Topik: Dana desa

  • Siapa di Balik Kejahatan Rekening Bansos Fiktif?

    Siapa di Balik Kejahatan Rekening Bansos Fiktif?

    OLEH: AA LANYALLA MAHMUD MATTALITTI*

    BELUM lama ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengumumkan 10 juta rekening dormant yang menerima bantuan sosial (bansos). Kemudian PPATK kembali mengumumkan 571.410 data penerima bansos terindikasi terlibat pinjol, judol, bisnis narkotika, dan terorisme. 

    Ini tentu mengagetkan kita semua. Terutama terkait dengan penerima bansos fiktif. Karena rekening penerima bansos diduga kuat tidak memiliki pemilik yang sebenarnya (fiktif) atau dormant. Tetapi lebih aneh lagi: rekening tersebut banyak yang aktif. Terjadi penarikan setelah dana bansos masuk. 

    Menurut PPATK, rekening-rekening tersebut hanya digunakan untuk menampung dana bansos. kemudian ditarik oleh pihak-pihak yang tidak berhak. Artinya, ada pihak tertentu yang mengendalikan rekening-rekening tersebut.

    Artinya, ada uang triliunan rupiah yang dikumpulkan dari jutaan rekening fiktif tersebut selama periode bansos dikucurkan. Terutama dari temuan PPATK yang menunjukkan adanya anomali data penerima bansos dari tahun ke tahun. 

    Pertanyaannya siapa yang mampu mengorganisir dan melakukan kejahatan dengan modus operandi sistem penerima bansos fiktif itu? 

    Mulai dari penyiapan rekening, input data penerima, penarikan atau pemindahan uang masuk, dan seterusnya? Tentu bukan perorangan. Pasti melibatkan sindikasi yang terstruktur dan sistematis. Dan yang pasti punya akses ke perbankan dan sistem input data di Kementerian.    

    Jika kita lihat angka yang digelontorkan APBN untuk semua jenis bantuan sosial atau perlindungan sosial, sejak tahun 2014 hingga 2024, lintas kementerian sangatlah besar. Sebagai contoh, APBN tahun 2024. Pemerintah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial (perlinsos) dalam RAPBN 2024 sebesar Rp.493,5 triliun. Angka ini meningkat 12,4 persen dari tahun sebelumnya.

    Secara total selama 10 tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo, sejak tahun 2014 hingga 2024, belanja perlindungan sosial oleh pemerintah telah mencapai angka  yang hampir menyentuh Rp4.000 triliun. Bayangkan jika sejak saat itu telah terjadi modus penyimpangan yang disengaja oleh sindikat bansos fiktif, berapa nilai kerugian negara?

    Misalkan saja, mereka berhasil membajak 10 persen dari Rp.4000 triliun. Artinya uang yang dicuri mencapai Rp.400 triliun dalam 10 tahun. Per tahun Rp.40 triliun. Jika uang Rp.40 triliun setahun itu digunakan untuk memberi tambahan gaji guru honorer setiap bulan Rp.2 juta = satu tahun Rp.24 juta. Maka akan dapat membiayai 1,6 juta guru honorer dalam satu tahun.

    Jadi, sekali lagi, siapa sebenarnya mereka yang mampu mengorganisir secara sistematis dan terstruktur kejahatan yang sangat jahat ini? 

    Apakah oknum Pejabat atau Pegawai Pemerintah, yang memiliki akses ke sistem data bansos? Sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Karena mereka dapat memasukkan data fiktif, termasuk nama, nomor induk kependudukan (NIK), dan alamat palsu, ke dalam sistem.

    Karena tanpa akses internal, sangatlah sulit untuk menambahkan puluhan juta data penerima fiktif tanpa terdeteksi. Oknum ini juga bisa memanfaatkan celah dalam sistem verifikasi untuk meloloskan data palsu.

    Lalu apakah juga ada oknum Perbankan? Karena sindikat ini pasti memerlukan bantuan dari oknum di bank untuk membuka rekening fiktif tanpa pemilik yang sah atau dengan identitas palsu. Pembukaan rekening dalam jumlah besar dan secara tidak wajar akan menarik perhatian. Kecuali ada orang dalam di bank yang memfasilitasinya. Termasuk menyediakan akses untuk penarikan dana setelahnya.

    Apakah juga melibatkan pihak lapangan yang bertugas sebagai perekrut KTP dan penarik dana? Kelompok ini bertugas di lapangan untuk menarik dana yang telah masuk ke rekening fiktif. Mereka bisa menggunakan berbagai cara. Seperti kartu ATM yang sudah disiapkan atau kerja sama dengan agen perbankan untuk pencairan. Kelompok ini bisa disebut sebagai eksekutor di ujung rantai.

