Topik: diabetes

  • Ahli Bedah Saraf Beberkan Gejala Stroke ‘Tersembunyi’ pada Usia Muda, Perlu Waspada!

    Ahli Bedah Saraf Beberkan Gejala Stroke ‘Tersembunyi’ pada Usia Muda, Perlu Waspada!

    Jakarta

    Stroke dapat terjadi dalam sekejap mata, sesaat ketidakseimbangan, penglihatan kabur, bicara cadel. Dan dalam hitungan menit, otak kekurangan oksigen, sel-sel mulai mati, dan mengalami keterbatasan mobilitas hingga kemampuan bicara.

    Ahli bedah saraf dr Sunil Kutty dari Sakit New Era di Navi Mumbai, mengatakan kunci untuk bertahan hidup adalah pengenalan dan tindakan cepat.

    “Stroke membutuhkan penanganan yang tepat waktu. Oleh karena itu, pengenalan dan tindakan cepat dapat sangat berpengaruh dalam mencegah kecacatan atau kematian akibat stroke,” tuturnya, dikutip dari Times of India.

    Banyak orang tidak menyadari stroke tidak lagi terbatas pada orang dewasa yang lebih tua. Orang-orang muda juga semakin rentan, tertama saat faktor risiko tersembunyi seperti gangguan tidur yang tidak disadari.

    “Stroke terjadi saat aliran darah ke otak tersumbat atau pembuluh darah pecah, sehingga memutus suplai oksigen. Hal ini menyebabkan sel-sel otak mati dalam hitungan menit yang mengakibatkan konsekuensi yang mengancam jiwa,” jelas Dr Sunil.

    “Stroke merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kecacatan jangka panjang di seluruh negeri,” sambungnya.

    Gejala Tersembunyi

    Terdapat faktor risiko Obstructive Sleep Apnea (OSA) yang serius, tetapi kurang disadari. dr Amit Kulkarni dari Rumah Sakit Sakra World di Bengaluru menunjukkan hal ini sebagai faktor ‘diam-diam’ penyebab stroke, bahkan pada pasien yang lebih muda.

    “Sekitar 50-70 persen orang yang mengalami stroke juga menderita apnea tidur. OSA kini diakui sebagai salah satu faktor risiko utama stroke berulang,” terangnya.

    Sebuah studi penting tahun 2005 di New England Journal of Medicine menemukan OSA, atau henti napas saat tidur, secara independen meningkatkan risiko stroke atau kematian (rasio bahaya ~1,97), bahkan setelah disesuaikan dengan hipertensi dan diabetes.

    Baru-baru ini, sebuah tinjauan tahun 2019 di Sleep Disorders & Stroke mencatat bahwa OSA harus diskrining secara rutin pada pasien stroke karena prevalensinya yang tinggi dan implikasi pengobatannya.

    “Bahkan di kalangan dewasa muda, OSA muncul sebagai penyebab utama stroke berulang. Jika OSA tidak diobati pada pasien yang pernah mengalami stroke, terdapat kemungkinan 50% kekambuhan dalam dua tahun.”

    Intinya adalah bahwa mendengkur, mengantuk di siang hari, dan napas tersengal-sengal saat tidur bukan hanya gejala yang mengganggu. Gejala-gejala tersebut bisa menjadi tanda bahaya risiko stroke yang serius.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Neurolog Ungkap Sakit Kepala Seperti Ini Bisa Jadi Tanda Gejala Stroke”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/suc)

  • Tantangan Implementasi Label Nutri-Level demi Indonesia Lebih Sehat

    Tantangan Implementasi Label Nutri-Level demi Indonesia Lebih Sehat

    Jakarta

    Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan label Nutri-Level untuk produk pangan olahan. Label ini nantinya menampilkan informasi kadar gula, garam, dan lemak dengan tanda huruf A-D serta warna hijau hingga merah, mirip seperti sistem Nutri-Grade di Singapura.

    Langkah ini diharapkan membantu masyarakat memilih produk yang lebih sehat sekaligus menekan risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, jantung, dan stroke.

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Prof Taruna Ikrar, menjelaskan bahwa regulasi Nutri-Level merupakan tindak lanjut dari UU Kesehatan No.17 Tahun 2023 dan PP No.28 tentang pangan olahan.

