Topik: Dana desa

  • Gubernur Usul Pemerintah Pusat Tanggung Gaji ASN Daerah, Begini Respons Purbaya

    Gubernur Usul Pemerintah Pusat Tanggung Gaji ASN Daerah, Begini Respons Purbaya

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa belum mempertimbangkan terkait usulan Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi Ansharullah agar pemerintah pusat menanggung gaji ASN daerah akibat pemangkasan transfer ke daerah (TKD) pada tahun depan.

    Purbaya mengaku usulan Mahyeldi itu sangat wajar. Menurutnya, jika memungkinkan maka pemerintah daerah akan meminta setiap bebannya ditanggung pemerintah pusat.

    “Tapi kan kita hitung kemampuan APBN saya seperti apa. Apalagi ini kan 9 bulan pertama kan ekonominya melambat. Ya naik turun, tapi turun terus kan. Jadi kalau diminta sekarang ya pasti saya enggak bisa,” ujar Purbaya di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).

    Dia merasa bisa saja mengambil alih sebagian besar tanggung jawab daerah. Hanya saja, batas defisit APBN 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) harus terlampaui.

    Bendahara negara itu belum ingin melangkahi aturan tersebut. Dia meyakini institusi internasional akan langsung mengkritisinya apabila melampaui batas defisit 3%.

    “Jadi, saya jaga itu. Saya jaga semuanya dulu. Saya optimalkan belanja, saya optimalkan pendapatan, saya hilangkan gangguan di bisnis,” ungkap Purbaya.

    Sebelumnya, Mahyeldi memprotes keputusan pemerintah pusat yang memotong anggaran TKD pada tahun depan. Dia pun mengusulkan jika tetap kukuh memotong TKD maka gaji ASN daerah juga harus ditanggung pemerintah pusat.

    “Harapan kita di daerah adalah bagaimana TKD ini dikembalikan lagi. Kalau enggak mungkin gaji pegawai bisa diambil oleh pusat, karena ini kan kaitan dengan DAU [dana alokasi umum]. Kan [DAU] juga pengurangan,” ujarnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (7/10/2025).

    Protes Kepala Daerah

    Sebelumnya, puluhan gubernur dan wakil gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Selasa (7/10/2025).

    Gubernur Jambi Al Haris, selaku ketua umum APPSI, menjelaskan bahwa para kepala daerah menyatakan keluh kesah kepada Purbaya terkait pemotongan transfer ke daerah pada tahun depan.

    Adapun dana transfer ke daerah mencapai Rp692,995 triliun dalam APBN 2026. Dana transfer ke daerah itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun ini senilai Rp919,9 triliun, turun 24,7% atau setara Rp226,9 triliun.

    “Daerah tentu banyak sekali yang merasakan dampak dari [pemotongan] TKD itu, di antaranya ada daerah yang mungkin sulit membayar belanja pegawai, besar sekali. Apalagi ada keharusan membayar P3K dan sebagainya. Nah, ini luar biasa berdampak terhadap APBD 2026,” ujar Al Haris usai pertemuan.

    Dia tidak menampik bahwa pemerintah pusat memiliki berbagai program yang akan dijalankan di daerah dengan anggaran Rp1.300 triliun pada tahun depan. Kendati demikian, pemerintah daerah tidak tahu menahu terkait program tersebut.

    Apalagi, sambungnya, masih banyak daerah yang pendapatan asli daerah (PAD) rendah. Al Haris khawatir daerah-daerah tersebut akan semakin kesulitan apabila dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang diterima juga semakin kecil.

    “Kalau daerah PAD-nya kecil, yang banyak menggantungkan nasib dengan TKDD, maka sulit mereka untuk mengembangkan daerahnya,” jelasnya.

    Sementara itu, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos menambahkan bahwa dana transfer ke daerah yang telah direncanakan pada tahun depan hanya akan cukup untuk belanja rutin pemerintah provinsi.

    Sementara belanja infrastruktur seperti untuk pembangunan jalan hingga jembatan menjadi berkurang. Oleh sebab itu, Sherly mengungkapkan bahwa semua gubernur dan wakil gubernur yang hadir satu suara meminta Purbaya mempertimbangkan ulang pemotongan dana transfer ke daerah pada 2026.

