Topik: diabetes

  • Pahami 7 Manfaat Gula Kelapa Organik yang Jarang Diketahui

    Pahami 7 Manfaat Gula Kelapa Organik yang Jarang Diketahui

    Di tengah meningkatnya kesadaran akan gaya hidup sehat, banyak orang mulai beralih ke pemanis alami sebagai alternatif pengganti gula pasir. Salah satu yang kian populer adalah gula semut kelapa organik.

    Tak hanya menawarkan rasa manis yang khas, gula semut kelapa organik juga menyimpan beragam manfaat bagi kesehatan, termasuk potensinya sebagai pilihan yang lebih ramah bagi penderita diabetes.

    Gula semut kelapa, yang juga dikenal sebagai gula kristal, merupakan gula kelapa versi bubuk yang proses pembuatannya masih sangat tradisional.

    Dinamakan “gula semut” karena bentuknya yang menyerupai rumah semut di dalam tanah. Proses organik memastikan bahwa sejak dari pohon kelapa hingga menjadi butiran gula, tidak ada bahan kimia seperti pestisida dan pengawet yang digunakan, menjadikannya pilihan yang lebih murni dan alami.

    Kaya Nutrisi dan Manfaat bagi Kesehatan
    Berbeda dengan gula pasir biasa yang sering disebut sebagai “kalori kosong”, gula semut kelapa organik mengandung sejumlah nutrisi penting yang bermanfaat bagi tubuh.

    Di dalamnya terkandung mineral seperti zat besi, seng, kalsium, dan kalium. Selain itu, gula ini juga diperkaya dengan antioksidan yang berfungsi untuk melawan radikal bebas dalam tubuh, sehingga membantu menjaga daya tahan tubuh dan kesehatan kulit.

    Selaku eksportir organic coconut sugar asal Indonesia berhasil mengenalkan gula kelapa lokal ke pasar Dunia, Tropical Coco Indonesia memberikan beberapa informasi terkait beberapa manfaat gula semut kelapa organik bagi kesehatan tubuh sebagai berikut:

    Menjaga Kadar Gula Darah: Salah satu keunggulan utama gula kelapa adalah memiliki indeks glikemik (IG) yang lebih rendah dibandingkan gula pasir. Indeks glikemik adalah ukuran seberapa cepat makanan meningkatkan kadar gula darah. Dengan IG yang lebih rendah, gula kelapa tidak menyebabkan lonjakan gula darah yang drastis, sehingga dapat membantu mengelola kadar gula darah.Sumber Energi: Kandungan sukrosa dan fruktosa di dalamnya dapat menjadi sumber energi yang baik bagi tubuh untuk beraktivitas sehari-hari.Mendukung Kesehatan Pencernaan: Gula kelapa mengandung serat pangan yang disebut inulin. Serat ini dapat membantu menjaga kesehatan usus dan melancarkan sistem pencernaan.Menjaga Kesehatan Jantung: Kandungan kalium dalam gula kelapa berperan dalam membantu mengontrol tekanan darah, yang merupakan salah satu faktor penting dalam menjaga kesehatan jantung.
    Gula Kelapa untuk Diabetes
    Pertanyaan yang sering muncul adalah, amankah gula semut kelapa organik bagi penderita diabetes? Berkat indeks glikemiknya yang lebih rendah (sekitar 35-54, dibandingkan gula pasir yang sekitar 60-65), gula kelapa sering dianggap sebagai alternatif yang lebih aman. Ini berarti tubuh menyerap glukosa dari gula kelapa dengan lebih lambat, sehingga kenaikan gula darah tidak terjadi secara tiba-tiba.

    Meskipun demikian, para ahli kesehatan dan American Diabetes Association mengingatkan bahwa penderita diabetes tetap harus bijak dalam mengonsumsinya.

    Gula kelapa tetap mengandung kalori dan karbohidrat yang perlu diperhitungkan dalam rencana makan harian. Konsultasi dengan dokter atau ahli gizi sangat dianjurkan untuk menentukan takaran yang aman dan sesuai dengan kondisi masing-masing individu.

    Kuncinya adalah “moderasi”. Mengganti gula pasir dengan gula semut kelapa organik bisa menjadi langkah positif, namun bukan berarti bisa dikonsumsi secara berlebihan.

    Pilihan Pemanis yang Lebih Baik
    Gula semut kelapa organik hadir sebagai alternatif pemanis yang tidak hanya lebih sehat tetapi juga lebih ramah lingkungan.

    Dengan kandungan nutrisi yang lebih kaya dan indeks glikemik yang lebih rendah, gula ini menawarkan solusi bagi mereka yang ingin mengurangi konsumsi gula rafinasi tanpa harus mengorbankan rasa manis.