    “73 persen penyebab kematian di negeri kita berasal dari penyakit non-infeksi. Sebagian besar dipicu oleh konsumsi gula, garam, dan lemak berlebih. Karena itu, kami mengatur sistem Nutri-Level agar masyarakat bisa lebih cerdas memilih makanan,” ujarnya.

    Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, dr Nadia Tarmizi, menambahkan bahwa tren diabetes di Indonesia meningkat signifikan.

    “Prevalensinya kini mencapai 11,7 persen, naik hampir dua kali lipat dibanding sepuluh tahun lalu. Kalau tidak dikendalikan, dampaknya bisa ke jantung, stroke, ginjal, bahkan kanker,” kata Nadia.

    detikcom Leaders Forum Ancaman Gula Berlebih Foto: Rifkianto Nugroho/detikHealth

    Reformulasi Produk untuk Implementasi

    Di balik semangat besar kebijakan ini, pelaku industri menilai ada sejumlah tantangan teknis yang perlu diperhatikan, terutama dalam hal reformulasi produk.

    CEO Nutrifood, Mardi Wu, mengatakan bahwa menurunkan kadar gula bukan sekadar mengurangi takarannya.

    “Setiap produk punya karakteristik berbeda. Misalnya minuman dengan pH rendah atau asam, kalau gulanya terlalu sedikit, rasanya tidak bisa diterima. Akhirnya konsumen lari ke produk lain yang malah lebih tidak sehat,” jelasnya.

    Selain reformulasi, edukasi konsumen juga dianggap krusial. Menurut Mardi, penting untuk masyarakat menyadari pentingnya Nutri Level yang nanti akan diterapkan. Sebab jika masyarakat tidak memahami pentingnya mengurangi kadar gula sejak awal, implementasi Nutri Level ini tidak akan berjalan seperti yang diharapkan.

    “Kalau masyarakat tidak tahu cara membaca label, percuma sistem ini dibuat. Literasi gizi itu penting supaya orang paham mana yang sehat dan mana yang tidak,” tegas Mardi.

    Dengan penerapan label Nutri-Level dan dukungan pelaku industri, diharapkan masyarakat Indonesia semakin sadar akan pentingnya mengatur konsumsi harian gula, garam, dan lemak. Langkah ini menjadi bagian penting menuju Indonesia yang lebih sehat dan produktif.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/up)

  • Awas Diabetes! Ini Batas Konsumsi Gula yang Aman Menurut Kemenkes

    Awas Diabetes! Ini Batas Konsumsi Gula yang Aman Menurut Kemenkes

    Jakarta

    Konsumsi gula berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit diabetes. Tak hanya dialami oleh orang dengan usia di atas 50 tahun, kini diabetes juga banyak dialami oleh usia muda.

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), Kemenkes RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid menyoriti tingginya konsumsi gula melebihi batas normal.

    “Kita bisa lihat di survei-survei kesehatan kita kan, berapa persen tuh? 50 persen masyarakat kita konsumsinya lebih dari batas normal yang seharusnya dia minum gitu,” kata dr Nadia dalam wawancara dengan detikcom, Jumat (31/10/2025).

    Menurut dr Nadia, rasa manis seperti adiksi, semakin sering merasakan manis, maka semakin membutuhkan yang lebih manis. Sebaliknya, jika tidak terbiasa dengan yang manis maka akan lebih sensitif merasakannya.

    “Kalau kita sudah biasa tidak manis, dikasih yang manis, itu kan kita merasa kayak manis banget,” ungkap dr Nadia.

    Untuk itu, Kementerian Kesehatan memiliki kampanye maksimal asupan 4 sendok makan gula dalam sehari. Sementara, untuk garam 1 sendok dan lemak 5 sendok sehari.

    “Kan sumbernya bukan hanya gula pasir kan, makanan lain itu intinya juga ada yang mengandung gula. Makanya kita mencoba untuk menurunkan dulu deh rasa manisnya,” tambahnya.

    Jika masyarakat bisa mematuhi asupan gula yang dianjurkan, maka risiko terkena penyakit tidak menular juga akan menurun.

