Topik: diabetes

  • Pemkot Jaktim gencarkan cek kesehatan gratis bagi kader dasawisma

    Pemkot Jaktim gencarkan cek kesehatan gratis bagi kader dasawisma

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur (Jaktim) menggencarkan cek kesehatan gratis (CKG) bagi kader dasawisma di wilayah setempat.

    “Cek kesehatan gratis, sebagaimana dari Kementerian Kesehatan, dapat diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat, termasuk kader dasawisma,” kata Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur Herwin Mifenddy saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

    Salah satunya, seperti di Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur. Sebanyak 150 peserta dari kader dasawisma, aparatur sipil negara (ASN) dan Penyedia Jasa Lainnya Orang Perorangan (PJLP) memanfaatkan layanan CKG yang digelar di halaman Kantor Kecamatan Kramat Jati.

    Layanan CKG yang digelar dalam rangka menyambut Hari Ibu dengan tema ‘Karena Ibu Begitu Berharga’ itu melibatkan 11 tenaga kesehatan.

    Camat Kramat Jati Kamal Alatas mengatakan layanan CKG yang diikuti 150 orang peserta itu diharapkan dapat menjadi contoh bagi seluruh elemen masyarakat.

    “Kegiatan ini hasil kolaborasi dengan Puskesmas Kramat Jati. Antusiasme peserta sangat tinggi. Mereka sudah berkumpul sejak pagi,” ujar Kamal.

    Sementara itu, Kepala Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Inda Mutiara menjelaskan kader dasawisma merupakan garda terdepan dalam sosialisasi kesehatan kepada masyarakat. Oleh karena itu, mereka harus menjadi contoh gerakan untuk program CKG.

    “Kita kerahkan 11 tenaga kesehatan untuk kegiatan CKG ini. Tentunya, ini untuk mendukung program baik dan mengedepankan kesehatan,” tutur Inda.

    Dia menuturkan jika dari hasil CKG itu ditemukan penyakit, maka peserta langsung diarahkan untuk pemeriksaan lebih lanjut ke Puskesmas Kecamatan Kramat Jati.

    “Jadi, langsung kami arahkan ke puskesmas agar penyakit yang diderita dapat segera terobati,” ucap Inda.

    Dalam kegiatan CKG tersebut, para peserta menjalani sejumlah pemeriksaan kesehatan, antara lain gula darah, kolesterol dan asam urat, serta pengukuran tinggi, berat badan dan lingkar perut.

    Seperti diketahui, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memulai CKG di sekolah di Jakarta pada tahun ajaran baru 2025, yang diawali di Sekolah Rakyat Sentra Handayani, Cipayung, pada 9 Juli 2025.

    Kemudian, kegiatan itu dilanjutkan di Sekolah Rakyat Sentra Mulya Jaya, Cipayung, serta Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi Margaguna, Cilandak, pada 14 Juli 2025.

    Pemeriksaan itu dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh orang tua/wali murid/pelajar dan pemeriksaan pada hari H sesuai jenjang dan usia murid.

    Untuk Jenjang SD/sederajat (7-12 tahun), pemeriksaannya meliputi status gizi, tekanan darah, mata, telinga, gigi, kesehatan jiwa, tuberkulosis serta diabetes melitus.

    Selain itu, terkait merokok, kebugaran (kelas 4-6), hepatitis B, kesehatan reproduksi dan riwayat imunisasi (kelas 1).

    Untuk jenjang SMP/sederajat (13-15 tahun), pemeriksaannya meliputi status gizi, tekanan darah, mata, telinga, gigi, kesehatan jiwa, tuberkulosis, diabetes melitus, merokok dan kebugaran.

    Kemudian, terkait hepatitis B dan C, kesehatan reproduksi, skrining anemia dan talasemia (kelas 7 dan 9) serta riwayat imunisasi (kelas 9).

    Sementara untuk jenjang SMA/sederajat (16-17 tahun), pemeriksaannya meliputi status gizi, tekanan darah, mata, telinga, gigi, kesehatan jiwa, tuberkulosis, diabetes melitus, merokok dan kebugaran, serta terkait hepatitis B dan C, kesehatan reproduksi, skrining anemia dan talasemia (kelas 10 dan 12).

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Tak Ada Larangan Konsumsi Buah Sebelum Makan Utama, Justru Ini Manfaatnya

    Tak Ada Larangan Konsumsi Buah Sebelum Makan Utama, Justru Ini Manfaatnya

    Jakarta

    Sering dikenal sebagai makanan pencuci mulut yang baik setelah makan berat, buah ternyata punya khasiat ketika dimakan sebelum makan berat. Selain kaya kandungan serat, vitamin, dan antioksidan lainnya yang membantu memelihara kesehatan dan mendukung daya tahan tubuh, penelitian terbaru menunjukkan bahwa konsumsi buah sebelum makan berat dapat membuat gula darah tetap stabil.

    Buah adalah sumber serat pangan, vitamin, mineral, dan komponen fitonutrien yang mendukung metabolisme glukosa. Serat dalam buah memperlambat pencernaan sehingga pelepasan glukosa ke dalam darah berlangsung lebih bertahap. Beberapa buah seperti apel, pir, jeruk, beri, dan kiwi memiliki indeks glikemik rendah hingga sedang. Inilah alasan bahwa konsumsi buah sebelum makan dapat membantu tubuh merespons glukosa lebih stabil.

    Penelitian dari jurnal Nutrients tahun 2019 menunjukkan bahwa asupan serat, glukosa, dan fruktosa alami ketika makan apel sekitar 30 menit sebelum menyantap nasi putih menurunkan lonjakan gula darah setelah makan secara signifikan lebih rendah hingga 50% dibandingkan makan nasi saja.

