkatan ketebalan 0,16 milimeter meningkatkan risiko serangan jantung sekitar 29 persen.

    “Temuan ini menunjukkan pengerasan arteri berkaitan dengan peningkatan risiko gagal jantung, kemungkinan karena jantung harus bekerja lebih keras melawan resistensi yang disebabkan arteri yang kaku,” jelas Profesor Bryan Williams dari BHF.

    “Jika perubahan ini terdeteksi di arteri karotis, kita juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap jantung dan risiko gagal jantung, yang dapat dicegah dengan strategi pengobatan,” tambahnya.

    Dr. Akinmolayan menambahkan penelitian lebih lanjut diperlukan, terutama untuk melihat apakah metode ini juga efektif pada wanita, namun dokter umum bisa mempertimbangkan pemeriksaan ini untuk pasien di atas 60 tahun jika diperlukan.

    Studi lain dari UCL menunjukkan pemeriksaan singkat selama 10 menit juga dapat membantu jutaan orang dengan tekanan darah tinggi yang sulit diobati, khususnya yang disebabkan oleh kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon aldosteron berlebihan.

    Masalah ini diperkirakan memengaruhi sekitar seperempat penderita hipertensi. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi aktivitas berlebih pada kelenjar adrenal yang mungkin terlewat oleh pemeriksaan konvensional.

    Faktor yang Meningkatkan Risiko Gagal Jantung

    1. Gaya Hidup

    – Merokok menjadi penyebab utama penyakit jantung.

    – Obesitas dengan berat badan berlebihan, terutama di sekitar perut meningkatkan risiko.

    – Diet tidak sehat disebabkan dari tinggi lemak jenuh, garam, dan gula. Hal ini dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan kenaikan berat badan.

    – Kurangnya aktivitas fisik. Gaya hidup sedentari terkait dengan obesitas, hipertensi, dan kolesterol tinggi.

    – Alkohol berlebihan bisa meningkatkan tekanan darah dan berat badan.

    – Kolesterol tinggi dari lemak berlebih di darah bisa menyumbat arteri.

    – Stres kronis dapat meningkatkan tekanan darah dan memicu kebiasaan tidak sehat.

    – Risiko ini juga karena faktor genetik. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung meningkatkan risiko.

    2. Kondisi Medis

    – Tekanan darah tinggi (hipertensi) memberikan beban tambahan pada jantung.

    – Penyakit arteri koroner. Penumpukan plak di arteri dapat menyebabkan serangan jantung.

    – Diabetes merusak pembuluh darah dan meningkatkan risiko penyakit jantung.

    – Gangguan otot jantung (kardiomiopati) jadi masalah pada otot jantung.

    – Masalah katup jantung dapat membebani jantung.

    – Penyakit jantung bawaan, seperti cacat jantung sejak lahir.

    – Gangguan irama jantung (aritmia). Detak jantung tidak teratur, misalnya fibrilasi atrium.

    – Sleep apnea merupakan gangguan pernapasan saat tidur.

    – Penyakit ginjal kronis bisa memicu masalah jantung.

    – Anemia dan gangguan tiroid dapat meningkatkan risiko.

    – Riwayat serangan jantung merusak jaringan jantung dan mengganggu fungsi pemompaan darah.

    – Infeksi virus tertentu. Virus yang menyerang otot jantung bisa menyebabkan gagal jantung.

    Pemeriksaan ultrasonografi karotis yang sederhana, cepat, dan aman ini membuka peluang deteksi dini gagal jantung, sehingga pasien dapat melakukan langkah pencegahan lebih awal melalui perubahan gaya hidup atau pengobatan.

  • Fix! WHO Rilis Panduan Penggunaan Obat GLP-1 untuk Orang Obesitas

    Fix! WHO Rilis Panduan Penggunaan Obat GLP-1 untuk Orang Obesitas

    Jakarta

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis panduan pertamanya tentang penggunaan terapi Glucagon-Like Peptide-1 (GLP-1) untuk mengobati obesitas sebagai penyakit kronis yang kambuh.