    “Kalau kemudian kita bisa mengendalikan konsumsi gula. Itu penyakit jantung, stroke, dan penyakit-penyakit akibat penyakit tidak menular itu bisa turun 50 persen,” tambahnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kenali Tanda-tanda Gejala Diabetes di Pagi Hari”
    [Gambas:Video 20detik]
    (elk/up)

  • Kemenkes Bicara Kebiasaan Minum Manis Warga +62, Penyumbang 30 Persen Kasus Diabetes

    Kemenkes Bicara Kebiasaan Minum Manis Warga +62, Penyumbang 30 Persen Kasus Diabetes

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman manis menjadi salah satu penyumbang tingginya kasus diabetes melitus di Indonesia. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi menuturkan prevalensi kasus diabetes Indonesia saat ini sebanyak 11,7 persen.

    Jika ditotal, kasus diabetes di Indonesia diperkirakan berada di angka sekitar 30 juta orang. dr Nadia menjelaskan pola konsumsi dari luar seperti mengonsumsi minuman manis dalam kemasan menyumbang sekitar 30 persen dari keseluruhan kasus diabetes.

    Oleh karena itu, pihaknya mendorong penerapan label nutri-level di produk minuman manis untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terkait konsumsi gula.

    “Kalau konsumsi dari luar itu 30 persen, tapi kemudian kan kita mau edukasi masyarakat,” ungkap dr Nadia pada detikcom, di Jakarta Selatan, Jumat (31/10/2025).

    “Kita belajar dari negara-negara lain, mereka juga mengaturnya dari makanan kemasan. Sebenarnya ini mau nitipin edukasi. Edukasi yang paling mudah kita bisa sama-sama lakukan menempelkan label pada produk makanan,” sambungnya.

    Proses penerapan label nutri-level pada kemasan produk minuman akan dilakukan secara bertahap dan saat ini sudah memasuki tahap edukasi. dr Nadia menegaskan label ini bukan untuk melarang konsumsi produk yang memiliki level ‘merah’.

    Label ini diberikan untuk memudahkan mengukur jumlah konsumsi gula harian agar nantinya tidak berlebihan.

    “Tidak ada larangan. Kalau mau makan 3-4 kali yang merah juga tidak apa-apa. Tapi mungkin kan besok Anda puasa atau olahraga, silahkan. Tapi artinya pola-pola itu yang sebenarnya kita inginkan,” sambung dr Nadia.

    dr Nadia mengatakan pola konsumsi tinggi gula garam lemak (GGL) paling banyak terjadi di rumah tangga. Misalnya, dari makanan atau minuman yang dibuat dan dikonsumsi sendiri.

    Rencana jangka panjangnya, label nutri-level akan diterapkan pada produk tinggi GGL, bukan tinggi gula saja. Selain itu, makanan siap saji rencananya juga akan masuk dalam aturan tersebut.

    Namun, dr Nadia menuturkan saat ini pihaknya bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI tengah berfokus pada minuman manis dalam kemasan terlebih dahulu. Implementasi dilakukan secara perlahan sambil melakukan edukasi pada masyarakat serta koordinasi dengan pihak industri.

    “Jadi itu yang sebenarnya kita coba turunkan pelan-pelan. Jadi dua yang dibangun. Pemerintah memberikan informasi, masyarakat juga paham bahwa apa sih yang dia konsumsi,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kenali Tanda-tanda Gejala Diabetes di Pagi Hari”
    [Gambas:Video 20detik]
    (avk/up)

  • Berapa Sih Batas Aman Konsumsi Gula Harian? Pria dan Wanita Ternyata Beda Lho

    Berapa Sih Batas Aman Konsumsi Gula Harian? Pria dan Wanita Ternyata Beda Lho

    Jakarta

    Gula memang menjadi salah satu sumber energi utama bagi tubuh, namun konsumsi berlebihan justru bisa meningkatkan risiko penyakit kronis seperti diabetes.

    Dokter spesialis penyakit dalam Brawijaya Hospital, dr Erpryta Nurdia Tetrasiwi, SpPD, mengingatkan diabetes kerap disebut sebagai silent killer karena sering kali tidak menimbulkan gejala. Padahal, kerusakan akibat penyakit tersebut bisa memicu komplikasi serius, seperti stroke hingga jantung.