    Maka wajar bila ada dugaan para pelaku kejahatan penerima bansos fiktif ini adalah sindikat. Karena penerima fiktif itu dalam skala besar. Bukan puluhan atau ratusan orang, yang bisa kita sebut sebagai human error petugas input data. Tetapi ini jutaan, dan dana itu dikelola. Masuk dan kemudian ditarik. Dimana prosesnya dimulai dari birokrasi pemerintahan (data), dilanjutkan ke sektor perbankan (rekening), dan diakhiri dengan pencairan di lapangan. Keterlibatan lintas sektor ini adalah ciri khas sindikat kejahatan terorganisir.

    Lazimnya pasti ada “otak” di balik operasi ini. Yang mengatur strategi. Sementara anggota lainnya menjalankan peran masing-masing. Seperti pembuat data fiktif. Pembuka rekening, dan penarik dana. 

    Oleh karena itu saya mendukung penuh permintaan Presiden Prabowo kepada Kepala PPATK untuk membongkar habis dan tuntas skandal penerima bansos fiktif ini. Segera setelah itu, PPATK harus menyerahkan kepada KPK RI untuk ditindaklanjuti. Karena ini kejahatan luar biasa. Selain merugikan negara, juga merugikan rakyat yang seharusnya berhak menerima.  

    Saya sudah pernah mengingatkan soal ini pada tahun 2022 silam. Saat saya menjabat Ketua DPD RI. Saat itu KPK menemukan 16,7 juta orang tanpa NIK yang tercatat dalam DTKS Kemensos sebagai penerima bansos. Di luar itu juga ada NIK Ganda sebanyak 1,06 juta orang. Ditambah 234 ribu orang yang meninggal, tapi masih ada di DTKS. 

    Sengkarut data juga saya sampaikan terkait data jumlah desa penerima dana desa. Karena ada perbedaan data antara Kemenkeu dan Kemendes. Dimana Kemenkeu menyebut ada 15 desa fiktif yang menerima dana desa. Kekacauan ini sejatinya sudah sejak dulu. Dan ini adalah celah bagi sindikat yang ingin mencuri uang APBN.

    Karena itu, saya berharap program Data Tunggal Sosial Ekonomi (DTSEN) yang diluncurkan Presiden Prabowo dapat segera tuntas. Untuk merapikan serta menghapus celah sindikat pencuri uang bantuan sosial ini. 

    Dengan data yang terpadu dan berasal dari satu basis, akan dapat digunakan oleh semua kementerian dan lembaga dalam menyalurkan program-program perlindungan sosial. Sebab, jika basis datanya saja sudah salah, maka program yang dijalankan pasti tidak akan tepat sasaran. 

    DTSEN juga bisa digunakan untuk menentukan kebijakan pendirian Sekolah Rakyat. Prioritas pembangunan dapur Makan Bergizi Gratis. Juga untuk penajaman konsentrasi dan jenis usaha Koperasi Merah Putih, yang tentu berbeda satu daerah dengan daerah lainnya. Tentu verifikasi lapangan secara berkala tetap harus dilakukan. 

    Dan yang lebih penting, ayo kita bersih-bersih. Saatnya kebocoran APBN yang disengaja kita akhiri. Menurunnya tingkat korupsi, ekuivalen dengan angka peningkatan pertumbuhan ekonomi. Bukan mustahil kita bisa menuju Indonesia yang lebih sejahtera, dengan membangun semangat kebersamaan (Prabowonomics) dan mengakhiri sifat keserakahan (Serakahnomics). 

    (*Penulis adalah Anggota MPR RI/DPD RI, Ketua DPD RI ke-5 )

  • Terjerat Korupsi Dana BLT, Kepala Desa Cikahuripan Susul Sekdes ke Tahanan

    Terjerat Korupsi Dana BLT, Kepala Desa Cikahuripan Susul Sekdes ke Tahanan

    Liputan6.com, Jakarta – Kepala Desa Cikahuripan, berinisial UMJ, kini resmi menyusul sekretarisnya menjadi tersangka. Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sukabumi telah menetapkan UMJ sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) APBDes tahun anggaran 2021-2023. 

    Keterlibatannya terungkap dari pengembangan kasus sebelumnya yang menjerat Sekretaris Desa (Sekdes) Cikahuripan, MA.

