Topik: diabetes

  • Kemenkes Soroti Lingkungan ‘Obesogenik’, Bikin Gen Z Gampang Kena Diabetes!

    Kemenkes Soroti Lingkungan ‘Obesogenik’, Bikin Gen Z Gampang Kena Diabetes!

    Jakarta

    Diabetes kini tak hanya banyak dialami oleh orang dengan usia di atas 50 tahun. Penyakit ini juga dirasakan oleh usia yang lebih muda.

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, jumlah pengidap diabetes di usia muda bertambah. Meski demikian, proporsi lebih banyak masih ditemukan di usia 50 tahun.

    “Tapi di usia muda, di usia 40 tahun, itu sudah banyak yang terkena prediabetes, bahkan diabetes,” kata dr Nadia kepada detikcom, Rabu, (29/9/2025).

    Salah satu faktor yang menyebabkan diabetes di usia muda adalah gaya hidup. dr Nadia menuturkan, salah satu gaya hidup yang berkontribusi adalah konsumsi gula berlebihan.

    “Jadi prinsipnya kan (faktor) PTM (penyakit tidak menular) itu gaya hidup. Salah satu gaya hidup adalah konsumsi gula yang berlebihan,” katanya.

    Selain itu, terdapat faktor lainnya, yaitu lingkungan obesogenik, yaitu lingkungan yang cenderung membuat orang menjadi obesitas. Contohnya, kini ada kemudahan-kemudahan teknologi yang mengubah pola konsumsi masyarakat.

    “Yang tadinya kita harus jalan dulu untuk mendapatkan makanan, sekarang nggak. Yang tadinya ibu rumah tangga harus masak dulu, karena nggak ada tersedia, sekarang kan dia dengan mudah, mungkin bukan fast food ya. Kalau dulu kan isunya fast food. Sekarang kan makanan yang bukan fast food, tapi kan juga disediakan banyak dijual dan paling mudah online kan” kata dr Nadia.

    Hanya dengan memesan dan menunggu beberapa menit, makanan akan sampai. Meski memudahkan, menurut dr Nadia teknologi seperti ini bisa memicu lingkungan yang cenderung membuat orang obesitas.

    “Sehingga, teknologi-teknologi seperti itu juga membuat sisi lain itu bisa membuat lingkungan obesogenik nantinya,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/up)

  • Tren Diabetes RI Meningkat, Ahli Ingatkan Bahaya Penyakit Gula yang Tak Terkendali

    Tren Diabetes RI Meningkat, Ahli Ingatkan Bahaya Penyakit Gula yang Tak Terkendali

    Jakarta

    Konsumsi gula yang berlebihan berpotensi menyebabkan penyakit tidak menular. Salah satunya adalah diabetes melitus atau penyakit gula, yang pada akhirnya bisa memicu penyakit lainnya.

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), Kemenkes RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, tren dari diabetes atau penyakit gula tersebut terus meningkat di Indonesia. Saat ini, kurang lebih prevalensi dari penyakit gula di masyarakat Indonesia sekitar 11,7 persen.

    “Kalau kita bandingkan 10 tahun yang lalu, itu hanya 6 persen. Nah, bayangkan ya, kalau 11,7 persen kali penduduk kita 280 juta, jumlahnya luar biasa. Itu mencapai kurang lebih 30 juta penduduk,” kata dr Nadia dalam acara detikcom Leaders Forum, Jumat (31/10/2025).

    Jika tidak dikendalikan, maka diabetes bisa menyebabkan penyakit-penyakit lainnya. Sehingga hal ini penting untuk diperhatikan.

    “Kalau penyakit gula ini terus kita tidak kendalikan, ujung-ujungnya kita akan bisa terkena penyakit jantung, strok, ginjal, bahkan juga kanker. Nah, kita tahu itu adalah penyakit-penyakit yang biayanya besar, pengobatannya sendiri,” kata dr Nadia.

    dr Nadia mengingatkan, penyakit tidak menular adalah penyakit yang disebabkan karena perilaku. Salah satunya adalah sedentary lifestyle atau perilaku duduk atau berbaring sepanjang hari, di luar waktu tidur.