    Menariknya, efek penurunan lonjakan gula darah ini jauh lebih kuat dibandingkan ketika apel dan nasi dimakan bersamaan. Karena dalam penelitian tersebut juga membandingkan beberapa kondisi: makan nasi saja, makan nasi dan apel bersamaan, preload apel baru nasi setelahnya, dan preload larutan gula dengan komposisi karbohidrat setara apel. Hasilnya menunjukkan efek paling kuat ketika apel dikonsumsi sebagai preload, bukan hanya dimakan bersamaan. Ini menunjukkan peran waktu konsumsi buah dalam memengaruhi respons glukosa.

    Strategi Sederhana yang Sangat Bermanfaat

    Efek menurunkan lonjakan glukosa cenderung terasa lebih jelas ketika makanan utama kaya pati halus atau memiliki indeks glikemik tinggi seperti nasi putih, roti putih, atau mie instan. Untuk orang sehat yang ingin mengurangi lonjakan gula darah sesaat setelah makan utama, makan buah sebelum makan utama bisa menjadi strategi sederhana yang mudah dicoba.

    Namun efeknya tidak otomatis sama pada semua kelompok. Faktor seperti kondisi metabolik (misalnya diabetes), usia, komposisi makan secara keseluruhan, dan aktivitas fisik juga ikut berperan dalam stabilitas gula darah harian.

    Manfaat Lain Konsumsi Buah Sebelum Makan Utama

    Selain membantu meredam lonjakan gula darah, beberapa penelitian menunjukkan bahwa makan buah sebelum makan utama juga dapat mendukung respons insulin yang lebih terkendali. Ketika glukosa naik dalam tempo lebih lembut, tubuh tidak perlu menghasilkan insulin dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Kondisi ini membuat pola pelepasan insulin lebih rapi dan tidak fluktuatif sehingga tubuh terasa lebih nyaman setelah makan.

    Respons insulin yang lebih stabil ini juga berpengaruh pada cara tubuh mengelola energi sepanjang beberapa jam setelah makan. Banyak orang merasakan lemas, mengantuk, atau tiba tiba kurang fokus setelah menyantap makanan tinggi karbohidrat. Fenomena ini sering disebut sebagai sugar crash atau post meal slump. Preload buah dapat membantu mengurangi kondisi tersebut karena fluktuasi glukosa yang lebih halus mencegah terjadinya penurunan energi yang tiba tiba.

    Ketika energi lebih stabil, tubuh cenderung terasa lebih ringan setelah makan. Aktivitas setelah makan menjadi lebih nyaman karena tidak ada rasa mengantuk berlebihan. Bagi sebagian orang, strategi sederhana seperti makan buah sebelum makan utama juga dapat membantu mengurangi dorongan makan berlebih karena serat dalam buah membuat sensasi kenyang hadir lebih awal. Kombinasi efek ini menghasilkan pengalaman makan yang lebih seimbang dari awal hingga beberapa jam setelahnya.

    Jika diterapkan secara konsisten, preload buah dapat menjadi bagian kecil yang mendukung manajemen energi harian terutama pada individu yang sensitif terhadap lonjakan glukosa. Meskipun bukan solusi tunggal, pendekatan ini mudah dilakukan dan aman bagi kebanyakan orang yang ingin menjaga ritme energi dan kenyamanan setelah makan.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Apoteker: Kekurangan Mikronutrien Jadi Akar Kasus Stunting di Indonesia”
    [Gambas:Video 20detik]
    (mal/up)

  • Tak Ada Larangan Konsumsi Buah Sebelum Makan Utama, Justru Ini Manfaatnya

    Tak Ada Larangan Konsumsi Buah Sebelum Makan Utama, Justru Ini Manfaatnya

    Jakarta

    Sering dikenal sebagai makanan pencuci mulut yang baik setelah makan berat, buah ternyata punya khasiat ketika dimakan sebelum makan berat. Selain kaya kandungan serat, vitamin, dan antioksidan lainnya yang membantu memelihara kesehatan dan mendukung daya tahan tubuh, penelitian terbaru menunjukkan bahwa konsumsi buah sebelum makan berat dapat membuat gula darah tetap stabil.

    Buah adalah sumber serat pangan, vitamin, mineral, dan komponen fitonutrien yang mendukung metabolisme glukosa. Serat dalam buah memperlambat pencernaan sehingga pelepasan glukosa ke dalam darah berlangsung lebih bertahap. Beberapa buah seperti apel, pir, jeruk, beri, dan kiwi memiliki indeks glikemik rendah hingga sedang. Inilah alasan bahwa konsumsi buah sebelum makan dapat membantu tubuh merespons glukosa lebih stabil.

    Penelitian dari jurnal Nutrients tahun 2019 menunjukkan bahwa asupan serat, glukosa, dan fruktosa alami ketika makan apel sekitar 30 menit sebelum menyantap nasi putih menurunkan lonjakan gula darah setelah makan secara signifikan lebih rendah hingga 50% dibandingkan makan nasi saja.

    Menariknya, efek penurunan lonjakan gula darah ini jauh lebih kuat dibandingkan ketika apel dan nasi dimakan bersamaan. Karena dalam penelitian tersebut juga membandingkan beberapa kondisi: makan nasi saja, makan nasi dan apel bersamaan, preload apel baru nasi setelahnya, dan preload larutan gula dengan komposisi karbohidrat setara apel. Hasilnya menunjukkan efek paling kuat ketika apel dikonsumsi sebagai preload, bukan hanya dimakan bersamaan. Ini menunjukkan peran waktu konsumsi buah dalam memengaruhi respons glukosa.

