Topik: diabetes

  • Terbukti Ilmiah! 5 Kebiasaan Sederhana yang Bisa Tambah Umur Biar Tak Mati Muda

    Terbukti Ilmiah! 5 Kebiasaan Sederhana yang Bisa Tambah Umur Biar Tak Mati Muda

    Jakarta

    Siapa sih yang tidak ingin hidup sehat dan panjang umur? Semua orang tentu akan mengusahakan segala cara agar bisa hidup lebih lama.

    Dikutip dari Healthline, sebuah penelitian menunjukkan bahwa pilihan gaya hidup, khususnya pola makan dan olahraga memainkan peran yang besar dalam hal umur panjang.

    Apa saja sih ‘rahasia’ panjang umur yang berhasil diungkap oleh sains?

    1. Diet

    Mengatur pola makan atau diet menjadi salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk menjaga tubuh tetap sehat. Metode diet yang direkomendasikan ilmuwan adalah mediterania dan diet Jepang.

    Dua metode diet tersebut menekankan untuk mengonsumsi ikan sebagai sumber protein yang kaya akan lemak dan meningkatkan fungsi otak, serta menyehatkan jantung. Selain itu, mengonsumsi sayuran segar atau yang fermentasi, dan membatasi makanan olahan serta yang manis.

    2. Mengontrol Berat Badan

    Obesitas berhubungan dengan berbagai penyakit kronis seperti masalah kardiovaskular dan diabetes. Masalah kesehatan yang kronis tentu bisa berpengaruh pada panjang atau tidaknya umur seseorang.

    Ketua Departemen Nutrisi, Harvard TH Chan School of Public Health Frank B. Hu, MD, PhD mengatakan menjaga berat badan pada angka ideal berperan penting terhadap masa tua yang sehat, serta meningkatkan angka harapan hidup seseorang.

    “Uji klinis telah menunjukkan bahwa penurunan berat badan yang dicapai melalui pengubahan gaya hidup, pengobatan seperti agonis GLP-1 , atau operasi penurunan berat badan, dikaitkan dengan penurunan risiko penyakit kronis, termasuk diabetes, penyakit kardiovaskular, dan kanker tertentu, serta kematian dini,” kata Hu.

    3. Hindari Sedentary Lifestyle

    Banyak orang lebih memilih menghabiskan waktu untuk bermalas-malasan seperti menonton tv atau sibuk dengan gadget mereka. Padahal, hidup aktif menawarkan banyak manfaat kesehatan.

    “Perilaku tidak aktif, seperti menonton TV dalam waktu lama, telah dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kronis, termasuk diabetes, penyakit kardiovaskular, dan kematian dini. Peningkatan risiko ini terutama disebabkan oleh peningkatan obesitas dan berkurangnya aktivitas fisik,” kata Hu.

    4. Rutin Berolahraga

    Olahraga memang diketahui dapat membuat tubuh lebih sehat dan bugar, sehingga bisa berdampak pada umur yang panjang.

    Penelitian yang diterbitkan pada Desember 2024 menemukan bahwa di antara orang dewasa yang lebih tua, kebugaran kardiorespirasi merupakan indikator kesehatan otak yang sangat baik di berbagai domain kognitif, termasuk memori.

    “Anda juga dapat memasukkan aktivitas fisik ke dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, turun dari kereta satu halte lebih awal dan berjalan kaki atau menggabungkan perilaku seperti hanya menonton TV saat berolahraga,” kata Kepala Bagian Klinis Geriatri di Stanford Medicine Katherine T. Ward, MD.

    5. Berhenti Merokok

    Studi yang dipimpin oleh Frank Hu dan diterbitkan pada tahun 2018 menemukan bahwa mereka yang tidak pernah merokok merupakan salah satu dari lima faktor kunci untuk memperpanjang harapan hidup.

    Faktor-faktor lainnya adalah, menjaga berat badan yang sehat, aktivitas fisik teratur, diet sehat, dan hanya mengonsumsi alkohol dalam jumlah sedang.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kemenkes Gelar ASEAN Car Free Day, Kenalkan Gaya Hidup Sehat di CFD”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/kna)

  • Keluhan di Kaki Pertanda Masalah Sirkulasi Darah, Bisa Picu Serangan Jantung

    Keluhan di Kaki Pertanda Masalah Sirkulasi Darah, Bisa Picu Serangan Jantung

    Jakarta

    Sirkulasi darah buruk bisa memicu masalah serius. Jika darah tidak mencapai organ, jaringan tubuh mulai kekurangan nutrisi.

    Studi menunjukkan tanda-tanda awal sirkulasi darah yang buruk sering muncul di kaki. Sebab, letaknya paling jauh dari jantung.

    Beberapa gejala pada kaki bisa menjadi cara tubuh memberikan sinyal adanya masalah di balik permukaan. Seiring waktu, kurangnya nutrisi akibat sirkulasi darah yang buruk dapat merusak sel, memperlambat penyembuhan, bahkan mempengaruhi jantung dan otak.

