Topik: diabetes

  • Cerita Wanita Surabaya Idap Diabetes di Usia 29, Inikah Pemicunya?

    Cerita Wanita Surabaya Idap Diabetes di Usia 29, Inikah Pemicunya?

    Jakarta

    Bagi Lilla Syifa (29), perempuan asal Surabaya yang kini berdomisili di Jakarta, tahun 2025 akan menjadi tahun yang mungkin tak akan ia lupakan. Ini karena dirinya didiagnosis mengidap diabetes 1,5 atau LADA (Latent Autoimmune Diabetes in Adults) pada Juli lalu.

    Menurut perempuan yang akrab dipanggil Cipa ini, ada beberapa faktor yang menurutnya menjadi pemicu munculnya penyakit diabetes pada dirinya, seperti kebiasaan mengonsumsi dessert manis, pola tidur yang buruk, manajemen stres yang kurang baik, dan kurangnya aktivitas fisik.

    Pada saat pemeriksaan ke dokter, gula darah yang ditunjukkan adalah 356 mg/dl yang artinya ini sangat tidak normal dan merupakan kondisi hiperglikemia parah, yang mengindikasikan kemungkinan besar diabetes.

    Sementara, pemeriksaan HbA1c milik Cipa adalah 11,5 persen. Dikutip dari laman Kemenkes, jumlah HbA1c normal adalah di bawah 5,7 persen.

    FOMO Cake Manis Viral

    Cipa ini bercerita bahwa diabetes yang diidapnya salah satu faktornya berawal dari dirinya yang suka sekali makan jajanan manis viral. Menurutnya, ini adalah bentuk ‘pelarian’ dari stres akibat pekerjaan.

    “Aku nggak punya sama sekali keturunan diabetes dari keluarga. Jadi murni dari lifestyle, pola makan, pola tidur, terus juga pola mengelola stres gitu,” kata Cipa kepada detikcom, Jumat (19/12/2025).

    “Aku tuh sering banget makan dessert. Jadi aku nyarinya yang manis, yang makanan-makanan viral, yang rame-rame gitu. Entah itu brownies, donat, matcha gitu-gitu,” sambungnya.

    Setelah makan besar, seperti makan siang dan makan malam, Cipa sering sekali menutupnya dengan makanan penutup yang manis-manis.

    “Aku tuh bisa dibilang 3 kali sehari bisa kali ya. Kayak sering banget, hampir setiap hari. Dan puncaknya itu di setahunan kemarin, 2024 sampai 2025 ini,” sambungnya.

    Pola Tidur yang Buruk

    Sebelum menjadi seorang full time content creator, Cipa bekerja sebagai seorang karyawan swasta di Jakarta. Tuntutan pekerjaan membuatnya kesuliatan mendapatkan durasi tidur yang ideal.

    “Karena aku kerja, sering banget lembur kayak baru pulang itu jam 11 malam dan pasti pulang kerja nggak mungkin langsung tidur kan ya,” katanya.

    “Nah itu terjadi setiap hari. Hampir setiap hari aku tidurnya. di atas jam 2 atau 3 pagi. Dan aku jam 8 pagi udah kerja lagi,” katanya.

    Kurang Aktivitas Fisik

    Cipa mengakui bahwa sebelumnya dirinya termasuk orang yang jarang sekali berolahraga. Kalaupun ada olahraga, ia hanya melakukan sesi kardio ringan, seperti lari dan tenis.

    “Dan itu pun cuman seminggu sekali. Jadi gula yang aku makan tidak punya tempat ‘persembunyian’ yaitu otot. Aku nggak punya massa otot kan, karena nggak pernah angkat beban,” katanya.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/up)

  • Punya Kebiasaan Ini Tiap Pagi? Hati-hati, Kemungkinan Kena Serangan Jantung Tinggi

    Punya Kebiasaan Ini Tiap Pagi? Hati-hati, Kemungkinan Kena Serangan Jantung Tinggi

    Jakarta

    Serangan jantung masih menjadi penyebab kematian utama di dunia. Di Inggris, setiap tiga menit satu orang meninggal akibat penyakit jantung.

    Data British Heart Foundation mencatat, penyakit jantung koroner menewaskan sekitar 480 orang per hari atau lebih dari 170 ribu orang per tahun di negara tersebut. Namun, seorang dokter mengungkap fakta mengejutkan. Sebanyak 90 persen kasus serangan jantung ternyata berkaitan dengan satu kebiasaan pagi hari, dan itu bukan soal pola makan atau stres.

    Dokter Sana Sadoxai, yang memiliki lebih dari 42 ribu pengikut di TikTok dan rutin membagikan edukasi medis, menjelaskan bahaya justru dimulai sejak seseorang bangun tidur, tetapi tetap pasif bergerak.

    “Masalah sebenarnya dimulai saat bangun dan tetap diam,” beber dr Sana dalam videonya.

    Ia menjelaskan, banyak orang memulai pagi dengan pola yang sama, bangun tidur, langsung bermain ponsel, duduk terlalu lama, lalu terburu-buru berangkat kerja. Kebiasaan ini membuat tubuh berada dalam kondisi minim gerak dan tinggi peradangan, yang secara perlahan merusak metabolisme.

    Menurut dr Sana, rutinitas pagi yang pasif dapat mempercepat resistensi insulin, penumpukan lemak di perut, tekanan darah tinggi, peradangan kronis tanpa gejala, gangguan metabolik. Kondisi-kondisi tersebut sangat meningkatkan risiko serangan jantung dini, terutama pada individu dengan kelebihan berat badan atau obesitas. Padahal, solusinya sangat sederhana.