    Strategi Sederhana yang Sangat Bermanfaat

    Efek menurunkan lonjakan glukosa cenderung terasa lebih jelas ketika makanan utama kaya pati halus atau memiliki indeks glikemik tinggi seperti nasi putih, roti putih, atau mie instan. Untuk orang sehat yang ingin mengurangi lonjakan gula darah sesaat setelah makan utama, makan buah sebelum makan utama bisa menjadi strategi sederhana yang mudah dicoba.

    Namun efeknya tidak otomatis sama pada semua kelompok. Faktor seperti kondisi metabolik (misalnya diabetes), usia, komposisi makan secara keseluruhan, dan aktivitas fisik juga ikut berperan dalam stabilitas gula darah harian.

    Manfaat Lain Konsumsi Buah Sebelum Makan Utama

    Selain membantu meredam lonjakan gula darah, beberapa penelitian menunjukkan bahwa makan buah sebelum makan utama juga dapat mendukung respons insulin yang lebih terkendali. Ketika glukosa naik dalam tempo lebih lembut, tubuh tidak perlu menghasilkan insulin dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Kondisi ini membuat pola pelepasan insulin lebih rapi dan tidak fluktuatif sehingga tubuh terasa lebih nyaman setelah makan.

    Respons insulin yang lebih stabil ini juga berpengaruh pada cara tubuh mengelola energi sepanjang beberapa jam setelah makan. Banyak orang merasakan lemas, mengantuk, atau tiba tiba kurang fokus setelah menyantap makanan tinggi karbohidrat. Fenomena ini sering disebut sebagai sugar crash atau post meal slump. Preload buah dapat membantu mengurangi kondisi tersebut karena fluktuasi glukosa yang lebih halus mencegah terjadinya penurunan energi yang tiba tiba.

    Ketika energi lebih stabil, tubuh cenderung terasa lebih ringan setelah makan. Aktivitas setelah makan menjadi lebih nyaman karena tidak ada rasa mengantuk berlebihan. Bagi sebagian orang, strategi sederhana seperti makan buah sebelum makan utama juga dapat membantu mengurangi dorongan makan berlebih karena serat dalam buah membuat sensasi kenyang hadir lebih awal. Kombinasi efek ini menghasilkan pengalaman makan yang lebih seimbang dari awal hingga beberapa jam setelahnya.

    Jika diterapkan secara konsisten, preload buah dapat menjadi bagian kecil yang mendukung manajemen energi harian terutama pada individu yang sensitif terhadap lonjakan glukosa. Meskipun bukan solusi tunggal, pendekatan ini mudah dilakukan dan aman bagi kebanyakan orang yang ingin menjaga ritme energi dan kenyamanan setelah makan.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Apoteker: Kekurangan Mikronutrien Jadi Akar Kasus Stunting di Indonesia”
    [Gambas:Video 20detik]
    (mal/up)

  • Banyak Kampus Buka FK, Kemenkes Tepis Kekhawatiran Over Supply Dokter

    Banyak Kampus Buka FK, Kemenkes Tepis Kekhawatiran Over Supply Dokter

    Jakarta

    Direktur Jenderal Sumber Daya Manusia Kesehatan Kemenkes RI dr Yuli Farianti, M.Epid menegaskan tidak akan ada over supply dokter umum, meskipun banyak kampus membuka program studi kedokteran.

    “Jangan takut over supply,” tegas dr Yuli di kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Selasa (9/12/2025).

    “Belum apa-apa kita udah bicara over supply. Kenyataannya kita masih 70 ribu kurangnya (dokter spesialis, red). Jangan bicara dulu over supply,” sambungnya.

    Meskipun saat ini Indonesia masih butuh banyak dokter, namun Kemenkes akan tetap menerapkan sistem ‘rem-gas’ terkait produksi dokter umur dari universitas.

    “Contoh dokter umum FK di DKI atau Jawa. Di DKI itu FK kan banyak banget padahal udah penuh. Nah boleh memproduksi, tapi bukan untuk di Jakarta tapi pindahkan ke Kalimantan atau ke mana,” kata dr Yuli.

    “Jadi over supply strateginya menjawab adalah bagaimana kita me-review perencanaannya dengan baik. Pastinya ada kebijakan saat tenaga itu memang sudah banyak,” sambungnya.

    Senada, akademisi FKM Universitas Indonesia, Iwan Ariawan, MSPH mengatakan bahwa saat ini masih belum saatnya mengatakan bahwa Indonesia akan kelebihan jumlah dokter.

    “Contoh kalau kita lihat dari program sekrang cek kesehatan gratis (CKG) itu kasus hipertensi dan diabetes melitus naik dua kali. Biasanya hipertensi sekitar 10 persen, itu dengan CKG 20 persen. Diabetes yang biasanya 3 persen naik 6 persen,” kata Iwan.

    “Belum penyakit-penyakit yang lain. Jadi ini kan menandakan mereka ini akan butuh dokter. Baik dokter umum, dokter gigi umum, maupun dokter spesialis,” sambungnya.

    Dokter Umum untuk Spesialis dan Bidang Non-Klinis

    Pada kesempatan yang sama, perwakilan executive council World Federation for Medical Education (WFME), Prof dr Titi Savitri Prihatiningsih, M.Med.Ed mengatakan saat ini ada sekitar 140 ribu dokter umum yang bekerja sebagai dokter umum.

    “Jadi nanti lulusan dokter umum yang baru akan terekrut 70 ribu sebagai dokter spesialis. Nah sehingga tetap memerlukan mereka yang akan bekerja di layanan primer,” kata Prof Titi.