    Langkah ini diambil untuk mengatasi tantangan kesehatan global yang berkembang, dengan obesitas memengaruhi lebih dari 1 miliar orang di dunia.

    Pada September 2025, WHO telah menambahkan terapi GLP-1 ke dalam Daftar Obat Esensial (Essential Medicines List) untuk mengelola diabetes tipe 2 pada kelompok berisiko tinggi.

    Dengan panduan baru ini, WHO mengeluarkan rekomendasi bersyarat untuk menggunakan terapi GLP-1 termasuk liraglutide, semaglutide, dan tirzepatide guna mendukung orang yang hidup dengan obesitas.

    “Panduan baru kami mengakui bahwa obesitas adalah penyakit kronis yang dapat diobati dengan perawatan komprehensif dan seumur hidup,” kata Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal WHO dikutip dari laman resmi WHO, Selasa (2/12/2025).

    Rekomendasi WHO terkait obat GLP-1

    Panduan baru WHO ini berisi dua rekomendasi bersyarat utama:

    Terapi GLP-1 dapat digunakan oleh orang dewasa, kecuali wanita hamil, untuk pengobatan obesitas jangka panjang. Meskipun efektivitas obat ini jelas, rekomendasinya bersifat bersyarat karena keterbatasan data tentang efikasi dan keamanan jangka panjang, biaya saat ini, kesiapan sistem kesehatan yang tidak memadai, dan potensi implikasi kesetaraan akses.

    Intervensi perilaku intensif, termasuk diet sehat dan aktivitas fisik terstruktur, dapat ditawarkan kepada orang dewasa dengan obesitas yang diresepkan terapi GLP-1, karena bukti menunjukkan hal ini dapat meningkatkan hasil pengobatan.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

  • Ciri-ciri Nyeri Dada Gejala Khas Sakit Jantung, Jangan Sampai Keliru

    Ciri-ciri Nyeri Dada Gejala Khas Sakit Jantung, Jangan Sampai Keliru

    Jakarta

    Salah satu langkah pencegahan paling penting dari penyakit jantung adalah mengenali gejalanya. Dengan mengenali gejala, seseorang bisa langsung melakukan pemeriksaan dokter ketika gejala muncul, sehingga penyakit jantung bisa diminimalisir keparahannya.

    Gejala spesifik berkaitan dengan penyakit jantung adalah nyeri dada. Spesialis bedah toraks dan kardiovaskular BraveHeart – Brawijaya Hospital Saharjo, Dr dr Amin Tjubandi, SpBTKV, SubspJD(K) menjelaskan gejala tersebut juga dapat disertai sesak napas.

    “Kalau kita memang terindikasi ada penyakit jantung, itu keluhannya biasanya yang spesifik, itu nyeri dada, atau sesak napas. Jadi itu yang paling sering,” ungkap dr Amin dalam acara detikPagi, Selasa (2/12/2025).

    dr Amin menjelaskan ciri khas nyeri dada akibat penyakit jantung berkaitan erat dengan aktivitas. Ketika beraktivitas, rasa nyeri dadanya akan semakin menekan dan mereda ketika istirahat.

    Misalnya ketika berolahraga, jika tiba-tiba mengalami nyeri dada atau sesak di sebelah kiri, maka harus dicurigai mengarah ke penyakit jantung. Segera lakukan pemeriksaan untuk memastikan apakah nyeri dada tersebut memang berkaitan dengan penyakit jantung atau tidak.

    “Penyakit jantung itu kan kaitannya memang dengan nyeri dada ya. Apalagi nyeri dadanya berkaitan dengan aktivitas. Dalam artian kalau kita merasakan nyeri seperti tertekan atau berat di dada kiri, bisa juga panas,” jelas dr Amin.

    “Nyeri itu akan semakin hebat, kalau semakin beraktivitas. Tapi pada saat kita istirahat, dia akan berkurang. Jadi kalau ada pola seperti itu, ya kita harus aware bahwa ada kemungkinan korelasinya dengan jantung,” sambungnya.

    Ada beberapa faktor risiko penyakit jantung yang harus diwaspadai. Beberapa di antaranya seperti faktor genetik, masalah kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, diabetes, hingga kebiasaan merokok.

