Topik: diabetes

  • Heboh Mikroplastik dalam Air Hujan di Jakarta, Bisakah Masuk ke Paru-paru?

    Heboh Mikroplastik dalam Air Hujan di Jakarta, Bisakah Masuk ke Paru-paru?

    Jakarta

    Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan air hujan di Jakarta mengandung partikel mikroplastik berbahaya yang berasal dari aktivitas manusia di perkotaan. fenomena ini terjadi karena siklus plastik kini telah menjangkau atmosfer.

    Mikroplastik dapat terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri, kemudian terbawa angin dan turun kembali bersama hujan. Proses ini dikenal dengan istilah atmospheric microplastic deposition.

    Lantas, apakah mikroplastik yang ditemukan di air hujan bisa masuk ke paru-paru?

    Spesialis paru dr Agus Susanto, SpP(K) menjelaskan mikroplastik yang terbawa air hujan akan mengalami pengendapan basah di permukaan bumi. Partikel ini dapat mencemari air, menempel di sayuran atau bahan makanan, dan akhirnya masuk ke tubuh manusia melalui proses tertelan.

    Namun, risiko lain muncul ketika mikroplastik yang telah mengendap tersebut mengering dan terbawa kembali oleh angin. Dalam kondisi ini, partikel mikroplastik dapat melayang di udara permukaan dan terhirup melalui saluran pernapasan hingga masuk ke paru-paru.

    “Semua orang berisiko apabila terhirup mikroplastik pada saluran napas dan paru. Tentunya orang dengan kondisi tertentu memiliki risiko lebih tinggi, seperti orang tua, orang dengan komorbid penyakit paru seperti asma, PPOK, atau dengan komorbid lain seperti Jantung, diabetes,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Kamis (23/10/2025).

    dr Agus menekankan beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan masyarakat untuk mengurangi risiko paparan mikroplastik di udara, antara lain:

    Menggunakan masker saat beraktivitas di luar ruangan, terutama ketika tingkat polusi dan debu tinggi. Ini merupakan cara efektif untuk mencegah mikroplastik terhirup ke saluran napas.

    Menjaga daya tahan tubuh dengan istirahat cukup dan mengonsumsi makanan bergizi seimbang.

    Mencegah pelepasan mikroplastik ke udara, misalnya dengan tidak membakar sampah secara mandiri serta memastikan pengelolaan limbah plastik dilakukan dengan benar.

    Mengurangi penggunaan produk plastik sekali pakai dalam kehidupan sehari-hari untuk menekan jumlah mikroplastik yang beredar di lingkungan.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/kna)

  • Kasus Wabah Flu di Thailand Ngegas Lebih dari 700 Ribu, Ternyata Ini Biang Keroknya

    Kasus Wabah Flu di Thailand Ngegas Lebih dari 700 Ribu, Ternyata Ini Biang Keroknya

    Jakarta

    Otoritas kesehatan Thailand melaporkan kasus influenza yang melonjak tajam di seluruh negeri tersebut. Direktur Kantor Pengendalian Penyakit Wilayah 9 Nakhon Ratchasima, Dr Taweechai Visanuyothin bahkan menyebut situasinya semakin mengkhawatirkan.

    Dari 1 Januari hingga 8 Oktober, terdapat 702.238 kasus influenza di seluruh Thailand, dengan angka kejadian 1.081,83 per 100.000 penduduk.

    Sebanyak 61 pasien meninggal dunia, mayoritas lansia dan anak kecil. Kelompok usia 5-9 tahun menjadi yang paling banyak terinfeksi, diikuti anak-anak di bawah 4 tahun dan usia 10-14 tahun.

    Sementara itu, kematian tertinggi tercatat pada kelompok usia 60 tahun ke atas, disusul 50-59 tahun, 40-49 tahun, serta anak di bawah empat tahun.

    Apa Pemicunya?

    “Perubahan cuaca dari akhir musim hujan ke awal musim dingin menjadi faktor utama,” ujar Dr Taweechai.

    Kondisi ini, lanjutnya, dapat meningkatkan risiko infeksi saluran napas, terutama influenza yang penyebarannya tahun ini lebih mudah daripada biasanya.

    Di samping itu, otoritas kesehatan Thailand menyarankan masyarakat menghindari kerumunan, memakai masker, serta rajin mencuci tangan.