    Karenanya, penting untuk membatasi konsumsi gula untuk menghindari penyakit diabetes. dr Pryta mengatakan berbagai penelitian menunjukkan pembatasan konsumsi gula sejak dini, bahkan sejak masa kehamilan, dapat menurunkan risiko anak terkena diabetes di kemudian hari.

    Lantas, berapa batas aman konsumsi gula per hari?

    dr Pryta menjelaskan, Kementerian Kesehatan RI dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan asupan gula harian tidak lebih dari 10 persen dari total kebutuhan kalori, atau setara dengan maksimal 50 gram per hari (sekitar 4 sendok makan) bagi orang dewasa dengan kebutuhan kalori 2.000 kkal.

    Dikutip dari laman resminya, WHO menyebut mengurangi asupan gula hingga di bawah 5 persen dari total kebutuhan kalori harian, atau sekitar 25 gram per hari, akan memberikan manfaat yang lebih baik.

    “Jadi sepenting itu untuk membatasi asupan gula kita,” ucapnya dalam acara detikcom Leaders Forum, Jumat (31/10/2025).

    Sementara itu, American Heart Association (AHA) memberikan panduan yang lebih spesifik berdasarkan jenis kelamin. Menurut AHA, pria disarankan tidak mengonsumsi lebih dari 36 gram gula per hari, sedangkan wanita sebaiknya tidak lebih dari 25 gram.

    “Which is itu secara scientific terbukti untuk mencegah segala macam penyakit terutama diabetes,” katanya lagi.

    (suc/up)

  • Ini BPIH Reguler Pelaksanaan Haji 2026 di Pamekasan

    Ini BPIH Reguler Pelaksanaan Haji 2026 di Pamekasan

    Pamekasan (beritajatim.com) – Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Reguler pada pelaksanaan ibadah haji 2026 atau 1447 Hijriah, mencapai angka sebesar Rp 87.409.365 bagi setiap jemaah reguler dari total porsi yang ditetapkan sebesar Rp 54.193.806 atau sekitar 62 persen dari total keseluruhan biaya.

    “Jumlah pembayaran akhir akan disesuaikan dengan setoran awal beserta saldo virtual account jemaah di BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji). Setelah diperhitungkan dengan setoran awal dan saldo rata-rata sekitar Rp 2,7 juta, maka jumlah yang harus dibayar jemaah calon haji diperkirakan sekitar Rp 26,49 juta,” kata Kasi Haji dan Umrah Kemenag Pamekasan, Abdul Halim, Sabtu (1/11/2025).

    Selain itu, setiap jemaah haji juga akan mendapatkan biaya living cost sebesar Rp 3,3 juta untuk kebutuhan selama berada di tanah suci Makkah. “Provinsi Jawa Timur memperoleh kuota haji reguler terbanyak dalam skala nasional, yakni sebesar 42.409 jemaah. Besaran kuota ini mempertimbangkan daftar tunggu yang cukup panjang,” ungkapnya.

    “Karena itu, kami akan memperkuat sosialisasi, pendampingan dan monitoring proses pelunasan biaya haji, sehingga seluruh tahapan berjalan tertib dan transparan. Selain kesiapan administrasi dan finansial, aspek kesehatan calon jemaah juga menjadi perhatian utama sesuai ketentuan Kemenkes RI, meliputi fisik, mental, kognitif dan kemampuan beraktivitas sehari-hari,” jelasnya.

    Hasil evaluasi penyelenggaraan haji pada 2025, sekitar 80,4 persen calon jemaah haji memiliki komorbiditas seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung atau gangguan paru. Termasuk beberapa kondisi medis yang tidak memenuhi kriteria istitha’ah, di antaranya gagal ginjal yang membutuhkan dialisis, penyakit jantung berat, penyakit paru kronis yang memerlukan oksigen terus-menerus, kehamilan, kanker dengan terapi aktif, dan gangguan neurologis berat.

    “Karena itu kami sangat mendorong pemeriksaan kesehatan sejak dini, sehingga beberapa faktor resiko bisa dikendalikan sejak masih berada di tanah air. Hal ini tentunya penting demi menjaga keselamatan jemaah, khususnya demi kelancaran pelaksanaan ibadah selama berada di tanah suci,” tegasnya.