    “Selain itu juga dibutuhkan dokter umum untuk bidang yang non-klinis, seperti misalnya menjadi dosen-dosen untuk ilmu biomedis. Karena saat ini sangat sulit mencari dokter yang mau mendalami bidang ilmu kedokteran dasar,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/up)

  • 5 Tips Merawat Lansia di Pengungsian agar Tetap Tenang dan Terlindungi

    5 Tips Merawat Lansia di Pengungsian agar Tetap Tenang dan Terlindungi

    Jakarta, Beritasatu.com – Tips atau tip merawat lansia di pengungsian menjadi hal krusial karena mereka termasuk kelompok paling rentan saat bencana terjadi.

    Kondisi fisik yang melemah, kebutuhan medis khusus, hingga mobilitas terbatas membuat lansia membutuhkan perhatian ekstra. Jika tidak ditangani dengan baik, risiko infeksi, stres, hingga kambuhnya penyakit kronis dapat meningkat.

    Oleh karena itu, perawatan lansia harus dilakukan secara komprehensif, sensitif, dan berorientasi pada kesehatan serta kenyamanan mereka seperti tips berikut ini.

    Tips Merawat Lansia di Pengungsian Pascabencana

    1. Evakuasi aman sebagai langkah awal

    Evakuasi merupakan tahap pertama yang sangat menentukan. Lansia harus dipindahkan dengan aman, terutama mereka yang menggunakan kursi roda, tongkat, atau memiliki penyakit tertentu.

    Tempat pengungsian idealnya mudah diakses, tidak licin, minim tangga, dan memungkinkan lansia bergerak tanpa hambatan. Setiap lansia sebaiknya memiliki pendamping atau anggota keluarga yang membantu memastikan kebutuhan mereka terpenuhi, termasuk makanan, obat-obatan, dan aktivitas harian.

    2. Memastikan kebutuhan dasar lansia terpenuhi

    Setibanya di lokasi pengungsian, kebutuhan dasar lansia harus segera dipastikan. Paket darurat sangat membantu, seperti obat harian, kacamata, alat bantu dengar, dokumen medis penting, pakaian hangat, hingga selimut.

    Lansia membutuhkan makanan bergizi yang mudah dicerna, air minum yang aman, serta sanitasi yang terjaga. Lingkungan yang kurang higienis dapat memicu infeksi kulit, penyakit pernapasan, atau gangguan pencernaan, risiko yang sangat tinggi pada kelompok lansia.

    3. Pemantauan kesehatan fisik secara rutin

    Banyak lansia memiliki penyakit kronis, seperti hipertensi, jantung, atau diabetes. Oleh karena itu, pemantauan kesehatan secara berkala sangat penting. Jika tenaga medis tersedia, lansia harus menjadi prioritas layanan.

    Obat-obatan yang habis perlu segera diganti, dan gejala baru tidak boleh diabaikan. Aktivitas fisik ringan seperti berjalan perlahan atau melakukan peregangan membantu menjaga kebugaran tubuh selama masa pengungsian.

    4. Menjaga kesehatan mental dan emosional lansia

    Kesehatan psikologis lansia tidak kalah penting. Situasi bencana dapat memicu stres, kecemasan, hingga trauma, terutama jika mereka kehilangan rumah atau anggota keluarga. Suasana pengungsian yang penuh aktivitas dan bising dapat memperburuk kondisi mental mereka.

    Oleh karena itu, lansia membutuhkan area istirahat yang lebih tenang, perhatian dari keluarga, serta aktivitas sederhana yang membuat mereka merasa aman. Pendampingan emosional menjadi salah satu aspek penting dalam cara merawat lansia di pengungsian.

    5. Aksesibilitas dan prioritas layanan untuk lansia

    Kemudahan akses menjadi faktor penting yang menentukan kualitas perawatan. Relawan dan petugas posko perlu memberikan prioritas kepada lansia dalam antrean makanan, pemeriksaan kesehatan, maupun distribusi bantuan.

    Penyediaan jalur khusus, kursi roda, atau alat bantu jalan sangat membantu kelancaran aktivitas lansia. Bila fasilitas pengungsian belum ramah lansia, koordinasi tambahan dengan pihak berwenang perlu dilakukan agar area lebih inklusif dan aman bagi mereka.

    Keberhasilan tips merawat lansia di pengungsian bergantung pada kerja sama berbagai pihak, seperti keluarga, masyarakat, relawan, tenaga medis, hingga pemerintah.

    Lansia tidak hanya membutuhkan perlindungan fisik, tetapi juga penghargaan atas martabat dan peran mereka di keluarga. Dengan perawatan yang tepat, lansia dapat menjalani masa sulit ini dengan lebih aman, sehat, dan tetap merasa dihargai.

  • Banyak yang Tak Sadar Punya Risiko Sakit Jantung, Penyebab Kolaps saat Olahraga

    Banyak yang Tak Sadar Punya Risiko Sakit Jantung, Penyebab Kolaps saat Olahraga

    Jakarta

    Olahraga adalah aktivitas krusial untuk menjaga kesehatan dan kebugaran, namun penting untuk memahami kondisi kesehatan jantung sebelum memulai latihan, terutama jika berencana mengikuti olahraga berintensitas tinggi.

    Dokter spesialis jantung dari Siloam Hospitals TB Simatupang, dr Budi Ario Tejo, SpJP-FIHA, mengatakan bahwa banyak orang, khususnya pada usia produktif, tidak sadar memiliki faktor risiko penyakit jantung tersembunyi seperti kolesterol dan hipertensi. Belum lagi gaya hidup tidak sehat yang memicu penyakit kardiovaskular penyebab sakit jantung.