    Vaksinasi sangat dianjurkan bagi tujuh kelompok berisiko tinggi, yaitu:

    ibu hamil (minimal usia kehamilan 4 bulan),anak usia 6 bulan-2 tahun,pengidap penyakit kronis (PPOK, asma, jantung, stroke, gagal ginjal, kanker yang sedang kemoterapi, dan diabetes),lansia berusia 65 tahun ke atas,pengidap talasemia atau gangguan imun,individu obesitas, sertapenyandang disabilitas neurologis yang tidak dapat merawat diri sendiri.

    Kelompok ini disarankan mendapat vaksin flu setiap tahun untuk mencegah komplikasi berat dan kematian.

    Otoritas kesehatan Thailand juga terus memantau situasi dan memastikan distribusi vaksin berjalan di seluruh wilayah. Pihaknya juga mengimbau untuk tetap waspada dan menjalankan langkah pencegahan secara disiplin seiring meningkatnya musim flu tahun ini.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/suc)

  • Bukan Mitos! Nyeri pada Kaki Bisa Indikasikan Masalah Kesehatan Jantung

    Bukan Mitos! Nyeri pada Kaki Bisa Indikasikan Masalah Kesehatan Jantung

    Jakarta

    Perubahan yang terjadi pada kaki secara terus-menerus mungkin menandakan lebih dari sekedar ketegangan otot atau penuaan sendi. Sehingga, gejala ini tidak boleh diabaikan.

    Dikutip dari laman Times of India, penelitian menunjukkan bahwa gejala-gejala tertentu pada kaki bisa mengindikasikan penyakit arteri yang mendasarinya. Hal ini sangat berkaitan dengan risiko serangan jantung.

    Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Circulation mengamati lebih dari 14.000 pasien dengan penyakit Arteri Perifer. Para peneliti menemukan, orang dengan penyempitan arteri di kaki mengalami tingkat serangan jantung yang jauh lebih tinggi selama 30 bulan, dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami penyakit arteri perifier.

    Sehingga, hal tersebut menunjukkan bahwa gejala-gejala pada kaki bisa menjadi tanda peringatan dini untuk masalah kardiovaskular.

    Gejala di Kaki Penting untuk Kesehatan Jantung?

    Saat arteri di kaki menyempit atau tersumbat, proses ateroklerosis yang sama sering memengaruhi arteri koroner yang memasok darah ke jantung. Beberapa gejala di kaki yang bisa muncul pertama kali yaitu nyeri, kram, hingga kelemahan pada betis atau paha ketika berjalan. Kondisi-kondisi ini disebut dengan klaudkikasio intermiten.

    Menurut National Institutes of Health (NIH), penyakit arteri perfier seringkali kurang terdiagnosis. Meski demikian, ada risiko kardiovaskular yang sebanding dengan orang yang pernah mengalami serangan jantung.

    Studi menunjukkan bahwa pengidap penyakit arteri perifier bisa mengalami serangan jantung klasik maupun serangan jantung tipe 2 yang disebabkan oleh ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

    Tanda Peringatan pada Kaki yang Perlu Diperhatikan

    Berikut beberapa tanda peringatan pada kaki yang dapat berhubungan dengan masalah jantung:

    Pegal, kram, rasa berat pada betis, paha, atau bokong ketika berjalan, namun mereda dengan beristirahatKaki atau jari dingin, mati rasa atau kebiruan, dibandingkan dengan kaki lainnyaTerdapat luka atau bisul yang lambat sembuh, kulit menipis, atau bulu kaki rontokDenyut nadi lemah atau tidak ada pada kaki atau pergelangan kakiPembengkakan pada tungkai bawah atau pergelangan kaki, terutama dengan faktor risiko lain, seperti merokok, diabetes, atau tekanan darah tinggi.Apa yang Harus Dilakukan Jika Menemukan Tanda-tanda Peringatan pada Kaki?