    “Cukup lima hingga tujuh menit bergerak di pagi hari, berjalan cepat, peregangan, atau latihan pernapasan, sudah mampu melancarkan sirkulasi, mengaktifkan metabolisme, menstabilkan gula darah, dan melindungi jantung,” jelasnya. Ia menekankan bahwa berat badan, metabolisme, dan kesehatan jantung saling berkaitan erat. Mengabaikan kebiasaan bergerak di pagi hari disebutnya sebagai ancaman senyap yang mematikan.

    dr Sana juga mengingatkan, gejala seperti obesitas, lemak perut yang membandel, mudah lelah, sesak napas, hingga diabetes merupakan tanda peringatan dini gangguan metabolik yang tidak boleh diabaikan.

    “Ambil kendali sebelum berubah menjadi risiko kardiovaskular,” tegasnya.

    Unggahan tersebut memicu beragam respons warganet. Salah satu pengguna TikTok berkomentar, “Jadi bangun tidur lalu langsung buru-buru kerja itu perlahan membunuh kita.”

    Netizen lain ikut merespons. “Saya bangun, minum teh dengan santai 30 menit, lalu bersiap kerja. Saran ini masuk akal.” Sementara itu, NHS Inggris menjelaskan serangan jantung atau myocardial infarction terjadi ketika aliran darah ke jantung terhambat, umumnya akibat bekuan darah.

    Setiap tahun, sekitar 100 ribu orang dirawat di rumah sakit akibat serangan jantung di Inggris, rata-rata satu kasus setiap lima menit. NHS menegaskan, siapa pun yang mengalami gejala serangan jantung harus segera menghubungi layanan darurat. Sambil menunggu ambulans, konsumsi aspirin 300 mg dapat membantu, selama pasien tidak alergi.

    Untuk menurunkan risiko serangan jantung, masyarakat dianjurkan berhenti merokok, menjaga berat badan ideal, menerapkan pola makan rendah lemak dan tinggi serat, mengonsumsi buah dan sayur minimal lima porsi per hari, berolahraga aerobik intensitas sedang minimal 150 menit per minggu. Dokter mengingatkan, perubahan kecil di pagi hari bisa berdampak besar bagi kesehatan jantung. Lima menit bergerak setelah bangun tidur disebut bisa menjadi perbedaan antara hidup sehat dan risiko serangan jantung di masa depan.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • Akses Kesehatan Terputus, Pasien Stroke-Hipertensi di Aceh Rawan Putus Obat

    Akses Kesehatan Terputus, Pasien Stroke-Hipertensi di Aceh Rawan Putus Obat

    Jakarta

    Pasien dengan penyakit kronis seperti stroke, hipertensi, diabetes, hingga penyakit jantung di Aceh berisiko mengalami putus obat selama berada di pengungsian akibat terputusnya akses layanan kesehatan pascabencana. Kondisi ini dinilai sangat berbahaya dan berpotensi memperburuk kondisi pasien.

    Salah seorang dokter neurologi yang tergabung dalam tim Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Desin Pambudi Sejahtera, SpN(K) dari RS Dr Sardjito mengatakan, saat bencana terjadi, layanan kesehatan kerap tidak dapat diakses secara optimal. Akibatnya, pasien yang membutuhkan pengobatan rutin tidak mendapatkan obat sesuai jadwal.

    “Ketika ada bencana, akses kesehatan terputus sehingga pasien-pasien dengan pengobatan rutin rawan putus obat. Contohnya pasien dengan stroke, risiko hipertensi, risiko gula, atau penyakit jantung. Maka mereka akan terputus obat rutinnya, dan itu sangat berbahaya sekali,” ujar dr Desin saat pelepasan relawan, di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Sabtu (20/12/2025).

    Ia menyampaikan, Kemenkes bergerak cepat dengan mengerahkan tenaga kesehatan ke wilayah terdampak dan daerah-daerah terisolir untuk memastikan pelayanan medis tetap berjalan, terutama bagi pasien penyakit kronis.

    “Alhamdulillah kami sangat bersyukur Kemenkes bergerak cepat mengajak kami bergabung dalam kegiatan ini untuk menuju daerah-daerah terisolir. Semoga bisa membantu saudara-saudara kita di Sumatera, khususnya Aceh,” lanjutnya.

    Upaya Tim Medis di Pengungsian

    Selain fokus pada penanganan fisik, tim relawan juga akan memberikan perhatian pada kondisi kesehatan mental penyintas bencana. Tenaga kesehatan akan melakukan edukasi serta pendataan kondisi psikologis korban di pengungsian.

    “Persiapannya, kami akan mengedukasi dan mencatat apa yang kami temukan di sana. Apakah ada kecemasan, depresi, atau bahkan halusinasi. Jika ditemukan, kami akan berkoordinasi dengan dokter spesialis untuk penanganan dan pengobatannya,” sambungnya.

    Beberapa perawat yang tergabung dalam tim akan melakukan trauma healing sebagai bagian dari penanganan awal bagi korban bencana. Upaya ini diharapkan dapat membantu pemulihan kondisi mental sekaligus mencegah dampak kesehatan jangka panjang di pengungsi.