    “Apa-apa sekarang, kita cukup duduk manis, semua datang. Makanan datang, makanya itu perlu kita kendalikan pola konsumsi kita,” tutur dr Nadia.

    Pengendalian konsumsi gula sendiri bisa menurunkan penyakit jantung, stroke, dan penyakit tidak penular lainnya turun 50 persen. Angka harapan hidup di Indonesia juga terus meningkat, yaitu mencapai sekitar usia 72 tahun, tapi masih jauh dari negara-negara lain.

    “Kita pengen Indonesia seperti itu dengan angka harapan hidupnya semakin naik,” katanya.

    (elk/up)

  • Siasat BPOM Bantu Tekan Angka Diabetes di Indonesia, Siapkan Label Nutri-Level

    Siasat BPOM Bantu Tekan Angka Diabetes di Indonesia, Siapkan Label Nutri-Level

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Taruna Ikrar menyoroti tingginya angka kasus diabetes di Indonesia. Menurut data Kementerian Kesehatan, prevalensi diabetes di Indonesia berada di angka 11,7 persen. Jika ditotal ada sekitar 30 juta kasus diabetes di Indonesia.

    Menurut Taruna, BPOM RI sebagai salah satu pihak regulator juga memiliki peran penting dalam hal ini. Hal ini berkaitan dengan konsumsi produk minuman manis dalam kemasan.

    Oleh karena itu, pihaknya saat ini tengah menggodok aturan label nutri-level. Nantinya, label nutri-level ini bisa dijadikan petunjuk untuk memilih produk minuman yang lebih rendah gula atau tidak mengandung gula sama sekali.

    Rencananya aturan label ini akan berlaku untuk mengatur kadar gula, garam, dan lemak (GGL) pada produk kemasan. Namun, saat ini pihaknya akan berfokus terlebih dulu pada minuman manis dalam kemasan.

    “Karena memang peraturan pemerintah nomor 28, ditambah yang payung hukumnya adalah Undang-Undang Kesehatan nomor 17 tahun 2023 itu, secara tegas kita diharapkan mengatur yang kita sebut dengan nutri-level itu,” ucap Taruna dalam acara detikcom Leaders Forum, Jumat (31/10/2025).

    “Karena tiga hal inilah (GGL) yang menyebabkan penyakit tidak menular, yang sebetulnya sangat membebani ekonomi nasional kita. Data yang saya dapatkan ada 73 persen penyebab kematian di negeri kita, itu disebabkan karena penyakit non-infeksi,” sambungnya.

    Pada saat ini, penerapan label nutri-level berada di tahapan edukasi pada masyarakat dan juga pelaku industri. Ia berharap penerapan nutri-level ini bisa diterapkan sesegera mungkin.

    Taruna mengungkapkan penerapan nutri-level memerlukan harmonisasi dari berbagai pihak. Misalnya dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Kesehatan, hingga pelaku industri.

    Jika nantinya harmonisasi itu sudah tercapai, Taruna menyebut aturan label nutri-level ini akan segera dibuat aturannya.

    “Aturan-aturan itu sebetulnya telah kita wadahi. Kita sekarang sudah melakukan pendekatan ke masyarakat termasuk pelaku usaha, dan beberapa tipologi yang telah kita dapatkan masukan itu,” ujar Taruna.

    “Baik apakah kita mengaturnya dalam bentuk label-nya itu di front label, tag-nya. Kemudian apakah bentuknya kita meniru, karena kan kita juga bisa ikutin beberapa negara-negara lain, Misalnya Singapura, yang lebih fokus pada nutri-level itu,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/up)

  • Gen Z Catat! Kepala BPOM RI Ungkap Pentingnya Jaga Asupan Gula Agar Tak Berlebihan

    Gen Z Catat! Kepala BPOM RI Ungkap Pentingnya Jaga Asupan Gula Agar Tak Berlebihan

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Taruna Ikrar menyampaikan pentingnya menjaga asupan makanan dan minuman manis. Menurutnya, ini harus menjadi perhatian serius mengingat kini tren mengonsumsi makanan dan minuman manis begitu besar di Indonesia, khususnya pada anak muda.

