Topik: dana hibah

  • Turut Membantu Sahat Korupsi, Rusdi Dihukum 4 Tahun

    Turut Membantu Sahat Korupsi, Rusdi Dihukum 4 Tahun

    Surabaya (beritajatim.com) – Majelis hakim PN Tipikor Surabaya menjatuhkan hukuman empat tahun pada Rusdi, orang kepercayaan eks Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak. Ia dinyatakan bersalah lantaran turut membantu Sahat dalam kasus korupsi dana hibah Pokir APBD Pemprov Jatim.

    “Terdakwa secara sah dan meyakinkan menurut hukum, bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi,” kata ketua majelis hakim Dewa Suardita, saat membacakan amar putusannya, Rabu (27/9/2023).

    “Menjatuhkan pidana kepada saudara Rusdi, dengan pidana selama 4 tahun dan pidana denda sebanyak Rp 200 juta. Apabila tidak dibayarkan, diganti dengan pidana penjara selama 3 bulan,” imbuh Dewa.

    Majelis hakim juga memerintahkan, terdakwa tetap ditahan. Serta menetapkan pengurangan masa hukuman dari selama ia ditahan. Ketua majelis hakim menyebutkan pertimbangan yang memberatkan. Yakni, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

    “Yang meringankan, terdakwa mengakui kesalahannya, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, dan terdakwa masih memiliki keluarga dan menjadi tulang punggung keluarga,” kata Dewa.

    BACA JUGA:
    Dihukum Berat dan Dimiskinkan Hakim, Kini Sahat Bungkam

    Vonis yang dijatuhkan majelis hakim, sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK. Atas vonis tersebut, melalui tim kuasa hukumnya, Rusdi menyatakan pikir-pokir. Usai persidangan Rusdi langsung meninggalkan ruang sidang. Matanya merah berkaca-kaca. Tidak sepatah katapun terlontar dari mulutnya.

    Perlu diketahui, Rusdi merupakan orang kepercayaan Sahat Tua Simanjuntak. Dulunya ia adalah seorang OB di kantor DPRD Jatim. Perannya dalam kasus korupsi yang menyeret Sahat adalah, ia sebagai orang yang mengambil uang suap dana hibah pokir dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi. [uci/suf]

  • Dihukum Berat dan Dimiskinkan Hakim, Kini Sahat Bungkam

    Dihukum Berat dan Dimiskinkan Hakim, Kini Sahat Bungkam

    Surabaya (beritajatim.com) – Sahat Tua P Simandjutak hanya bisa diam usai menjalani sidang putusan atas kasus suap dana hibah Pokir. Wajahnya tampak sekali menahan kecewa dan amarah saat berjalan keluar persidangan menuju ruang tahanan sementara PN Tipikor Surabaya.

    Tak sedikitpun kata dia ucapkan saat awak media meminta tanggapan atas vonis berat yang dijatuhkan majelis hakim Dewa Suardita.

    Dalam persidangan, Sahat tak beruntung. Alasan yang dia kemukakan dalam pembelaan tak satupun digubris majelis hakim. Meski Sahat dalam pembelaan memelas dan menyisipkan berbagai ayat dalam Alkitab, namun hal itu tak juga membuat hakim luluh.

    Baca Juga: Tegas, Bahtsul Masail NU Jatim Nyatakan Yogurt Berbahan Karmin Haram dan Najis

    Majelis hakim tetap menghukum Sahat berat yakni sembilan tahun, bahkan Sahat terancam miskin lantaran dia harus membayar denda Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp39,5 miliar. Apabila Sahat tam mampu membayar hukuman tersebut, maka dia harus merelakan harta kekayaannya disita dan dilelang.

    Apabila harta kekayaan yang disita dan dilelang tidak mencukupi dengan jumlah uang pengganti yakni Rp 39,5 miliar, maka Sahat harus merelakan badannya untuk tinggal lebih lama di bui yakni empat tahun. Sehingga dia harus menjalani total hukuman 13 tahun dengan rincian hukuman pokok sembilan tahun dan hukuman pengganti empat tahun.

    Sahat sendiri dalam persidangan sempat menyangkal menerima suap Rp 39,5 miliar sebagaimana dakwaan Jaksa KPK, hal itu disampaikan Sahat dalam pembelaan (pledoi) yang dia bacakan dalam persidangan akhir Agustus 2023 lalu. Namun, alasan Sahat tersebut tidak bisa diterima oleh majelis hakim yang diketuai Dewa Suardita.