    Halaman 2 dari 2

    (rfd/up)

  • Cara Mudah Mencegah Lonjakan Gula Darah usai Santap Nasi

    Cara Mudah Mencegah Lonjakan Gula Darah usai Santap Nasi

    Jakarta

    Nasi merupakan makanan pokok bagi banyak orang, tak terkecuali di Indonesia. Namun, di balik rasa yang mengenyangkan, nasi sering dikaitkan dengan lonjakan kadar gula darah.

    Untungnya, ada cara sederhana yang mencegah dampak lonjakan gula darah dari nasi. Hal ini ditemukan dalam sebuah studi kecil yang diterbitkan dalam jurnal Nutrition and Diabetes.

    Cara Mudah Mencegah Lonjakan Gula Darah dari Konsumsi Nasi

    Mengonsumsi nasi yang dipanaskan kembali bisa memperlambat lonjakan gula darah pada pengidap diabetes. Dikutip dari laman Business Insider, sekelompok peneliti Polandia dari Universitas Ilmu Kedokteran Poznan mempelajari 32 pasien dengan diabetes tipe 1. Mereka membandingkan kadar gula darah peserta setelah mengonsumsi dua jenis makanan uji yang berbeda.

    Satu makanan berupa nasi putih bulir panjang sekitar 46 gram karbohidrat yang disiapkan dan disajikan segera. Makanan lainnya adalah porsi yang sama, tetapi tapi didiamkan dalam lemari es selama 24 jam, kemudian dipanaskan kembali dan disajikan.

    Para peneliti menemukan, ketika peserta mengonsumsi nasi yang sudah dingin, kadar gula darah mereka secara signifikan lebih stabil, dengan kenaikan keseluruhan yang lebih rendah, dan waktu mencapai puncak gula darah yang lebih singkat, dibandingkan saat mengonsumsi nasi yang baru dimasak.

    Hasil penelitian menunjukkan, karbohidrat dingin seperti nasi bisa membantu mengontrol kadar gula darah, berkat jenis karbohidrat tertentu yang disebut dengan pati resisten. Porsi nasi dingin dalam penelitian mengandung pati resisten yang jauh lebih banyak dibandingkan nasi yang baru dimasak.

    Bukti menunjukkan bahwa pati resisten dicerna lebih lambat. Akibatnya, pati resisten bisa membantu menyeimbangkan penyerapan karbohidrat lain untuk menyeimbangkan kadar gula darah, mirip dengan serat.

    Meski penelitian ini berskala kecil dan fokus pada populasi tertentu, penelitian sebelumnya mendukung gagasan bahwa pendinginan makanan kaya karbohidrat bisa mengubah cara penyerapannya.

    Studi lainnya yang serupa pada tahun 2015 dengan orang tanpa diabetes menemukan hasil yang sebanding. Nasi dingin menyebabkan lonjakan gula darah yang lebih rendah.

    Para ahli mengatakan, mendapat lebih banyak pati resisten dari karbohidrat yang didinginkan juga memberi manfaat lain, seperti mengatur nafsu makan agar merasa kenyang setelah makan, mencegah penurunan energi atau membantu menurunkan berat badan.

    “Jika orang-orang sedang berupaya menurunkan lemak tubuh dan ingin menstabilkan kadar gula darah mereka, atau jika mereka ingin meningkatkan produktivitas dan menghindari kelelahan di sore hari, mengonsumsi lebih banyak pati resisten bisa bermanfaat,” kata ahli nutrisi Rhianon Lambert kepada Insider.

    Perhatikan Asupan Makanan Lainnya

    Dalam mengelola diabetes, ahli gizi Dr dr Tan Shot Yen, M Hum menekankan untuk berkonsultasi dengan pakar. Hal ini penting untuk lebih memahami masalah pola hidup dan gaya makan yang akan diterapkan.

    Menurut dr Tan, menurunkan kadar gula darah tak hanya dengan nasi yang didinginkan. Penting untuk memerhatikan makanan pendamping atau lauk yang dikonsumsi dengan nasi.

    “Jadi percuma saja kita makan nasi kering kemarin sudah dari kulkas kalau misalnya menu makannya adalah gorengan, masih ditambah kecap, minumnya masih teh manis, bubar,” beber dr Tan dikutip dari detikTV.

    “Daripada makannya yang sudah nggak enak, nasinya kering, dingin lagi, sementara penyebabnya nggak semata-mata hanya karena faktor nasi,” tuturnya.

    Ditinjau oleh: Mhd. Aldrian, S.Gz, lulusan Ilmu Gizi Universitas Andalas, saat ini menjadi penulis lepas di detikcom.

    (elk/naf)

  • Kondisi yang Tak Disadari Rentan Picu Serangan Stroke di Usia Muda

    Kondisi yang Tak Disadari Rentan Picu Serangan Stroke di Usia Muda

    Jakarta

    Tekanan darah tinggi kerap dianggap penyakit orang tua. Padahal, makin banyak anak muda yang justru mengalami stroke akibat mengabaikan kondisi ini.

    Dokter juga mengingatkan hipertensi yang tidak terkontrol bisa berujung fatal. Seperti yang dialami pria bernama Nguyen di Vietnam.

    Ketika menjalani pemeriksaan kesehatan rutin, pria 33 tahun tersebut memiliki tekanan darah yang sangat tinggi. Dokter sudah menyarankan agar ia rutin memantau tekanan darah dan mengubah gaya hidupnya, tapi saran itu tidak digubris.

    “Waktu itu, saya pikir cuma karena kebanyakan minum kopi dan stres kerja, jadi tekanan darah naik,” tuturnya yang dikutip dari VNExpress.