    Ia menjelaskan konsumsi gula tambahan, dibarengi konsumsi garam dan lemak secara berlebih dapat memicu berbagai masalah kesehatan, khususnya penyakit tidak menular.

    “Ya, tentu kita ada hal yang sangat penting kita lakukan bahwa mengatur kadar gula, mengatur kadar garam dan lemak itu sangat penting karena ini merupakan awal dari berbagai penyakit tidak menular,” ucap Taruna ketika ditemui detikcom, Jumat (31/10/2025).

    “Penyakit tidak menular itu melibatkan penyakit diabetes, penyakit degeneratif dan angka kematiannya di negeri kita sangat tinggi dibanding negara lain,” sambungnya.

    Taruna menjelaskan 80 persen penyakit non-infeksi disebabkan oleh konsumsi gula berlebihan. Konsumsi gula berlebihan dapat memicu masalah diabetes, yang dikenal sebagai ‘mother of disease’.

    Komplikasi dari diabetes jika tidak ditangani dengan baik dapat memicu berbagai masalah kesehatan lain, misalnya penyakit kardiovaskular.

    “Negeri kita sudah ada 30 juta pengidap diabetes, berarti sudah 11,8 persen penduduk kita kena diabetes. Nah, mengatur kadar gula makanan ini merupakan awal dari pencegahan penyakit ini,” ungkap Taruna.

    “Penyakit diabetes itu punya dampak yang sangat signifikan. Dia merupakan penyebab nanti penyakit kardiovaskuler, penyebab penyakit stroke, penyakit jantung, penyakit hipertensi, kidney disease, dan sebagainya,” sambungnya.

    Salah satu upaya yang dilakukan BPOM RI bersama Kemenkes adalah penerapan label nutri-level untuk minuman manis kemasan. Label ini nantinya akan membantu dalam memilih produk yang lebih sehat dan rendah gula.

    Meski rencananya penerapan label ini juga meliputi gula, garam, dan lemak, pemerintah rencananya akan berfokus pada kadar gula minuman manis dalam kemasan manis terlebih dulu.

    “Sehingga dengan harapan itu, indikatornya nanti insya Allah penyakit-penyakit non-infeksi kita menurun, dan yang kedua, penyakit diabetes di negara kita juga bisa dimitigasi supaya juga menurun jumlahnya,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/up)

  • BPOM RI Ungkap Proses Harmonisasi dengan Industri Demi Terapkan Label Nutri-Level

    BPOM RI Ungkap Proses Harmonisasi dengan Industri Demi Terapkan Label Nutri-Level

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Minuman (BPOM) RI Taruna Ikrar mengungkapkan proses penerapan label nutri-level pada kemasan minuman manis berada di tahap harmonisasi dan edukasi. Sebagai informasi, label nutri-level nantinya akan akan digunakan sebagai indikator pada kemasan yang mengelompokkan jenis produk dari kadar gulanya.

    Rencananya, label nutri-level akan diterapkan pada produk makanan dan minuman kemasan yang mengandung gula garam lemak (GGL). Namun, saat ini aturan nutri-level masih difokuskan pada minuman manis dalam kemasan.

    Taruna mengatakan penerapan label-nutri level memerlukan keterlibatan banyak pihak, misalnya Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, dan khususnya pelaku industri.

    Menurutnya, harmonisasi dengan pelaku industri adalah salah satu faktor paling penting. Pihak industri tentu memerlukan reformulasi khusus pada produknya sehingga bisa memenuhi standar label nutri-level yang lebih baik.

    “Jadi kalau kita bicara tentang reformulasi, tentu itu akan dari pelaku usaha akan mengeluarkan modal lagi untuk melakukan perbaikan, penggantian, marketing, dan sebagainya,” ungkap Taruna Ikrar dalam acara detikcom Leaders Forum, Jumat (31/10/2025).

    “Kalau itu satu dua nggak seberapa, tapi ini bisa ribuan sampai jutaan produk, dan itu tentu biayanya besar. Oleh karena itu, dalam prosesnya itu kita berharap dilakukan secara bertahap,” sambungnya.