    Jika melihat adanya gejala-gejala pada kaki yang berhubungan dengan jantung, maka:

    Jangan abaikan nyeri kaki yang terus-menerus dan tanpa sebab, adanya perubahan warna, atau luka yang lambat sembuhTanyakan pada dokter tentang ankle-brachial index, yang membandingkan tekanan darah di pergelngan kaki dan lengan untuk menila kesehatan arteri kaki.Kelola faktor risiko seperti berhenti merokok, berolahraga secara teratur, dan menjaga pola makan seimbang yang kaya akan biji-bijian utuh, sayur-sayuran, dan buah-buahanKontrol tekanan darah, kolesterol, dan kadar gula darah jika mengidap diabetesDiskusikan dengan dokter apakah obat-obatan seperti statin atau terapi antiplatetet tepat dilakukan

    (elk/kna)

  • Fenomena Childfree Terjadi di Thailand, Perempuan Mulai Ogah Punya Anak

    Fenomena Childfree Terjadi di Thailand, Perempuan Mulai Ogah Punya Anak

    Jakarta

    Survei nasional yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan Thailand mengungkapkan hanya 63 persen wanita yang ingin memiliki anak. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang angka kelahiran di masa mendatang.

    Studi yang melibatkan 404 perempuan dengan usia rata-rata 34,2 tahun ini juga menemukan bahwa hanya 53 persen yang memiliki literasi kesehatan yang memadai terkait kehamilan, seperti nutrisi dan gaya hidup.

    Direktur Jenderal Departemen Kesehatan Thailand Dr Amporn Benjaponpitak, mengatakan bahwa 67 persen responden telah menikah atau memiliki pasangan. Sementara 29 persen masih lajang.

    Dari studi tersebut, ditemukan bahwa sepertiga dari responden lebih memilih untuk tidak memiliki anak.

    “Angka-angka ini menunjukkan adanya pergeseran pola pikir dan prioritas di kalangan perempuan Thailand. Jika kita ingin mendukung pertumbuhan keluarga, pertama-tama kita harus mendukung para perempuan yang memungkinkan hal tersebut,” jelas Dr Amporn, dikutip dari The Thaiger.

    Responden menunjukkan perlunya dukungan pemerintah yang lebih besar. Itu termasuk tunjangan anak universal, perpanjangan cuti hamil dengan gaji penuh hingga 180 hari, dan akses ke perawatan kesuburan bersubsidi seperti IVF, ICSI, atau perawatan gratis setelah prosedur IUI yang gagal.

    Melihat ini, direktur biro kesehatan reproduksi Dr Bunyarit Sukrat mencatat sebagian besar perempuan yang disurvei menyadari risiko selama kehamilan. Itu berkaitan dengan kesehatan mental yang buruk, penyalahgunaan zat, dan kondisi kronis, seperti hipertensi dan diabetes.

    Namun, terdapat kesenjangan pengetahuan di bidang-bidang utama. Menurut direktur divisi literasi dan promosi komunikasi kesehatan Dr Akkarawat Piaopongpakawat, hanya sedikit lebih dari separuh peserta yang memiliki pemahaman memadai tentang usia ibu, berat badan, gula darah, dan infeksi terkait kehamilan.

    “Perempuan menunjukkan kesadaran yang kuat tentang kesehatan umum dan gizi. Tetapi, kurang pengetahuan tentang faktor-faktor medis spesifik yang secara signifikan memengaruhi kesehatan ibu dan janin,” terang Dr Akkarawat.

    Menanggapi hal ini, departemen tersebut meningkatkan kampanye komunikasi di seluruh platform daring dan jaringan layanan kesehatan. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran akan kehamilan berisiko tinggi, pentingnya nutrisi pra-kehamilan, dan pencegahan infeksi seperti HIV dan sifilis.

    Rencana lain yang juga sedang disusun adalah menyediakan konsultasi kesehatan reproduksi. Sementara pemerintah sedang mempertimbangkan skema manfaat baru untuk mendorong kehamilan dan meningkatkan sistem pendukung bagi calon ibu.

    Temuan ini diharapkan dapat membentuk kebijakan mendatang. Sebab, Thailand menghadapi masa depan dengan angka kelahiran yang menurun dan dinamika keluarga yang berubah.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/kna)

  • Orang Muda Juga Dihantui Risiko Stroke, Begini Gejala yang Harus Diwaspadai

    Orang Muda Juga Dihantui Risiko Stroke, Begini Gejala yang Harus Diwaspadai

    Jakarta

    Stroke dikenal sebagai penyakit yang lebih banyak dialami oleh orang-orang usia lanjut atau lansia. Tetapi, kenyataannya penyakit ini banyak menyerang orang-orang yang masih berusia muda.

    Perubahan gaya hidup dan faktor risiko non-tradisional semakin berkontribusi terhadap peningkatan kasus stroke pada populasi yang lebih muda. Maka dari itu, setiap orang harus menyadari bahwa penyakit stroke tidak terbatas pada lansia saja.