    Nguyen tetap menjalani kebiasaan lamanya, seperti sering lembur, minum kopi hitam kental, makan tidak teratur, dan konsumsi alkohol yang berlebihan. Sesekali, ia merasakan sakit kepala dan pusing saat berdiri tiba-tiba, tapi selalu dianggap sekadar kelelahan atau kurang tidur.

    Hingga suatu pagi, Nguyen mendadak jatuh di kamar mandi. Wajahnya mencong dan ia tidak bisa menggerakkan tubuhnya.

    Di rumah sakit, dokter mendiagnosis Nguyen mengalami stroke akibat tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol. Wakil Direktur RS Umum Phuong Dong, Dr Doan Du Manh, menjelaskan kerusakan otak Nguyen cukup parah.

    “Bagian kiri otaknya rusak berat, sehingga ia mengalami gangguan bicara. Sementara sisi kanan tubuhnya lemah,” jelas Dr Manh.

    Awalnya, Nguyen bahkan tidak mampu merawat dirinya sendiri. Kini ia harus menjalani proses rehabilitasi panjang.

    Kasus serupa juga ditangani Wakil Direktur Pusat Stroke RS Bach Mai, Hanoi, Vietnam, Dr Nguyen Tien Dung. Seorang pria berusia 30 tahun kembali dirawat setelah sebelumnya mengabaikan pengobatan hipertensi.

    Pasien tersebut datang dalam kondisi koma, dengan tekanan darah mencapai 180/100 mmHg meski sudah diberi obat lewat infus. Empat tahun sebelumnya, ia sempat mengalami perdarahan otak akibat hipertensi dan diminta minum obat rutin.

    Namun karena merasa tekanan darahnya sudah normal, ia berhenti mengonsumsi obat hingga kembali mengalami stroke.

    “Operasi tidak memungkinkan karena pasien koma dalam dan mengalami perdarahan otak. Prognosisnya sangat buruk,” beber Dr Dung.

    Tekanan Darah Tinggi Merusak Pembuluh Darah-Picu Stroke

    Dr Manh menjelaskan tekanan darah tinggi secara perlahan merusak pembuluh darah dan bisa memicu stroke iskemik maupun stroke perdarahan. Pada stroke iskemik, tekanan darah tinggi merusak lapisan dalam pembuluh darah, sehingga terbentuk plak yang menyumbat aliran darah ke otak.

    Jika plak pecah, gumpalan darah bisa terbentuk dan memicu stroke. Sementara para stroke perdarahan, tekanan darah tinggi jangka panjang membuat pembuluh darah di otak rapuh dan mudah pecah, menyebabkan perdarahan otak.

    Tak hanya stroke, hipertensi juga bisa menyebabkan kerusakan ginjal akut hingga gagal ginjal tahap akhir. Selain itu, bisa juga menyebabkan gangguan penglihatan, penyempitan pembuluh darah di kaki yang berujung amputasi, hingga disfungsi ereksi, terutama pada perokok atau pengidap diabetes.

    “Anak muda sering tidak rutin cek tekanan darah, jarang olahraga, pola makan buruk, dan jarang medical check-up. Mereka baru sadar saat sudah terkena stroke,” terang Dr Manh.

    Bagaimana Mencegahnya?

    Begitu didiagnosis hipertensi, pasien wajib menjalani pengobatan seumum hidup dan kontrol rutin untuk mencegah komplikasi. Kondisi yang tidak terdeteksi dan tidak diobati berisiko besar menyebabkan stroke, apalagi jika disertai faktor risiko lain.

    Untuk mencegah hipertensi, dokter menyarankan pemeriksaan tekanan darah secara rutin, terutama bagi usia di atas 50 tahun atau yang punya riwayat keluarga. Jika sudah terdeteksi pra-hipertensi, segera konsultasi ke dokter.

    Langkah lain yang penting dilakukan, yakni:

    Mengurangi konsumsi garam (kurang dari 5 gram per hari).Berhenti merokok.Rutin olahraga minimal 30 menit sehari.Mengelola stres.Menjaga berat badan ideal.

    Halaman 2 dari 4

    (sao/naf)

  • Terungkap Alasan Satu Kebiasaan Bangun Tidur Ini Bisa Picu Serangan Jantung

    Terungkap Alasan Satu Kebiasaan Bangun Tidur Ini Bisa Picu Serangan Jantung

    Jakarta

    Serangan jantung masih menjadi penyebab kematian utama di dunia. Namun, ternyata pemicunya bukan selalu makanan berlemak atau stres.

    Dokter umum yang aktif mengedukasi lewat media sosial Dr Sana Sadoxai, mengatakan ada satu kebiasaan saat bangun tidur bisa berkontribusi menyebabkan serangan jantung. Hal yang dimaksud adalah minimnya gerak setelah bangun tidur.

    Bahkan, ia mengklaim hingga 90 persen kasus serangan jantung berkaitan dengan pola ini.

    “Bahaya sebenarnya dimulai saat Anda bangun tidur dan tetap diam,” kata Dr Sadoxai yang dikutip dari Mirror UK.

    Kebiasaan Main Ponsel saat Bangun Tidur

    Menurutnya, banyak orang mengawali hari dengan langsung duduk, memegang ponsel, scrolling media sosial, lalu terburu-buru untuk berangkat kerja tanpa melakukan aktivitas fisik sama sekali.

    Rutinitas ini yang membuat tubuh tetap berada dalam kondisi pasif, dengan peradangan yang meningkat sejak pagi. Tanpa disadari, kebiasaan tersebut memicu serangkaian masalah kesehatan.