    Taruna berharap penerapan label nutri-level nantinya bisa menjadi salah satu cara untuk meningkatkan awareness terkait konsumsi gula. Dengan pemahaman yang lebih baik, konsumsi gula menurun, dan angka diabetes di Indonesia bisa menurun secara perlahan.

    Tantangan Reformulasi Bagi Industri

    CEO Nutrifood, Mardi Wu sebagai pelaku industri mengungkapkan beberapa tantangan yang akan dihadapi dalam penerapan label nutri-level. Reformulasi produk memang menjadi salah satunya.

    Mardi mengatakan pihaknya selaku pelaku industri ingin membuat sebanyak mungkin produk di level A dan B. Namun di sisi lain, produk yang direformulasikan juga tetap harus bisa diterima oleh masyarakat.

    “Untuk bisa mengurangi gula, karakter tiap-tiap makanan itu memang beda-beda. Minuman dengan pH yang lebih rendah, yang lebih asam, itu butuh gula yang cukup banyak untuk bisa diterima, untuk diminum,” katanya dalam kesempatan yang sama.

    Mardi menegaskan komitmennya sebagai pelaku usaha untuk menghadirkan produk-produk sehat. Mardi mengatakan sebagian besar produk yang dimilikinya sudah berada dalam kategori yang lebih sehat dan siap mengikuti regulasi.

    Mardi juga menekankan proses edukasi terkait label nutri-level yang sebaiknya dilakukan secara bertahap. Dengan cara ini, diharapkan nantinya masyarakat lebih menerima dan tidak kaget setelah aturan diberlakukan, ditambah reformulasi yang dilakukan oleh pihak industri.

    “Kalau langsung itu kaget, lidah kita itu mungkin nggak akan segampang itu orang akan cari pelariannya gitu. Jadi intinya mungkin kita perlu harmonisasi gimana supaya strateginya, intinya ujungnya sama,” tandas Mardi.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/up)

  • BPOM Siapkan Label ‘Nutri Level’ untuk Produk Pangan Olahan, Ada Label A-B-C-D

    BPOM Siapkan Label ‘Nutri Level’ untuk Produk Pangan Olahan, Ada Label A-B-C-D

    Jakarta

    Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI tengah menyiapkan penerapan label “Nutri Level” untuk produk pangan olahan. Label ini akan menandai kadar gula, garam, dan lemak dalam produk dengan sistem huruf A-D dan warna hijau hingga merah.

    Kepala BPOM Prof Taruna Ikrar mengatakan, langkah ini diambil untuk menekan tingginya angka penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia. Menurut Taruna, kebijakan ini merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 28 dan UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.

    “Kondisi masyarakat kita lumayan besar ya, 30 jutaan penduduk punya peluang menderita diabetes. Itu angka yang sangat besar, enam kalinya penduduk Singapura,” ujarnya.

    Ia menyebut, 73 persen penyebab kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit tidak menular yang erat kaitannya dengan pola konsumsi masyarakat. Karena itu, Nutri Level diharapkan dapat membantu publik memilih makanan yang lebih sehat.

    Tahap awal Nutri Level akan difokuskan pada produk tinggi gula, sebelum diterapkan pula pada garam dan lemak. Aturannya kini tengah difinalisasi.

    “Draft-nya sudah rampung, kami tinggal menunggu harmonisasi dengan kementerian terkait,” tambahnya.

    Label Warna Hijau hingga Merah

    Sistem Nutri Level nantinya akan menampilkan kode warna dan huruf untuk menandai kategori produk:

    A (hijau): kandungan gula di bawah standar, tergolong sehat.B (hijau muda): masih dalam batas sehat, tetapi mendekati ambang batas.C (oranye): sudah perlu diwaspadai.D (merah): menunjukkan kandungan gula berlebihan.

    “Kalau sudah mulai dari C ke D, masyarakat diharapkan mulai waspada. Kita ingin masyarakat menjadi cerdas untuk memilih makanan mana yang tepat untuk mereka,” ujar Taruna.