    Penetapan BPIH maupun penguatan pemeriksaan kesehatan bagi para calon jemaah tersebut, juga diharapkan dapat menjadi motivasi bagi para calon jemaah agar bisa mempersiapkan diri dengan baik. “Namun untuk keputusan final besaran pelunasan masih menunggu Kepres (Keputusan Presiden) tentang BPIH, diperkirakan terbit pada pekan kedua November 2025,” imbuhnya.

    “Oleh karena itu kami berharap seluruh calon jemaah asal Pamekasan, dapat segera mempersiapkan diri lebih matang, baik secara fisik maupun finansial, khususnya menjelang keberangkatan musim haji 2026 mendatang,” pungkasnya. [pin/kun]

  • Ning Faiq Beri Suntikan Semangat bagi Kader Kesehatan Puskesmas Pesantren 2 Kota Kediri di Hutan Kota Joyoboyo

    Ning Faiq Beri Suntikan Semangat bagi Kader Kesehatan Puskesmas Pesantren 2 Kota Kediri di Hutan Kota Joyoboyo

    Kediri (beritajatim.com) – Ketua TP PKK Kota Kediri, Faiqoh Azizah Muhammad Qowimuddin atau Ning Faiq, memberikan suntikan semangat kepada para kader kesehatan dalam kegiatan Pemberdayaan Kader Kesehatan Wilayah Kerja UPT Puskesmas Pesantren II yang digelar di Hutan Kota Joyoboyo, Jumat (31/10/2025). Acara berlangsung penuh keceriaan, diwarnai interaksi hangat dan tawa para kader yang antusias mengikuti setiap sesi kegiatan.

    Dalam sambutannya, Ning Faiq menyampaikan apresiasi tinggi kepada seluruh kader kesehatan di Kota Kediri, khususnya di wilayah kerja Puskesmas Pesantren 2, yang selama ini berperan aktif dalam mendekatkan layanan kesehatan kepada masyarakat. “Saya sampaikan apresiasi dan terima kasih pada seluruh kader kesehatan di Kota Kediri, khususnya di wilayah kerja UPT Puskesmas Pesantren 2. Telah berdedikasi tinggi dalam mendekatkan layanan kesehatan bagi masyarakat,” ujarnya.

    Ia menegaskan, kader kesehatan merupakan figur penting yang dekat dengan masyarakat dan menjadi garda terdepan dalam menyebarluaskan informasi kesehatan. Meski menghadapi beragam karakter masyarakat, para kader tetap menunjukkan semangat luar biasa dalam mendorong masyarakat untuk hidup sehat. “InsyaaAllah akan menjadi pahala jariyah. Terima kasih juga untuk UPT Puskesmas Pesantren 2 yang menginisiasi kegiatan ini. Para kader bisa berkumpul bersama dan menghimpun semangat yang sama melalui kegiatan ini,” tambahnya.

    Dalam kegiatan tersebut, para kader mendapatkan pembekalan dari dr. Osten mengenai penyakit kusta dan skrining dini penyakit tidak menular, termasuk penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Materi ini diharapkan dapat diteruskan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran menjaga kesehatan lingkungan dan kualitas udara. Ning Faiq juga mengingatkan pentingnya gaya hidup sehat, mengingat penyakit tidak menular seperti diabetes, stroke, dan kanker kini banyak dipicu oleh pola hidup yang kurang sehat dan kebiasaan di lingkungan yang tidak bersih.

    Selain pelatihan, acara juga dimeriahkan dengan lomba yel-yel antarkelurahan. Ning Faiq turut menjadi juri sekaligus menyerahkan hadiah kepada para pemenang. Juara pertama diraih kader kesehatan Kelurahan Burengan, disusul Kelurahan Tosaren di posisi kedua, dan Kelurahan Jamsaren di posisi ketiga.

    Kegiatan ditutup dengan penyematan tanda kecakapan kepada para kader sebagai simbol peningkatan keterampilan dan dedikasi. Harapannya, kader kesehatan dapat terus meningkatkan kapasitas hingga mencapai tingkat kader utama yang profesional dan mandiri.