    Bagi masyarakat umum, beralih ke gula semut kelapa organik dapat menjadi bagian dari pola hidup yang lebih sehat. Sementara itu, bagi penderita diabetes, gula ini bisa menjadi pilihan yang lebih baik asalkan dikonsumsi dengan porsi yang terkontrol dan di bawah pengawasan medis. Dengan demikian, manfaat gula kelapa bagi kesehatan dapat dirasakan secara optimal

  • Apple Ungkap Alasan Pakai Akselerometer untuk Deteksi Sleep Apnea di Apple Watch – Page 3

    Apple Ungkap Alasan Pakai Akselerometer untuk Deteksi Sleep Apnea di Apple Watch – Page 3

    Pada umumnya, gangguan ini ditandai dengan berhentinya pernapasan sementara saat tidur dan dapat memicu stres fisiologis serius.

    Tak hanya itu, risiko penderita untuk menghidap hipertensi, diabetes tipe 2, hingga penyakit jantung semakin meningkat.

    “Kebutuhan untuk tidur tentu saja sangat fundamental untuk kesehatan kita. Itu sebabnya kami ingin memperkenalkan fitur sleep apnea,” kata Deidre Caldbeck, Senior Director of Product Marketing for Apple Watch and Health saat berbicara dengan tim Liputan6.com baru-baru ini.

    Dia menambahkan, “dengan fitur ini pengguna bisa mendapatkan notifikasi bila ada tanda-tanda konsisten sleep apnea sedang hingga berat. 

  • Warga Indonesia Kebanyakan Minum Manis, Risiko Ginjal Rusak-Cuci Darah Naik

    Warga Indonesia Kebanyakan Minum Manis, Risiko Ginjal Rusak-Cuci Darah Naik

    Jakarta

    Data dari Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan sebanyak 47,5 persen warga Indonesia berusia 3 tahun ke atas mengonsumsi minuman manis lebih dari 1 kali dalam sehari. Sisanya, sekitar 43,3 persen, mengonsumsi minuman manis 1-6 kali seminggu.

    Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan dalam jangka panjang, terutama kerusakan ginjal yang berujung hemodialisis atau cuci darah.

    Minuman berpemanis dalam kemasan mengandung rata-rata 22 gram gula per 250 ml atau sekitar 45,6 persen lebih tinggi dari batas konsumsi gula yang dianjurkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Peningkatan kadar gula dalam darah dapat merusak fungsi insulin dan meningkatkan resistensi insulin.

    Kadar gula tinggi dalam darah atau diabetes melitus, yang berlangsung cukup lama, dapat mempengaruhi fungsi ginjal dalam mengeluarkan racun dan cairan berlebih dari dalam tubuh. Kondisi ini lambat laun akan merusak sistem penyaringan dalam ginjal, hingga akhirnya kerusakan pada ginjal dan gagal ginjal.

    Inilah yang menyebabkan semakin banyaknya orang yang melakukan cuci darah di usia muda karena ginjalnya gagal berfungsi menyaring kotoran dan racun dalam darah.

    “Yang berisiko menjadi penyebab adalah diabetes dan hipertensi. Jadi gaya hidup yang buruk bisa mengganggu fungsi ginjal,” tutur Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) dr Pringgodigdo Nugroho, SpPD-KGH kepada detikcom beberapa waktu lalu.

    Studi yang terbitkan dalam Clinical Journal of the American Society of Nephrology menemukan mereka yang banyak mengonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan memiliki risiko 61 persen terkena penyakit ginjal kronis. Belum lagi, mengonsumsi minuman manis meningkatkan risiko diabetes yang berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal pemicu gagal ginjal kronis.

    Pembiayaan penyakit gagal ginjal naik di BPJS Kesehatan

    Pembiayaan kesehatan gagal ginjal kronis di BPJS Kesehatan dilaporkan mencapai Rp 11 triliun pada 2024. Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti menilai tren tersebut berkaitan dengan kenaikan kasus penyakit gagal ginjal kronik, termasuk di generasi muda dalam beberapa tahun terakhir.

    “Tahun 2024 ini mencapai Rp 11 triliun, cukup besar untuk seluruh penyakit gagal ginjal kronik, ini baru yang hanya tercover BPJS saja,” ucap Ghufron, Selasa (11/2).

    Prof Ghufron mengimbau masyarakat utamanya generasi muda untuk memerhatikan pola minum dan makan, juga mengontrol riwayat penyakit yang meningkatkan risiko gagal ginjal.

    (kna/kna)

  • Mitos atau Fakta: Makan Telur Setiap Hari Bikin Kolesterol Naik?

    Mitos atau Fakta: Makan Telur Setiap Hari Bikin Kolesterol Naik?

    Jakarta – Telur dikenal sebagai sumber protein hewani yang praktis dan bergizi tinggi. Ada kandungan kalori, protein, kalium, hingga natrium di dalamnya.

    Banyak orang yang mengandalkan telur sebagai menu sarapan atau lauk harian karena mudah diolah dan rasanya lezat.
    Namun, di balik kepopulerannya, ada yang anggapan bahwa makan telur setiap hari bisa meningkatkan kolesterol. Benarkah demikian?

    Telur Bikin Kolesterol Naik?