    Kondisi sirkulasi darah yang buruk dapat memiliki konsekuensi yang jauh lebih luas daripada sekadar mati rasa. Jika jaringan secara kronis kekurangan oksigen dan nutrisi yang memadai, fungsi seluler akan terganggu, yang menyebabkan penyembuhan luka tertunda serta rentan terhadap infeksi.

    Misalnya penyakit arteri perifer (PAD) sangat berkaitan dengan klaudikasio intermiten, ulkus yang tidak kunjung sembuh, dan dalam kondisi ekstrem diharuskan amputasi anggota tubuh.

    Selain itu, sirkulasi darah yang buruk bisa memberi tekanan pada jantung agar bekerja lebih keras untuk mengimbanginya. Hal ini dapat meningkatkan risiko serangan jantung.

    Dikutip dari Times of India, berikut tiga tanda pada kaki yang mungkin menunjukkan masalah sirkulasi darah yang buruk dan cara mengatasinya.

    Tanda masalah sirkulasi darah buruk

    1. Kaki Dingin

    Kaki dingin seringkali merupakan tanda pertama yang terlihat yang menunjukkan berkurangnya aliran darah. Kondisi ini yang terus-menerus dapat menandakan penyumbatan arteri yang mendasarinya atau bahkan tahap awal penyakit vaskular sistemik.

    Studi menunjukkan bahwa ekstremitas dingin merupakan gejala awal yang umum dari masalah peredaran darah, terutama pada orang dengan diabetes, tekanan darah tinggi, atau kolesterol tinggi.

    Jika kaki dingin disertai nyeri, pucat atau kebiruan, atau mati rasa, penting untuk memperhatikannya.

    2. Pergelangan Kaki Bengkak

    Pergelangan kaki bengkak dapat menjadi indikator yang jelas dari sirkulasi darah yang buruk. Kondisi ini dapat disertai dengan pembengkakan atau rasa sesak, peregangan, atau perubahan tekstur kulit.

    Ketika aliran darah terganggu, terutama di kaki bagian bawah, cairan dapat menumpuk, menyebabkan pembengkakan yang nyata. Kondisi ini dikenal sebagai edema dan seringkali mengindikasikan adanya masalah di pembuluh darah.

    Jika pembengkakan terjadi tiba-tiba pada salah satu kaki, menetap, atau disertai rasa sakit dan kemerahan, hal ini mungkin mengindikasikan sirkulasi darah yang buruk.

    3. Kram Kaki yang Menyakitkan

    Kram kaki dapat terjadi karena beberapa penyebab, seperti ketidakseimbangan elektrolit, iritasi saraf, dan dehidrasi. Tetapi, penelitian menunjukkan kram otot yang menyakitkan saat beraktivitas atau kram betis yang berulang, terutama saat malam, dapat menjadi gejala utama berkurangnya aliran darah arteri.

    Ini terjadi karena saat berjalan, otot membutuhkan lebih banyak oksigen. Sebab, arteri yang menyempit tidak dapat mengalirkan cukup darah, dan ketidakseimbangan tersebut memicu kram.

    Pencegahan yang Bisa DilakukanAktivitas fisik teratur: Latihan aerobik seperti berjalan kaki dapat membantu merangsang aliran darah dan memperkuat otot. Tetapi, teknik berjalan tidak boleh terlalu agresif.Latihan otot seperti calf raises: Latihan kaki sebelum tidur dapat mengurangi kram di malam hari. Gerakan aktif sepanjang hari dapat melancarkan aliran darah.Evaluasi medis: Jika gejala menetap meskipun ada perubahan gaya hidup, tim medis dapat merekomendasikan tes seperti indeks pergelangan kaki-brakialis (ABI), USG, atau pemeriksaan vaskular lainnya.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video Nyeri di Ulu Hati? Waspada Gejala Penyakit Jantung Koroner”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/kna)

  • Japanese Walking Vs Lari, Mana yang Lebih Banyak Bakar Kalori?

    Japanese Walking Vs Lari, Mana yang Lebih Banyak Bakar Kalori?

    Jakarta

    Japanese walking atau jalan kaki ala Jepang melibatkan jalan lambat dan cepat secara bergantian. Disebut juga sebagai latihan jalan interval atau Interval Walking Training (IWT), aktivitas ini melibaka jalan lambat dan cepat yang dilakukan masing-masing 3 menit selama setengah jam.

    Dikutip dari laman Very Well Health, menurut Direkur Program Magister Sains Pendidikan Gizi di America University, Dara Ford, PhD, RD, Japanese walking ataupun berlari merupakan aktivias kardiovaskular yang memberikan manfaat untuk kesehatan jantung.

    “Keduanya dapat menurunkan risiko penyakit jantung dan stroke, menurunkan tekanan darah, menurunkan risiko diabetes melitus tipe 2, membantu mengelola berat badan, serta meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan,” kata Ford.

    Kendati demikian, lari menawarkan latihan kardiovaskular yang lebih intens, sehingga memberikan manfaat kesehatan jantung yang lebih besar. Namun, beberapa penelitian juga menunjukkan, latihan ketahanan yang berlebihan dan berkepanjangan bisa menyebabkan kerusakan kardiovaskular pada beberapa orang, terutama mereka yang tidak aktif dan memiliki kondisi jantung bawaan.