    Jika gejala-gejala itu muncul dibarengi faktor risiko yang ada, maka kecenderungan pada penyakit jantung akan semakin besar.

    “Kalau sudah punya faktor risiko seperti itu, apalagi ada keluhan, harus ke dokter, nanti dokter yang menentukan kemana arahnya. Kalau curiga jantung, ya mungkin harus direkam jantungnya dulu, kemudian bisa pemeriksaan treadmill kalau berlanjut, kalau curiganya besar, bisa kateterisasi jantung, nanti kelihatan ada penyempitan atau tidaknya,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Cegah Penyakit Sedari Dini dengan Bergerak lewat Senam Zumba

    Cegah Penyakit Sedari Dini dengan Bergerak lewat Senam Zumba

    JAKARTA – Ajakan hidup sehat kepada masyarakat kembali dilakukan Holywings Peduli, yang kali ini menggelar senam zumba di Helens Play Mart Makassar pada Sabtu, 29 November.

    Kegiatan ini dikemas untuk mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap kesehatan metabolik, sejalan dengan momentum Hari Diabetes Sedunia yang diperingati 14 November lalu.

    Dipandu oleh instruktur profesional, kegiatan senam zumba ini dihadiri oleh peserta dari berbagai kalangan usia.

    Dengan iringan musik energik, senam ini tidak hanya mengajak peserta untuk menjalani hidup sehat, tapi juga menciptakan suasana ceria—membuat sesi olahraga ini terasa ringan dan menyenangkan.

    Andrew Susanto selaku Komisaris Utama Holywings Group dan Ketua Program CSR Holywings Peduli mengatakan, acara ini merupakan bagian dari program rutin yang digelar untuk mengedukasi masyarakat tentang berbagai isu kesehatan.

    “Melalui kegiatan ini, kami ingin menunjukan bahwa pencegahan berbagai penyakit bisa dimulai dari kebiasaan sederhana yakni rutin bergerak. Zumba adalah cara yang menyenangkan dan mudah diikuti, sehingga masyarakat bisa lebih termotivasi untuk menjaga kesehatan” kata Andrew.

    Selain meningkatkan kebugaran, gerakan zumba secara konsisten diketahui mampu membantu meningkatkan sensitivitas insulin, membakar kalori, dan menjaga metabolisme tubuh agar tetap optimal.

    Kegiatan ini juga mendapat sambutan positif dari peserta, yang mengaku mendapat pemahaman akan pentingnya olahraga.

    “Saya senang sekali ikut zumba hari ini. Selain seru, saya jadi lebih paham kalau olahraga itu penting untuk kesehatan. Acara ini benar-benar memotivasi saya untuk lebih rutin bergerak,” kata Anni, salah satu peserta.

    “Gerakannya fun dan mudah diikuti. Saya datang bersama teman-teman, dan kami merasa acara ini pas sekali karena bertepatan dengan momen kampanye Hari Diabetes Sedunia. Jadi bukan cuma olahraga, tapi juga dapat edukasi,” ujar Ridho, peserta lainnya.

    Melalui kegiatan ini, diharapkan semakin banyak masyarakat yang sadar bahwa pencegahan diabetes dapat dilakukan sejak dini melalui kebiasaan sederhana, termasuk olahraga teratur.

    Selain sesi senam, peserta juga diajak mengikuti permainan lempar bola ke ember berhadiah sembako dan handphone. Ada pula lomba lainnya, seperti lomba estafet bola pingpong yang berlangsung seru dan penuh gelak tawa.

    Dengan semangat yang dibawa para peserta, Holywings Peduli berharap kegiatan ini dapat menjadi pengingat bahwa menjaga kesehatan bukan hal sulit cukup dimulai dari aktivitas fisik ringan dan gaya hidup yang lebih aktif.

    Program serupa dijadwalkan terus hadir di berbagai kota sebagai bagian dari komitmen membangun masyarakat yang lebih sehat.