    Mengapa Stroke Terjadi pada Orang yang Lebih Muda?

    Hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor risiko tradisional. Misalnya seperti diabetes, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, obesitas, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol yang berlebihan, hingga kurang olahraga.

    Faktor-faktor umum ini tidak hanya mempengaruhi lansia, tetapi juga pada orang-orang yang berusia lebih muda.

    Selain itu, bisa juga dipengaruhi oleh penyebab non-tradisional yang lebih mengarah ke gaya hidup. Misalnya stres, gangguan tidur (sleep apnea), migrain, penyalahgunaan zat, depresi, dan paparan polusi lingkungan yang bisa muncul sebagai penyebab utama stroke pada orang yang lebih muda.

    Banyak orang yang masih tidak percaya bahwa usia mereka masih tergolong ‘terlalu muda’ untuk mengalami stroke. Hal ini yang menyebabkan keterlambatan diagnosis dan dampak yang lebih buruk.

    Tanda-tanda Peringatan Stroke yang Perlu Diwaspadai Orang Muda

    Mendeteksi stroke sejak dini sangatlah penting. Pada dewasa muda, gejalanya terkadang samar atau sering disalahartikan sebagai kelelahan, stres, atau migrain. Dikutip dari Times of India, berikut beberapa tanda peringatan stroke yang perlu diwaspadai:

    1. Mati Rasa atau Lemas Mendadak

    Terutama terjadi pada salah satu sisi tubuh, yang memengaruhi wajah, lengan, atau kaki. Gejala ini dapat berupa mulut yang terkulai atau ketidakmampuan untuk mengangkat lengan sepenuhnya.

    2. Kesulitan Bicara

    Kesulitan berbicara, bicara cadel, atau kesulitan memahami percakapan bisa menjadi tanda awal dari penyakit stroke.

    3. Masalah Penglihatan

    Tanda stroke bisa berupa penglihatan kabur mendadak, penglihatan ganda, atau kehilangan penglihatan sementara pada salah satu atau kedua mata.

    4. Sakit Kepala Parah

    Sakit kepala hebat yang tiba-tiba tanda penyebab yang diketahui bisa menjadi tanda awal stroke. Terkadang, dapat disertai dengan muntah atau pusing.

    5. Masalah Keseimbangan dan Koordinasi

    Kehilangan keseimbangan mendadak, kesulitan berbicara, atau kecanggungan yang tidak biasa bagi orang tersebut bisa menjadi tanda awal stroke.

    Orang-orang dewasa muda harus menganggap serius gejala ringan atau sementara sekali pun. Mengabaikannya dapat menyebabkan komplikasi serius, termasuk cacat permanen hingga kematian.

    Menurut konsultan senior neurologi di Rumah Sakit Manipal, India, Dr Shiva Kumar R, beberapa faktor risiko mungkin tidak bisa diubah. Tetapi, banyak pilihan gaya hidup yang dapat secara signifikan mengurangi risiko stroke.

    “Menjaga pola makan seimbang, berolahraga secara teratur, menghindari tembakau dan alkohol berlebihan, mengelola stres, dan mengendalikan kondisi kronis seperti diabetes dan hipertensi adalah strategi pencegahan utama,” terangnya.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/kna)

  • Daftar 6 Kelompok Orang yang Tidak Boleh Donor Darah

    Daftar 6 Kelompok Orang yang Tidak Boleh Donor Darah

    Jakarta

    Donor darah merupakan salah satu tindakan sederhana yang bisa menyelamatkan banyak nyawa. Dengan menyumbangkan darah, seseorang bisa membantu pasien yang membutuhkan transfusi.

    Kendati demikian, tidak semua orang bisa menjad pendonor darah. Ada beberapa kondisi kesehatan dan faktor risiko yang membuat seseorang tidak diperbolehkan mendonorkan darah.