    Tahap awal penerapan Nutri Level akan difokuskan pada produk dengan kandungan gula, sebelum nantinya diperluas untuk garam dan lemak.

    “Untuk sementara kita gula dulu, tentang garam dan lemak selanjutnya akan berjalan,” ucap Prof Taruna.

    Diabetes Naik Dua Kali Lipat dalam 10 Tahun

    Dari sisi kesehatan masyarakat, dr Nadia Tarmidzi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, menyoroti tren peningkatan kasus diabetes yang cukup tajam.

    “Saat ini prevalensi penyakit gula di masyarakat Indonesia 11,7 persen. Kalau dibandingkan 10 tahun lalu, itu hanya 6 persen,” ujar Nadia.

    Dengan populasi Indonesia sekitar 280 juta jiwa, artinya ada lebih dari 30 juta penduduk yang hidup dengan diabetes atau berisiko tinggi mengalaminya.

    “Kalau penyakit gula ini tidak kita kendalikan, ujung-ujungnya bisa menyebabkan penyakit jantung, stroke, ginjal, bahkan kanker. Dan itu semua penyakit yang biayanya besar,” jelasnya.

    Ia menambahkan, penyakit tidak menular umumnya dipicu oleh perilaku dan pola konsumsi.

    “Kita sekarang hidup serba duduk manis, semua datang, makanan datang. Jadi perlu kita kendalikan pola konsumsi kita,” tegas Nadia.

    Halaman 2 dari 3

    (kna/up)

  • Diabetes Tak Selalu Bergejala, Ini Saran Dokter Buat yang Doyan Manis

    Diabetes Tak Selalu Bergejala, Ini Saran Dokter Buat yang Doyan Manis

    Jakarta

    Konsumsi gula berlebihan dikaitkan dengan penyakit diabetes. Sayangnya, banyak orang yang tak sadar jika sudah mengonsumsi gula melebihi batas yang dianjurkan.

    Spesialis Penyakit dalam Brawijaya Hospital, dr Erpryta Nurdia Tetrasiwi, SpPD, mengatakan, skrining kesehatan penting dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya dampak konsumsi gula berlebih. Dengan mengetahui kadar gula darah, maka pola hidup yang sebelumnya mungkin tidak sehat bisa langsung diubah.

    “Kalau masalah gula harus cek lab, tentu saja. Tidak hanya gula sewaktu, jadi harus diagnosis untuk diabetes mellitus itu, paling tidak ada gula darah puasa, atau namanya HbA1c, ya itu adalah rata kadar gula darah 2-3 bulan terakhir, dimana kita jadi tahu, ‘oh saya ini aman gak sih?’ Atau saya masuk ke prediabetes, atau saya sudah diabetes, seperti itu,” kata dr Erpryta dalam acara detikcom Leaders Forum, Jumat (31/10/2025).

    Setelah melakukan pengecekan kadar gula darah, kesadaran diri akan muncul. Dari sanalah seseorang bisa memulai untuk membedakan makanan yang sehat dan tidak sehat. Menurut dr Erpryta, salah satu hal yang paling utama dari pencegahan penyakit tidak menular adalah lifestyle modification.

    “Dari pertama adalah diet. Diet itu bukan berarti tidak makan, tapi tahu apa yang dimakan,” tutur dr Erpryta.

    Penting untuk mengetahui asupan gula yang dianjurkan. Kementerian Kesehatan menyarankan batas konsumsi gula garam dan lemak yakni 50 gram per hari atau setara dengan 4 sendok makan.

    Pencegahan selanjutnya yang bisa dilakukan adalah melakukan aktivitas fisik. Olahraga yang disarankan yaitu 3 sampai 5 kali seminggu, dengan durasi 30 menit- sampai 45 menit.