    Menurut Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kabupaten Sukabumi, Agus Yuliana, penetapan ini dilakukan setelah ditemukan bukti keterlibatan UMJ dalam penyelewengan dana desa.

    “Pengembangan ini berawal dari persidangan kasus Sekdes, di mana terungkap bahwa Kepala Desa juga terlibat,” ujar Agus, Jumat (12/9/2025).

    Ia menjelaskan, selain itu UMJ berperan dalam penyalahgunaan dana desa (DD) dipakai tidak sesuai Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDes).

    Kerugian negara akibat dugaan korupsi ini mencapai Rp349 juta, yang diduga diselewengkan untuk kepentingan pribadi UMJ. Sejumlah barang bukti telah disita, termasuk laptop, dokumen, dan uang tunai Rp17 juta. 

     

  • Kejari Ungkap Modus Korupsi Dana Desa Sumberjaya Kabupaten Bekasi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        12 September 2025

    Kejari Ungkap Modus Korupsi Dana Desa Sumberjaya Kabupaten Bekasi Megapolitan 12 September 2025

    Kejari Ungkap Modus Korupsi Dana Desa Sumberjaya Kabupaten Bekasi
    Tim Redaksi

    BEKASI, KOMPAS.com –
     Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bekasi resmi menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan keuangan Desa Sumberjaya, Kecamatan Tambun Selatan, tahun anggaran 2024.
    Penetapan tersebut dilakukan Kejari Kabupaten Bekasi pada Kamis (11/9/2025).
    Empat tersangka tersebut adalah SH, selaku Pj Kepala Desa Sumberjaya periode 2023–2024, SJ, Sekretaris Desa Sumberjaya tahun 2024, GR, Kaur Keuangan Desa sekaligus operator Siskeudes, dan MSA, Direktur CV Sinar Alam Inti Jaya.
    Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kabupaten Bekasi, Ronal Thomas Mendrofa, menyampaikan bahwa SH diduga mengelola keuangan desa untuk perbaikan infrastruktur tahun 2024, namun banyak pekerjaan yang tidak sesuai aturan.
    “Konstruksinya itu ada beberapa pekerjaan-pekerjaan. Jadi pekerjaan-pekerjaan itu ada yang fiktif, ada yang tidak dilakukan dan ada yang dilakukan tapi sudah dipotong,” ucap Ronal, Jumat (12/9/2025).
    Menurut Ronal, sebelum pengerjaan konstruksi dimulai, para tersangka telah melakukan potongan sebesar 5–15 persen dari dana proyek.
    Dana hasil potongan itu ditampung di perusahaan CV SH, lalu dibagi-bagikan.
    “Dari hasil pemeriksaan ahli konstruksi, beberapa bangunan memang tidak sesuai spesifikasi dan RAB yang ada,” terangnya.
    Dalam kasus ini, penyidik menyita 142 barang bukti, yang penyitaannya telah disahkan Pengadilan Negeri Cikarang.
    Berdasarkan hasil audit, perbuatan para tersangka menimbulkan kerugian negara lebih dari Rp 2,5 miliar.
    Namun, baru Rp 256 juta yang berhasil dikembalikan ke rekening penampungan barang bukti Kejari Kabupaten Bekasi.
    “Total pengembalian yang sudah kami terima Rp 256 juta, sementara kerugian dalam LHP PKKN lebih dari Rp 2,5 miliar,” jelas Ronal.
    Ia menambahkan, penyidik masih terus mendalami kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat.
    “Untuk sementara, penyidikan mengarah pada empat tersangka ini. Pengembangan tetap berjalan karena uang digunakan untuk keperluan pribadi masing-masing,” ujarnya.
    Kepala Kejari Kabupaten Bekasi, Eddy Sumarman, menegaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah pemeriksaan menyeluruh.
    “Tersangka ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan 29 saksi, empat orang ahli, dokumen, serta barang bukti yang diperoleh,” jelas Eddy.
    Menurut Eddy, masing-masing tersangka memiliki peran dalam dugaan korupsi tersebut.
    SH diduga menggunakan anggaran APBDes untuk kepentingan pribadi.
    SJ tidak menjalankan tugasnya memeriksa bukti pertanggungjawaban pencairan anggaran, bahkan ikut menerima uang desa.
    GR selaku Kaur Keuangan dengan sengaja membuat pertanggungjawaban seolah-olah benar sesuai RAB APBDes, padahal anggaran dipakai untuk kepentingan pribadi.
    MSA bertindak sebagai penampung dana desa dan menyalurkannya kepada SH, SJ, dan GR.
    Para tersangka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemkab Lumajang Anggarkan Rp35 Juta per Desa untuk Ganti Kendaraan Operasional Kades

    Pemkab Lumajang Anggarkan Rp35 Juta per Desa untuk Ganti Kendaraan Operasional Kades

    Lumajang (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang, Jawa Timur, berencana memperbarui kendaraan operasional milik 198 kepala desa (Kades). Kebijakan ini diambil setelah seluruh kendaraan dinas kades se-Kabupaten Lumajang belum pernah diganti sejak lebih dari 16 tahun.