    Syarat Mendonorkan Darah

    Sebelum mengetahui siapa saja yang tidak dibolehkan untuk mendonorkan darah, ketahui apa saja persyaratan untuk donor darah. Dikutip dari laman PMI Kota Bandung dan PMI Jakarta Barat, berikut di antaranya:

    Sehat jasmani dan rohaniUsia 17-65 tahunBerat badan minimal 45 kgTekanan darah: Sistole 100-70 dan diastole 70-100Kadar hemoglobin 12,5% sampai dengan 17,0 g%Interval donor minimal 12 minggu atau 3 bulan sejak donor darah sebelumnya (maksimal 5 kali dalam 2 tahun).Suhu tubuh 36,5-37,5 CWanita tidak sedang hamil, menstruasi, dan menyusuiTidak bertato dan tindik, kecuali sudah lebih dari 6 bulanTidak pecandu alkohol dan narkotikTidur malam sebelum donasi minimal 5 jam dan tidak begadangSudah makan 3-4 jam sebelum donor darahKelompok Orang yang Tidak Boleh Mendonorkan Darah

    Berikut kelompok orang yang tidak boleh mendonorkan darah:

    1. Orang yang Sedang Flu-Penyakit Lainnya yang Menyebabkan Demam

    Orang yang sedang mengidap pilek atau flu saat ingin mendonorkan darah harus melakukan jadwal ulang donor selama 7 hari setelah gejala hilang. Meski pilek atau flu tidak memengaruhi darah, namun Unit Transfusi Darah (UTD) akan menolak donor darah dari orang sakit, sebagai upaya mengurangi penyebaran flu. Tak hanya flu, orang yang demam juga tidak akan diizinkan untuk mendonorkan darah.

    2. Hemoglobin Rendah

    Hemoglobin merupakan protein dalam sel darah merah yang berperan penting dalam mengangkut oksigen ke organ dan jaringan tubuh serta ke,bali ke paru-paru. Protein ini juga mengandung banyak zat besi.

    Apabila pernah kesulian dalam mendonorkan darah sebelumnya, sebab kadar zat besi/hemoglobin yang rendah, atasi kekurangan ini dengan mengonsumsi makanan kaya zat besi, terutama daging dan produk hewani. Untuk vegetarian, roti dan pasta, kacang-kacangan, kacang tanah, tahu, dan telur merupakan sumber zat besi yang baik.

    3. Orang yang Sedang Mengonsumsi Obat atau Antibiotik Tertentu

    Sebagai aturan umum, sebagian obat bebas yang dikonsumsi masih bisa membuat seseorang diterima untuk mendonorkan darah. Namun, untuk lebih jelasnya, doker akan menjelaskan kepada donor saat pemeriksaan tentang boleh atau tidaknya pendonoran saat mengonsumsi obat tertentu.

    Adapun obat-obaan yang paling sering dibicarakan dalam pembatasnnya yaitu:

    Aspirin, harus menunggu 3 hari penuhPengencer darah, tidak diizinkan mendonorkan darahInsulin, bisa mendonorkan darah selama diabetes terkendali dengan baik.

    4. Orang yang Baru Divaksinasi

    Orang yang baru menerima vaksinasi atau imunisasi mungkin diminta menunggu selama beberapa waktu sebelum memenuhi syarat donor darah. Misalnya, pada saat ini UTD PMI menyatakan bahwa donor darah bisa diterima jika seseorang divaksinasi dengan vaksin COVID-19 dengan ketentuan:

    Hari keempat setelah vaksin 1 tanpa ada gejala KIPIHari ke delapan setelah vaksin 2 atau vaksin 3 tanpa ada gejala KIPIJika terdapat KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi), donor darah sebaiknya ditunda dalam satu bulan.

    5. Bepergian ke Tempat Tertentu pada Waktu yang Salah

    Perjalanan bisa menghadapkan seseorang pada budaya, kebiasaan, dan penyakit yang berbeda. Beberapa penyakit tersebut bisa memengaruhi kemampuan seseorang untuk mendonokan darah.

    6. Orang yang Memiliki Masalah Kesehatan terkait Darah

    Orang dengan penyakit berkaitan dengan masalah darah dan pendarahan seringkali tidak dibolehkan untuk donor darah. Jadi, jika seseorang mengidap hemofilia, penyakit Von Willebrand, hemokromatosis heredier atau sickle cell trait, maka dia tidak bisa mendonorkan darah.

    (elk/up)

  • 65 Juta Warga +62 Dibayangi Hipertensi, Pemicu Gagal Ginjal Usia Muda

    65 Juta Warga +62 Dibayangi Hipertensi, Pemicu Gagal Ginjal Usia Muda

    Jakarta

    Indonesia diestimasi mencatat 65 juta kasus hipertensi berdasarkan hasil survei kesehatan indonesia (SKI) 2023. Dari total tersebut, baru teridentifikasi 18,5 juta pasien, lantaran tidak banyak masyarakat yang aware melakukan pengecekan rutin tekanan darah.

    Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) dr Siti Nadia Tarmizi berharap gap tersebut bisa ditemukan melalui cek kesehatan gratis (CKG).

    “Ternyata dari CKG kalau lihat angka prevalensinya sama dengan SKI, jadi memang mungkin betul 65 juta masyarakat kita mengidap hipertensi, meskipun kita baru bisa menemukan 18,5 juta,” beber dr Nadia dalam talkshow di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).

    “Harapannya tahun depan sudah ada skrining di lebih dari 100 juta, kalau di akhir tahun mungkin 60-65 juta bisa kita skrining,” lanjutnya.

    Meski temuan kasus hipertensi pada CKG relatif tinggi, tindak lanjut tata laksana dan pengobatan terpantau masih rendah. dr Nadia menggambarkan sedikitnya tiga sampel di sejumlah kota besar.

    DKI Jakarta misalnya, di Puskesmas Kembangan tercatat ada 337 pasien yang terdiagnosis hipertensi. Namun, hanya 48 pasien yang menjalani tatalaksana pengobatan, dengan 22 kasus yang terkendali.

    “Tren di tiga kota besar, DKI Jakarta, Surabaya, Semarang, kurang lebih sama, gap-nya antara yang terdiagnosis dengan melakukan pengobatan tinggi, di Surabaya cuma satu yang agak lebih baik yaitu puskesmas Sidosermo,” lanjutnya.

    Puskesmas Sidosermo mencatat 693 kasus hipertensi dan seluruhnya dilaporkan sudah mendapatkan pengobatan, dengan 651 pasien sudah terkendali kondisinya.

    Masih Banyak Hoax di Masyarakat

    Tantangan yang dihadapi pemerintah juga dilatarbelakangi maraknya hoax yang diyakini masyarakat. Tidak sedikit masyarakat yang ogah berobat karena khawatir berdampak pada masalah kesehatan ginjalnya.

    “Padahal hipertensi-nya sendiri yang merusak ginjal mereka,” tandas dr Nadia.

    “Jadi ini pekerjaan rumah bagi kita, karena faktanya 40 hingga 60 persen pasien yang terdiagnosis hipertensi tidak pernah kembali untuk pengobatan,” pungkasnya.

    Hipertensi menjadi salah satu faktor risiko terjadinya stroke hingga masalah gagal ginjal. Deputi Direksi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat BPJS Kesehatan Dr dr Ari Dwi Aryani MKM menyebut total pembiayaan akibat diabetes melitus dan hipertensi mencapai Rp 35,3 triliun pada 2024.

    “Diabetes melitus dan hipertensi itu kan ibunya penyakit dia bisa kemana-mana, sehingga meningkat ke pembiayaan penyakit akibat jantung, gagal ginjal, stroke,” bebernya saat ditemui detikcom pasca talkshow.

    “Pasien yang dirawat karena jantung, karena cuci darah, naik,” tandasnya.

    Tren pasien disebutnya juga terus bergeser ke usia muda, dari semula di atas 50 tahun menjadi di rentang 30 hingga 40 tahun. Meski begitu, catatan peningkatan kasus tidak selalu menggambarkan penambahan jumlah pasien yang sakit, tetapi ia menilai ada beberapa pasien yang memang baru bisa mendapatkan akses pengobatan tercover BPJS Kesehatan.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

  • Pasien Diabetes-Hipertensi RI Naik 2 Kali Lipat, Sedot Biaya BPJS hingga Rp 35,3 T

    Pasien Diabetes-Hipertensi RI Naik 2 Kali Lipat, Sedot Biaya BPJS hingga Rp 35,3 T

    Jakarta

    Jumlah pasien diabetes melitus (DM) dan hipertensi yang terdata dari penggunaan pengobatan BPJS Kesehatan melonjak lebih dari dua kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir.

    Data di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) menunjukkan, pada 2014 terdapat sekitar 400 ribu pasien diabetes melitus yang mendatangi FKTP, melonjak tujuh kali lipat menjadi 2,8 juta peserta yang mengakses layanan di 2024. Sementara untuk pasien hipertensi dari semula 785 ribu kunjungan ke FKTP di 2014, kini menjadi 5,6 juta peserta pada 2024.

    Bila dirinci, dalam satu dekade terakhir terdapat 20,5 juta kasus hipertensi dan 7,4 juta kasus diabetes melitus.