    “Kalau bisa paling tidak 150 menit sehari. Dan ini ada catatannya, kalau memungkinkan jangan ada jeda 2 hari berturut-turut, misalnya hari ini olahraga, hari ini olahraga, besok istirahat bentar, boleh deh, tapi kalau bisa usahakan besok olahraga lagi. Seperti itu, dan jangan lupa untuk re-evaluasi berkala, karena kalau sekali doang ya percuma,” dr Erpryta mengingatkan.

    dr Erpryta bercerita, banyak pasien yang datang untuk memeriksakan kadar gula darah berkala, tapi tidak memerhatikan hasilnya. Mereka menganggap prosedur tersebut hanya formalitas semata. Ketika sadar, dirinya sudah prediabetes.

    “Jadi ini akumulasi, jadi semakin dini kita mengetahui, semakin kita bisa lifestyle modification, semakin kita bisa insya Allah hidup sehat,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/up)

  • Awas! 6 Tanda Tubuh Ini Bisa Jadi Sinyal Masalah Jantung, Jangan Diabaikan

    Awas! 6 Tanda Tubuh Ini Bisa Jadi Sinyal Masalah Jantung, Jangan Diabaikan

    Jakarta

    Tidak semua gangguan jantung muncul dengan gejala yang mudah dikenali. Beberapa tanda gangguan jantung bahkan tidak terasa di area dada, sehingga sering kali sulit dibedakan dengan keluhan biasa.

    “Kalau tidak yakin, periksa saja,” kata dr Charles Chambers, MD, Direktur Cardiac Catheterization Laboratory di Penn State Hershey Heart and Vascular Institute.

    Hal yang sama disampaikan oleh dr Vincent Bufalino, juru bicara American Heart Association. Ia menekankan bahwa kewaspadaan perlu ditingkatkan terutama pada individu yang berusia di atas 60 tahun, memiliki berat badan berlebih, atau menderita diabetes, kolesterol tinggi, dan tekanan darah tinggi.

    “Semakin banyak faktor risiko yang Anda miliki, semakin Anda harus khawatir tentang apa pun yang mungkin berhubungan dengan jantung,” katanya.

    Dikutip dari WebMD, berikut enam tanda tubuh yang bisa jadi sinyal masalah jantung.

    1. Nyeri atau Ketidaknyamanan di Dada

    Ini merupakan tanda paling umum dari masalah jantung. Jika pembuluh arteri tersumbat atau terjadi serangan jantung, seseorang dapat merasakan nyeri, tekanan, atau sensasi tertekan di dada.

    “Setiap orang menggambarkannya dengan cara berbeda,” jelas dr Chambers. “Ada yang merasa seperti ada beban berat menekan dada, ada juga yang menggambarkannya seperti rasa terbakar atau dicubit.”

    Rasa nyeri ini biasanya berlangsung lebih dari beberapa menit dan bisa muncul saat istirahat maupun aktivitas. Jika nyerinya terasa hanya sesaat atau muncul saat area dada ditekan, kemungkinan besar bukan berasal dari jantung, namun tetap perlu diperiksa oleh dokter.

    Bila nyerinya berat dan tidak kunjung hilang, penting untuk segera menghubungi layanan darurat, karena bisa menjadi tanda serangan jantung. Perlu diingat, serangan jantung tidak selalu menimbulkan nyeri dada, terutama pada wanita.

    2. Mual, Gangguan Pencernaan, atau Nyeri Perut

    Sebagian orang mengalami mual, mulas, atau nyeri perut saat mengalami serangan jantung, bahkan bisa sampai muntah. Gejala seperti ini lebih sering dialami oleh wanita dibandingkan pria.

    Tentu saja, gangguan pencernaan bisa disebabkan oleh hal lain, seperti makanan. Namun jika gejala ini muncul pada orang dengan risiko penyakit jantung, sebaiknya tidak diabaikan dan segera diperiksa, terutama jika disertai gejala jantung lainnya.

    3. Nyeri Menjalar ke Lengan

    Rasa nyeri yang menjalar ke lengan kiri juga merupakan tanda klasik serangan jantung.

    “Biasanya nyeri dimulai dari dada lalu menyebar ke luar,” kata dr Chambers.

    Namun, ada juga pasien yang hanya merasakan nyeri di lengan, dan setelah diperiksa, ternyata mengalami serangan jantung.