    Sebagai informasi, sejak tahun 2009 para kades di 198 desa yang tersebar di 21 kecamatan difasilitasi kendaraan dinas berupa motor Honda Megapro.

    Sekretaris Daerah (Sekda) Lumajang, Agus Triyono, menjelaskan bahwa kendaraan tersebut selama ini digunakan sebagai penunjang pelayanan masyarakat, namun usia pemakaian yang cukup lama membuat pembaruan menjadi kebutuhan mendesak.

    Menurut Agus, Pemkab Lumajang menyiapkan anggaran Rp 35 juta untuk setiap desa melalui skema alokasi dana desa (ADD) khusus atau earmark. Dana ini akan dipakai khusus untuk pembaruan kendaraan operasional kades.

    “Ini setiap desa difasilitasi alokasi Rp35 juta untuk pembaruan kendaraan operasional. Tentu anggaran ini bersifat khusus dan penggunaannya tetap mengikuti aturan yang berlaku, termasuk kewajiban perpajakan,” terang Agus Triyono, Jumat (12/9/2025).

    Terkait jenis kendaraan operasional, pemerintah desa diberi keleluasaan untuk menentukannya sesuai kebutuhan serta kondisi geografis masing-masing wilayah. Jika desa berada di daerah dengan kondisi geografis dataran tinggi, kendaraan dengan spesifikasi lebih kuat bisa dipilih. Sedangkan desa di wilayah perkotaan dapat menyesuaikan dengan kendaraan yang lebih praktis.

    “Jadi, ini pemerintah desa yang memilih jenis kendaraan dinasnya, sedangkan pemerintah kabupaten menyiapkan pembiayaan sesuai plafon Rp35 juta setiap desa,” ungkap Agus. [has/beq]

  • Kemendagri siapkan aplikasi Jaga Desa kawal APBDes di 75.266 desa

    Kemendagri siapkan aplikasi Jaga Desa kawal APBDes di 75.266 desa

    Program Jaga desa ini merupakan langkah inovatif dan penting untuk dikawal serta diawasi bersama, dikarenakan Indonesia memiliki jumlah desa 75.266

    Jakarta (ANTARA) – Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa (Pemdes) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kejaksaan Agung RI telah menyiapkan aplikasi Jaga Desa dalam rangka mengawal Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) di 75.266 desa di seluruh Indonesia.

    Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Bina Pemdes Laode Ahmad P. Bolombo saat Sosialisasi Monitoring Village Management Funding Desa/Jaga Desa di Bali, seraya mengatakan Indonesia memiliki jumlah desa sangat banyak, oleh karena itu desa perlu dijaga bersama-sama.

    “Program Jaga desa ini merupakan langkah inovatif dan penting untuk dikawal serta diawasi bersama, dikarenakan Indonesia memiliki jumlah desa 75.266,” kata Laode dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

    Ia menjelaskan, ⁠ perjanjian kerja sama ini menjadi langkah bijak untuk meningkatkan tata kelola pemerintahan desa yang baik, kualitas pelayanan publik, serta peningkatan kesadaran hukum bagi Pemerintah Desa dan masyarakat dalam pengelolaan keuangan Desa yang lebih baik.

    “Dalam hal pelaksanaan APBDes di Desa, diperlukan Sinkronisasi program melalui pendekatan program yang selaras dengan APBN dan APBD, ” ujarnya.

    Jamintel Kejaksaan RI Reda Manthovanis menyatakan,jaksa intelijen akan diturunkan untuk memperhatikan Desa untuk mendukung Program Pembangunan Nasional.

    “Visi-Misi Prabowo-Gibran, mendukung Astacita ke-6, yaitu membangun desa dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan, ” kata Reda.

    Reda memaparkan, berdasarkan Data Perkara Kepala Desa, sebagian besar adalah terkait penyalahgunaan Dana Desa.

    Dengan demikian, penegakan hukum sebagai alternatif terakhir perlu ditegakkan menggunakan pendekatan digitalisasi untuk penanganan penyelewengan anggaran di Desa.