    “Kalau penyebab penyakit jantung itu ada beberapa, bisa karena hipertensi.. kalau hipertensi itu memang biasanya di usia yang lebih tua di atas 40 tahun,” ucap dr Budi saat ditemui detikcom di Jakarta Barat, Sabtu (6/12/2025).

    Faktor Risiko Gangguan Jantung

    Faktor penyebab utama terjadinya gangguan pada sistem jantung dan pembuluh darah adalah dominasi kerak pada pembuluh darah koroner di jantung akibat bertambahnya usia.

    Namun, faktor risiko lain yang dapat mempercepat kerusakan ini dan meningkatkan potensi kolaps mendadak meliputi gaya hidup dan penyakit yang mendasari seperti diabetes, kolesterol tinggi dan stres yang tidak dikelola.

    Di samping itu dr Budi juga menekankan bahwa bahaya terbesar sering datang dari kondisi jantung yang sama sekali tidak disadari.

    Banyak orang tidak mengetahui bahwa mereka memiliki riwayat penyakit struktural seperti aritmia atau gangguan irama jantung, maupun penyakit jantung bawaan. Kondisi ini seringkali tidak menimbulkan gejala pada aktivitas normal, tetapi dapat memicu malfungsi jantung atau kolaps saat olahraga intensitas tinggi.

    Periksa Jantung Sebelum Program Intens

    Oleh karena itu, sebelum memulai program olahraga intensitas tinggi, sangat penting untuk menjalani pemeriksaan kesehatan jantung rutin. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan jantung dalam kondisi yang baik dan siap menghadapi beban fisik yang berat, serta mendeteksi penyakit tersembunyi yang berpotensi mematikan.

    Selain pemeriksaan rutin, dr Budi juga memberikan pesan penting bagi generasi muda untuk mencegah penyakit kardiovaskular sejak dini:

    “Penting bagi generasi muda, yaitu jangan mager (malas gerak), rutin olahraga, kelola stress, hindari rokok atau vape, [dan] istirahat cukup,” ujarnya, menekankan pentingnya memperhatikan kondisi tubuh sebelum memulai olahraga.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

    Lagi-lagi Kolaps saat Lari

    12 Konten

    Anjuran ‘listen to your body’ saat lari tak selalu gampang diterapkan. Ego untuk ‘push the limit’ dan mendapatkan progres tertentu sesuai target, dapat mengaburkan batas-batas kemampuan fisik. Risiko jantung kolaps mengintai para pelari.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Ambisi ‘Push the Limit’ Anak Lari Vs Risiko Fatal Jantung Kolaps

    Ambisi ‘Push the Limit’ Anak Lari Vs Risiko Fatal Jantung Kolaps

    Jakarta

    Pegiat olahraga lari sering terjebak dilema saat berlomba, antara harus ‘push the limit’ demi mencapai target dengan wanti-wanti ‘listen to your body’. Jika tak hati-hati, risikonya fatal: jantung bisa kolaps!

    Menurut spesialis olahraga, dr Andhika Raspati, SpKO, seorang pelari bisa-bisa saja terus berlari dengan mengusung semangat atau jargon ‘push the limit’. Namun, hal ini harus sesuai dengan aturan mainnya.

    “Kalau kita bicara safety ya, push the limit ada aturan mainnya. Artinya nggak boleh terlalu mendadak. Kalau kita biasa di pace 7, ya jangan nge-push pace 5, tapi ke pace 6.30 dulu atau pace 6.45,” kata dr Dhika kepada detikcom saat dihubungi, Senin (8/12/2025).

    Aturan main selanjutnya, lanjut dr Dhika yakni tentang bagaimana seseorang mampu meredam ego dalam olahraga ini. Tujuan haruslah disesuikan dengan kemampuan tubuh masing-masing orang.

    “Kedua, mau cepet-cepet ngebut, mau ngapain sih? Mau ikutan Sea Games? Itu kan ego saja sebenarnya,” katanya.

    “Pingin lebih baik? Nggak ada ujungnya lebih baik mah. Jadi memang bisa dibilang kalau kita rekreasional, pingin sehat, nggak perlu sampek push-push amat,” sambungnya.

    Mawas Diri Itu Penting

    dr Dhika menambahkan bahwa pentingnya mengukur diri sendiri sebelum memutuskan ‘bertarung’ di track lari, baik itu trail run atau road run sangat penting.

    “Misalnya kita harus banget menyatakan siapa yang harus bertanggung jawab, buat saya peserta sendiri,” kata dr Dhika.

    “Lebih mawas diri, lebih tahu kondisi badannya. Kalau bikin surat sehat bukan sekadar ditimbang sama di-tensi, tapi benar-benar cek jantung, EKG, kalau perlu treadmill atau kalau perlu ekokardiografi,” lanjutnya.

    Di luar sana, tidak bisa dipungkiri masih ada pelari yang memaksakan diri. Menurut dr Dhika, kebanyakan alasannya adalah ingin memenuhi target pribadi.

    “Personal best-nya pingin mereka kejar, padahal mungkin kondisi tidak memungkinkan. Bisa itu dari lapangannya, dari fisiknya yang nggak fit atau kurang terlatih atau kepancing teman-temannya misalnya, kebawa semangat padahal nggak fit dan ketarik pace-nya,” katanya.

    Berlari Aman Tanpa Takut ‘Ambruk’

    Serangan jantung pada dasarnya terjadi ketika otot jantung tiba-tiba tidak mendapatkan suplai oksigen yang memadai, biasanya karena sumbatan akut pembuluh darah koroner atau karena gangguan irama jantung berat.