    Pada kesimpulannya, aktivitas apapun yang meningkatkan detak jantung akan bermanfaat bagi ksehaan jantung. Tapi, olahraga yang paling bermanfaat adalah ketika dilakukan secara konsisten.

    “Jika seseorang menikmati atau bisa menoleransi jalan interval dengan waktu yang signifikan dihabiskan untuk jalan cepat atau lari sepanjang latihan, silakan saja, jika secara medis memungkinkan,” kata Ilmuwan penyakit meabolik dan keua departemen nutrisi dan studi makanan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas, Martin Binks, PhD.

    “Namun, jangan lupa bahwa Anda juga bisa mencapai tujuan ksehatan melalui jalan kaki dengan intensitas sedang secara konsisten,” kata Binks.

    Mana yang Lebih Banyak Membakar Kalori?

    Secara umum berlari lebih membakar banyak kalori, karena intensiasnya secara konsisten lebih tinggi. Selain itu, berlari juga bisa lebh efisien waktu dalam hal pembakaran kalori.

    Lari selama 30 menit kemungkinan akan membakar lebih banyak kalori dibandingkan jalan interval selama 30 menit. Tapi, baik Ford maupun Binks mengingatkan, pembakaran kalori bukanlah satu-satunya manfaat utama dari olahraga.

    “Jika seseorang ingin meningkatkan aktivitas fisik dan merasa berjalan lebih menyenangkan daripada berlari, dan akan melakukannya secara konsisten, maka itu adalah pilihan yang lebih tepat,” kata Ford.

    Mana yang Lebih Mudah Dilakukan?

    Menurut Ford, jalan kaki adalah cara termudah untuk memulai. Jika siap untuk intensitas lebih tinggi, maka beralih ke japanese walking adalah cara yang baik untuk meningkatkan intensitas tanpa menimbulkan dampak negatif.

    “Jika ada kekhawatiran tentang dampak atau cedera, mengatur durasi atau intensitas interval berjalan adalah cara yang baik untuk menyeimbangkan semuanya,” kata Ford.

    “Jika itu bukan masalah, dan ada minat untuk beralih ke lari, hal itu harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak meningkatkan kecepatan atau jarak terlalu tiba-tiba,” ungkapnya.

    Seiring bertambahnya usia, risiko cedera meningkat dan pemulihan pasca latihan menjadi lebih lambat. Jadi, aktivias lari yang berdampak tinggi bisa menjadi lebih berat bagi tubuh.

    Penting untuk mendiskusikan rencana aktivitas dengan penyedia layanan kesehatan. Pastikan untuk memiliki alas kaki yang sesuai dan pilih rute berjalan atau berlari yang sesuai dengan kondisi, stabilitas kaki, dan kesehatan sendi.

    “Hal yang baik dari jalan interval adalah Anda bisa mendorong diri sedikit lebih keras, bahkan hanya selama beberapa detik atau menit, sambil tetap memerhatikan bagaimana respons tubuh Anda,” kata Binks.

    “Latihan ini bisa membantu Anda secara bertahap meningkatkan intensitas program jalan kaki seiring waktu,” tambahnya.

    Jadi, Mana yang lebih baik secara keseluruhan?

    Menurut Binks dan Ford, gerakan apapun lebih baik dari pada tidak sama sekali, terutama karena banyak orang yang kurang berolahraga dalam kesehariannya. Tepat atau tidaknya Japanese walking dan berlari ergantung pada kesehatan, tingkat kebugaan, dan preferensi masing-masing.

    “Meskipun keduanya meningkatkan hasil kardiovaskular, meningkatkan kekuatan otot dan tulang, serta meningkatkan kesejahteraan psikologis, berjalan adalah aktivitas berdampak rendah , yang mungkin cocok untuk individu dengan cedera atau nyeri sendi,” kata Ford.

    “Jika itu bukan masalah, berlari memang membakar lebih banyak kalori, semuanya tergantung pada preferensi dan kemampuan pribadi,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 4

    Simak Video “Video KuTips: Sinyal Tubuh Kelelahan Pas Lari, Segera Lakukan Ini detikers!”
    [Gambas:Video 20detik]
    (elk/kna)

    Tren Japanese Walking

    4 Konten

    Berbagai tren jalan kaki bermunculan, banyak digemari karena lebih low impact dibanding olahraga lain seperti lari. Salah satu yang diklaim ampuh menurunkan berat badan adalah Japanese Walking.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • 7 Perubahan Pada Tubuh yang Menjadi ‘Sinyal’ Tanda Awal Diabetes

    7 Perubahan Pada Tubuh yang Menjadi ‘Sinyal’ Tanda Awal Diabetes

    Jakarta

    Menurut data International Diabetes Federation tahun 2024, diperkirakan ada 89 juta orang dewasa di India yang mengidap diabetes tipe 2. Perjalanan menuju diabetes tidak terjadi dalam semalam. Jauh sebelum diagnosis ditegakkan, tubuh sebenarnya sudah memberikan sinyal, perubahan kecil yang sering diabaikan atau disalahartikan sebagai kelelahan, penuaan, atau stres.