    Baca Juga: Chris John Foundation Sumbang 1000 Kasur Bagi Atlet PBSI Jatim

    Sebab, dalam amar putusan majelis hakim disebutkan bahwa bahwa Terdakwa Sahat tidak bisa membuktikan pernyataannya. ” Sedangkan dakwaan JPU bisa dibuktikan dari keterangan Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi,” ujar ketua majelis hakim Dewa Suardita dalam amar putusannya.

    Pun demikian dengan alasan Sahat bahwa dia tidak mengenal Moch Qosim (meninggal dunia) yang disebut memiliki peran perantara penyerahan uang suap dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi. Sahat hanya mengakui mengenal Rusdi (terdakwa berkas terpisah) yang dia akui memang dia perintahkan untuk menerima sejumlah uang dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi.

    “Saya tidak pernah mengenal Moch Qosim. Saya hanya menerima yang pertama saya terima Rp 1,7 miliar. Kemudian ditambah Rp 1 miliar. Jadi totalnya Rp 2,7 miliar yang mulia,” ujar Sahat.

    Baca Juga: Alibi Sahat Hanya Terima Rp 2,7 Miliar Tak Digubris Hakim

    Namun alasan Sahat tersebut kembali dimentahkan majelis hakim. Hakim mengatakan berdasarkan bukti chat WA dan kesaksian dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi, JPU bisa membuktikan bahwa Sahat Tua Simanjuntak mengenal Moch Qosim.

    Atas dasar itulah, majelis hakim mengesampingkan seluruh pembelaan Sahat Tua P Simandjutak. Dan menghukum Sahat dengan pidana penjara selama sembilan tahun, denda Rp 1 miliar, yang pengganti Rp 39,5 miliar serta pencabutan hak berpolitik selama empat tahun. [Uci/ian]

  • Sahat Wajib Bayar Rp 39 Miliar, Jika Tak Dibayar, Hartanya Disita

    Sahat Wajib Bayar Rp 39 Miliar, Jika Tak Dibayar, Hartanya Disita

    Surabaya (beritajatim.com) – Selain hukuman badan selama sembilan tahun, Majelis Hakim PN Surabaya yang diketuai Dewa Suardita juga menghukum denda sebesar Rp 39,5 miliar kepada Sahat Tua P Simandjutak. Uang tersebut sebagai pengganti dari suap yang diterima Sahat selama menjalankan dana hibah Pokir saat dia menjabat sebagai wakil ketua DPRD Jatim.

    Uang sebesar Rp 39,5 miliar tersebut wajib dibayarkan wakil ketua DPRD Jatim Non aktif ini maksimal sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

    Dalam amar putusan majelis hakim Dewa Suardita disebutkan, jika Sahat tak mampu mengembalikan uang pengganti tersebut secara utuh maka harta kekayaannya akan disita dan dilelang. Apabila tetap tidak mencukupi maka Sahat akan menebusnya dengan menjalani hukuman tambahan selama empat tahun.

    Perlu diketahui, majelis hakim PN Tipikor yang diketuai Dewa Suardita menjatuhkan pidana penjara selama sembilan tahun pada Terdakwa Sahat Tua P Simandjutak, Selasa (26/9/2023). Selain itu, Sahat juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar.

    BACA JUGA:

    Jelang Putusan Vonis Sahat, Golkar Jatim Gelar Doa Bersama

    Dalam putusan majelis hakim disebutkan Sahat terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    “Menjatuhkan pidana pada terdakwa Sahat Tua P Simandjutak selama 9 tahun dan denda Rp 1 miliar” ujar hakim Dewa Suardita.

    Majelis hakim juga menghukum Terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 39,5 miliar, paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila tidak dibayarkan, maka akan disita harta kekayaannya dan dilelang apabila harta bendanya tidak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama empat tahun.

    “Empat menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak Terdakwa untuk berpolitik selama empat tahun,” tambahnya.

    Sahat sendiri dituntut pidana penjara selama 12 tahun oleh Jaksa KPK. JPU KPK menganggapnya bersalah melakukan tindak pidana korupsi, dengan menerima suap sebesar Rp 39,5 miliar . Sebagaimana diatur dalam Pasal 12 a Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi.