  • RI Impor Beras 364.300 Ton, Kementan: Kebutuhan Khusus-Industri

    RI Impor Beras 364.300 Ton, Kementan: Kebutuhan Khusus-Industri

    Jakarta

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang Januari-Oktober 2025, Indonesia mengimpor beras 364,3 ribu ton dengan nilai US$ 178,5 juta. Impor beras tersebut dari Myanmar, Thailand dan India.

    Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian, Moch Arief Cahyono menegaskan tidak ada impor beras medium yang masuk ke Indonesia. Beras impor yang masuk tahun ini merupakan bagian dari kebijakan beras khusus dan beras industri berbasis neraca komoditas. Kebijakan tersebut memastikan hanya jenis beras yang tidak diproduksi dalam negeri atau dibutuhkan sebagai bahan baku industri yang dapat masuk.

    “Yang perlu dipahami publik tidak ada satu pun impor beras medium. Yang masuk hanya beras kebutuhan khusus, beras premium tertentu, dan beras industri. Tidak menyentuh konsumsi masyarakat umum,” tegas Arief dalam keterangan tertulis, Senin (1/12/2025).

    Ia merinci, jenis beras yang masuk meliputi beras pecah 100% atau menir (HS 1006.40.90) sebagai bahan baku industri, beras kebutuhan khusus termasuk untuk penderita diabetes, serta beras khusus untuk restoran asing dan hotel.

    Selain itu, terdapat varian khusus berkode HS 1006.30.99 seperti basmati, jasmine, dan japonica dengan tingkat kepecahan maksimal 5% yang memang tidak diproduksi di Indonesia.

    Arief memastikan bahwa pemasukan beras khusus tersebut tidak mempengaruhi pasar beras medium dan tidak menekan harga gabah petani.

    “Segmen industri harus berjalan, tetapi stabilitas pangan dan perlindungan petani tetap menjadi prioritas,” ujarnya.

    Menurutnya, untuk kebutuhan nasional dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Di mana produksi beras diproyeksi mencapai 34,79 juta ton menurut data BPS. Dengan capaian tersebut, Indonesia berada dalam kondisi surplus beras medium, sehingga pasokan nasional aman dan stabil.

    “Bersyukur tahun ini kebutuhan beras medium kita aman dari tangan petani dalam negeri dan sudah surplus. Produksi kita mencukupi, sehingga tidak ada alasan untuk impor beras medium. Petani tetap menjadi prioritas utama,” lanjutnya.

    Sebelumnya, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartin menyampaikan bahwa impor beras pada Oktober 2025 tercatat sebesar 40,7 ribu ton, sedangkan kumulatif Januari-Oktober 2025 mencapai 364,3 ribu ton dengan nilai US$ 178,5 juta. Seluruhnya merupakan kategori beras khusus dan industri, bukan beras medium.

    (ada/ara)

  • RS PON Catat Kasus Stroke Anak 3 Tahun, Dokter Sebut Gejala Ini Kerap Terabaikan

    RS PON Catat Kasus Stroke Anak 3 Tahun, Dokter Sebut Gejala Ini Kerap Terabaikan

    Jakarta

    Hingga saat ini, Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) Prof Dr dr Mahar Mardjono mencatat telah menangani 100 pasien operasi bypass. Salah satunya pada pasien stroke usia 3 tahun dengan kelainan moyamoya.

    Direktur Utama RSPON, dr Adin Nulkhasanah SpS, MARS, menyebut angka tersebut merupakan kasus yang tercatat hingga hari ini, Minggu (30/11/2025).

    Operasi bypass untuk stroke menjadi tindakan bedah saraf untuk membuat jalan pintas bagi aliran darah ke otak saat pembuluh darah utama tersumbat atau rusak. Prosedur ini dilakukan untuk mengalihkan darah melewati bagian bermasalah, sehingga memulihkan suplai darah ke otak dan mengurangi risiko stroke permanen, seperti pada kasus kelainan moyamoya atau penyempitan arteri karotis parah.

    Dari total pasien yang ditangani, 69 persen di antaranya dilaporkan mengalami kelainan moyamoya atau moyamoya disease.