    Padahal, tanda-tanda halus ini bisa menjadi penyelamat jika dikenali lebih awal. Memahaminya membantu seseorang mengendalikan kadar gula sebelum benar-benar tak terkendali. Dikutip dari Times of India, berikut penjelasannya.

    1. Perubahan Berat Badan Tanpa Alasan Jelas

    Kenaikan atau penurunan berat badan secara tiba-tiba dapat menandakan gangguan metabolik. Pada sebagian orang, kadar insulin yang tinggi memicu penumpukan lemak terutama di perut.

    Sementara pada yang lain, tubuh mulai memecah otot sebagai sumber energi karena glukosa tidak digunakan dengan benar. Perubahan komposisi tubuh tanpa sebab jelas bisa menjadi tanda awal ketidakseimbangan gula darah.

    2. Penggelapan Kulit di Leher atau Ketiak

    Munculnya area kulit yang lebih gelap dan bertekstur lembut di leher, ketiak, atau selangkangan bukan hanya masalah kosmetik.

    Kondisi ini dikenal sebagai acanthosis nigricans dan sering menandakan kadar insulin yang terlalu tinggi. Kulit seolah memberi sinyal bahwa tubuh sedang kesulitan mengatur kadar gula darah.

    3. Haus Terus-Menerus dan Sering Buang Air Kecil

    Saat kadar gula darah meningkat, ginjal bekerja lebih keras untuk membuang kelebihan glukosa. Akibatnya, seseorang menjadi lebih sering buang air kecil dan merasa haus tak kunjung reda.

    Banyak yang mengira ini akibat cuaca panas atau dehidrasi, padahal tubuh sedang memberi tanda bahwa keseimbangan gula terganggu.

    4. Kaki Bengkak yang Tak Kunjung Hilang

    Pembengkakan di pergelangan atau telapak kaki bisa menjadi peringatan dini. Fluktuasi kadar gula dapat memengaruhi sirkulasi dan fungsi ginjal, menyebabkan penumpukan cairan.

    Dalam jangka panjang, kadar gula tinggi juga dapat merusak pembuluh darah sehingga aliran darah melambat. Bengkak biasanya semakin parah di sore hari atau setelah duduk lama.

    5. Leher Terlihat Tebal atau Berlemak

    Penebalan atau penumpukan lemak di area leher bukan sekadar kenaikan berat badan biasa. Penelitian menunjukkan bahwa lingkar leher bisa menjadi indikator resistensi insulin.

    Lemak yang menumpuk di leher dan bahu menandakan bahwa tubuh tidak menggunakan insulin secara efektif dan menyimpan kelebihan glukosa sebagai lemak. Pola lemak ini berkaitan erat dengan risiko sindrom metabolik dan diabetes tipe 2.

    6. Benjolan Kecil di Punggung Atas

    Timbulnya tonjolan kecil seperti punuk di bagian atas punggung, sering disebut buffalo hump, bisa disebabkan oleh penumpukan lemak akibat ketidakseimbangan hormon, terutama peningkatan kadar kortisol.

    Kondisi ini sering muncul pada orang dengan stres kronis atau resistensi insulin. Meskipun juga terkait dengan sindrom Cushing, tanda ini semakin sering ditemukan pada individu pradiabetes.

    7. Kesemutan atau Mati Rasa di Tangan dan Kaki

    Rasa kesemutan ringan, seperti ditusuk jarum, atau mati rasa sesekali di tangan dan kaki merupakan tanda awal stres pada saraf akibat fluktuasi gula darah. Jika diabaikan, kondisi ini dapat berkembang menjadi neuropati diabetik.

    Namun, pada tahap awal, kondisi ini bisa sepenuhnya pulih dengan perubahan gaya hidup dan pengendalian gula darah yang tepat.

    Simak juga Video: Kenali Tanda-tanda Gejala Diabetes di Pagi Hari

    Halaman 2 dari 2

    (suc/suc)

  • Dinkes DKI ingatkan lansia rentan kena depresi

    Dinkes DKI ingatkan lansia rentan kena depresi

    Jakarta (ANTARA) – Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mengingatkan lansia merupakan kelompok usia yang rentan terkena depresi, salah satunya karena keterbatasan fisik mereka.

    “Banyak hal lansia itu bisa kenapa depresi. Dari penyakit fisiknya bisa menyebabkan depresi juga, keterbatasan fisik, dia di rumah, ditinggal itu juga bisa depresi,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan DKI Jakarta Sri Puji Wahyuni saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

    Merujuk data Posyandu Lansia di daerah Pancoran, Jakarta Selatan, dari 83.832 lansia yang telah diperiksa, ditemukan 1.184 lansia (1,4 persen) dengan indikasi depresi berdasarkan hasil Skrining Kognitif dan Depresi Lansia (SKILAS).