    Anggota kelompok kerja nutrisi dan gaya hidup American College of Cardiology, Dr James O’Keefe, mengatakan bahwa semua penelitian baru menyebut bahwa telur tidak akan memperburuk kadar kolesterol.

    “Telur adalah sumber protein dan nutrisi yang sehat, dan Anda dapat menikmatinya dalam jumlah yang tidak berlebihan,” kata Dr O’Keefe yang juga seorang direktur kardiologi preventif di Saint Luke’s Mid America Heart Institute di Kansas City, Missouri.

    Beberapa penelitian memang menemukan adanya hubungan antara mengonsumsi telur dan penyakit jantung. Namun, mungkin ada alasan lain untuk temuan ini.

    Makanan yang biasa dikonsumsi dengan telur, seperti bacon, sosis dan ham, mungkin lebih meningkatkan risiko penyakit jantung dibandingkan telur. Selain itu, cara memasak telur dan makanan lainnya, terutama jika digoreng dengan minyak atau mentega, kemungkinan lebih berperan dalam peningkatan risiko penyakit jantung dibandingkan telur itu sendiri.

    Dikutip dari laman Healthline, menurut penelitian, mengonsumsi makanan yang digoreng memang bisa menyebabkan tekanan darah tinggi dan rendahnya koleserol baik (HDL). Semua merupakan faktor risiko dari penyakit jantung.

    Amankah Makan Telur Setiap Hari?

    Dikutip dari Mayo Clinic, para ahli kesehatan menyarankan untuk mengonsumsi makanan kolesterol sesedikit mungkin, dengan asupan di bawah 300 mg per hari. Sementara, satu butir telur mengandung sekitar 186 mg kolesterol yang hanya ada di kuningnya sehingga dua butir telur setiap hari sudah mencukupi.

    Jadi, jika makanan yang dikonsumsi dalam sehari hanya mengandung sedikit kolesterol, menurut beberapa penelitian, mengonsumsi hingga satu butir telur per hari mungkin bisa menjadi pilihan yang baik. Namun, jika ingin mengurangi asupan kolesterol, konsumsi putih telurnya saja.

    Banyak orang sehat bisa mengonsumsi hingga tujuh butir telur dalam seminggu tanpa meningkatkan risiko penyakit jantung. Bahkan tingkat konsumsi telur ini bisa membantu mencegah beberapa jenis stroke dan kondisi mata serius yang disebut dengan degenerasi makula, yang bisa menyebabkan kebutaan.

    Dikutip dari laman Skyline Univesity mengenai penelitian telur dan penurunan risiko stroke, disebutkan bahwa telur memiliki banyak nutrisi, termasuk antioksidan yang terbukti mengurangi stres oksidatif dan peradangan. Telur juga merupakan sumber protein yang dikaitkan dengan penurunan tekanan darah.

    Telur juga mengandung lutein dan zeaxnthin, dua antioksidan kuat yang terakumulasi di retina mata. Hal ini lah yang membantu melawan beberapa proses degeneratif yang memengaruhi mata.

    O’Keefe menyebut, mengonsumsi dua butir telur sehari, enam hari seminggu sebagai jumlah yang wajar. Dia mengaku berusaha mencari telur yang diperkaya dengan omega-3, sebab menurutnya telur ini merupakan nutrisi yang penting untuk kesehatan kardiovaskular.

    “Saya pribadi suka telur dan mungkin makan sedikitnya 14 butir telur seminggu. Tetapi, saya membuang setidaknya setengah dari kuning telurnya karena di situlah semua kolesterol berada,” jelas Dr O’Keefe.

    Namun, bagi penderita diabetes atau penyakit jantung, O’Keefe menyarankan untuk membatasinya hingga lima kuning telur dalam seminggu. Kendati demikian, putih telur bisa dikonsumsi sebanyak yang diinginkan karena sama sekali tidak berbahaya

    (elk/tgm)

  • Lansia dan Ketergantungan Aspek Kesehatan

    Lansia dan Ketergantungan Aspek Kesehatan

    Jakarta

    “Seorang nenek Nasikah yang sakit stroke dan berusia 74 tahun, telah diserahkan secara total oleh kedua anaknya ke sebuah griya lansia. Mereka tidak menyesal dan tidak ingin bertemu ibunya lagi. Walaupun pada akhirnya kedua anak ibu Nasikah menjemput kembali ibunya dan diajak pulang, kejadian ini merupakan masalah genting tentang ketergantungan lansia pada aspek kesehatan yang buruk di tanah air”

    Indonesia telah memasuki ageing population sejak 2021 yaitu fase struktur penduduk tua mencapai diatas 10 persen penduduk. Hal ini terkait dengan angka harapan hidup (AHH) manusia sejak lahir di Indonesia pada 2024 mencapai 72,39 tahun. Meski belum mencapai angka global 73,3, namun sudah terjadi peningkatan berarti dibanding dekade sebelumnya 69,81 tahun pada 2010.