    Kenaikan jumlah pasien ini diikuti dengan pembengkakan pembiayaan. Sepanjang 2024, BPJS Kesehatan mengeluarkan sekitar Rp 35,3 triliun untuk menanggung pengobatan penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi, termasuk stroke, gagal ginjal, dan penyakit jantung.

    Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Itida Yasar, SH, MPsi, menilai selama ini sistem layanan kesehatan masih terlalu berfokus pada penanganan kuratif, ketimbang promotif dan preventif.

    “Kalau parameternya sudah jelas, saya paling cerewet soal anggaran, berapa penyerapannya, kegiatan apa, di dalamnya sudah ada skrining dan edukasi seperti program pengelolaan penyakit kronis (PROLANIS). Tapi yang kurang dari kita adalah kolaborasi dengan masyarakat,” beber Itida, dalam talkshow di Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).

    Ia menegaskan keberhasilan pengendalian penyakit kronis tidak bisa hanya bergantung pada fasilitas kesehatan. Edukasi, kepatuhan pasien, dan peran komunitas juga harus diperkuat. “Ini penyakit tidak menular, jadi kuncinya ada di perubahan perilaku. Harus ada kolaborasi komunikasi dengan komunitas,” tambahnya.

    Itida menyoroti sebagian peserta BPJS masih tidak rutin meminum obat atau baru datang ke rumah sakit ketika kondisinya sudah berat. Kondisi itu membuat biaya pengobatan membengkak karena pasien seringkali harus masuk IGD atau dirawat inap.

    “Orang yang nggak pernah minum obat, lalu masuk IGD, masuk rumah sakit lagi, itu kan cost-nya tinggi. Kalau semua digratiskan tanpa tanggung jawab, bisa jebol juga sistemnya. Fokus kita masih terlalu di kuratif,” tegasnya.

    Itida bahkan menyebut, skema cost sharing bisa dipertimbangkan bagi peserta dengan faktor risiko tinggi seperti perokok atau pasien yang tidak patuh pengobatan, agar ada rasa tanggung jawab bersama.

    Sementara itu, Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, mengatakan pemerintah kini memperkuat pendekatan promotif dan preventif melalui program cek kesehatan gratis (CKG).

    “Kebijakan kita dorong terus promotif-preventif, salah satunya dengan skrining. Makanya kita paksa dengan program CKG. Ini betul-betul gratis dengan sejumlah jenis pemeriksaan, mulai dari EKG, profil lipid, hingga fungsi ginjal,” jelas Nadia.

    Program CKG mulai dari bayi baru lahir hingga lansia, mendapat pemeriksaan kesehatan setahun sekali. Namun, tantangan terbesar masih ada pada perubahan perilaku masyarakat.

    “Masyarakat kita biasanya datang ke fasilitas kesehatan kalau sudah sakit. Kalau belum ada keluhan, mereka merasa tidak perlu. Padahal, justru kita ingin mereka tahu kondisi sebelum jatuh sakit,” ujarnya.

    Untuk meningkatkan kepatuhan pasien dan memperluas jangkauan edukasi, Kemenkes juga tengah mengembangkan agar program yang sama bisa diterapkan di tempat kerja.

    Hal ini karena banyak pekerja usia produktif kesulitan datang ke puskesmas saat jam kerja.

    “Kalau jam kerja, peserta usia perkantoran tidak mungkin datang. Jadi, kita akan coba kembangkan bisa dijalankan di klinik perusahaan. Pasien pekerja bisa dikontrol tekanan darah dan gula darahnya bersama puskesmas,” kata Nadia.

    Program ini diharapkan membantu menjaga kondisi pasien tetap terkontrol, mencegah rujukan ke rumah sakit, serta menekan pembiayaan jangka panjang.

    Nadia juga mengingatkan pasien agar tidak takut menjalani pengobatan rutin. Ia menegaskan, bahaya hipertensi yang tidak terkontrol jauh lebih besar daripada efek samping obat.

    “Kadang pasien takut minum obat, padahal yang lebih berisiko itu hipertensinya sendiri dibandingkan obatnya,” tutup Nadia.

    Simak Video “Video: Ombudsman Dukung Pemerintah soal Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Pilu Rahmat Warga Sukabumi Berjuang Hadapi 3 Penyakit Keras, Tak Bisa Berobat Karena BPJS Dinonaktifkan

    Pilu Rahmat Warga Sukabumi Berjuang Hadapi 3 Penyakit Keras, Tak Bisa Berobat Karena BPJS Dinonaktifkan

    Liputan6.com, Jakarta – Rahmat (44), seorang warga Kampung Bojonggaling, Desa Kebonpedes, Sukabumi, menghadapi perjuangan hidup melawan tiga penyakit yang dideritanya.