    Penyakit ini ditandai dengan penyumbatan atau penyempitan arteri utama di dasar otak, yang memaksa otak untuk membentuk pembuluh darah kecil lemah dan kusut di area tersebut demi mengkompensasi aliran darah yang kurang. Penampakan kusut ini menyerupai kepulan asap, asal muasal nama moyamoya dalam bahasa Jepang.

    Sementara sekitar 20 persen pasien lain terserang stroke karena faktor gaya hidup tidak sehat seperti merokok, juga kondisi kolesterol tinggi, diabetes, hingga hipertensi.

    Pasien ke-100 merupakan pria usia 38 tahun, yang juga dengan kelainan moyamoya. dr Adin mengingatkan moyamoya ini bukan hanya terjadi pada usia dewasa, tetapi anak muda. RS PON bahkan sempat menangani kasus stroke yang bermula dari moyamoya, pada anak 3 tahun.

    “Kita juga pernah menangani anak usia 3 tahun, datang sudah dengan serangan stroke berulang, sehingga dia dilakukan pemeriksaan untuk melihat pembuluh darahnya, ternyata moyamoya,” bebernya kepada detikcom, Minggu (30/11/2025).

    Spesialis bedah saraf dr Muhammad Kusdiansah, SpBS, menceritakan pasien tersebut semula mengeluhkan jatuh mendadak saat bermain. “Jadi lagi jalan, main, tiba-tiba jatuh,” kata dia.

    Pria yang akrab disapa dr Kus juga menyebut keluhan semacam ini umum dialami pasien stroke usia anak. Pada kasus balita lain, usia 4 tahun, si anak tiba-tiba tidak bisa berbicara setelah menangis.

    “Nah mungkin ini orangtua perlu tahu ya, karena waktu nangis itu aliran darah ke otaknya terganggu, setelah nangis dia jadi nggak bisa ngomong,” sambungnya.

    dr Kus mengimbau orangtua tidak mengabaikan gejala tersebut, saat anak sering terjatuh, mengalami gangguan keseimbangan, terlihat lemas dari anak pada umurnya, hingga tampak wajah tidak simetris, sesegera mungkin membawa anak ke fasilitas kesehatan.

    “Yang sudah bicara, terus bicaranya jadi susah, jadi ada hambatan, hal-hal itu menjadi tanda awal dan harus segera diperiksa karena stroke pada anak tidak lazim. Kalau tanda itu ditemukan, jangan-jangan itu suatu kelainan moyamoya,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

  • Perut Menggendut atau Cuma Lagi Kembung? Sama-sama Buncit, Begini Membedakannya

    Perut Menggendut atau Cuma Lagi Kembung? Sama-sama Buncit, Begini Membedakannya

    Jakarta

    Setidaknya ada dua kemungkinan penyebab perut tampak membuncit. Salah satunya adalah bloating alias kembung akibat gangguan pencernaan, yang untungnya hanya bersifat sementara.

    Kemungkinan berikutnya yang perlu diwaspadai adalah penumpukan jaringan lemak di area perut, yang dikenal juga dengan istilah obesitas sentral. Kondisi ini perlu menjadi perhatian karena berkaitan dengan risiko berbagi masalah kesehatan yang bersifat kronis.

    Masalahnya, tidak selalu mudah membedakan keduanya karena sama-sama ditandai dengan lingkar perut yang membesar secara tidak proporsional. Untuk bisa mengenali penyebab pastinya, ada baiknya kenali dulu masing-masing kondisi tersebut.

    1. Kembung

    Dikutip dari Health.com, kembung atau bloating ditandai dengan perut yang terasa keras atau kencang. Rongga perut juga terasa bertekanan, sehingga terasa tidak nyaman di sekitar tulang rusuk. Kadang-kadang, disertai keluarnya gas alias kentut.

    Beberapa penyebab kembung antara lain:

    Produksi gas pencernaanMasuknya udara berlebihan saat makanGERD (Gasteroesophageal Reflux Disease)Sensitivitas terhadap kandungan tertentu dalam makanan, musalnya laktosaMakan berlebih
    Small intestinal bacterial overgrowth (SIBO), yakni pertumbuhan bakteri yang berlebih di usus halusPeningkatan berat badan
    Irritable bowel syndrome (IBS), yakni kondisi perut tidak nyamanDiet tinggi seratMakanan berlemak.