    Menurut dia, selain karena penyakit fisik, penyebab lainnya, yaitu sebagian dari mereka mulai mengalami demensia (penurunan fungsi kognitif), kemudian bertengkar dengan keluarga dan berujung menyebabkan mereka depresi.

    “Lalu, karena tidak ada teman, biasanya mereka butuh dukungan peer (teman sebaya),” ujar Puji.

    Depresi, sambung dia, dapat ditandai dengan kesedihan berkepanjangan, kehilangan minat serta gejala fisik, seperti gangguan tidur dan nafsu makan.

    Agar tak mengalami depresi, Puji menyarankan agar mengunjungi posyandu lansia. Di sana, lansia bisa mendapatkan informasi pola makan sehat, aktivitas fisik, kiat menjaga kesehatan serta mencegah penyakit sesuai kondisi dan kebutuhan.

    Selain itu, mereka juga dapat mengetahui risiko masalah kesehatan, seperti hipertensi, diabetes, tuberkulosis (TB), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan skrining risiko ketidakmampuan menjalankan aktivitas.

    Di posyandu lansia, mereka juga sekaligus mendapatkan tempat bersosialiasi sehingga mengurangi rasa kesepian sekaligus meningkatkan kualitas hidup.

    “Ikut posyandu lansia, supaya mereka punya teman,” ucap Puji.

    Sementara itu, berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI, jumlah lansia pada semester I-2025 mencapai 1,1 juta orang, atau sekitar 10,6 persen dari total penduduk di Jakarta.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Diet Ini Bukan Cuma Bikin Kurus, Tapi Bisa Bantu Cegah 15 Juta Kematian Dini

    Diet Ini Bukan Cuma Bikin Kurus, Tapi Bisa Bantu Cegah 15 Juta Kematian Dini

    Jakarta

    Perubahan pola makan yang lebih sehat bisa mengurangi kematian dini dan memperlambat dampak perubahan iklim. Hal ini dilaporkan oleh Komisi EAT-Lancet 2025, sebuah koalisi pada ahli di bidang gizi, iklim ekonomi, kesehatan, dan pertanyaan dari lebih dari 35 negara.

    Dikutip dari laman ABC News, para peneliti mengatakan, jika orang-orang di seluruh dunia menerapkan Planetary Health Diet (PHD), hingga 15 juta kematian dini bisa dihindari setiap tahunnya. Komisi ini juga menemukan, mengubah pola makan masyarakat bisa mengurangi emisi gas rumah kaca dari pertanian.

    “Sistem pangan merupakan kontributor utama dari banyak krisis yang kita hadapi saat ini, dan sekaligus, kunci untuk menyelesaikannya,” kata wakil ketua komis dan direktur nutrisi, kesehatan, dan ketahanan pangan di Consultative Group on International Agricultural Research (CGIAR), Shakuntala Haraksingh Thilsted.

    “Bukti yang disajikan dalam laporan kami jelas: dunia harus bertindak berani dan adil untuk memastikan perbaikan berkelanjutan,” tambah Thisted.

    PHD merupakan menu berbasis tanaman yang mencakup 3-5 porsi biji-bijian utuh setiap hari, setidaknya lima porsi buah dan sayur dan porsi kacang-kacangan dan polong-polongan dalam satu hari.

    Pola makan ini tidak menganjurkan untuk tidak makan protein hewani sama sekali bagi orang-orang yang ingin mengkonsumsinya. Tetapi, dianjurkan untuk makan daging merah, unggas, ikan, telur, dan produk susu dalam jumlah sedang.

    Misalnya, direkomendasikan hanya satu porsi daging merah, dua porsi ikan, dan unggas, serta 3-4 telur per minggu. Komisi ini juga menganjurkan pembatasan keat terhadap gula tambahan, lemak jenuh, dan garam.

    “Planetary Health Diet bukanlah pendekatan yang sama untuk semua orang,” kata salah satu ketua komisi dan professor epidemiolog dan nutrisi di Harvard TH Chan School of Public Health, Walter C. WIllett.

    Pola makan ini memberi ruang untuk keragaman budaya dan preferensi individu, dengan tetap menyediakan pedoman yang jelas untuk mencapai kesehatan optimal dan keberlanjutan di seluruh dunia.

    Dikutip dari laman AP News, rekomendasi diet didasarkan pada data tentang risiko penyakit yang bisa dicegah, seperti diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular. Para peneliti mengatakan bahwa kesehatan manusia dan planet ini selaras.

    Laporan baru yang telah melalui peninjauan sejawat ini dibangun berdasarkan penelitian komisi di tahun 2019. Pada saat itu, direkomendasikan pengurangan konsumsi makanan, seperti daging merah dan gula hingga persen serta mengadopsi pola makan yang utamanya berbasis tumbuhan.

    Willet mengatakan, ketika komisi membandingkan diet PHD mereka dengan apa yang biasanya dimakan orang di setiap negara, mereka memperkirakan, dunia akan melihat pengurangan 27 persen kematian dini, jika orang-orang mengadopsi rekomendasi PHD.