    AHH menunjukkan cerminan kesehatan masyarakat, akses layanan kesehatan, nutrisi dan peningkatan standar hidup yang makin baik. Perbaikan program imunisasi, pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta sanitasi mendorong peningkatan AHH Indonesia. Pembangunan kesehatan pasca pandemi covid-19 yang semakin fokus ke perbaikan sistem kesehatan dan integrasi layanan primer.

    Namun demikian jumlah lansia yang meningkat di Indonesia belum menjadi bonus demografi yang dapat menunjang kemajuan bangsa secara produktif. Secara fisik kesehatan, mental dan sosial ketergantungan lansia cukup besar. Tidak cukup berbicara AHH saja, tapi juga healthy life expectancy (HALE) yang mengukur tahun hidup orang dalam kondisi sehat dan produktif. Nah HALE di Indonesia hanya mencapai pada umur 63 tahun.

    Dengan demikian sepuluh tahun terakhir kehidupan lansia di Indonesia diliputi persoalan kesehatan dan penyakit. Hanya 28,4 persen lansia diatas 60 tahun yang sehat (Kemenkes, 2024). Mayoritas lansia di Indonesia hidup dengan penyakit khronis dan kesehatan yang menurun seperti TBC, diabetes, hipertensi, penyakit jantung, stroke dan gangguan sendi yang membuat ketergantungan lansia pada aspek kesehatan sangat besar.

    Sebuah survey oleh perhimpunan gerontology medik Indonesia (Pergemi) melihat ada 16 penyakit khronis yang diderita lansia. Diantaranya lima besarnya adalah hipertensi (37,8%), diabetes (22,9%), rematik (11,9), jantung (11,4%), dan asma (10,4%). Kesehatan lansia kita buruk dan membuat rumah sakit di Indonesia dipenuhi banyak lansia yang mencari pengobatan. Klinik penyakit tidak menular didominasi para lansia yang tergantung pada obat seumur hidupnya.

    Lansia di Indonesia dihantui penyakit khronis sebagai akibat pola hidup tidak sehat yang terjadi pada usia muda. BPJS sendiri melaporkan bahwa klaim yang menyedot dana paling besar pada delapan penyakit yaitu jantung, kanker, stroke, gagal ginjal, hemophilia, leukemia, dan sirosis hati. Jumlah kasus empat besar yang mendapat jaminan BPJS Kesehatan meliputi jantung 20 juta kasus, kanker 3,8 juta kasus, stroke 3,5 juta kasus, dan gagal ginjal 1,5 juta kasus. Merupakan penyakit tidak menular dengan lansia yang paling rentan.

    Lansia selayaknya mempunyai akses luas ke dalam layanan kesehatan yang ramah lansia dan pelayanan publik lainnya. Namun di Indonesia penyakit khronis degeneratif membuat lansia menjadi penduduk rentan dengan mobilitas yang rendah. Tentu kondisi yang terjadi sekarang merupakan wujud investasi kesehatan masa lalu yang kurang memadai. Memprihatinkan upaya preventif promotif sebagai pola hidup sehat belum menjadi pegangan dalam kehidupan sehari-hari selama ini.

    Ketergantungan lansia Indonesia dalam kesehatan sekarang dipandang bukan sekadar persoalan pribadi atau keluarga, mainkan isu sosial yang memerlukan perhatian lintas sektor dan seluruh komponen bangsa. Artinya ketergantungan lansia sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat. Dengan AHH yang meningkat maka beban pada sistem kesehatan juga meningkat. Rumah sakit, puskesmas dan layanan kesehatan primer perlu menyesuaikan sistem agar mampu melayani kebutuhan kesehatan lansia dalam jangka panjang.

    Ketergantungan aktifitas keseharian seperti lansia yang membutuhkan bantuan untuk mandi, makan, minum obat, jadwal ke layanan kesehatan rumah sakit, atau sekadar berjalan ke kamar mandi. Dalam kondisi yang lebih berat lansia dengan penyakit degeneratif seperti Alzheimer atau stroke bisa sepenuhnya sangat bergantung pada perawat atau anggota keluarga.

    Dengan demikian fase ageing population yang terjadi di tanah air belum bisa menjadi bonus demografi yang secara produktif menyumbang kemajuan masyarakat. Di sinilah kita melihat pertama, peran keluarga yang dominan dalam merawat lansia. Di lingkungan keluarga kondisi ini menjadi tantangan tersendiri, bahkan dapat menimbulkan kelelahan fisik dan emosional bagi anggota keluarga yang merawat.

    Fenomena caregiver burnout atau kelelahan pengasuh dalam merawat lansia menjadi isu yang kerapkali tidak dipandang sebagai masalah. Di sinilah keluarga memerlukan dukungan sistem layanan kesehatan dan dukungan sosial lebih dari luar. Jika dibiarkan dalam jangka panjang kondisi demikian tidak hanya berdampak pada keluarga/ pengasuh, tapi juga pada lansia itu sendiri. Mereka beresiko mengalami gangguan mental seperti stress, kecemasan dan depresi.