    “Pada olahraga intens seperti trail run, terutama di medan ekstrem dengan elevasi curam, kebutuhan oksigen tubuh meningkat drastis,” kata spesialis jantung dr Aditya Agita Sembiring, SpJP kepada detikcom, Senin (8/12/2025)

    Beban ini bisa memicu masalah jantung pada orang yang memiliki faktor risiko tersembunyi seperti:

    Penyempitan pembuluh darah koroner (sering tanpa gejala sebelumnya)Tekanan darah yang tidak terkontrolRiwayat merokok, diabetes, atau kolesterol tinggiKelainan struktur jantung atau gangguan irama

    “Kelelahan berat, altitude, suhu dingin, dan dehidrasi juga bisa memperbesar beban kerja jantung, sehingga mempercepat munculnya gangguan tersebut,” kata dr Aditya.

    Gejala yang Harus Diwaspadai

    Bagi mereka yang memiliki faktor risiko masalah jantung, dr Aditya mengimbau untuk tetap mengutamakan keselamatan daripada pencapaian.

    Pada sebagian orang, serangan jantung memang muncul tiba-tiba tanpa gejala awal yang jelas. Namun, banyak kasus sebenarnya memiliki tanda peringatan yang sering diabaikan, seperti:

    Nyeri dada atau dada terasa tertekanSesak napas yang tidak wajarJantung berdebar atau pusingMudah lelah secara tidak biasa dibanding latihan-latihan sebelumnyaMual atau keringat dingin

    “Jika muncul gejala yang tidak biasa, khususnya nyeri dada, sesak berat, pusing, atau jantung berdebar tidak wajar, hentikan aktivitas segera. Lanjut berlari justru mempercepat kerusakan otot jantung,” katanya.

    “Keselamatan jauh lebih penting daripada pencapaian waktu atau jarak,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 4

    Simak Video “Video: Cerita Menkes Pilih-pilih Olahraga Ternyaman, Renang hingga Lari”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/up)

    Lagi-lagi Kolaps saat Lari

    12 Konten

    Anjuran ‘listen to your body’ saat lari tak selalu gampang diterapkan. Ego untuk ‘push the limit’ dan mendapatkan progres tertentu sesuai target, dapat mengaburkan batas-batas kemampuan fisik. Risiko jantung kolaps mengintai para pelari.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Ancaman Nyata Strok: Kenali Gejala, Penyebab, Risiko hingga Pengobatan

    Ancaman Nyata Strok: Kenali Gejala, Penyebab, Risiko hingga Pengobatan

    Jakarta, Beritasatu.com – Seperti diabetes, strok bisa dibilang menjadi “silent killer” atau penyakit yang membunuh diam-diam. Angka kasus kematian karena strok tak bisa dianggap remeh. Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono mengungkap, strok menjadi penyebab dari 350.000 kematian di Indonesia setiap tahunnya. 

    Begitu juga dengan di Amerika Serikat (AS), Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Centers for Disease Control and Prevention (CDC) melaporkan strok merupakan penyebab utama kematian di Amerika Serikat. Setiap tahun, lebih dari 795.000 orang di AS mengalami strok.

    Secara medis, apakah yang dimaksud dengan strok? Strok adalah kondisi ketika pembuluh darah di otak pecah dan berdarah, atau ketika ada penyumbatan pada suplai darah ke otak. Pecahnya atau penyumbatan ini mencegah darah dan oksigen mencapai jaringan otak. Tanpa oksigen, sel dan jaringan otak akan rusak dan mulai mati dalam hitungan menit. 

    Ilustrasi kondisi otak saat terkena strok. – (fre/Brgfx)

    Maka dari itu penting untuk setiap orang bisa mengenali gejala strok dan segera mencari diagnosis serta pengobatan yang tepat. Melansir Healthline, Senin (8/12/2025) yang telah ditinjau secara medis oleh dokter Nancy Hammond, berikut penjelasan tentang strok mulai dari gejala, penyebab, faktor risiko, hingga pilihan pengobatan. 

    Gejala

    Hilangnya aliran darah ke otak merusak jaringan di dalam otak. Gejala strok muncul di bagian tubuh yang dikendalikan oleh area otak yang rusak.

    Semakin cepat seseorang yang mengalami strok mendapatkan penanganan yang tepat, maka semakin minim peluang komplikasinya. Gejala strok sendiri meliputi kelumpuhan,  mati rasa atau lengan, wajah, dan kaki terasa lemah terutama pada satu sisi tubuh (hemiparesis), sulit berbicara atau memahami orang lain, mendadak cadel. kebingungan, disorientasi, atau kurangnya respons, perubahan perilaku mendadak terutama peningkatan agitasi. 

    Selain itu, orang yang terkena strok juga umumnya mengalami gangguan daya penglihatan, seperti kesulitan melihat pada satu atau kedua mata dengan penglihatan menghitam atau kabur, atau penglihatan menjadi dobel, sulit berjalan, hilang keseimbangan atau koordinasi, pusing, sakit kepala yang parah dan tiba-tiba tanpa penyebab jelas, kejang, mual dan muntah. 