    Mulai dari resisten insulin, penumpukan lemak di perut, tekanan darah tinggi, peradangan tersembunyi, hingga gangguan metabolisme. Kombinasi faktor ini secara signifikan meningkatkan risiko serangan jantung, terutama pada orang obesitas atau berat badan berlebih.

    Padahal, risikonya bisa ditekan dengan cara yang sangat sederhana. Dr Sadoxai menekankan aktivitas ringan selama 5-7 menit di pagi hari sudah cukup memberikan dampak besar.

    “Jalan cepat, peregangan ringan, atau latihan pernapasan bisa membantu melancarkan sirkulasi darah, mengaktifkan metabolisme, menstabilkan gula darah, dan melindungi kesehatan jantung,” jelasnya.

    Faktor Lainnya, Obesitas

    Dr Sadoxai menegaskan berat badan, metabolisme, dan kesehatan jantung saling berkaitan. Mengabaikan kebiasaan pagi yang sehat bisa menjadi ancaman tersembunyi.

    “Perubahan sederhana di pagi hari bisa berdampak besar bagi kesehatan jangka panjang,” tutur dia

    Ia juga mengingatkan sejumlah tanda awal gangguan metabolisme yang kerap diabaikan, seperti obesitas, lemak perut yang sulit hilang, mudah sesak napas, diabetes, hingga kelelahan kronis.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/naf)

  • Wanita Kena Stroke di Usia 28 Tahun gegara Stres, Ini Gejala Awalnya

    Wanita Kena Stroke di Usia 28 Tahun gegara Stres, Ini Gejala Awalnya

    Jakarta

    Wanita bernama Khanh Linh tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis di usia 28 tahun. Semua berawal pada 12 Juni 2025, saat ia tiba-tiba merasa sakit kepala hebat seperti terbelah saat duduk di meja kerja setelah makan siang.

    Tak lama kemudian, semuanya gelap. Sekitar satu jam kemudian, dokter di sebuah rumah sakit di Thai Nguyen mendiagnosis Linh mengalami stroke akibat pecahnya aneurisma otak, yang dipicu kelainan pembuluh darah bawaan.

    Kondisinya kritis sampai dirujuk ke Rumah Sakit Militer Pusat 108 di Hanoi, Vietnam, untuk menjalani operasi darurat.

    “Aku tidak ingat apapun selama seminggu itu,” ujar Linh, dikutip dari VNExpress.

    Semua yang ia ketahui tentang masa tersebut berasal dari cerita keluarganya yang setia mendampingi. Linh menjalani operasi endovaskular modern dengan biaya ratusan juta.

    Setelah operasi, perjuangannya belum selesai. Ia harus menjalani perawatan lebih dari 20 hari di rumah sakit, sebelum akhirnya pulang dan rehabilitasi.

    Sekitar lima bulan kemudian, kondisinya belum sepenuhnya pulih. Mulutnya masih mencong sehingga sulit berbicara, mata kirinya tidak bisa tertutup sempurna, tubuhnya lemah, dan belum mampu berjalan sendiri.

    Stroke tersebut menyebabkan kelumpuhan wajah. Bahkan, aktivitas sederhana menjadi sulit. Mulutnya tidak bisa menutup rapat dan air liur sering keluar tanpa disadari.

    “Saat itu aku butuh dua orang untuk merawatku. Satu orang bahkan harus terus di sampingku hanya untuk menyeka air liur,” kenangnya.

    Ibu dan kakaknya bergantian menjaga Linh. Di awal pemulihan, ia juga harus menggunakan selang makan.

    Berat badannya turun drastis dari 47-48 kg menjadi hanya 40 kg. Setelah menjalani terapi intensif, berat badannya perlahan mulai naik kembali.

    Sebelum stroke, Linh merasa hidupnya normal. Ia hanya sempat mengalami sakit kepala ringan beberapa hari sebelumnya, dan mengira itu akibat perubahan cuaca.

    “Aku punya banyak kebiasaan buruk, sering begadang, telat makan, dan stres karena pekerjaan,” bebernya.

    Ia kini menyadari bahwa gaya hidup tersebut bisa ikut berperan pada kondisi kesehatannya. Masa-masa awal pascastroke menjadi periode paling berat secara mental.

    Linh mengaku sempat diliputi pikiran negatif, merasa tidak berdaya, menjadi beban keluarga, dan takut menghadapi masa depan.

    Sebuah analisis di jurnal medis The Lancet menyebut sekitar sepertiga penyintas stroke mengalami depresi dalam lima tahun pertama. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada psikologis, tapi juga berkaitan dengan kerusakan otak yang mengatur emosi, serta dapat memperlambat pemulihan dan meningkatkan risiko kematian.

    Pada pasien muda seperti Linh, dampak mentalnya bisa lebih berat. Stroke datang tiba-tiba dan merenggut kemandirian, karier, hingga rasa aman sosial.

    “Keluargaku yang menarikku kembali,” kata Linh.

    Ibu dan kakaknya selalu ada, bukan hanya membantu secara fisik, tapi juga memberikan dukungan emosional. Saat Linh hancur, mereka duduk diam sambil menggenggam tangannya.

    Untuk menjaga kesehatan mentalnya, Linh mulai membagikan proses pemulihannya lewat video singkat di TikTok. Awalnya hanya catatan pribadi, tapi perlahan ia menerima banyak pesan dukungan dari orang lain.

    “Saat aku sadar ceritaku bisa membantu orang lain, perjuangan ini terasa bermakna,” sambungnya.