    Turut hadir dalam acara ini Camat Kota Agus Suhariyanto, Kepala Puskesmas Pesantren 2 Dwi Nugraheni, perwakilan Dinas Kesehatan, Ketua TP PKK Kecamatan Kota, Ketua TP PKK Kelurahan, serta para kader dan tamu undangan lainnya. [nm/kun]

  • Wanti-wanti Kemenkes RI soal Konsumsi Gula Berlebih, Bisa Picu Penyakit Ini

    Wanti-wanti Kemenkes RI soal Konsumsi Gula Berlebih, Bisa Picu Penyakit Ini

    Jakarta

    Mengonsumsi minuman dan makanan manis memang nikmat. Namun, di balik kenikmatan tersebut, hidangan dengan kandungan gula tinggi dapat memicu berbagai gangguan kesehatan.

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan konsumsi gula yang berlebih bisa memicu penyakit tidak menular, salah satunya diabetes.

    “Nah, nanti kalau penyakit gula ini terus kita tidak kendalikan, ujung-ujungnya kita akan bisa terkena penyakit jantung, stroke, ginjal, bahkan juga kanker,” ujarnya dalam acara detikcom Leaders Forum, Jumat (31/10/2025).

    dr Nadia menjelaskan, penyakit-penyakit tersebut tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga menjadi beban besar bagi sistem pembiayaan kesehatan nasional.

    Mengacu pada data, prevalensi diabetes di Indonesia kini mencapai 11,7 persen, naik hampir dua kali lipat dibandingkan satu dekade lalu yang hanya sekitar 6 persen. Dengan jumlah penduduk sekitar 280 juta jiwa, diperkirakan lebih dari 30 juta orang Indonesia hidup dengan diabetes.

    Kondisi ini, lanjut dr Nadia, menjadi tantangan besar bagi Indonesia yang menargetkan lahirnya generasi emas 2045, generasi yang sehat, produktif, dan bebas dari beban penyakit kronis. Pemerintah menilai, upaya pengendalian penyakit tidak menular harus dimulai dari perubahan perilaku masyarakat.

    “Kalau kemudian kita bisa mengendalikan konsumsi gula, itu penyakit jantung, stroke, dan penyakit-penyakit akibat penyakit tidak menular itu bisa turun 50 persen,” kata dr Nadia.

    “Karena balik lagi ya, penyakit-penyakit PTM itu adalah penyakit yang perilaku. Dan salah satunya, kita tahu sedentary, apa-apa sekarang, kita cukup duduk manis, semua datang. Makanan datang, makanya itu perlu kita kendalikan pola konsumsi kita,” tuturnya.

    Karenanya, dr Nadia mengingatkan untuk tidak menunggu hingga sakit baru memeriksakan diri. Pemeriksaan kesehatan sebaiknya dilakukan secara rutin sebagai langkah pencegahan dini.

    Saat ini, pemerintah telah menyediakan program cek kesehatan gratis di seluruh puskesmas. Melalui program ini, masyarakat dapat memeriksa berbagai aspek kondisi tubuhnya, mulai dari berat badan, indeks massa tubuh (IMT), kebiasaan merokok, tingkat aktivitas fisik, hingga kadar gula darah.

    Bagi yang sudah terdiagnosis memiliki penyakit tidak menular seperti diabetes, layanan ini juga mencakup pemeriksaan lanjutan untuk kolesterol, tekanan darah, fungsi ginjal, dan kesehatan jantung. Semua layanan diberikan secara gratis untuk memastikan masyarakat memiliki akses mudah terhadap pemeriksaan dasar kesehatan.

    “Jadi jangan lupa nih, habis ini yuk periksa, cek kesehatan gratis, dan itu diberikan betul-betul gratis di seluruh puskesmas,” lanjutnya.

    dr Nadia juga menekankan pentingnya kesadaran individu dalam menjaga kesehatan. Ia menekankan untuk lebih pintar memilih makanan, menjaga pola makan seimbang, membatasi gula, garam, dan lemak, serta rutin berolahraga agar tetap sehat dan produktif hingga usia lanjut.