    Perut kembung juga bisa disebabkan oleh beberapa kondisi yang lebih serius seperti:

    Celiac diseaseTumor abdominalPenumpukan cairan di rongga perut (Ascites)Kanker indung telur (ovarium)
    Dumping syndrome, kondisi ketika makanan bergerak terlalu cepat ke ususInsufisiensi pankreas, ketika pankreas tidak cukup memproduksi enzim pencernaan.

    2. Lemak perut

    Lemak perut adalah lemak yang terbentuk dan tersimpan di area abdominal, atau di bagian tengah tubuh. Ada banyak penyebab terjadinya penumpukan lemak di area tersebut, di antaranya:

    Diet tinggi kaloriKurang olahragaPerubahan hormonStres kronis

    Ada dua jenis lemak perut:

    Lemak subkutan, yakni lemak yang terdapat persis di bawah kulit. Jenis lemak inilah yang terkadang tampak menggemaskan dan bisa dicubit dari luar.Lemak visceral, yakni lemak yang terbentuk di bagian dalam rongga perut dan menyelubungi organ dalam. Jenis lemak inilah yang banyak dikaitkan dengan risiko berbagai penyakit kronis mematikan, termasuk diabetes tipe 2 serta penyakit jantung.

    Riset menyebut, pria lebih berisiko memiliki lemak visceral dibandingkan wanita. Namun demikian, wanita juga mengalami peningkatan risiko saat memasuki menopause karena proteksi hormonal berkurang.

    Jadi Bagaimana Membedakannya?

    Paling mudah adalah dengan mengamati apa yang terlihat dan dirasakan. Kembung umumnya bersifat temporer atau sementara, sedangkan lemak perut bersifat permanen atau jangka panjang.

    Perut kembung juga akan terasa lebih kencang, keras, dan sukar diremas. Sementara lemak perut biasanya lebih lembut, bisa dicubit jika letaknya di bawah kulit.

    Pembeda lainnya adalah, kembung umumnya disertai keluhan lain seperti perut bergas, kram, dan rasa tidak nyaman lainnya. Gendut karena lemak juga tidak nyaman sih, tapi kadang-kadang tidak lagi dirasakan karena menetap lebih lama.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: Dokter Ungkap Penyebab Anak Alami Obesitas Sentral”
    [Gambas:Video 20detik]
    (up/up)

  • 4 Kebiasaan di Malam Hari yang Diam-diam Merusak Ginjal

    4 Kebiasaan di Malam Hari yang Diam-diam Merusak Ginjal

    Jakarta

    Ginjal berperan penting dalam menyaring racun, menjaga keseimbangan cairan, hingga mengatur tekanan darah. Sayangnya, tanpa disadari, beberapa kebiasaan yang dilakukan pada malam hari bisa memberi beban ekstra pada organ ini.

    Jika terus dibiarkan, kebiasaan-kebiasaan tersebut berpotensi memicu penurunan fungsi ginjal dalam jangka panjang, sehingga menurunkan kualitas hidup seseorang.

    Dikutip dari Times of India, berikut kebiasaan-kebiasaan di malam hari yang diam-diam dapat merusak ginjal.

    1. Menahan Kencing Semalaman

    Banyak orang biasanya terbangun di tengah malam karena dorongan untuk buang air kecil. Alih-alih berjalan ke kamar mandi, ada dari mereka yang justru memilih lanjut tidur dan menahan pipis.

    Padahal, menahan urine yang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan tekanan kandung kemih, hingga risiko infeksi saluran kemih. Seiring waktu berjalan, kondisi ini akan merusak ginjal.

    2. Tidur dalam Keadaan Haus

    Minum air di malam hari sendiri sebenarnya tidak berbahaya. Jadi, anggapan yang mengatakan bahwa minum air di malam hari tepat sebelum tidur akan merusak ginjal adalah sebuah mitos.