    “Aplikasi Jaga Desa yang dilaunching pada tanggal 7 Februari 2025 bertujuan membantu pengelolaan keuangan Desa agar tertib aturan dan tertib sasaran,” ujarnya.

    Dalam Aplikasi Jaga Desa terdapat tiga kanal Laporan Pengaduan Masyarakat (LAPDU). Yang pertama adalah Kanal LAPDU, untuk melaporkan masalah terkait keuangan desa, seperti adanya ancaman Oknum LSM/Ormas yang menghambat pencairan Dana Desa.

    Kemudian Kanal LAPDU Khusus, merupakan kanal yang hanya bisa diakses oleh Kepala Desa dan Kajari setempat untuk menjamin kerahasiannya. Yang ketiga adalah Kanal Indikasi Penyimpangan, sebagai bahan klarifikasi terhadap pelaporan masyarakat.

    Menurutnya, sistem pengawasan dana desa saat ini telah terintegrasi antara Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri, dan Kejaksaan Agung, sehingga proses monitoring dapat berlangsung lebih efektif, terarah, dan mampu meminimalisir potensi penyimpangan penggunaan anggaran di tingkat desa.

    “Melalui Program Jaga Desa, setiap Kades diminta menginput setiap kegiatan berkaitan dengan keuangan negara yang dikelola, sehingga pemanfaatan anggaran desa tepat sasaran,” kata Reda.

    Dalam kesempatan itu, Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Ahmad Riza Patria menyatakan, kerjasama ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi positif bagi kemajuan pembangunan dan pemerintahan desa.

    Sasaran utama program ini adalah dana desa karena dana desa sejak tahun 2015 menjadi tulang punggung pembangunan di lebih dari 72.000 Desa, dengan total alokasi lebih dari Rp 681 Triliun.

    Oleh karena itu, dengan inovasi program jaga desa, pemerintah Desa semakin tumbuh kesadarannya untuk semakin tertib administrasi dan tepat sasaran dalam pemanfaatan Dana Desa.

    “Jaga Desa mendorong penerapan Digitalisasi di Desa khususnya penertiban pengelolaan keuangan di Desa, sehingga integritas, transparansi, semangat gotong royong dapat dioptimalkan untuk mengawal tertibnya pengelolaan keuangan di Desa, ” paparnya.

    Sementara itu, Gubernur Bali I Wayan Koster mengapresiasi Penandatangan Perjanjian Kerja Sama antara Bupati/Walikota dengan Kejari sebagai wujud sinergi dan kolaborasi antara kejaksaan dan pemerintah daerah untuk melakukan inovasi-inovasi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di desa-desa.

    “Pemerintah Provinsi Bali mendukung penuh Tata Kelola Pemerintahan Desa yang bersih dan terbuka, sehingga upaya kolaborasi Pemerintah Pusat, Daerah, Desa, Kejaksaan, TNI, Dunia Usaha dan Rakyat perlu terus digalakkan, ” katanya.

    Terhadap pelaksanaan Jaga Desa, ia menginstruksikan kepada seluruh Perbekel (Kepala Desa), masyarakat dan Pecalang untuk mengawal program dimaksud secara optimal.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Lakukan Korupsi, Kepala Desa dan Bendahara Desa di Tulungagung Ditetapkan Tersangka

    Lakukan Korupsi, Kepala Desa dan Bendahara Desa di Tulungagung Ditetapkan Tersangka

    Tulungagung (beritajatim.com) – Kepala Desa dan Bendahara Desa Tanggung, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh Kejaksaan Negeri setempat. Tersangka diketahui bernama Suyahman (60) sebagai Kepala Desa Tanggung dan Joko Endarto (54) sebagai bendahara desa.

    Mereka terbukti melakukan korupsi dan penyalahgunaan Dana Desa, Anggaran Dana Desa dan hasil pajak tahun 2019-2019 untuk keperluan pribadi. Akibat perbuatannya kerugian negara ditaksir mencapai Rp1,5 miliar.

    Kepala Kejaksaan Negeri Tulungagung, Tri Sutrisno mengatakan kasus korupsi ini terungkap setelah pihaknya menerima pengaduan warga. Mereka langsung melakukan proses penyelidikan. Sebanyak 40 saksi diminta keterangan terkait kasus tersebut. Setelah semua barang bukti dan alat bukti terpenuhi, mereka lalu menetapkan keduanya sebagai tersangka.