    Sahat membantah, melalui pembelaan yang dia bacakan, Sahat mengatakan dia tidak pernah menerima uang suap Rp 39,5 miliar. Wakil ketua DPRD Jatim ini mengaku hanya menerima Rp 2,7 miliar.

    BACA JUGA:

    Hakim Hukum Sahat Tua P Simanjuntak 9 Tahun Penjara

    Ia juga bersikukuh tidak mengenal almarhum Moch Qosim. Pria yang selama ini disebut-sebut sebagai orang kepercayaannya, yang dipercaya mengambil uang dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi.

    Bahkan dalam kesempatan pembacaan pleidoi yang dibaca dan ditulisnya sendiri, Sahat memelas kepada majelis hakim. Ia mengungkapkan perasaannya dengan mengutip tiga ayat dari Alkitab. [uci/but]

  • Siang Ini Sahat Tua Simandjuntak Jalani Sidang Putusan

    Siang Ini Sahat Tua Simandjuntak Jalani Sidang Putusan

    Surabaya (beritajatim.com) – Sahat Tua P Simandjuntak siang ini akan menjalani sidang putusan kasus suap dana hibah Pokir sebesar Rp39,5 miliar. Sidang dijadwalkan dimulai pukul 11.00 WIB namun hingga pukul 09.40 WIB, Sahat maupun Jaksa KPK belum tampak hadir di PN Tipikor Surabaya.

    “Dijadwalkan (putusan Sahat) nanti jam 11,” ujar Humas PN Surabaya Gede Agung Pranata, Selasa (26/9/2023).

    Sahat sendiri dituntut pidana penjara selama 12 tahun oleh Jaksa KPK. JPU KPK menganggapnya bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap sebesar Rp39,5 miliar sebagaimana diatur dalam Pasal 12 a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Melalui pembelaan yang dia bacakan, Sahat membantah pernah menerima suap Rp39,5 miliar. Wakil Ketua DPRD Jatim non-aktif ini mengaku hanya menerima Rp2,7 miliar.

    Ia juga bersikukuh tidak mengenal almarhum Moch Qosim. Pria yang selama ini disebut-sebut sebagai orang kepercayaannya, yang dipercaya mengambil uang dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi.

    BACA JUGA:
    Jelang Putusan Vonis Sahat, Golkar Jatim Gelar Doa Bersama

    Bahkan dalam kesempatan pembacaan pleidoi yang ditulisnya sendiri, Sahat memelas kepada majelis hakim. Ia mengungkapkan perasaannya dengan mengutip tiga ayat dari Alkitab.

    Banyak pihak yang juga menunggu keputusan majelis hakim. Apakah majelis hakim akan memvonis pria asal Sumatera Utara itu sesuai tuntutan JPU KPK? Atau majelis hakim punya pertimbangan lain untuk meringankan hukuman bagi Sahat.

    Yang jelas, pada persidangan terakhir, Jumat pekan lalu, ketua majelis hakim Dewa Suardita menegaskan, para wakil Tuhan itu tidak akan terpengaruh oleh apapun. Termasuk dengan status Sahat sebagai bagian dari Partai besar di Indonesia.

    BACA JUGA:
    Sahat : Ditahan di Lapas Seperti Sebuah Kematian

    Dewa Suardita juga sudah mewanti-wanti semua pihak, agar tidak ada yang mencoba-coba mempengaruhi putusan majelis hakim.

    “Kenapa saya bilang seperti ini, karena ini penting. Jangan sampai ada kesan intimidasi di persidangan. Yang kami adili adalah berdasarkan fakta persidangan. Fakta yang utuh, dan menimbulkan keyakinan,” tegas ketua majelis hakim, Jumat, (22/9/2023).

    Ia juga mengingatkan, tidak semua pihak bisa menerima keputusan majelis hakim. Jika ada pihak yang tidak puas dengan keputusan majelis hakim, mereka bisa melakukan upaya hukum banding.

    “Yang penting tupoksi kita di sini adalah mengadili,” ujarnya. [uci/beq]

  • Sahat :  Ditahan di Lapas Seperti Sebuah Kematian

    Sahat : Ditahan di Lapas Seperti Sebuah Kematian

    Surabaya (beritajatim.com) – Sahat Tua P Simandjutak menyebut selama dia kesandung kasus suap dana hibah dan ditahan di Lapas Sidoarjo kehidupannya di penjara seperti sebuah kematian yang bersifat transisi yaitu suatu tingkatan kematian yang dibawah kematian yang sesungguhnya.