    Rasa haus yang muncul sebelum tidur, kemungkinan adalah tanda dehidrasi. Kondisi ini jika terus dilakukan dapat menyebabkan azotemia pra-ginjal, sejenis cedera ginjal akut yang pada akhirnya dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis (PGK).

    3. Makan Tinggi Protein

    Dikutip dari Midtown Nephrology, ahli nefrologi Frita McRae Fisher, MD mengatakan mengonsumsi makanan berprotein tinggi sebelum tidur dapat memberikan tekanan berlebih kepada ginjal.

    Risiko ini akan bertambah parah pada mereka yang sudah mengidap PGK, atau rentan mengalami masalah ginjal seperti mereka yang memiliki diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit ginjal polikistik.

    4. Makan Tinggi Natrium

    Sama seperti makanan tinggi protein, makanan tinggi natrium atau garam yang dikonsumsi sebelum tidur dapat menyebabkan penyakit ginjal.

    Menurut Frita, mengonsumsi natrium atau garam tinggi, tubuh akan menahan air di pembuluh darah yang menyebabkan tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko kedua terbesar untuk penyakit ginjal kronis.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/kna)

  • Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau di Tuban Catat Capaian UHC, Stunting dan Cek Kesehatan Gratis Meningkat

    Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau di Tuban Catat Capaian UHC, Stunting dan Cek Kesehatan Gratis Meningkat

    Tuban (beritajatim.com) – Pemanfaatan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau DBHCT ternyata mendorong percepatan peningkatan layanan kesehatan di Kabupaten Tuban.

    Hal ini disampaikan oleh Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Tuban mencatat capaian Universal Health Coverage (UHC) tembus hingga 96,02 persen, angka stunting turun hingga 11,3 persen, serta cakupan Cek Kesehatan Gratis naik ke 28,5 persen.

    Administrator Kesehatan Ahli Muda Dinkes P2KB Tuban, Fatkur Rahman, S.KM., M.M menyampaikan bahwa DBHCHT menjadi instrumen strategis untuk memperkuat layanan promotif dan preventif, seperti penyakit tidak menular diantaranya jantung, stroke, hipertensi dan diabetes banyak dipicu kebiasaan merokok.

    “Adanya DBHCHT lalu diarahkan untuk menekan faktor risiko tersebut, bahkan kini seluruh puskesmas memiliki Poli Usaha Berhenti Merokok (UBM),” ujar Fatkur Rahman

    Adapun dalam pelayanan kesehatan tersebut, masyarakat dapat memeriksa kadar CO melalui smoker analyzer dan memeriksa fungsi paru-paru melalui spirometry. Kemudian, warga juga bisa mengakses pelayanan ini secara gratis.

    “Ini komitmen kami agar upaya berhenti merokok dapat terukur dan dibimbing secara medis,” imbuhnya.

    Oleh sebab itu, Pemkab Tuban juga membentuk Satgas Kawasan Tanpa Rokok KTR yakni sosialisasi ke seluruh kecamatan serta penilaian KTR di sekolah dan fasilitas publik dilakukan melalui DBHCHT. “KTR tidak hanya aturan. Efeknya langsung pada penurunan paparan asap rokok bagi keluarga dan anak,” bebernya.

    Pria yang akrab disapa Fatkur ini juga menyampaikan peningkatan kesadaran masyarakat juga mulai terlihat, terutama dari bertambahnya kunjungan UBM dan meningkatnya kepatuhan terhadap aturan KTR, ada sekitar 10 persen peserta UBM sudah berhenti merokok.

    “DBHCHT memang berperan menutup kebutuhan pembiayaan kesehatan masyarakat, untuk premi JKN bagi warga miskin dibiayai melalui skema ini sehingga akses layanan menjadi lebih mudah dan ketika beban biaya tidak lagi menjadi kendala, masyarakat cenderung lebih cepat datang berobat dan kondisi berat dapat dicegah,” jelas Fatkur. [dya/ian]

  • Pakar Soroti Potensi Lonjakan Penyakit di Aceh-Sumut Pasca Bencana Banjir

    Pakar Soroti Potensi Lonjakan Penyakit di Aceh-Sumut Pasca Bencana Banjir

    Jakarta

    Bencana banjir dan longsor yang terjadi di wilayah Aceh dan Sumatera Utara beberapa hari ke belakang menyita perhatian banyak pihak. Korban bencana kini harus bersiap menghadapi potensi penyakit menular dan memburuknya kondisi pasien penyakit tidak menular (PTM) di wilayah terdampak.