    Kini, Linh menjalani jadwal rehabilitasi ketat setiap hari, mulai dari akupunktur, pijat terapi, hingga latihan berjalan. Setiap kemajuan kecil, ia dianggap sebagai kemenangan.

    “Aku belajar menghargai hal-hal kecil yang dulu terasa sepele,” tutur dia.

    Data menunjukkan kasus stroke pada usia muda terus meningkat. Studi The Lancet mencatat angka stroke pada orang di bawah 45 tahun naik signifikan secara global.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sekitar 15 persen kasus stroke terjadi pada kelompok usia ini. Faktor pemicunya antara lain stres kronis, pola makan buruk, kurang gerak, serta penyakit seperti hipertensi, obesitas, dan diabetes yang kerap tidak terdeteksi.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: Neurolog Ungkap Sakit Kepala Seperti Ini Bisa Jadi Tanda Gejala Stroke”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/naf)

  • Dokter Ungkap 90 Persen Serangan Jantung Dipicu 1 Kebiasaan Pagi, Apa Itu?

    Dokter Ungkap 90 Persen Serangan Jantung Dipicu 1 Kebiasaan Pagi, Apa Itu?

    Jakarta

    Penyakit jantung masih menjadi penyebab kematian utama di dunia. Seorang dokter mengungkapkan 90 persen kasus serangan jantung dapat ditelusuri pada satu kebiasaan pagi yang sering diabaikan dan kebiasaan tersebut bukan terkait makanan atau stres.

    Seorang dokter umum yang sering membagikan edukasi kesehatan di media sosial, Dr Sana Sadoxai, menyoroti bahaya rutinitas pagi yang minim gerak. Menurutnya, risiko serangan jantung justru dimulai sejak seseorang bangun tidur dan langsung pasif.

    “Bahaya sebenarnya dimulai saat Anda bangun dan tetap diam,” kata Dr Sadoxi, dikutip dari Mirror UK.

    Dr Sadoxi menjelaskan banyak orang bangun tidur langsung memegang ponsel, duduk terlalu lama, lalu buru-buru berangkat tanpa aktivitas fisik sama sekali. Pola ini membuat tubuh berada dalam kondisi kurang bergerak dan peradangan tinggi.

    Kebiasaan tersebut secara perlahan mempercepat resistensi insulin, penumpukan lemak perut, tekanan darah tinggi, peradangan tersembunyi, hingga gangguan metabolisme. Seluruh faktor itu secara signifikan meningkatkan risiko serangan jantung dini, terutama pada orang dengan kelebihan berat badan atau obesitas.

    Padahal, hanya dengan 5 hingga 7 menit aktivitas ringan saat pagi, risiko tersebut bisa ditekan. Aktivitas sederhana seperti jalan cepat, peregangan, atau latihan pernapasan dapat membantu melancarkan sirkulasi darah, mengaktifkan metabolisme, menstabilkan kadar gula darah, dan melindungi kesehatan jantung.

    “Berat badan, metabolisme, dan kesehatan jantung saling terkait. Mengabaikan kebiasaan pagi ini merupakan ancaman tersembunyi. Mengubahnya bisa menyelamatkan nyawa,” tegasnya.

    Dr Sadoxai juga mengingatkan keluhan seperti, obesitas, lemak perut yang sulit hilang, mudah sesak napas, diabetes, hingga kelelahan kronis dapat menjadi tanda awal gangguan metabolisme yang tidak boleh diabaikan.

    Berbagai respons pun datang dari para warganet yang mengikutinya di media sosial. Ada yang mengatakan bangun tidur lalu langsung terburu-buru ke kantor itu perlahan membunuh kita.

    “Saya bangun, minum teh dengan santai 30 menit sebelum bersiap kerja. Saran ini masuk akal,” kata pengguna lainnya.

    Gejala dan Pencegahan Serangan Jantung

    Menurut NHS, serangan jantung atau infark miokard terjadi saat aliran darah ke jantung terhambat, yang umumnya akibat gumpalan darah.

    Gejala yang paling umum adalah nyeri dada, seperti rasa tertekan, berat, atau sesak. Tanda lain yang perlu diwaspadai antara lain nyeri menjalar ke lengan, rahang, leher, punggung, atau perut, pusing, keringat dingin, sesak napas, mual, hingga rasa cemas berlebihan.

    Untuk menurunkan risiko serangan jantung, masyarakat disarankan berhenti merokok, menjaga berat badan ideal, mengonsumsi makanan rendah lemak dan tinggi serat, serta rutin berolahraga. Orang dewasa dianjurkan melakukan aktivitas fisik intensitas sedang setidaknya 150 menit per minggu.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: dr. Dhika Raspati Ungkap Bahaya Cardiac Arrest bagi Pelari Trail”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/naf)

  • Riset Ungkap Keju Bisa Lindungi Otak dari Demensia, Pendapat Pakar Terbelah

    Riset Ungkap Keju Bisa Lindungi Otak dari Demensia, Pendapat Pakar Terbelah

    Jakarta

    Keju dan krim tinggi lemak sedikit melindungi otak dari demensia, menurut studi observasional terbaru yang mengikuti hampir 28.000 orang di Malmö, Swedia, selama hampir 25 tahun.

    Keju tinggi lemak seperti cheddar, Brie, dan Gouda mengandung lebih dari 20 persen lemak jenuh, menurut penelitian tersebut. Namun, para pakar independen yang diwawancarai CNN menilai laporan ini belum cukup kuat untuk merekomendasikan peningkatan konsumsi produk susu full-fat.