    “Hidup tapi mati tapi hidup. Di dalam kematian yang sesungguhnya malaikat kematian menjemput ajal kita maka tidak mungkin kita meminta penundaan waktu bahkan kita tidak mungkin mengajak orang lain untuk menemani kita menuju sang pencipta atau orang lain kita kambing hitam kan sebagai pihak yang bersalah di tengah pengadilan sang pencipta,” curhat Sahat dalam pembelaannya di persidangan yang digelar di PN Tipikor Surabaya, Jumat (15/9/2023).

    Demikian pula yang dia rasakan sejak KPK menangkap dengan operasi tangkap tangan. Dia menatap KPK itu bagaikan malaikat pencabut nyawa yang menjemput dia. Perbedaannya bila kematian yang sesungguhnya sering kita tidak ada kesempatan untuk meminta doa atau meminta ampun untuk menebus dosa-dosa kita selama ini.
    Sedangkan ditangkap KPK kita masih diberi kesempatan didalam penjara untuk berdoa beribadah selama di penjara.

    “Saya menyadari kesalahan saya dan di dalam persidangan ini pun saya sudah disumpah untuk memberikan keterangan yang sebenarnya. Sumpah itu mengikat saya dan Tuhan dan manusia. Dan saya menyadari bahwa perkara yang menjerat saya ini bukanlah cobaan dari Tuhan karena ini adalah kesalahan saya,” ujarnya. [uci/kun]

    BACA JUGA: Dituntut 12 Tahun, Sahat Tua P Simandjuntak Lemas

  • Sahat : Tuntutan 12 Tahun dan Uang Pengembalian Rp 39,5 Miliar Terlalu Berat

    Sahat : Tuntutan 12 Tahun dan Uang Pengembalian Rp 39,5 Miliar Terlalu Berat

    Surabaya (beritajatim.com) – Sahat Tua P Simandjutak menyebut bahwa tuntutan 12 tahun penjara, uang pengembalian Rp 39,5 miliar kemudian denda Rp 1 miliar yang diajukan JPU KPK pada dirinya terlalu berat. Terlebih lagi, Sahat juga dituntut sanksi larangan berpolitik selama lima tahun.

    “Tuntutan hukuman itu sangat berat bagi saya dan keluarga. Saya tidak pernah menerima uang sebesar itu, bagaimana saya bisa mengakui sesuatu yang tidak pernah saya tahu dan tidak pernah saya terima,” ujar Sahat dalam pembelaannya dalam persidangan yang digelar di PN Tipikor, Jumat (15/9/2023).

    Sahat juga mengaku tidak pernah membuat kesepakatan dengan siapapun terkait persentase fee 20 persen atau berapapun persentase tentang pengusulan dana hibah. Menurutnya kesaksian yang disampaikan Abdul Hamid dan Ilham tidak benar.

    “Sejak awal saya tidak pernah mengambil keuntungan pribadi dari apapun untuk kepentingan masyarakat.
    Niat saya menjadi anggota DPRD Jatim semata-mata untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat dan untuk itu saya mendapatkan kepercayaan masyarakat sehingga saya terpilih selama tiga periode di provinsi Jawa Timur,” tambahnya.

    Uang puluhan miliar itu lanjut Sahat, sangat besar dan tidak mungkin secara logika ada orang yang menyerahkan orang dan orang itu tidak pernah tahu orang tersebut sampai atau tidak pada si penerimanya.

    “Apalagi saudara Hamid dan saudara Ilham mengatakan uang puluhan miliar itu mereka serahkan sebelum tahun 2022. Sedangkan Abdul Hamid dan Ilham baru mengenal saya pada Tahun 2022. Jadi tuntutan hukuman itu sangat berat bagi saya dan memberatkan keluarga saya,” ujarnya.