    “Kami memiliki banyak sekali literatur baru yang menunjukkan manfaat kesehatan yang sangat besar,” tambah Willett.

    Mengenai perubahan iklim, para peneliti menyimpulkan perubahan pola makan dunia saja bisa mengurangi emisi gas rumah kaca dari pertanian sebesar 15%, karena produksi daging, terutama daging merah membutuhkan pelepasan banyak gas yang menyebabkan pemanasan global. Peningkatan produktivitas makanan, pengurangan limbah makanan, dan perbaikan lainnya bisa meningkatkan angka tersebut hingga 20 persen.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/elk)

  • Kata Pakar soal Japanese Walking, Begini Cara Melakukannya Biar Dapat Manfaat

    Kata Pakar soal Japanese Walking, Begini Cara Melakukannya Biar Dapat Manfaat

    Jakarta

    Olahraga seperti jalan kaki memiliki banyak manfaat untuk kesehatan. Adapun salah satu metode jalan kaki yang belakangan menarik perhatian adalah Japanese Interval Walking (JIW).

    Tidak seperti jalan cepat atau jalan biasa, metode ini merupakan bentuk latihan interval, metode latihan yang bergantian antara intensitas sedang hingga berat dan intensitas ringan hingga sedang.

    Dalam Japanese Interval Walking (JIW), tubuh dilatih melalui variasi tingkat intensitas dengan menyesuaikan kecepatan langkah dan detak jantung. Metode latihan ini kian populer karena tergolong murah, mudah dilakukan, serta tidak memerlukan peralatan maupun fasilitas khusus.

    Menurut Prof Denny Agustiningsih dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM), JIW memberikan manfaat signifikan bagi kebugaran jasmani dan kesehatan kardiovaskular.

    Menurutnya, jenis latihan ini memengaruhi kebugaran kardiovaskular, pernapasan, dan metabolisme dengan cara yang sebanding dengan latihan ketahanan lainnya. Namun, manfaatnya hanya dapat dimaksimalkan jika dilakukan dengan metode yang tepat.

    “Metode yang tepat adalah dengan bergantian antara jalan cepat dan jalan biasa. Selama jalan cepat, beban pada sistem tubuh harus mencapai intensitas sedang hingga tinggi,” ujar Prof Agustiningsih, dikutip dari laman IPB University, Kamis (9/10/2025).

    Ia menjelaskan ada dua cara untuk memastikan teknik Japanese Interval Walking (JIW) dilakukan dengan benar. Cara pertama adalah ‘tes bicara’, yaitu berjalan cepat hingga seseorang tidak lagi mampu berbicara dalam kalimat panjang tanpa terengah.

    Jika masih bisa berbicara panjang lebar, bernyanyi, atau bersiul, berarti kecepatan berjalan perlu ditingkatkan, namun tidak sampai pada tingkat berlari.

    Cara kedua ditujukan bagi mereka yang menggunakan jam tangan pintar atau alat pemantau detak jantung, yaitu dengan menargetkan zona detak jantung ketiga. Setelah fase jalan cepat, detak jantung sebaiknya kembali ke tingkat terendah selama fase jalan normal.

    Rutinitas yang disarankan adalah berjalan cepat selama tiga menit, diikuti berjalan normal selama tiga menit, dan dilakukan selama 20-30 menit setiap hari, menyesuaikan dengan kondisi kesehatan masing-masing individu.

    Menurut Prof Agustiningsih, JIW dapat dilakukan oleh semua kelompok usia, termasuk lansia. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini sangat bermanfaat bagi orang dewasa yang lebih tua karena intensitas latihan dapat disesuaikan dengan kapasitas fisiologis tubuh.

    Selain itu, JIW juga memberikan manfaat signifikan bagi individu dengan sindrom metabolik, diabetes melitus kronis, atau hipertensi. Namun, penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui dampaknya pada individu yang lebih muda atau mereka yang memiliki gaya hidup sedentari.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/kna)

  • Ahli Gizi Jepang Spill Makanan yang Bikin Warga Negeri Sakura Panjang Umur

    Ahli Gizi Jepang Spill Makanan yang Bikin Warga Negeri Sakura Panjang Umur

    Jakarta

    Asako Miyashita, MS, RDN, CDN, merupakan seorang ahli gizi dan diet yang berpengalaman dalam penelitian umur panjang di Jepang. Ia tumbuh dan besar di Jepang, sehingga mengetahui apa saja yang dikonsumsi warga di sana setiap hari.

    “Saya tumbuh besar di Jepang, di mana saya diajari sejak kecil untuk menganggap makanan sebagai obat. Nenek saya berusia 92 tahun, dan beliau juga mengaitkan umur panjang dengan mengonsumsi makanan yang tepat,” jelas Miyashita, dikutip dari CNBC.

    Jepang merupakan rumah bagi beberapa orang dengan umur terpanjang di dunia. Saat ini, lebih dari 90 ribu centenarian atau orang yang berusia 100 tahun ke atas.