    Tubuhnya ringkih akibat komplikasi gagal ginjal stadium 2, gangguan paru-paru, dan diabetes, sementara keluarganya terancam kesulitan finansial.

    Pada Sabtu (18/10/2025), Rahmat dievakuasi oleh warga dan petugas desa menuju RSUD Syamsudin SH di Kota Sukabumi. Namun, di balik evakuasi tersebut tersimpan drama birokrasi yang nyaris menghalanginya mendapatkan perawatan.

    Saat kondisinya memburuk, Rahmat sempat tidak bisa mengakses perawatan medis karena data BPJS Kesehatan APBN miliknya dinonaktifkan oleh pusat. Akses layanan kesehatan terblokir di saat ia paling membutuhkannya.

    Kabar ini pun segera direspons oleh Kepala Desa Kebonpedes, Dadan Apriandani. Pihaknya mengurus reaktivasi BPJS Rahmat melalui jalur bantuan pemerintah daerah. Setelah melalui upaya dan waktu, BPJS itu akhirnya aktif kembali.

    “Alhamdulillah setelah kita upayakan kemarin melalui Dinas Sosial akhirnya keluar dan aktif. Sekarang kondisinya (Rahmat) sudah kita bawa ke Bunut untuk mendapatkan penanganan medis,” kata Dadan.

  • Stroke Bisa Menyerang Usia Muda, Ini Tanda Peringatan yang Harus Dikenali

    Stroke Bisa Menyerang Usia Muda, Ini Tanda Peringatan yang Harus Dikenali

    Jakarta

    Stroke bisa menyerang siapa pun, termasuk orang dewasa berusia 30-an dan 40-an, hingga anak-anak. Perubahan gaya hidup dan faktor seperti stres berkontribusi pada peningkatan kasus stroke yang lebih muda.

    Sehingga, harus diketahui bahwa stroke tak hanya menyerang lansia. Tanda peringatannya perlu dikenali agar kondisi tidak semakin memburuk.

    Mengapa Stroke Bisa Menyerang Usia Muda?

    Dikutip dari laman Times of India, faktor risiko stroke, seperti diabetes, tekanan darah tinggi, koleserol tinggi, obesitas, merokok, hingga kurang olahraga tidak hanya dialami oleh lansia, tapi juga orang dewasa muda.

    Sementara itu, ada juga faktor lainnya seperti stres, gangguan tidur, migrain, depresi, hingga paparan polusi lingkungan yang menjadi penyebab penting stroke pada orang yang lebih muda.

    Tanda-tanda Peringatan Stroke yang Harus Diwaspadai Usia Muda

    Mengenali tanda-tanda stroke sejak dini sangatlah penting. Pada orang dewasa muda, gejalanya kadang samar atau salah diartikan. Berikut beberapa anda peringatan yang perlu diwaspadai:

    Mati rasa atau lemas mendadak, terutama di satu sisi tubuh, memengaruhi wajah, lengan, atau kaki. Gejalanya bisa berupa mulut yang terkulai atau tidak bisa mengangkat lengan sepenuhnya.Kesulitan berbicara, bicara tidak jelas, atau kesulitan memahami percakapan.Penglihatan kabur secara tiba-tiba, penglihatan ganda, atau kehilangan penglihatan sementara pada satu atau kedua mataSakit kepala hebat tiba-tiba tanpa diketahui penyebabnya. Terkadang disertai muntah dan pusingKehilangan keseimbangan secara tiba-tiba, kesulitan berjalan.

    Gejala ringan atau sementara pun harus diwaspadai. Mengabaikannya bisa menyebabkan komplikasi serius, termasuk cacat permanen atau kematian.

    Bagaimana Cara Mencegah Stroke?

    Meski beberapa faktor risiko tidak bisa diubah, pilihan gaya hidup bisa mengurangi risiko stroke secara signifikan. Mulai dari menjaga pola makan seimbang, olahraga secara teratur, menghindari alkohol, mengelola stres, dan mengendalikan kondisi kronis, seperti diabetes dan hipertensi menjadi strategi pencegahan yang utama.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/kna)