    “Semua wartawan media online sudah menulis bahkan ratusan konten YouTube berkaitan dengan kasus saya beredar di dunia maya dan jejak digital informasi ini tidak akan pernah hilang selamanya bahkan seumur hidup saya. Dan keluarga saya tetap akan menjalani pidana sanksi sosial selamanya seumur hidup saya,” ungkap Sahat. [uci/kun]

    BACA JUGA: Dituntut 12 Tahun, Sahat Tua P Simandjuntak Lemas

  • Kejari Gresik Terus Dalami Kasus Dugaan Penyimpangan Dana Hibah UMKM

    Kejari Gresik Terus Dalami Kasus Dugaan Penyimpangan Dana Hibah UMKM

    Gresik (beritajatim.com) – Kejari (Kejaksaan Negeri) Gresik terus mendalami kasus dugaan penyimpangan dana hibah UMKM di Dinas Koperasi, Usaha Kecil, dan Perindustrian Perdagangan (Diskoperindag) dari alokasi APBD tahun 2022 sebesar Rp 19,6 miliar.

    Terbaru, tim penyidik Kejari Gresik setempat telah memanggil dan memintai keterangan kepada 210 pelaku usaha mikro penerima dana hibah dari total 744 se-Kabupaten Gresik.

    Kepala Kejari Gresik Nana Riana menuturkan, dalam pemeriksaan terbaru ada penambahan potensi kebocoran anggaran sebagai akibat dari penyimpangan dan penyalahgunaan belanja tersebut sekitar Rp 1,7 miliar rupiah.

    “Selain memeriksa penerima hibah, kami juga telah melakukan pemeriksaan terhadap 12 penyedia barang,” tuturnya, Jumat (8/9/2023).

    Ia menambahkan, kemungkinan potensi kerugian akan terus bertambah seiring dengan kelanjutan proses pemeriksaan terhadap 534 UMKM yang menerima hibah. “Mohon bersabar. Kami targetkan sebelum tahun ini bisa selesai dan sudah ada tersangkanya,” imbuhnya.

    BACA JUGA:
    Kejari Gresik Periksa Kepala Diskoperindag Selama 3 Jam

    Lebih lanjut Nana Riana juga mengungkapkan kerugian negara akibat penyimpangan anggaran ini masih dihitung oleh tim penyidik Kejari Gresik. “Semuanya masih dihitung, termasuk oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kami juga meminta keterangan penerima kredit usaha mikro (KUM),” ungkapnya.

    Seperti diberitakan, anggaran dana hibah UMKM dialokasikan sebesar Rp 19,6 miliar rupiah dalam APBD tahun 2022. Namun, pengadaan melalui e-katalog dengan membeli 9 rekanan yang basic-nya kontraktor tersebut, hanya terserap Rp 17 miliar. Dari temuan itu, ada kerugian negara sebesar Rp 1,7 miliar. [dny/suf]

  • Dituntut 12 Tahun, Sahat Tua P Simandjuntak Lemas

    Dituntut 12 Tahun, Sahat Tua P Simandjuntak Lemas

    Surabaya (beritajatim.com) – Sahat Tua Simanjuntak dituntut 12 tahun penjara oleh Jaksa KPK Arif Suhermanto. Wakil Ketua DPRD Jatim non-aktif ini dinilai jaksa terbukti melakukan korupsi dana hibah pokok pikiran (pokir) APBD Pemprov Jatim.

    Atas tuntutan tersebut, Sahat hanya menundukkan kepala. Setelah sidang rampung, ia lantas berdiri dengan gestur tubuh lemas, lalu berjalan keluar ruang persidangan dengan mulut terbungkam.

    Selain dituntut pidana penjara selama 12 tahun, Sahat juga diwajibkan membayar denda Rp1 miliar. Tak hanya itu, hak politik menduduki jabatan publik selama lima tahun dicabut.

    “Menuntut untuk menjatuhkan pidana penjara terhadap Sahat dengan pidana penjara 12 tahun dikurangi dengan masa tahanan selama persidangan, dan denda Rp1 miliar, subsider 6 pidana kurungan bulan, dan tetap ditahan,” ujar JPU KPK, Arif Suhermanto membacakan nota tuntutan.

    BACA JUGA:
    Turut Mendukung Praktik Korupsi, Staf Sahat Dituntut 4 Tahun

    Dalam tuntutan Jaksa Arif, Sahat juga diwajibkan membayar biaya pengganti senilai Rp39 miliar. Jika tidak segera dibayar maka pihak Jaksa dapat melakukan penyitaan terhadap harta benda terdakwa Sahat.

    Namun, manakala harta benda terdakwa yang disita nilanya tak mencukupi untuk membayar biaya pengganti, maka diganti dengan pidana penjara enam tahun.

    “Terdakwa harus mengganti uang pengganti biaya perkara sejumlah Rp39 miliar selama proses pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap,” jelasnya.