    Sebagai ahli gizi, Miyashita mengikuti diet tradisional Jepang. Berikut lima makanan yang biasa ia dan keluarganya konsumsi setiap hari agar tetap sehat dan berumur panjang:

    1. Ubi Jepang

    Berasal dari Okinawa, ubi ungu ini sering disantap sebagai camilan atau hidangan penutup. Ubi kaya akan karbohidrat sehat dan antosianin, sejenis antioksidan yang ditemukan dalam sayuran berwarna merah dan ungu yang memiliki khasiat anti penuaan.

    Penelitian juga menunjukkan bahwa ubi jalar dapat membantu meningkatkan kadar gula darah dan mengurangi penyakit kardiovaskular.

    2. Sup Miso

    Diet Jepang mengandung beragam hidangan yang mengandung makanan fermentasi, dan sup miso adalah salah satu yang populer. Miso adalah pasta yang terbuat dari kacang kedelai dan biji-bijian yang difermentasi.

    Probiotik, bakteri hidup, atau ragi dalam makanan fermentasi dapat membantu menyeimbangkan kesehatan usus dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

    Sebuah studi menemukan bahwa pria dan wanita yang paling banyak mengonsumsi kedelai fermentasi (seperti miso, tahu, dan tempe), memiliki risiko 10 persen lebih rendah untuk meninggal di usia muda karena semua penyebab. Ini jauh lebih rendah dibandingkan mereka yang jarang mengonsumsi makanan tersebut.

    3. Lobak Daikon

    Sayuran akar populer dalam masakan Jepang dan memberikan banyak manfaat kesehatan yang unik. Lobak Daikon dikenal dapat membantu mencegah pilek dan meningkatkan kekebalan tubuh.

    Dalam satu lobak mengandung 124 persen dari asupan vitamin C harian yang direkomendasikan. Sayuran akan sehat lainnya yang mungkin lebih mudah ditemukan dan memiliki khasiat yang serupa, termasuk wortel, bit, parsnip, dan lobak.

    4. Rumput Laut

    Rumput laut kaya akan mineral penting, seperti zat besi, kalsium, folat, dan magnesium. Mengonsumsinya setiap hari membantu menambah serat dalam pola makan.

    Asupan serat yang cukup telah dikaitkan dengan penurunan risiko penyakit jantung, stroke, hipertensi, dan diabetes tipe 2.

    Rumput laut juga mengandung antioksidan, seperti fucoxanthin dan fucoidan, yang keduanya memiliki sifat anti-inflamasi, anti penuaan, dan anti kanker.

    5. Ikan

    Miyashita juga selalu memasukkan protein ke dalam menu hariannya, terutama ikan berlemak seperti salmon dan tuna. Lemak omega-3 dalam ikan dapat membantu menurunkan tekanan darah, menurunkan trigliserida, dan meredakan peradangan.

    “Di Jepang, kami sering mengucapkan ‘itadakimasu’, yang berarti ‘saya menerima dengan rendah hati’ sebelum makan,” tutur Miyashita.

    “Itu menunjukkan rasa terima kasih kami pada hewan dan petani. Saya percaya praktik makan dengan penuh kesadaran ini berkontribusi pada kesehatan dan kualitas hidup kami,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 3

    (sao/kna)

  • BPA dan Risiko Jantung: Ancaman Diam-diam yang Sering Diremehkan

    BPA dan Risiko Jantung: Ancaman Diam-diam yang Sering Diremehkan

    Jakarta

    Bisphenol A atau BPA merupakan senyawa kimia yang banyak digunakan dalam produksi plastik dan resin. BPA sering ditemui dalam produk sehari-hari seperti botol minum, pelapis kaleng, wadah makanan, dan galon guna ulang.

    Beberapa negara bahkan melarang dan membatasi penggunaan bahan kimia ini pada produk tertentu. Mulai dari Kanada, Amerika Serikat, Uni Eropa, Australia, dan beberapa negara Asia seperti China, Malaysia, dan Jepang melarang penggunaan BPA dalam produk bayi dan anak-anak, seperti botol susu.

    Di Indonesia sendiri, pemerintah belum sepenuhnya melarang penggunaan BPA. Akan tetapi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mewajibkan pelaku industri untuk memberi label peringatan bahaya pada kemasan galon bermerek dengan bahan polikarbonat.

    Hal tersebut tertuang dalam Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.

    Bahaya BPA untuk Kesehatan Jantung

    Berbagai studi terbaru menemukan, paparan BPA memberi dampak signifikan pada kesehatan manusia. Penelitian dalam Journal of Xenobiotics pada tahun 2023 meneliti kaitan paparan BPA terhadap gangguan serius pada pembuluh darah, otot, hati, ginjal, dan juga jantung.

    Hasilnya, pengaruh paparan BPA bisa menginduksi gangguan atau disfungsi pada jaringan tubuh, melalui jalur sinyal sel, yang berhubungan dengan penyakit kardiovaskular atau kardiometabolik.

    Sementara itu, dalam jurnal berjudul Endocrine-Disrupting Effects of Bisphenol A on the Cardiovascular System: A Review dalam National Library of Medicine, paparan BPA dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, termasuk aterosklerosis dan faktor risikonya, seperti diabetes dan hipertensi.