    “Temuan mereka terkait keju berada di batas signifikansi statistik dan mereka menganalisis banyak jenis makanan, sehingga hasil ini bisa saja terjadi secara kebetulan,” kata peneliti gizi terkemuka Dr. Walter Willett, profesor epidemiologi dan nutrisi di Harvard T.H. Chan School of Public Health serta profesor kedokteran di Harvard Medical School, Boston.

    “Saya tidak akan buru-buru langsung membeli keju, setelah ada temuan tersebut,” ujar Willett dalam surel.

    Salah satu keterbatasan utama studi ini adalah pola makan peserta hanya dicatat pada satu waktu, yakni saat awal penelitian pada 1991, tanpa pemantauan rutin selama 25 tahun berikutnya. Peneliti hanya melakukan analisis lanjutan pada sebagian kecil peserta setelah lima tahun untuk melihat apakah pola makan mereka berubah.

    “Namun dengan pendekatan ini, hubungan antara konsumsi keju dan krim tinggi lemak menjadi tidak signifikan, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang kekuatan kesimpulan mereka,” tulis Dr Tian-Shin Yeh dalam editorial yang diterbitkan bersamaan dengan studi tersebut.Yeh adalah profesor madya sekaligus dokter di Fakultas Kedokteran Taipei Medical University, Taiwan.

    Yeh juga menuliskan manfaat keju tinggi lemak paling terlihat ketika keju menggantikan makanan dengan kualitas gizi yang jelas lebih rendah, seperti daging merah olahan atau berlemak tinggi. “Bukan berarti keju tinggi lemak itu sendiri bersifat melindungi saraf, melainkan karena keju merupakan pilihan yang relatif kurang berbahaya dibandingkan daging merah dan olahan,” ujarnya.

    Berbagai studi sebelumnya telah menunjukkan makanan tinggi lemak jenuh berkontribusi terhadap penyakit jantung dan kematian dini.

    Manfaat kecil bagi otak

    Studi yang dipublikasikan Rabu di jurnal Neurology ini menemukan orang yang mengonsumsi 50 gram (sekitar 2 ons) atau lebih keju tinggi lemak per hari memiliki risiko demensia 13 persen lebih rendah dibandingkan mereka yang mengonsumsi kurang dari 15 gram (0,5 ons).

    Sementara itu, mereka yang mengonsumsi 20 gram (0,7 ons) atau lebih krim tinggi lemak per hari memiliki risiko demensia 16 persen lebih rendah dibandingkan mereka yang tidak mengonsumsi krim sama sekali. Jumlah tersebut setara dengan sekitar 1,4 sendok makan krim kental, menurut studi.

    “Penelitian kami menunjukkan orang yang mengonsumsi lebih banyak keju tinggi lemak memiliki risiko sedikit lebih rendah mengalami demensia di kemudian hari,” kata penulis utama studi Emily Sonestedt, dosen senior dan profesor madya nutrisi di Lund University, Swedia.

    “Ini tidak membuktikan bahwa keju mencegah demensia, tetapi menantang anggapan bahwa semua produk susu tinggi lemak buruk bagi otak,” ujarnya melalui surel.

    Temuan ini mungkin disambut oleh sebagian kelompok Make America Healthy Again (MAHA) yang meyakini lemak jenuh baik bagi kesehatan.

    Menteri Kesehatan AS Robert F Kennedy Jr. diketahui mempromosikan mentega dan lemak sapi, meski banyak studi menunjukkan keduanya berdampak buruk bagi kesehatan. Namun, penelitian ini tidak menemukan manfaat otak dari mentega, susu, produk susu fermentasi seperti kefir, buttermilk, dan yogurt, maupun produk susu rendah lemak.

    Bahkan, data terkait produk susu rendah lemak cukup mencolok, kata Dr. David Katz, pakar kedokteran preventif dan gaya hidup serta pendiri organisasi nirlaba True Health Initiative. Katz tidak terlibat dalam studi tersebut.

    “Kelompok yang mengonsumsi produk susu rendah lemak memiliki beban gangguan kesehatan awal yang jauh lebih tinggi, termasuk diabetes, dislipidemia, dan penyakit jantung koroner,” kata Katz melalui surel.

    “Ini menunjukkan faktor risiko utama demensia adalah kesehatan yang buruk atau penyakit kronis, dan beralih ke produk susu rendah lemak mungkin merupakan strategi ‘pertahanan diri’ bagi mereka yang menyadari risikonya.”

    Peran asam lemak omega-3

    Alasan lain mengapa hasil studi ini tidak sepenuhnya representatif adalah sapi perah di Swedia lebih banyak diberi pakan rumput dibandingkan sapi di Amerika Serikat, kata ahli saraf Dr. Richard Isaacson, direktur riset Alzheimer di Institute for Neurodegenerative Diseases, Florida.

    Sapi yang diberi pakan rumput cenderung menghasilkan susu, krim, dan keju dengan kandungan asam lemak omega-3 lebih tinggi.

    “Asam lemak omega-3, menurut saya, baik untuk kesehatan otak,” ujar Isaacson.

    “Namun manfaatnya terutama terlihat pada orang dengan varian gen APOE4, yang meningkatkan risiko Alzheimer.”

    “Yang menarik, studi ini justru menemukan perlindungan lebih besar pada orang tanpa gen APOE4. Temuan ini membingungkan, dan meski menarik, saya tentu tidak akan menyarankan orang makan keju tinggi lemak untuk mencegah Alzheimer.”