    BACA JUGA:
    Suap Dana Pokir DPRD Jatim, Sahat Ingkari Terima Rp39,5 M

    “Jika dalam waktu tersebut belum membayar pengganti, maka harta akan disita oleh Jaksa agar dipakai menutupi uang pengganti tersebut,” terangnya.

    “Dalam hal terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara 6 tahun,” tambahnya. [uci/beq]

  • Wakil Ketua Komisi IV DPR Pertanyakan Proses Penunjukan 11 Kader PSI di FOLU Net Sink 2030

    Wakil Ketua Komisi IV DPR Pertanyakan Proses Penunjukan 11 Kader PSI di FOLU Net Sink 2030

    PIKIRAN RAKYAT – Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Alex Indra Lukman mengkritik proses penunjukan 11 kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai tim Operation Management Office Indonesia Ferestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 oleh Menteri Kehutanan (Menhut) RI Raja Juli Antoni.

    Menhut Raja Juli diminta membuka ke publik seluruh proses penetapan 25 persen tim FOLU Net Sink 2030. Apalagi, Menhut Raja Juli merupakan Sekjen dari PSI.

    “Kita bukannya bermaksud meragukan kompetensi personel yang ditetapkan, tapi publik perlu tahu siapa yang menyeleksi dan prosesnya,” kata Alex kepada wartawan, Jakarta, Sabtu, 8 Maret 2025.

    Menhut Raja Juli diketahui ‘membawa’ sedikitnya 11 orang kader PSI jadi tim lembaga yang dibiayai melalui hibah Norway Contribution melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No 168 Tahun 2022, terdapat 5 bidang dalam susunan tim FOLU Net Sink 2030.

    Di antaranya Bidang I Pengelolaan Hutan Lestari; Bidang II Peningkatan Cadangan Karbon; Bidang III Konservasi; Bidang IV Pengelolaan Ekosistem Gambut; dan Bidang V Instrumen dan Informasi.

    Merujuk lampiran Kepmenhut 32/2025 itu, Menhut Raja Juli menetapkan dirinya sebagai penanggung jawab sekaligus pengarah tim. Dia didampingi seorang wakil penanggung jawab.

    Kemudian, terdapat 43 orang yang jadi bagian dari tim Operation Management Office Indonesia FOLU Net Sink 2030. Dimana, 12 orang di antaranya (25 persen) berlatar belakang politisi PSI. Mereka menempati berbagai posisi.

    Sebagai orang yang bekerja di program FOLU Net Sink 2030, masing-masingnya kemudian ditetapkan menerima honorarium dengan nominal berbeda, tergantung kepangkatan dalam tim. Berdasarkan lampiran Kepmenhut Nomor 32 Tahun 2025, penanggung jawab mendapatkan honor Rp50 juta. Wakil penanggung jawab menerima Rp40 juta.

    Sementara, masing-masing dewan penasehat ahli (4 orang) akan mendapatkan uang bulanan sebesar Rp25 juta. Ketua pelaksana, ketua harian I dan II, sekretaris/koordinator sekretariat serta para ketua bidang, menerima honor Rp30 juta per bulan.

    Sedangkan anggota bidang menerima Rp20 juta. Untuk level staf kesekretariatan bidang, mendapatkan honor sebesar Rp8 juta per bulannya.

    “Dana hibah ini semestinya lebih banyak dihabiskan untuk membiayai program. Melihat lampiran SK yang ditandatangani Menhut Raja Juli Antoni, sepertinya harapan itu tak bakalan terwujud,” tegas Aex.

    Mencermati personel yang mengisi tim FOLU Net Sink 2030 dan sistem honorarium yang ditetapkan, Ketua PDI Perjuangan (PDIP) Sumatra Barat (Sumbar) itu menilai Menhut Raja Juli tidak sedang dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan bersih (clean government).

    Oleh karenanya, Alex mendesak Menhut Raja Juli untuk mengedepankan prinsip-prinsip transparansi dalam penetapan personel yang ditugaskan di tim FOLU Net Sink 2030 itu.

    “Jika tak berani terbuka, publik tentunya akan menilai keputusan Menhut Raja Juli ini tak lebih dari bagi-bagi kue kekuasaan pada kolega yang tentu saja berjarak dengan semangat Asta Cita Presiden Prabowo Subianto,” ujarnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News