    “Supaya nanti kita usianya 100 tahun. Jadi tetap produktif ya. Tetap produktif, bukan bolak-balik ke rumah sakit,” sambungnya lagi.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/up)

  • Jangan Abaikan Penyakit Diabetes, Dokter Ungkap Komplikasi Serius yang Bisa Menyertai

    Jangan Abaikan Penyakit Diabetes, Dokter Ungkap Komplikasi Serius yang Bisa Menyertai

    Jakarta

    Banyak orang menganggap diabetes hanya sebatas masalah gula darah tinggi. Padahal, penyakit ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius yang berpengaruh pada kualitas hidup pengidapnya.

    Dokter spesialis penyakit dalam Brawijaya Hospital, dr Erpryta Nurdia Tetrasiwi, SpPD, menegaskan diabetes termasuk penyakit kronis yang membutuhkan pengelolaan jangka panjang. Tidak seperti flu atau infeksi bakteri yang bisa sembuh setelah pengobatan singkat, diabetes memerlukan pemantauan dan pengendalian seumur hidup.

    “Nah tapi penting sekali selain kita tahu bagaimana menerapi adalah untuk pencegahan. Karena apa? Efek jangka panjang yang dikhawatirkan dari penyakit kronis adalah komplikasinya,” ucapnya dalam acara detikcom Leaders Forum, Jumat (31/10/2025).

    dr Pryta menjelaskan, risiko komplikasi diabetes bukan hanya sekadar kenaikan kadar gula darah, tetapi juga dapat menyerang berbagai organ tubuh. Diabetes dapat memicu komplikasi mikrovaskuler (pada pembuluh darah kecil) maupun makrovaskuler (pada pembuluh darah besar).

    Kondisi ini dapat berujung pada penyakit jantung koroner, stroke, hingga gangguan pembuluh darah perifer.

    “Jadi efek jangka panjang dari diabetes mellitus itu sendiri sangat besar,” ucapnya.

    Karena itu, setelah seseorang terdiagnosis diabetes, penanganan perlu dilakukan secara bertahap mulai dari perubahan gaya hidup, pengaturan pola makan, hingga terapi medis sesuai kondisi pasien. Upaya pencegahan tetap menjadi langkah terpenting agar komplikasi berat dapat dihindari.

    (suc/up)

  • Tantangan Implementasi Label Nutri-Level demi Indonesia Lebih Sehat

    Kemenkes Soroti Lingkungan ‘Obesogenik’, Bikin Gen Z Gampang Kena Diabetes!

    Jakarta

    Diabetes kini tak hanya banyak dialami oleh orang dengan usia di atas 50 tahun. Penyakit ini juga dirasakan oleh usia yang lebih muda.

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, jumlah pengidap diabetes di usia muda bertambah. Meski demikian, proporsi lebih banyak masih ditemukan di usia 50 tahun.

    “Tapi di usia muda, di usia 40 tahun, itu sudah banyak yang terkena prediabetes, bahkan diabetes,” kata dr Nadia kepada detikcom, Rabu, (29/9/2025).

    Salah satu faktor yang menyebabkan diabetes di usia muda adalah gaya hidup. dr Nadia menuturkan, salah satu gaya hidup yang berkontribusi adalah konsumsi gula berlebihan.

    “Jadi prinsipnya kan (faktor) PTM (penyakit tidak menular) itu gaya hidup. Salah satu gaya hidup adalah konsumsi gula yang berlebihan,” katanya.

    Selain itu, terdapat faktor lainnya, yaitu lingkungan obesogenik, yaitu lingkungan yang cenderung membuat orang menjadi obesitas. Contohnya, kini ada kemudahan-kemudahan teknologi yang mengubah pola konsumsi masyarakat.

    “Yang tadinya kita harus jalan dulu untuk mendapatkan makanan, sekarang nggak. Yang tadinya ibu rumah tangga harus masak dulu, karena nggak ada tersedia, sekarang kan dia dengan mudah, mungkin bukan fast food ya. Kalau dulu kan isunya fast food. Sekarang kan makanan yang bukan fast food, tapi kan juga disediakan banyak dijual dan paling mudah online kan” kata dr Nadia.

    Hanya dengan memesan dan menunggu beberapa menit, makanan akan sampai. Meski memudahkan, menurut dr Nadia teknologi seperti ini bisa memicu lingkungan yang cenderung membuat orang obesitas.

    “Sehingga, teknologi-teknologi seperti itu juga membuat sisi lain itu bisa membuat lingkungan obesogenik nantinya,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/up)