    Keduanya kini dititipkan ke Lapas Tulungagung sambil menunggu proses persidangan. “Saat ini keduanya sudah kita tahan dan dititipkan di Lapas Tulungagung,” ujarnya, Rabu (10/9/2025).

    Meskipun keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka, namun mereka tidak mengakui perbuatannya ini. Pihak Kejaksaan sendiri telah mengantongi barang bukti dan alat bukti yang kuat untuk menetapkan sebagai tersangka. Keduanya bekerja sama melakukan korupsi selama 3 tahun.

    Laporan penggunaan dana tersebut tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. “Mereka mengelola dana desa, dana ADD, bagi hasil pajak untuk keperluan pribadi,” terangnya.

    Dari hasil penghitungan yang dilakukan, kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp1,5 miliar. Keduanya dikenakan pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.

    Hingga saat ini belum ada pengembalian kerugian negera yang dilakukan oleh kedua tersangka. “Meski mereka belum mengakui perbuatannya namun kami mendapat bukti bahwa laporan keuangan tidak singkron selama 3 tahun tersebut,” pungkasnya. [nm/ian]

  • Wali Kota Solo utamakan pelayanan publik meski dana TKDD dipangkas

    Wali Kota Solo utamakan pelayanan publik meski dana TKDD dipangkas

    ANTARA – Wali Kota Solo, Respati Ardi, Rabu (10/9), menyatakan pelayanan publik tidak akan berkurang meskipun pemerintahannya menghadapi kemungkinan penyusutan anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) dari pemerintah pusat. Untuk mengantisipasi hal itu, Pemerintah Kota Solo menyiapkan strategi efisiensi internal serta mengoptimalkan pendapatan daerah. (Denik Apriyani/Andi Bagasela/Rijalul Vikry)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Risiko di Balik Suntikan Dana Jumbo ke Himbara untuk Kopdes Merah Putih

    Risiko di Balik Suntikan Dana Jumbo ke Himbara untuk Kopdes Merah Putih

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah bakal menyuntikan dana senilai Rp83 triliun kepada bank Himbara untuk pembiayaan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih. Kebijakan itu menuai sorotan dan akan membebani keuangan negara.

    Adapun penempatan dana tersebut dilakukan dalam dua tahap, tahun 2025 senilai Rp16 triliun, sisanya atau sekitar Rp67 triliun bakal ditempatkan pada tahun 2026. Khusus tahun ini, sumber dana Rp16 triliun itu berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) APBN 2025.

    Penggunaan SAL itu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.63/2025 tentang Penggunaan Saldo Anggaran Lebih alias SAL Tahun Anggaran 2025 untuk Pemberian Dukungan Kepada Bank yang Menyalurkan Pinjaman Kepada Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.

    “Penempatan dana sebesar Rp83 triliun itu adalah akumulasi dari tahun 2025 dan 2026, yang diperkirakan tahun 2025: Rp16 triliun dan 2026: Rp67 triliun,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kemenkeu Deni Surjantoro melalui keterangan tertulis kepada Bisnis, Rabu (3/9/2025).

    Adapun skema pembiayaan ke KopDes Merah Putih oleh himbara dengan bunga rendah sebesar 6%. “Skema pembiayaan ke KDMP oleh Himbara bunganya 6%, tenor 6 tahun dan waktu tenggang 6 sampai dengan 8 bulan,” lanjut Deni.

    Dia juga menjelaskan bahwa penempatan dana APBN ke himbara untuk membiayai pembentukan KopDes Merah Putih diarahkan untuk menyederhanakan rantai distribusi yang rumit, serta memberdayakan masyakat desa sehingga memutus rantai kemiskinan.

    “Untuk mendukung model bisnis KDMP yang efisien dan efektif, Pemerintah menempatkan Dana di Himbara agar dapat menyalurkan pembiayaan ke KDMP dengan bunga yang rendah,” ucapnya.

    Likuiditas Bank Himbara 

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa Rp83 triliun yang akan ditempatkan ke himbara untuk KopDes sejalan dengan penurunan anggaran Dana Desa tahun depan menjadi Rp60 triliun.

    Meski anggaran Dana Desa turun, Sri Mulyani menyebut anggaran bagi masyarakat desa untuk KopDes bakal digelontorkan melalui himbara.

    Dana Desa sendiri akan digunakan sebagai jaminan apabil KopDes mengalami gagal bayar utang. Pada rapat dengan DPD, Selasa (2/9/2025), mengatakan bakal berkoordinasi dengan Menteri Desa untuk penggunaan Dana Desa itu.