    Lebih lanjut, paparan BPA juga sangat berbahaya selama kehamilan, mendorong perkembangan gangguan hipertensi selama kehamilan. Namun, masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengklarifikasi dampak kardiotoksisitas akibat BPA terhadap kesehatan manusia.

    Sebuah artikel dalam jurnal Animals pada tahun 2023 juga menyoroti dampak yang lebih luas dari BPA untuk kesehatan tubuh. Dikatakan bahwa paparan BPA tak hanya mengganggu fungsi sistem endokrin, tapi juga meningkatkan potensi penyakit obesitas dan diabetes.

    Penggunaan wadah bebas BPA bisa menjadi salah satu langkah preventif untuk mengurangi paparan senyawa berbahaya ini. Penting juga untuk memastikan produk yang digunakan memiliki label peringatan atau sertifikat bebas BPA untuk menjaga kesehatan keluarga.

    (elk/kna)

  • CISDI Ingatkan Risiko Jika Cukai Minuman Berpemanis Diundur Terus

    CISDI Ingatkan Risiko Jika Cukai Minuman Berpemanis Diundur Terus

    Jakarta

    Wacana pengenaan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebenarnya bukan hal baru. Isu ini sudah mencuat sejak 2016, tetapi lebih dari satu dekade berlalu, kebijakan tersebut belum juga terealisasi. Pemerintah kembali menunda penerapannya hingga tahun depan, 2026.

    Padahal, pada 2025 pemerintah telah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang rancangan peraturan pemerintah mengenai barang kena cukai berupa MBDK. Namun, keputusan itu urung dijalankan karena pertimbangan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat yang dinilai masih lemah.

    Menurut Nida Adzilah Auliani, Project Lead for Food Policy di Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), penundaan penerapan cukai justru bisa membawa konsekuensi serius terhadap kesehatan masyarakat.

    “Kalau molor terus, bebannya bukan hanya di ekonomi, tapi juga di kesehatan publik. Beban pembiayaan negara akibat penyakit tidak menular akan terus meningkat,” ujarnya dalam Temu Media di Kantor CISDI, Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2025).

    Berdasarkan riset CISDI tahun 2024, penerapan cukai MBDK sebesar 20 persen dinilai ideal karena berpotensi menurunkan konsumsi minuman berpemanis hingga 18 persen, sekaligus mencegah lebih dari 455 ribu kasus diabetes melitus tipe 2 dan kematian terkait dalam kurun waktu 10 tahun ke depan.

    Nida menjelaskan, puluhan negara di dunia sudah lebih dulu menerapkan cukai MBDK, dengan besaran tarif rata-rata di kisaran 15 hingga 20 persen. Idealnya dengan skenario volumetrik, yakni tarif yang dihitung berdasarkan kadar gula dalam produk.

    “Angka 20 persen itu evidence based dan hasil pembelajaran global. Negara seperti Malaysia misalnya, menetapkan tarif yang terlalu rendah, efeknya terhadap penurunan penyakit tidak menular (PTM) tidak signifikan. Akhirnya mereka harus mengulang proses revisi yang panjang,” jelasnya.

    Ia menambahkan, penetapan tarif cukai memang harus berdasarkan bukti ilmiah agar kebijakan tersebut tidak berulang kali dikaji ulang tanpa hasil konkret.

    Salah satu alasan penundaan penerapan cukai sering dikaitkan dengan kekhawatiran penurunan pendapatan industri. Namun, menurut Nida, sejumlah kajian internasional menunjukkan bahwa kekhawatiran tersebut justru tidak benar.

    “Data menunjukkan bahwa ketika cukai diterapkan, masyarakat justru beralih ke air putih atau air mineral dalam kemasan (AMDK). Jadi konsumsi bergeser, bukan hilang. Pendapatan industri bisa tetap berjalan, hanya komposisi produknya yang berubah,” terangnya.

    Nida menyebutkan, reformulasi produk menjadi konsekuensi positif dari kebijakan ini. Produsen akan terdorong untuk mengurangi kadar gula atau berinovasi dengan produk yang lebih sehat.

    Menariknya, CISDI juga menyoroti tren produsen yang mengganti gula dengan pemanis buatan nol kalori (zero-calorie sweetened beverages) sebagai solusi menghindari cukai. Padahal, menurut rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pemanis buatan tidak direkomendasikan sebagai substitusi jangka panjang karena tetap dapat memengaruhi preferensi rasa manis seseorang.

    “Intinya bukan soal mengganti bahan, tapi soal mengurangi ketergantungan pada rasa manis itu sendiri,” tegas Nida.

    Nida menegaskan, jika cukai MBDK diterapkan, air putih akan menjadi produk substitusi alami yang lebih sehat. Masyarakat akan lebih sadar bahwa harga kesehatan jauh lebih mahal dibanding harga minuman manis.

    “Pada akhirnya, cukai bukan soal menekan konsumsi semata, tapi juga mendorong perubahan perilaku. Ini soal keberlanjutan kesehatan bangsa,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)