    Penyebab dan Faktor Risiko Strok

    Penyebab atau pemicu munculnya serangan strok bergantung pada jenisnya. Strok terbagi dalam tiga kategori utama yaitu strok iskemik, strok hemoragik, strok iskemik transien. Faktor risiko tertentu dapat memicu seseorang menjadi lebih rentan terkena strok, yaitu sebagai berikut:

    Pola makan tidak seimbang yang tinggi garam, lemak jenuh dan lemak trans, serta kolesterol.Kurang bergerak alias aktivitas fisik. Kebiasaan mengonsumsi alkohol. Merokok. Ada riwayat strok dalam keluarga.Bertambahnya usia. Terlahir dengan ras atau etnis, seperti Afrika-Amerika, penduduk asli Alaska, atau Indian Amerika. Ilustrasi kondisi otak saat terkena strok. – (Freepik.com/Brgfx)

    Selain itu, kondisi medis tertentu juga dapat meningkatkan risiko strok, contohnya sudah pernah mengalami strok, punya tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, diabetes, kelebihan berat badan, memiliki gangguan jantung seperti penyakit arteri coroner atau cacat katup jantung, ada pembesaran ruang jantung dan detak jantung tidak teratur, dan gangguan pembekuan darah. 

    Risiko Komplikasi

    Komplikasi pascastrok dapat bervariasi karena tergantung pada bagian otak mana yang mengalami kerusakan parah. Umumnya, komplikasi strok mencakup kejang, kandung kemih dan usus kehilangan kendali, mengalami masalah bicara dan menelan, timbul gangguan kognitif termasuk demensia, menurunnya mobilitas, rentang gerak, atau kemampuan untuk mengendalikan gerakan otot tertentu, depresi, perubahan suasana hati, emosi, atau perilaku, nyeri bahu, luka baring hingga perubahan sensorik atau sensasi. Sebagai catatan, meski beberapa komplikasi bisa diatasi seiring waktu, beberapa komplikasi lainnya mungkin bersifat permanen.

    Pencegahan Strok

    Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute, 82% hingga 90% kasus strok sebetulnya dapat dicegah. Meskipun perubahan gaya hidup yang jauh lebih sehat tidak dapat mencegah semua tipe strok, tetapi perubahan ini bisa memberikan perbedaan yang signifikan dalam menurunkan risiko strok.

    Ada empat hal utama yang bisa dilakukan untuk mencegah Anda terkena strok. Pertama cobalah berhenti merokok, selanjutnya Batasi konsumsi alkohol karena mengonsumsi alkohol yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah yang pada akhirnya meningkatkan risiko strok.

    Cara ketiga yakni jaga berat badan agar selalu pas alias ideal. Kegemukan dan obesitas meningkatkan risiko strok. Untuk membantu mengelola berat badan, konsumsilah makanan seimbang dan aktif bergerak. Kedua langkah sederhana ini juga sekaligus bisa menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol dalam darah. 

    Terakhir, biasakan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Konsultasikan kepada dokter seberapa sering Anda butuh memeriksakan tekanan darah, kolesterol, dan kondisi kesehatan lainnya. Dokter juga dapat membantu membuat panduan perubahan gaya hidup yang lebih sehat. 

    Pengobatan

    Metode pengobatan akan bergantung pada jenis strok yang dialami masing-masing orang. Untuk strok jenis strok dna strok iskemik transien karena sama-sama disebabkan karena gumpalan darah atau penyumbatan di otak, dokter biasanya menanganinya dengan treatment yang serupa. Teknik yang dapat digunakan antara lain:

    Obat trombolitik, yaitu aktivator plasminogen jaringan untuk memecah gumpalan darah di arteri otak dalam waktu 4,5 jam (golden period) setelah timbulnya gejala.Trombektomi mekanis untuk mengangkat gumpalan darah dalam waktu 24 jam setelah timbulnya gejala.Stent untuk menopang dinding arteri yang melemah.Operasi untuk mengangkat plak dari arteri. Konsumsi aspirin atau pengencer darah lainnya untuk mencegah pembekuan darah lebih lanjut. 

    Sementara itu, untuk strok hemoragik yang disebabkan oleh pendarahan atau kebocoran di otak memerlukan metode pengobatan yang berbeda. Perawatan untuk strok jenis ini ada tiga, yaitu konsumsi obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah, mencegah kejang, dan mencegah penyempitan pembuluh darah. 

    Kemudian bisa juga operasi untuk memperbaiki aneurisma otak pada pasien, biasanya dengan proses yang disebut coiling atau clipping dan terakhir metode raniotomi untuk mengurangi tekanan pada otak. 

  • Kemenkes Kaji Terapi GLP-1 untuk Obesitas Susul Panduan Resmi WHO

    Kemenkes Kaji Terapi GLP-1 untuk Obesitas Susul Panduan Resmi WHO

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bakal mengkaji penggunaan dan pembiayaan terapi Glucagon-Like Peptide-1 (GLP-1) untuk penanganan obesitas di Indonesia. Langkah ini diambil menyusul terbitnya rekomendasi terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait pengobatan tersebut.

    Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan obesitas kini masuk dalam lima besar temuan masalah kesehatan terbanyak berdasarkan program cek kesehatan gratis (CKG). Kondisi ini banyak ditemukan pada kelompok dewasa hingga lanjut usia.

    “Pemerintah sedang memperbarui Pedoman Nasional Praktek Klinis (PNPK) untuk obesitas, termasuk tata laksana pengobatannya. Selama ini obat diberikan pada pasien obesitas yang sudah memiliki gejala penyakit lain, seperti gangguan jantung atau sulit bergerak,” beber Nadia dalam keterangan tertulis, diterima detikcom Minggu (7/12/2025).

    Terkait kemungkinan memasukkan terapi GLP-1 sebagai layanan yang ditanggung BPJS Kesehatan, Nadia menegaskan keputusan tersebut membutuhkan proses penilaian Health Technology Assessment (HTA). Selain itu, pemerintah perlu memastikan ketersediaan obat GLP-1 di Indonesia.

    Ia menambahkan, Kemenkes juga akan melibatkan pakar untuk mendapatkan masukan terkait penggunaan obat-obatan bagi penderita obesitas.