    “Untuk tadi dana desa kami juga bekerja sama dengan Menteri Desa. Untuk menjelaskan kalau dana desanya sekian X rupiah, jangan sampai nanti kalau sampai koperasinya enggak bisa nyici,” paparnya.

    Risiko Besar 

    Adapun ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai alokasi SAL untuk pembiayaan KopDes melalui himbara tampak ambisius sebagai upaya mendorong kemandirian desa. Namun, dia menilai timing dan risikonya justru menimbulkan kekhawatiran serius. 

    “Di tengah kondisi  perekonomian yang tidak baik-baik saja, serta defisit APBN yang sudah membengkak, penggunaan SAL untuk program berisiko tinggi berarti mengorbankan ruang fiskal yang semestinya bisa diarahkan ke subsidi energi, bantuan sosial, atau program lain yang lebih mendesak,” terang Yusuf kepada Bisnis, Rabu (3/9/2025). 

    Yusuf bahkan menilai potensi gagal bayar aau default KopDes bisa memperburuk defisit APBN, apabila tata kelolanya lemah. Akibatnya, pemerintah bisa menambah utang dan memperlemah stabilitas sistem keuangan. 

    Dia menyoroti juga kondisi sosial politik Indonesia yang saat ini panas akibat gelombang demo besar-besaran. “Kebijakan ini rawan dipersepsikan sebagai proyek mercusuar yang menghambur-hamburkan dana negara, alih-alih solusi nyata untuk menjaga daya beli rakyat,” ujarnya

  • Rp83 Triliun Dana Kopdes: Cair Rp16 Triliun Tahun Ini, Rp67 Triliun pada 2026

    Rp83 Triliun Dana Kopdes: Cair Rp16 Triliun Tahun Ini, Rp67 Triliun pada 2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara soal penempatan dana APBN ke Himbara untuk pembiayaan Koperasi Desa atau Kopdes Merah Putih. Total yang akan disalurkan ke Himbara pada 2025 dan 2026 adalah Rp83 triliun.

    Pada 2025, pemerintah berencana untuk menyuntikkan Rp16 triliun sebagai tahap pertama ke Himbara. Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Rp16 triliun itu akan melalui Saldo Anggaran Lebih (SAL) APBN 2025.

    Penggunaan SAL itu sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.63/2025 tentang Penggunaan Saldo Anggaran Lebih alias SAL Tahun Anggaran 2025 untuk Pemberian Dukungan Kepada Bank yang Menyalurkan Pinjaman Kepada Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.

    “Penempatan dana sebesar Rp83 triliun itu adalah akumulasi dari tahun 2025 dan 2026, yang diperkirakan tahun 2025: Rp16 triliun dan 2026: Rp67 triliun,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kemenkeu Deni Surjantoro melalui keterangan tertulis kepada Bisnis, Rabu (3/9/2025).

    Adapun skema pembiayaan ke KopDes Merah Putih oleh Himbara dengan bunga rendah sebesar 6%.

    “Skema pembiayaan ke KDMP oleh Himbara bunganya 6%, tenor 6 tahun dan waktu tenggang 6 sampai dengan 8 bulan,” lanjut Deni.

    Dia juga menjelaskan bahwa penempatan dana APBN ke Himbara untuk membiayai pembentukan KopDes Merah Putih diarahkan untuk menyederhanakan rantai distribusi yang rumit, serta memberdayakan masyarakat desa sehingga memutus rantai kemiskinan.

    “Untuk mendukung model bisnis KDMP yang efisien dan efektif, Pemerintah menempatkan Dana di Himbara agar dapat menyalurkan pembiayaan ke KDMP dengan bunga yang rendah,” ucapnya.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa Rp83 triliun yang akan ditempatkan ke Himbara untuk KopDes sejalan dengan penurunan anggaran Dana Desa tahun depan menjadi Rp60 triliun.

    Meski anggaran Dana Desa turun, Sri Mulyani menyebut anggaran bagi masyarakat desa untuk KopDes bakal digelontorkan melalui Himbara.

    Dana Desa sendiri akan digunakan sebagai jaminan apabila KopDes mengalami gagal bayar utang. Pada rapat dengan DPD, Selasa (2/9/2025), mengatakan bakal berkoordinasi dengan Menteri Desa untuk penggunaan Dana Desa itu.

    “Untuk tadi dana desa kami juga bekerja sama dengan Menteri Desa. Untuk menjelaskan kalau dana desanya sekian X rupiah, jangan sampai nanti kalau sampai koperasinya enggak bisa nyici,” paparnya.