    4. Pusing atau Kepala Terasa Ringan

    Ada banyak hal yang bisa membuat seseorang merasa pusing atau kehilangan keseimbangan sesaat, seperti kurang makan, dehidrasi, atau berdiri terlalu cepat.

    Namun, bila rasa pusing muncul tiba-tiba disertai nyeri dada atau sesak napas, segera cari pertolongan medis.

    Menurut dr Bufalino, kondisi ini bisa menandakan penurunan tekanan darah akibat jantung yang tidak memompa darah secara optimal.

    5. Nyeri di Tenggorokan atau Rahang

    Secara umum, nyeri di tenggorokan atau rahang tidak selalu berhubungan dengan jantung. Biasanya disebabkan oleh otot tegang, pilek, atau masalah sinus.

    Namun, bila rasa nyeri atau tekanan di dada menjalar ke tenggorokan atau rahang, hal itu bisa menjadi tanda serangan jantung. Segera cari pertolongan medis untuk memastikan penyebabnya.

    6. Mudah Lelah atau Cepat Lemas

    Jika seseorang tiba-tiba merasa mudah lelah atau sesak saat melakukan aktivitas ringan yang sebelumnya tidak menimbulkan masalah, seperti naik tangga atau membawa belanjaan, hal ini bisa menjadi tanda awal gangguan jantung.

    “Perubahan signifikan seperti ini lebih penting diperhatikan dibanding keluhan kecil sehari-hari,” ujar dr Bufalino.

    Kelelahan ekstrem atau rasa lemah tanpa sebab yang jelas selama beberapa hari juga dapat menjadi indikasi penyakit jantung, terutama pada wanita.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/suc)

  • Aritmia Picu Stroke Ringan, Dokter Wanti-wanti Generasi Muda Juga Bisa Kena

    Aritmia Picu Stroke Ringan, Dokter Wanti-wanti Generasi Muda Juga Bisa Kena

    Jakarta

    Psikolog anak Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto tengah menjalani perawatan karena stroke ringan. Belakangan, Kak Seto juga diketahui mengalami aritmia, atau gangguan irama jantung.

    Ia sempat mengeluhkan gejala seperti pusing dan linglung beberapa hari sebelum memeriksakan diri. Apa kaitan keduanya?

    Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dr. Vito A. Damay, SpJP, MKes, FIHA, FAsCC, menjelaskan aritmia, terutama atrial fibrilasi (AF), merupakan salah satu kondisi yang dapat memicu stroke karena aliran darah di jantung tidak stabil.

    “Pada aritmia seperti AF, jantung berdenyut tidak teratur sehingga aliran darah melambat dan dapat terbentuk trombus atau bekuan darah di dalam jantung. Bekuan ini dapat lepas dan menyumbat pembuluh darah otak, sehingga memicu stroke,” beber dr Vito kepada detikcom Kamis (30/10/2025).

    Ia menambahkan, kelemahan otot jantung (heart failure) juga bisa memicu terbentuknya bekuan darah serupa, sehingga meningkatkan risiko stroke.

    “Jadi bukan cuma orang tua yang bisa mengalami ini. Memang makin bertambah usia risikonya meningkat, tapi pada usia muda pun bisa terjadi, terutama bila ada faktor risiko lain seperti hipertensi, diabetes, obesitas, kolesterol tinggi, merokok, sumbatan jantung atau kelemahan pompa jantung,” lanjut dia.

    Kenapa Anak Muda Juga Berisiko?

    dr Vito mengingatkan aritmia bisa muncul tanpa gejala. Banyak orang baru mengetahuinya setelah pemeriksaan kesehatan rutin atau setelah mengalami keluhan lebih lanjut.

    “Karena itu, deteksi check up jantung sesuai usia dan kondisi klinis dan penanganan aritmia atau obat pengencer darah penting, agar kita bisa mencegah komplikasi seperti stroke,” bebernya.

    Perubahan pola hidup modern, kurang tidur, stres, konsumsi kafein berlebihan, hingga makanan tinggi gula dan lemak, juga semakin memperbesar risiko ini.