    GLP-1 sendiri merupakan hormon yang berperan dalam mengatur metabolisme. Adapun GLP-1 Receptor Agonist adalah kelompok obat yang umum digunakan untuk menurunkan kadar gula darah, membantu penurunan berat badan, menurunkan risiko komplikasi jantung dan ginjal, serta menurunkan risiko kematian dini pada pasien diabetes tipe 2.

    Sebelumnya diberitakan, WHO menerbitkan pedoman penggunaan terapi GLP-1 untuk menangani obesitas. Dokumen itu disusun sebagai respons atas meningkatnya permintaan dari berbagai negara yang menghadapi tantangan obesitas.

    Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan pedoman tersebut menekankan pentingnya akses terhadap terapi GLP-1 dan perlunya sistem kesehatan mempersiapkan fasilitas pendukungnya.

    “Obesitas berdampak pada semua negara dan dikaitkan dengan 3,7 juta kematian di seluruh dunia pada 2024. Tanpa tindakan tegas, jumlah orang dengan obesitas diperkirakan meningkat dua kali lipat pada 2030,” ujar Tedros dalam laman resmi WHO.

    Ia menilai obesitas menjadi awal munculnya berbagai penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2, kanker, hingga memperburuk penyakit infeksi.

    Pedoman tersebut juga menegaskan obesitas merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan komprehensif dan berkelanjutan. Tedros menekankan penggunaan obat saja tidak cukup untuk menyelesaikan krisis obesitas global.

    “Terapi GLP-1 bisa membantu jutaan orang mengatasi obesitas dan mengurangi risikonya. Namun terapi ini tetap harus disertai pendekatan lain,” ujarnya.

    Dalam pedoman tersebut, WHO memberikan dua rekomendasi utama yang bersifat kondisional:

    Terapi GLP-1 dapat digunakan untuk pengobatan obesitas jangka panjang pada orang dewasa, kecuali ibu hamil.

    Rekomendasi ini bersifat kondisional karena keterbatasan data mengenai efektivitas dan keamanan jangka panjang, biaya yang tinggi, serta kesiapan sistem kesehatan.

    Perubahan pola hidup intensif, seperti konsumsi makanan sehat dan peningkatan aktivitas fisik, wajib menjadi bagian dari terapi GLP-1.

    “Obesitas bukan hanya masalah individu, tetapi tantangan masyarakat yang memerlukan aksi multisektor,” kata Tedros.

    Kemenkes memastikan kajian penggunaan GLP-1 di Indonesia akan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut, mulai dari efektivitas, keamanan, hingga kesiapan sistem pembiayaan kesehatan nasional.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: WHO Keluarkan Pedoman Baru Syarat Terapi GLP-1 untuk Obesitas”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Ternyata 6 Buah Ini Bisa Bikin Ginjal Lebih Sehat

    Ternyata 6 Buah Ini Bisa Bikin Ginjal Lebih Sehat

    Jakarta

    Ginjal bekerja tanpa henti menyaring limbah, menyeimbangkan cairan, dan menjaga kadar nutrisi penting dalam tubuh. Asupan makanan, terutama buah-buahan, mengandung kombinasi vitamin, mineral, antioksidan, dan serat yang ampuh berperan besar dalam melindungi fungsi organ vital ini.

    “Sebuah studi mengamati data lebih dari 98 ribu peserta dan menemukan bahwa makan lebih banyak buah dikaitkan dengan risiko 6 hingga 8 persen lebih rendah terkena penyakit ginjal,” beber ahli diet, Jen Hernandez, RD, dikutip dari Eating Well.

    Namun, tidak semua buah memberi manfaat yang sama. Berikut enam buah yang dinilai paling baik untuk kesehatan ginjal menurut ahli:

    1. Anggur Merah

    Anggur merah kaya senyawa resveratrol, antioksidan yang membantu melindungi sel ginjal dari kerusakan dan peradangan. Kandungan kaliumnya juga relatif lebih rendah dibanding buah lain, sehingga lebih ramah bagi ginjal.

    2. Apel

    Apel mengandung serat larut dan senyawa antiinflamasi yang membantu menurunkan kolesterol, serta kadar gula darah. Manfaat ini penting karena diabetes dan tekanan darah tinggi, yang merupakan penyebab utama gangguan ginjal.

    3. Blueberry

    Buah beri ini kaya antosianin dan vitamin C yang bekerja sebagai antioksidan kuat. Konsumsi buah-buahan kaya flavonoid seperti blueberry diketahui dapat menurunkan risiko penyakit ginjal kronis secara signifikan.

    4. Lemon

    Lemon membantu mencegah pembentukan batu ginjal berkat kandungan sitratnya. Selain itu, menambahkan perasan lemon ke dalam air dapat meningkatkan asupan cairan, yang penting untuk fungsi ginjal optimal.

    5. Nanas

    Nanas kaya vitamin C, mangan, dan senyawa antiinflamasi, termasuk enzim bromelain. Buah ini juga memiliki kadar kalium yang lebih rendah, sehingga lebih aman bagi individu yang perlu membatasi asupan kalium.

    6. Raspberry

    Raspberry merupakan salah satu buah dengan kandungan serat tertinggi. Serat ini membantu menjaga kestabilan gula darah, faktor penting dalam melindungi ginjal, terutama pada orang dengan diabetes.

    Para ahli menekankan konsumsi buah-buahan secara rutin, disertai pola makan seimbang dan hidrasi yang cukup. Hal ini dapat membantu menjaga ginjal tetap sehat dalam jangka panjang.

    (sao/naf)