    “Semuanya tidak setuju, karena kemudian kan ada beban P3K yang cukup besar dan ada janji untuk pembangunan jalan dan jembatan yang cukup besar. Dengan pemotongan yang rata-rata setiap daerah hampir sekitar 20%—30% untuk level provinsi dan di level kabupaten bahkan ada tadi dari Jawa Tengah yang hampir 60%—70%, itu berat untuk pembangunan infrastruktur,” ungkapnya.

    Adapun, setidaknya ada 24 gubernur dan wakil gubernur yang menemui Purbaya dalam pertemuan tersebut. Para kepala daerah yang hadir langsung itu berasal dari Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kep. Bangka Belitung, Banten, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Sumatra Barat, DI Yogyakarta.

    Kemudian Papua Pegunungan, ⁠Bengkulu, Aceh, Sumatra Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, NTB, Papua Barat Daya, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Gorontalo, hingga Sumatra Selatan.

  • Kemenkeu transfer Rp8,16 triliun ke Bali per Agustus 2025

    Kemenkeu transfer Rp8,16 triliun ke Bali per Agustus 2025

    Denpasar, Bali (ANTARA) – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mentransfer dana ke Bali (TKD) sebesar Rp8,16 triliun per Agustus 2025 atau mengalami kontraksi 2,32 persen dibandingkan periode sama 2024, yang mencapai Rp8,35 triliun.

    “Walaupun TKD kelihatan turun tapi semua belanja ASN, operasional pemda itu sudah dihitung,” kata Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kemenkeu Bali Muhammad Mufti Arkan di Denpasar, Bali, Kamis.

    Menurut dia, beberapa penyaluran dana saat ini langsung diterima oleh penerima manfaat di daerah, sehingga besaran TKD terlihat menurun.

    Ia mencontohkan beberapa pos salah satunya tunjangan profesi guru (TPG) yang langsung dicairkan pemerintah pusat kepada guru dan tidak melalui rekening pemerintah daerah.

    “Itu memudahkan pemda karena langsung diurus pusat dan cepat. TPG misalnya tahapannya dari pusat ke TKD, dari pemda bayar ke guru. Sekarang (pusat) bayar langsung ke guru,” ucapnya.

    Sementara itu, realisasi TKD sebesar Rp8,16 triliun tersebut sudah mencapai 67,18 persen dari total pagu 2025 mencapai Rp12,1 triliun.

    Adapun komponen TKD yang penyalurannya mengalami pertumbuhan positif yakni dana desa sudah tersalurkan Rp647,07 miliar atau mendekati 97 persen dari pagu.

    Kemudian, dana insentif daerah mencapai Rp186,50 miliar atau tumbuh 63 persen secara tahunan, dan dana bagi hasil mencapai Rp453,57 miliar atau tumbuh 162 persen.

    Sementara itu, ada tiga komponen yang kinerjanya mengalami kontraksi yakni dana alokasi khusus (DAK) nonfisik yang sudah realisasi sebanyak Rp1,45 triliun atau secara tahunan turun 17,47 persen dan DAK fisik sudah realisasi Rp99,21 miliar atau kontraksi paling dalam secara tahunan sebesar 53,09 persen.

    Baik DAK nonfisik dan DAK fisik masing-masing baru terealisasi 57,3 persen dan 26,68 persen.

    Secara khusus, untuk DAK fisik, total nilai rencana kegiatan setelah kebijakan efisiensi sebesar Rp251,83 miliar.

    Namun, dari jumlah itu sebanyak Rp237,77 miliar atau 94,4 persen yang kontraknya sudah terdaftar dengan batas terakhir pada 29 Agustus 2025.

    Mengingat nilai DAK fisik yang baru tersalurkan mencapai Rp99,21 miliar, kata dia, maka pengawalan penyaluran perlu terus digencarkan agar belanja optimal.

    Adapun DAK fisik di Bali di antaranya telah tersalurkan untuk penguatan sistem dan kapasitas pelayanan kesehatan sebesar Rp74,85 miliar dan bidang pendidikan untuk PAUD, perpustakaan, SD hingga SMA/SMK mencapai Rp16,99 miliar.

    Sedangkan, DAK nonfisik, telah disalurkan untuk bantuan operasional satuan pendidikan Rp717,26 miliar, dana TPG sebesar Rp638,53 miliar, dana bantuan operasional kesehatan (BOK) puskesmas Rp24,37 miliar, BOK dinas Rp27,17 miliar, BOK pengawasan obat dan makanan Rp1,62 miliar dan bantuan operasional keluarga berencana Rp22,79 miliar.

    Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DBH Migas 2026 Disunat, Bojonegoro Hanya Terima Rp941 M dari Sektor Energi

    DBH Migas 2026 Disunat, Bojonegoro Hanya Terima Rp941 M dari Sektor Energi

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro dipastikan hanya menerima dana Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp3,29 triliun pada 2026. Jumlah ini turun Rp1,46 triliun dibanding alokasi tahun 2025 yang mencapai Rp4,75 triliun.

    TKD dari pemerintah pusat terdiri atas sejumlah komponen, yakni Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Desa (DD), Dana Insentif Fiskal, Dana Hibah ke Daerah, Dana Otonomi Khusus, serta Dana Keistimewaan. Dari beberapa pos tersebut, penurunan paling signifikan terjadi pada DBH, khususnya DBH minyak bumi.

    Pada 2025, Pemkab Bojonegoro menerima DBH minyak bumi Rp1,93 triliun. Namun tahun depan, jumlah itu anjlok menjadi Rp941 miliar.

    “Untuk DBH SDA menurun bisa juga karena harga komoditas yang turun walaupun produksinya naik, atau sebaliknya,” kata Kepala KPPN Bojonegoro, Teguh Ratno Sukarno, Kamis (2/10/2025).

    Selain DBH minyak bumi, DBH pajak juga terpangkas tajam dari Rp975 miliar pada 2025 menjadi Rp302 miliar di 2026. Beberapa alokasi DAK Non Fisik turut berkurang, di antaranya Bantuan Operasional Sekolah, Bantuan PAUD, Bantuan Operasional Kesehatan, Bantuan Puskesmas, serta Bantuan Keluarga Berencana.

    Meski banyak komponen yang dikurangi, sejumlah pos anggaran justru mengalami peningkatan. DAU naik dari Rp995 miliar menjadi Rp1,22 triliun pada 2026. Tambahan anggaran ini dialokasikan untuk belanja yang tidak ditentukan penggunaannya, termasuk kebutuhan PPPK, kelurahan, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum.

    Kenaikan signifikan juga terjadi pada DAK Fisik, dari Rp524 juta pada 2025 melonjak menjadi Rp39 miliar tahun depan, atau bertambah Rp38,6 miliar. DAK ini diperuntukkan bagi pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur jalan.

    Teguh menjelaskan, turunnya DBH SDA disebabkan ketentuan dalam Undang-undang APBN 2026 yang hanya memperhitungkan 50 persen dari perkiraan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

    Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi B DPRD Bojonegoro, Lasuri, menegaskan pihaknya akan mengawal kebijakan tersebut. “Kalau pemotongan murni maka tidak ada harapan untuk kekurangannya dibayarkan di tahun yang akan datang, tapi kalau penundaan kita masih punya harapan untuk dibayarkan di tahun yang akan datang,” ujarnya.

    Sebagai langkah lanjut, DPRD berencana mendatangi Kementerian Keuangan untuk meminta kejelasan. Pasalnya, Bojonegoro merupakan daerah penghasil yang menyumbang sekitar 30 persen produksi minyak bumi nasional. [lus/beq]

  • Dana Transfer Daerah 2026 untuk Bojonegoro Anjlok Rp1,46 Triliun

    Dana Transfer Daerah 2026 untuk Bojonegoro Anjlok Rp1,46 Triliun

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro diproyeksikan harus bersiap mengencangkan ikat pinggang pada tahun 2026 mendatang. Pasalnya, alokasi dana transfer dari pemerintah pusat dipastikan turun signifikan, terutama dari sektor andalan daerah, yakni minyak dan gas (migas).

    Kepala Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN) Bojonegoro, Teguh Ratno Sukarno, mengungkapkan, total Transfer ke Daerah (TKD) untuk Bojonegoro pada tahun 2026 dialokasikan sebesar Rp3,29 triliun. Jumlah itu anjlok Rp1,46 triliun dibandingkan alokasi tahun 2025 yang mencapai Rp4,75 triliun.

    “Kami sampaikan alokasi dana transfer pusat ke daerah (TKD) untuk Kabupaten Bojonegoro tahun 2026, yang memang dialokasikan turun,” ujar Teguh Ratno Sukarno, Kamis (2/10/2025).

    Komponen Dana Bagi Hasil (DBH) menjadi faktor utama penyebab turunnya TKD Bojonegoro. Pada tahun 2025, Bojonegoro menerima DBH sebesar Rp2,92 triliun. Namun, pada 2026 jumlahnya merosot drastis menjadi hanya Rp1,24 triliun, atau berkurang sekitar Rp1,68 triliun.