    Gejala Aritmia

    Dikutip dari Mayo Clinic, aritmia mungkin tidak menimbulkan gejala apapun. Detak jantung yang tidak teratur mungkin baru diketahui saat pemeriksaan kesehatan karena alasan lain.

    Gejala aritmia dapat meliputi:

    Rasa berdebar, berdebar-debar, atau berdebar kencang di dada.

    Detak jantung cepat.

    Detak jantung lambat.Nyeri dada.Sesak napas.Gejala lain dapat meliputi:Kecemasan.Merasa sangat lelah.Pusing atau sakit kepala ringan.Berkeringat.Pingsan atau hampir pingsan.

    Kapan harus ke dokter?

    Jika merasa jantung berdetak terlalu cepat atau terlalu lambat, atau melewatkan satu detak pun, segera melakukan pemeriksaan kesehatan. Dapatkan perawatan medis darurat jika Anda mengalami gejala-gejala nyeri dada, sesak napas, pingsan.

    Halaman 2 dari 3

    (naf/kna)

  • Ancaman Gula Berlebih: Manis Sesaat, Diabetes Sepanjang Hayat

    Ancaman Gula Berlebih: Manis Sesaat, Diabetes Sepanjang Hayat

    Jakarta

    Diabetes, ‘ibu dari segala penyakit’ yang bisa memicu komplikasi sejumlah penyakit seperti stroke, jantung, gagal ginjal, mulai mengintai usia muda. Pola makan tinggi gula, garam, dan lemak (GGL) menjadi salah satu faktor pemicu utamanya.

    Survei Kementerian Kesehatan menunjukkan sebanyak 29,7 persen penduduk Indonesia mengonsumsi pangan dengan kandungan GGL melampaui batas rekomendasi. Kondisi ini berpotensi memperburuk tren peningkatan kasus diabetes yang mulai banyak menyerang usia produktif.

    Salah satu upaya yang tengah disiapkan pemerintah adalah penerapan label informasi gizi atau rencananya ‘Nutri-level’ pada produk pangan olahan dan pangan siap saji.

    Melalui sistem Nutri Level, konsumen dapat dengan cepat mengetahui seberapa tinggi kandungan GGL pada suatu produk, dengan melihat warna serupa ‘traffic light’. Pendekatan kebijakan yang juga dipilih di beberapa negara lain, termasuk Singapura. Warna hijau menandakan kandungan rendah GGL, sementara merah sebaliknya.

    Langkah ini diharapkan bisa mendorong masyarakat untuk merubah pola makan menjadi lebih sehat.

    “Penerapan kewajiban pencantuman Nutri Level dilakukan secara bertahap. Untuk tahap pertama, ditargetkan pada minuman siap konsumsi dengan kandungan GGL level C dan D,” beber Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Taruna Ikrar, dalam satu kesempatan.

    Kebijakan ini akan diselaraskan antara BPOM dan Kementerian Kesehatan, agar regulasi pangan olahan dan pangan siap saji berjalan seiring dan saling memperkuat.

    Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmizi juga menekankan perubahan perilaku konsumsi perlu dilakukan sedini mungkin.

    “Anak muda sekarang rentan karena gaya hidupnya serba instan dan banyak konsumsi minuman tinggi gula. Tanpa intervensi kebijakan seperti Nutri Level, risiko diabetes akan terus meningkat di usia muda,” jelas dia.

    Upaya ini juga diharapkan dapat mendorong transparansi industri pangan dan menciptakan ekosistem yang lebih sehat, baik bagi konsumen maupun pelaku usaha.

    Lebih detail tentang rencana penerapan Nutri Level di Indonesia, detikcom Leaders Forum kembali hadir dengan tema ‘Ancaman Gula Berlebih: Manis Sesaat, Diabetes Sepanjang Hayat‘. Akan hadir sebagai pembicara, Kepala BPOM Taruna Ikrar, Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi, CEO Nutrifood Mardi Wu mewakili pelaku usaha pangan, dan praktisi klinis – dokter spesialis penyakit dalam Brawijaya Hospital dr Erpryta Nurdia Tetrasiwi, SpPD.

    Nantikan penayangannya, Jumat (31/10/2025) di detikcom.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)