  • Bukan Rp16 Triliun, Sri Mulyani Suntik Himbara Rp83 Triliun untuk Kopdes

    Bukan Rp16 Triliun, Sri Mulyani Suntik Himbara Rp83 Triliun untuk Kopdes

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap alasan menempatkan dana saldo lebih anggaran (SAL) APBN 2025 ke bank Himbara untuk pembiayaan Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih.

    Sri Mulyani menuturkan bahwa penempatan dana itu dilakukan supaya tidak ada lagi alasan keterbatasan likuiditas dari Himbara. “Itu adalah dananya pemerintah yang tadinya ada di Bank Indonesia. Kami ambil, kami taruh di Himbara. Sehingga Himbara tidak ada alasan likuiditas yang tidak ada, mereka bisa menyalurkan ke koperasi,” jelasnya pada rapat bersama DPD, Selasa (2/9/2025). 

    Bekas Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menuturkan bahwa dana Rp83 triliun akan ditempatkan ke Himbara untuk disalurkan ke Kopdes dengan suku bunga kecil sekitar 2%. Sri Mulyani, menuturkan bahwa suntikan modal ke Kopdes akan memunculkan entrepreneur. Dia juga berharap para kepala desa yang dalam hal ini adalah sebagai pengampu juga memiliki perhatian dan juga komitmen serta kepemilikan terhadap program tersebut.

    Adapun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berkoordinasi dengan Menteri Desa terkait dengan penggunaan Dana Desa sebagai jaminan. Pada tahun depan, Dana Desa dianggarkan Rp60 triliun. “Untuk tadi dana desa kami juga bekerja sama dengan Menteri Desa. Untuk menjelaskan kalau dana desanya sekian X rupiah, jangan sampai nanti kalau sampai koperasinya enggak bisa nyicil,” paparnya. 

    Sementara itu, Satgas Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) akan melaksanakan rapat koordinasi usai Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati resmi menyuntikkan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) APBN 2025 kepada himbara untuk pembiayaan program tersebut. 

    Ketua Satgas Kopdes Merah Putih yang dijabat oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan disebut akan memimpin rapat tersebut. “Besok akan ada rapat satgas. Betul Pak Menko yang pimpin,” ungkap Deputi Bidang Koordinasi Tata Niaga dan Distribusi Pangan Kemenko Pangan Tatang Yuliono kepada Bisnis, Rabu (3/9/2025). 

    Tatang juga mengamini bahwa rapat tersebur akan membahas soal penggunaan dana SAL APBN 2025 untuk Himbara itu. Namun, Tatang enggan memberikan penjelasan lebih lanjut terkait dengan penggunaan dana SAL itu. “Lebih baik ke Kemenkeu, ya,” katanya. 

    Adapun, Bisnis telah meminta respons kepada Kementerian Keuangan mengenai penggunaan dana SAL yang tertuang pada PMK Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.63/2025 tentang Penggunaan Saldo Anggaran Lebih alias SAL Tahun Anggaran 2025 untuk Pemberian Dukungan Kepada Bank yang Menyalurkan Pinjaman Kepada Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.

    Upaya konfmasi disampaikan kepada Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (Kabiro KLI) Kemenkeu Deni Surjantoro. Hanya Deni yang memberikan respons. “Kita cek ke unit terkait dulu,” terang Deni kepada Bisnis. 

    Risiko Tinggi

    Adapun ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai alokasi SAL untuk pembiayaan KopDes melalui himbara tampak ambisius sebagai upaya mendorong kemandirian desa. Namun, dia menilai timing dan risikonya justru menimbulkan kekhawatiran serius. 

    “Di tengah kondisi  perekonomian yang tidak baik-baik saja, serta defisit APBN yang sudah membengkak, penggunaan SAL untuk program berisiko tinggi berarti mengorbankan ruang fiskal yang semestinya bisa diarahkan ke subsidi energi, bantuan sosial, atau program lain yang lebih mendesak,” terang Yusuf kepada Bisnis, Rabu (3/9/2025). 

    Yusuf bahkan menilai potensi gagal bayar aau default KopDes bisa memperburuk defisit APBN, apabila tata kelolanya lemah. Akibatnya, pemerintah bisa menambah utang dan memperlemah stabilitas sistem keuangan. 

    Dia menyoroti juga kondisi sosial politik Indonesia yang saat ini panas akibat gelombang demo besar-besaran. “Kebijakan ini rawan dipersepsikan sebagai proyek mercusuar yang menghambur-hamburkan dana negara, alih-alih solusi nyata untuk menjaga daya beli rakyat,” ujarnya.