    Kondisi yang terjadi pada keluarga nenek sakinah tersebut di atas menjadi gambaran banyak kehidupan lansia sekitar kita. Dimana lansia yang sakit tampak menjadi beban keluarga dan minimnya dukungan layanan kesehatan dan kepedulian dari komunitas serta negara dalam mengentaskan ketergantungan kesehatan lansia.

    Jumlah penduduk yang makin menua dengan kondisi kesehatan yang buruk di tengah keluarga harus dijawab dengan strategi mengantisipasi kesehatan sejak usia muda. Kita tidak mengabaikan mereka melainkan menciptakan sistem pendukung yang membuat lansia tetap aktif, mandiri dan bermartabat. Langkah-langkah yang dapat diambil seperti pencegahan melalui gaya hidup sejak dini, penguatan layanan kesehatan dengan memperluas akses layanan geriatri, meningkatkan kapasitas puskesmas dalam menangani lansia, serta program home care berbasis komunitas perlu diperluas.

    Langkah lainnya yaitu perlunya dukungan psikososial dan komunitas lansia yang aktif secara sosial, hadirnya teknologi untuk lansia seperti aplikasi pengingat obat, telekonsultasi, dan perangkat bantu mobilitas. Selanjutnya tersedianya insentif dan dukungan untuk keluarga pengasuh yaitu dukungan moral, pelatihan, dan bahkan insentif dari pemerintah dan komunitas agar perawatan lansia tidak menjadi beban sepihak keluarga. Kesehatan fisik dan mental pengasuh keluarga juga harus menjadi perhatian.

    Ketergantungan dalam aspek kesehatan lansia adalah refleksi dari cara kita semua memandang usia tua dan memperlakukan para sesepuh bangsa. Hadirnya perawatan yang manusiawi dan bermartabat bagi lansia menjadi cermin peradaban manusia. Disini kita membutuhkan secara nyata sinergi individu, keluarga, masyarakat dan pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang mendukung lansia agar tetap sehat, aktif dan dihargai. Semata karena pada akhirnya kita semua cepat atau lambat akan menjadi menua.

    Noerolandra Dwi S, Surveior FKTP Kemenkes

    (imk/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Biar Ginjal Nggak Rusak, Stop Begadang Kalau Nggak Ada Perlunya

    Biar Ginjal Nggak Rusak, Stop Begadang Kalau Nggak Ada Perlunya

    Jakarta

    Kebanyakan anak muda mungkin lebih sering tidur larut malam atau begadang. Ternyata, kebiasaan ini dapat merusak fungsi organ tubuh, salah satunya ginjal.

    Ginjal merupakan organ tubuh yang penting untuk menyaring darah, mendetoksifikasi tubuh, dan menjaga homeostatis atau kemampuan tubuh untuk mempertahankan kondisi internal agar tetap stabil.

    Para peneliti telah mengaitkan kurang tidur dan gangguan tidur dengan tingkat diabetes dan penyakit kardiovaskular yang lebih tinggi. Berkat penelitian baru oleh Dr Ciaran McMullan, MD, dari Rumah Sakit Brigham and Women’s, kaitan ini semakin jelas.

    Dr McMullan mempelajari bagaimana tidur mempengaruhi ginjal dan apakah lebih banyak tidur serta suplementasi melatonin dapat meningkatkan fungsi ginjal.

    “Fungsi ginjal sebenarnya diatur oleh siklus tidur-bangun. Siklus ini membantu mengoordinasikan beban kerja ginjal selama 24 jam,” kata Dr McMullan yang dikutip dari National Kidney Foundation, Selasa (15/7/2025).

    “Kami juga tahu bahwa pola tidur malam dapat memengaruhi penyakit ginjal kronis dan orang yang kurang tidur biasanya mengalami penurunan fungsi ginjal yang lebih cepat. Yang kami lakukan sekarang adalah mengamati hormon spesifik yang mungkin menjadi penyebab penurunan ini,” sambungnya.

    Penelitian Dr McMullan mengkaji lebih dekat sekresi melatonin, hormon yang diproduksi tubuh secara alami untuk menyelaraskan fungsi nokturnal kita. Sebagian besar dari penelitian ini, peserta yang sehat akan dibatasi waktu tidurnya dan kadar hormon, serta fungsi ginjal mereka akan diukur.

    Penelitian ini juga akan melibatkan orang-orang yang memiliki kebiasaan kurang tidur dan akan diminta untuk tidur lebih lama untuk melihat apakah hal itu mempengaruhi fisiologi, tekanan darah, kadar gula darah, dan fungsi ginjal mereka.

    Separuh dari kelompok ini juga akan diberikan suplemen melatonin untuk melihat apakah hal ini mempengaruhi fungsi ginjal mereka seiring waktu.

    “Jadi, kami tidak hanya mengamati pola tidur orang-orang, tetapi juga mencoba melihat apakah ada beberapa intervensi yang dapat dilakukan oleh orang-orang dengan kurang tidur,” terang Dr McMullan.

    Pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana ginjal bekerja dan berinteraksi dengan hormon tubuh pada malam hari juga dapat membantu menentukan pedoman nutrisi yang lebih baik, dan waktu yang oplikasi untuk pemberian obat. Hal ini karena kemampuan ginjal untuk memproses obat-obatan dan nutrisi, seperti natrium dan kalium berubah antara siang dan malam.

    Studi ini dapat mengidentifikasi kelompok orang baru yang berisiko lebih tinggi terkena penyakit ginjal kronis karena gaya hidup atau jadwal kerja mereka. Misalnya mereka yang bekerja shift dan mereka yang memiliki masalah kurang tidur kronis.

    “Penting untuk mengenali masalah-masalah ini sebagai faktor risiko karena ini, berarti individu-individu ini mungkin memerlukan skrining penyakit ginjal dan manajemen tekanan darah yang lebih agresif,” jelasnya.

    (sao/kna)

  • Bahaya Minyak Goreng Bekas Jika Dipakai Ulang Terlalu Banyak

    Bahaya Minyak Goreng Bekas Jika Dipakai Ulang Terlalu Banyak

    Jakarta – Minyak goreng merupakan bahan dapur yang hampir selalu digunakan dalam memasak. Namun, sebagian orang memilih untuk menggunakan kembali minyak goreng bekas beberapa kali.

    Seringkali, penggunaan minyak berulang juga ditemukan di makanan yang dibeli di luar rumah. Padahal, kebiasaan ini bisa berdampak buruk pada kesehatan. Penting untuk mengetahui batas aman penggunaan minyak goreng bekas.

    Berapa Kali Minyak Bekas Boleh Digunakan Lagi?

    Pemanasan minyak biasanya akan mencapai suhu 100 derajat, bahkan lebih. Ketika melakukan deep frying, suhunya bisa mencapai 200-an.

    “Itu banyak perubahan terjadi pada minyaknya, jadi ya asam-asam lemaknya jadi berubah, trans fat namanya, lemak minyak trans itu bahaya buat kesehatan,” kata Ketua Umum PERGIZI Pangan Prof Dr Ir Hardinsyah, MS, kepada detikcom, beberapa waktu lalu.

    Sehingga, disarankan untuk menggunakan 1-2 kali minyak jelantah. Jangan sampai minyak jelantah dipanaskan lebih dari dua kali.

    “Jadi kalau orang mampu sih, saya sarankan sekali aja jelantahnya digunakan untuk yang lain kalau kurang mampu ya maksimum sampai 2 kali lah jangan sampai lebih dari 2 kali dipakai lagi,” imbuhnya.

    Bahaya Minyak Goreng Bekas Jika Dipakai Ulang Terlalu Banyak

    Minyak yang dipanaskan berulang kali bisa memicu kanker, menyebabkan peradangan, hingga meningkatkan asam lambung.

    1. Membuat Minyak Bersifat Karsinogenik

    Segala sesuatu yang bersifat karsinogenik berpotensi menyebabkan kanker. Dikutip dari laman Times of India, banyak penelitian yang menunjukkan bagaimana aldehida (unsur beracun) terbentuk saat minyak kembali dipanaskan.

    Salah satunya adalah penelitian di tahun 2020 yang bahwa penggunaan minyak goreng secara berulang dikaitkan dengan dengan munculnya senyawa karsinogenik, seperti polycyclic aromatic hydrocarbons (PAH).

    Dikatakan bahwa konsumsi minyak yang digunakan secara berulang menyebabkan tingginya insiden gentokoksik (kerusakan materi genetik), mutagenik (mutasi DNA), tumorigenik (memicu tumor), dan berbagai jenis kanker. Adapun beberapa jenis kanker dikaitkan dengan penggunaan minyak berulang meliputi kanker paru, payudara, kolorektal, dan prostat.

    2. Menyebabkan Peradangan

    Memasak makanan dengan minyak goreng bekas juga bisa meningkatkan radikal bebas dalam tubuh yang dapat menyebabkan peradangan. Sebagai informasi, peradangan merupakan akar penyebab dari sebagian besar penyakit, seperti obesitas, penyakit jantung, dan diabetes. Peradangan yang tinggi juga bisa menurunkan kekebalan tubuh sehingga membuat tubuh rentan terkena infeksi.

    3. Meningkatkan Kolesterol LDL

    Makanan yang dimasak dengan minyak yang sudah menghitam dan dipanaskan kembali sepanjang hari bisa meningkatkan kadar LDL atau kolesterol jahat. Kadar kolesterol jahat tinggi bisa meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan nyeri dada.

    4. Meningkatkan Asam Lambung

    Jika rasa terbakar di perut dan tenggorokan semakin sering terjadi, bisa jadi minyak goreng yang dipanaskan ulang menjadi penyebabnya. Jadi, hindari makan makanan cepat saji dan gorengan jika memiliki asam lambung.