    Pakar kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan ada beberapa kelompok penyakit menular yang perlu menjadi perhatian, sehingga bisa diantisipasi oleh mereka yang ada di wilayah bencana, seperti:

    Penyakit yang ditularkan melalui air (water-borne diseases) seperti diare, hepatitis A, dan penyakit kulit.Penyakit yang ditularkan lewat makanan (foodborne diseases) akibat higienitas yang buruk, termasuk keracunan makanan.Penyakit paru dan pernapasan, misalnya ISPA dan pneumonia, yang mudah menular di lokasi pengungsian.Penyakit yang menular melalui kontak langsung antar-manusia, seperti infeksi kulit atau penyakit mata.

    “Keempat kelompok penyakit ini saling berkaitan. Dalam situasi bencana, penurunan kualitas air, sanitasi buruk, dan padatnya pengungsian membuat risiko penularan meningkat tajam,” beber pria yang sempat menjadi Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu, saat dihubungi detikcom Jumat (28/11/2025).

    Pada kondisi pasca-bencana, definisi kelompok rentan menurut Prof Tjandra tidak hanya para anak-anak, lansia, serta mereka dengan komorbid atau imunitas lemah.

    “Masyarakat umum yang rumah atau desanya terdampak dapat menjadi rentan pula terhadap berbagai penyakit,” jelasnya.

    Populasi Sehat Mudah Terinfeksi

    Perubahan lingkungan yang drastis, stres, kurang tidur, air bersih terbatas, hingga paparan dingin membuat populasi sehat sekalipun menjadi lebih mudah terinfeksi penyakit pasca-bencana.

    Ketersediaan air bersih menjadi faktor paling krusial dalam mencegah penyakit pascabencana.

    Pakar menegaskan risiko yang muncul tidak hanya penyakit yang secara klasik dikategorikan sebagai water-borne disease, tetapi juga penyakit lain yang mekanisme penularannya dipengaruhi sanitasi yang buruk.

    “Keempat jenis penyakit menular tadi perlu diantisipasi bersamaan. Krisis air bersih memperburuk banyak aspek, dari kebersihan makanan, higiene pribadi, hingga kualitas lingkungan,” kata Prof Tjandra.

    Bencana juga berpotensi memperparah kondisi mereka yang mengidap penyakit tidak menula, seperti:

    Diabetes, akibat pola makan dan minum yang tidak teraturPenyakit paru kronik (PPOK), yang dapat mengalami eksaserbasi akut karena lembap atau paparan debu serta hipertensi.Penyakit jantung, yang bisa kambuh akibat stres dan kurangnya obat rutin.

    “Situasi bencana dapat membuat pasien PTM tidak bisa mengakses obat atau kontrol rutin, sehingga risiko komplikasi meningkat,” ujar Prof Tjandra.

    Untuk mencegah kejadian luar biasa pasca-bencana, beberapa langkah prioritas bisa segera dilakukan, seperti penyediaan air bersih, sarana mandi-cuci-kakus, dan fasilitas cuci tangan memadai.

    Pengawasan ketat pada kebersihan dapur umum juga harus dilakukan, sejalan dengan pemberian ventilasi yang baik dan mengatur kepadatan korban di ruang pengungsian, serta tersedianya obat-obatan rutin pasien dengan penyakit kronik.

    “Upaya ini harus berjalan paralel dengan penanganan bencana. Dalam hitungan hari, penyakit bisa meningkat jika tidak segera diantisipasi,” tutup Prof Tjandra.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: Kasus Penyakit Kusta Indonesia Masuk 3 Besar Dunia”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/kna)