    Sonestedt juga mengakui hasil penelitian ini mungkin tidak bisa digeneralisasi ke populasi di Amerika Serikat dan negara Barat lainnya.

    “Orang Swedia dan Amerika mengonsumsi jumlah keju yang kurang lebih sama per kapita, tetapi jenisnya berbeda,” kata Sonestedt.

    “Di Swedia, kebanyakan adalah keju keras hasil fermentasi, sedangkan di AS lebih banyak keju olahan atau keju yang dikonsumsi dalam konteks makanan cepat saji. Kami ingin temuan ini direplikasi di lebih banyak negara dan populasi sebelum menarik kesimpulan yang pasti,” pungkasnya.

  • Dokter Ungkap Tanda Tubuh Kelebihan Gula yang Perlu Diperhatikan

    Dokter Ungkap Tanda Tubuh Kelebihan Gula yang Perlu Diperhatikan

    Jakarta

    Banyak orang kini menyadari bahwa konsumsi gula berlebihan tidak baik bagi kesehatan. Karena itu, tak sedikit yang mulai berupaya mengurangi asupan gula dalam keseharian.

    Pasalnya, terlalu banyak mengonsumsi gula telah dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, mulai dari obesitas, diabetes, tekanan darah tinggi, kerusakan gigi, hingga kolesterol tinggi. Oleh karena itu, penting untuk mengenali tanda-tanda peringatan yang bisa muncul akibat konsumsi gula berlebihan.

    Tanda Tubuh Kebanyakan Gula

    Spesialis di bidang dermatologi, flebologi, proktologi, dan pengobatan gizi, dr Lela Ahleman membagikan lima gejala yang perlu diperhatikan dari terlalu banyak mengonsumsi gula. Dikutip dari laman Express UK, berikut daftarnya.

    1. Penambahan Berat Badan dan Rasa Lapar yang Terus Menerus

    Gula memiliki kepadatan kalori yang tinggi. Artinya, terlalu banyak mengonsmsinya bisa meyebabkan kenaikan berat badan dengan cepat. Tapi, ini bukan satu-satunya alasan kenapa gula bisa menyebabkan penambahan berat badan.

    Menurut dr Ahlemann, terlalu banyak makan gula bisa membuat seseorang terus-menerus merasa lapar. Hal ini karena gula meningkatkan kadar glukosa darah dalam jangka pendek, tapi tidak mengenyangangkan karena kurangnya serat.

    “Ketika Anda selalu lapar, Anda akhirnya makan lebih banyak daripada yang Anda butuhkan, yang pada akhirnya menyebabkan kenaikan berat badan,” kata dr Ahlemann.

    2. Munculnya Jerawat

    Menurut dr Ahlemann, konsumsi gula bisa menyebabkan kadar hormon yang disebut insulin-like growth factor 1 atau IGF-1 meningkat.

    “Bersama dengan insulin, IGF-1 merangsang kelenjar sebaceous dan keratinisas berlebihan di area sebaceois, yang menyebabkan kelenjar tersebut tersumbat, sehingga menimbulkan jerawat dan peradangan,” ungkapnya.

    3. Perubahan Suasana Hati

    Mengonsumsi gula menyebabkan kadar glukosa meningkat dengan cepat yang memicu pelepasan insulin. Akan tetapi, lonjakan ini sering kali sangat kuat, sehingga kadar gula darah tidak kembali ke tingkat normal dan malah anjlok di bawah kadar normal.

    “Ini disebut hipoglikmia, yang kemudian menyebabkan keinginan makan yang kuat. Pada beberapa orang, hal ini juga menyebabkan perubahan suasana hati dan mudah marah,” tambahnya.

    4. Sistem Kekebalan Tubuh yang Lemah

    Kondisi tubuh yang lebih sering sakit dari biasanya bisa disebabkan oleh pola makan, khususnya gula yang dikonsumsi.

    “Biasanya, gula diserap oleh tubuh melalui usus kecil. Namun, jika jumlah gula sederhana, seperti glukosa dan fruktosa, yang kita konsumsi melebihi kapasitas usus kecil kita, maka gula tersebut akan berakhir di usus besar,” kata dr Ahlemann.

    Bakteri yang hidup di usus besar kemudian memakan gula tersebut. “Pemberian makanan secara selektif menyebabkan perkembangbikan bakteri ini,” tambahnya.

    “Masalahnya adalah sayangnya bakteri tersebut membawa endotoksin pada permukaan bakterinya, yang kemudian bisa meninggalkan usus dan masuk ke aliran darah, menyebabkan peradagan tanpa gejala, yang mempercepat penuaan dan melemahkan sistem kekebalan tubuh,” katanya.

    5. Penuaan yang Cepat

    dr Ahlemann mengatakan bahwa secara asupan gula yang tinggi secara ilmiah terbukti menyebabkan pembentukan produk akhir glikasi lanjut atau Advanced Glycation End Products (AGEs), yang merusak serat kolagen.

    “Ketika terlalu banyak AGEs, serat kolagen kita menjadi kaku, rapuh, dan mengalami degenerasi. Tubuh juga kurang mampu memperbaiki dirinya sendiri, yang berarti kualitas kolagen kita semakin memburuk,” tambahnya.

    Ditinjau oleh: Mhd. Aldrian, S.Gz, lulusan Ilmu Gizi Universitas Andalas, saat ini menjadi penulis lepas di detikcom.

    (elk/suc)