    Cara Mencegah Minyak Dipanaskan Ulang

    Untuk mencegah penggunaan minyak goreng yang dipanaskan ulang, ikuti sejumlah cara berikut:

    1. Masak Makanan dalam Jumlah Kecil

    Cara ini efektif untuk mengurangi penggunaan minyak goreng berlebih. Selain itu, memasak makanan dalam jumlah yang kecil juga bisa membantu dalam mengendalikan porsi makan.

    2. Tidak Mencampurkan Minyak Goreng Bekas dan Baru

    Minyak goreng bekas akan mengalami polimerisasi dari pemanasan berulang. Dikutip dari laman Scienific India, proses tersebut menghasilkan senyawa alheida, peroksida, dan radikal bebas yang berbahaya.

    3. Cukup Pakai Minyak Bekas Dua Kali

    Seperti yang sudah dijelaskan, pemakaian minyak bekas boleh digunakan maksimal dua kali. Sehingga hal ini dapat dilakukan demi mencegah mendapatkan bahaya dari penggunaan minyak berulang.

    (elk/tgm)

  • Bukan Cuma Bikin Panjang Umur, Jalan Kaki ala Jepang Cegah Gula Darah Melonjak

    Bukan Cuma Bikin Panjang Umur, Jalan Kaki ala Jepang Cegah Gula Darah Melonjak

    Jakarta – Jepang menjadi salah satu negara dengan populasi usia 100 tahun terbanyak. Bukan hanya panjang umur, tetapi lansia di Jepang masih aktif beraktivitas, juga produktif di usia senja.

    Salah satu ‘resepnya’ adalah kebiasaan jalan kaki.

    Bagi orang Jepang, berjalan kaki tampaknya bukan sekadar kegiatan santai, melainkan bentuk gerakan terstruktur dan terencana yang dikenal sebagai interval walking training (IWT).

    Bentuk jalan kaki tersebut mengharuskan warganya berganti-ganti antara jalan cepat dan lambat.

    Sekitar 20 tahun lalu, Hiroshi Nose dan timnya di Jepang menerbitkan sebuah makalah yang mempopulerkan jalan kaki IWT. Melalui penelitian mereka, mereka menemukan orang dewasa paruh baya dan lebih tua yang mempraktikkan IWT memiliki tekanan darah lebih rendah, otot paha lebih kuat, dan kapasitas aerobik yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang berjalan dengan kecepatan sedang dan stabil tanpa melakukan perubahan.

    Rutinitasnya sendiri tidak terlalu sulit. Berjalan cepat selama tiga menit, lalu dilanjutkan jalan lambat selama tiga menit. Ulangi siklus ini selama total 30 menit sehari, setidaknya empat hari seminggu.

    “Salah satu temuan paling mengejutkan adalah IWT secara signifikan meningkatkan kebugaran fisik dan menurunkan tekanan darah setelah intervensi 5 bulan, sementara peningkatan ini tidak diamati pada kelompok jalan kaki berkelanjutan dengan intensitas sedang,” beber Shizue Masuki, salah satu penulis studi dan profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Shushu di Matsumoto, dikutip dari Times of India.

    Menurut Masuki, manfaat lain dari teknik ini telah ditunjukkan dalam studi tambahan oleh timnya, termasuk peningkatan kualitas tidur, suasana hati, fungsi kognitif, dan gejala depresi.

    Manfaat kesehatan mental dari berjalan di ruang terbuka telahterdokumentasi dengan baik. Ahli fisiologi olahraga Jepang tersebut juga menyebut teknik jalan sederhana ini baik untuk kesehatan jantung dan gula darah.

    Senada dengan penjelasan dr Ashish Agarwal, Direktur Kardiologi di Aakash Healthcare. “Berjalan dengan interval meningkatkan kesehatan jantung, mengatur kadar gula dan tekanan darah, serta menurunkan risiko diabetes dan stroke.”

    Sebuah studi tahun 2023 yang melibatkan pengidap diabetes tipe 2 dan studi lainnya pada 2024 yang berfokus pada orang dewasa di atas 65 tahun, keduanya menemukan IWT menurunkan kadar kolesterol jahat, gula darah, menjaga indeks massa tubuh ideal, fleksibilitas, dan meningkatkan daya tahan.

    (naf/naf)

  • Bukan Cuma Bikin Panjang Umur, Jalan Kaki ala Jepang Cegah Gula Darah Melonjak

    Bukan Cuma Bikin Panjang Umur, Jalan Kaki ala Jepang Cegah Gula Darah Melonjak

    Jakarta – Jepang menjadi salah satu negara dengan populasi usia 100 tahun terbanyak. Bukan hanya panjang umur, tetapi lansia di Jepang masih aktif beraktivitas, juga produktif di usia senja.

    Salah satu ‘resepnya’ adalah kebiasaan jalan kaki.

    Bagi orang Jepang, berjalan kaki tampaknya bukan sekadar kegiatan santai, melainkan bentuk gerakan terstruktur dan terencana yang dikenal sebagai interval walking training (IWT).

    Bentuk jalan kaki tersebut mengharuskan warganya berganti-ganti antara jalan cepat dan lambat.

    Sekitar 20 tahun lalu, Hiroshi Nose dan timnya di Jepang menerbitkan sebuah makalah yang mempopulerkan jalan kaki IWT. Melalui penelitian mereka, mereka menemukan orang dewasa paruh baya dan lebih tua yang mempraktikkan IWT memiliki tekanan darah lebih rendah, otot paha lebih kuat, dan kapasitas aerobik yang lebih baik dibandingkan dengan mereka yang berjalan dengan kecepatan sedang dan stabil tanpa melakukan perubahan.

    Rutinitasnya sendiri tidak terlalu sulit. Berjalan cepat selama tiga menit, lalu dilanjutkan jalan lambat selama tiga menit. Ulangi siklus ini selama total 30 menit sehari, setidaknya empat hari seminggu.

    “Salah satu temuan paling mengejutkan adalah IWT secara signifikan meningkatkan kebugaran fisik dan menurunkan tekanan darah setelah intervensi 5 bulan, sementara peningkatan ini tidak diamati pada kelompok jalan kaki berkelanjutan dengan intensitas sedang,” beber Shizue Masuki, salah satu penulis studi dan profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Shushu di Matsumoto, dikutip dari Times of India.

    Menurut Masuki, manfaat lain dari teknik ini telah ditunjukkan dalam studi tambahan oleh timnya, termasuk peningkatan kualitas tidur, suasana hati, fungsi kognitif, dan gejala depresi.

    Manfaat kesehatan mental dari berjalan di ruang terbuka telahterdokumentasi dengan baik. Ahli fisiologi olahraga Jepang tersebut juga menyebut teknik jalan sederhana ini baik untuk kesehatan jantung dan gula darah.

    Senada dengan penjelasan dr Ashish Agarwal, Direktur Kardiologi di Aakash Healthcare. “Berjalan dengan interval meningkatkan kesehatan jantung, mengatur kadar gula dan tekanan darah, serta menurunkan risiko diabetes dan stroke.”

    Sebuah studi tahun 2023 yang melibatkan pengidap diabetes tipe 2 dan studi lainnya pada 2024 yang berfokus pada orang dewasa di atas 65 tahun, keduanya menemukan IWT menurunkan kadar kolesterol jahat, gula darah, menjaga indeks massa tubuh ideal, fleksibilitas, dan meningkatkan daya tahan.

    (naf/naf)

  • Cek Kesehatan Gratis Usia Sekolah Dimulai, Menkes Ungkap Temuan Penyakit Terbanyak

    Cek Kesehatan Gratis Usia Sekolah Dimulai, Menkes Ungkap Temuan Penyakit Terbanyak

    Jakarta – Pemerintah memulai program cek kesehatan gratis (CKG) untuk anak sekolah, Senin (14/7/2025). Baru dimulai di Sekolah Rakyat, yakni program pendidikan yang ditujukan untuk membantu masyarakat kecil, khususnya di pedesaan dan pelosok Indonesia, agar tetap bisa mendapatkan akses pendidikan secara gratis dan nonformal.

    Adapun pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh termasuk mengukur berat dan tinggi badan, memeriksa kesehatan gigi, mata, jantung, sampai tes darah. Simulasi CKG untuk sekolah juga sebelumnya sudah dilakukan di BPK Penabur dan Pondok Pesantren Assidiqiyah.

    Menkes menilai hasil CKG cukup mengejutkan. Banyak masalah kesehatan yang dialami para siswa.

    Kebanyakan terkait dengan gangguan penglihatan serta karies gigi. Adapula mereka yang terindikasi risiko diabetes karena riwayat keluarga.

    “Masalah kesehatan selalu ditemukan di setiap anak, entah itu diabetes, gangguan mata, karies. Semuanya kita rujuk ke Puskesmas untuk penanganan lebih lanjut,” beber Menkes Budi dalam keterangan resminya, Senin (14/7).

    “Saya memastikan semua siswa sehat jangan sampai sakit, sampai selesai. Kalau ada penyakit menular maka diperiksa dulu, kalau ada langsung diobati, kalau perlu dikarantina sebentar setelah itu langsung sekolah,” jelasnya.

    Hingga pertengahan Juli, sudah lebih dari 12 juta masyarakat umum yang menjalani CKG. Khusus CKG di sekolah, Kemenkes menargetkan 53,8 juta pelajar di 282 ribu satuan pendidikan menjadi sasaran utama.

    “Kita ada 280 juta (penduduk), puskesmas 10 ribu. Ini akan jadi terpusat ke puskesmas. Namun dirasa belum maksimal jika hanya mengandalkan puskesmas. Untuk itu, kita perlu melakukan pemeriksaan langsung di sekolah,” terang Menkes Budi.

    (naf/naf)