    Teguh menjelaskan bahwa penurunan ini tidak lepas dari adanya perubahan kebijakan dalam Undang-Undang APBN 2026. “Sesuai ketentuan di UU APBN 2026, alokasi DBH Sumber Daya Alam (SDA) diperhitungkan hanya 50 persen dari perkiraan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” jelasnya.

    Kebijakan baru ini berbeda dari mekanisme perhitungan sebelumnya yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Selain faktor regulasi, Teguh menambahkan dinamika pasar komoditas global juga ikut memengaruhi besaran DBH.

    “Untuk DBH SDA, penurunan juga bisa disebabkan oleh harga komoditas yang turun walaupun produksinya naik, atau sebaliknya,” tambahnya.

    Penurunan alokasi dana transfer tidak hanya dialami Bojonegoro. Secara nasional, APBN 2026 menetapkan alokasi TKD sebesar Rp693 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan alokasi TKD pada APBN 2025 yang mencapai Rp848 triliun, atau turun sekitar Rp155 triliun.

    Dana TKD sendiri merupakan gabungan dari berbagai komponen, seperti Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), hingga Dana Desa, yang selama ini menjadi penopang utama anggaran daerah di Indonesia. [lus/beq]

  • Tunjangan DPRD Madiun Capai Puluhan Juta, Namun Warga Miskin Masih Kesulitan Akses Bansos

    Tunjangan DPRD Madiun Capai Puluhan Juta, Namun Warga Miskin Masih Kesulitan Akses Bansos

    Madiun (beritajatim.com) – Ironi terjadi di Kabupaten Madiun. Saat para wakil rakyat menikmati berbagai tunjangan dengan nilai hingga puluhan juta rupiah setiap bulan, masih ada warga miskin yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidup dan tidak tersentuh bantuan sosial.

    Salah satunya dialami pasangan lanjut usia, Kateno (60) dan istrinya Misnah (55), warga Desa Glonggong, Kecamatan Dolopo. Hidup di gang sempit dengan kondisi serba kekurangan, mereka harus mengandalkan penghasilan dari mengumpulkan barang bekas.

    “Setiap hari ya cari rosok (barang bekas). Dulu pernah dapat beras tapi hanya sekali, setelah itu tidak pernah lagi,” keluh Kateno, Selasa (23/9/2025).

    Kepala Desa Glonggong, Mustakim, membenarkan bahwa Kateno termasuk warga kurang mampu. Namun, ia mengaku tidak mengetahui secara rinci kondisi warganya satu per satu. Menurutnya, data penerima bansos sepenuhnya ditentukan pemerintah pusat melalui Dinas Sosial.

    “Sebenarnya kita sudah update terus data warga mana yang layak dan tidak layak. Tapi dari Dinas Sosial itu tidak dirubah. Untuk PKH, BPNT atau bansos lainnya, desa hanya menyalurkan,” ujarnya.

    Selain program pusat, Mustakim menyebut ada pula bansos dari Dana Desa berupa BLT. Namun, Kateno ternyata tidak masuk daftar penerima. “Nanti saya tanyakan ke Pak Kesranya,” imbuhnya.

    Senin siang (29/9/2025), Mustakim bersama perangkat desa akhirnya mengunjungi rumah Kateno untuk memberikan bantuan sembako. Ia berjanji akan mengusahakan agar keluarga tersebut bisa mendapatkan bantuan Dana Desa pada bulan berikutnya.

    Di sisi lain, anggota DPRD Kabupaten Madiun setiap bulannya menerima tunjangan fantastis berdasarkan sejumlah Peraturan Bupati (Perbup). Hal itu disampaikan Sekretaris DPRD Madiun, Sawung Rehtomo, yang mengacu pada tiga Perbup terkait hak keuangan, perumahan, dan transportasi anggota dewan.

    Berdasarkan Perbup Nomor 3 Tahun 2023, tunjangan komunikasi intensif bagi pimpinan dan anggota DPRD mencapai Rp14,7 juta per bulan. Ketua DPRD juga mendapat dana operasional Rp12,6 juta, sementara Wakil Ketua Rp6,72 juta.

    Perbup Nomor 31 Tahun 2021 menetapkan tunjangan transportasi anggota DPRD sebesar Rp13,82 juta per bulan. Sementara Perbup Nomor 31 Tahun 2023 mengatur tunjangan perumahan: Ketua DPRD Rp22,7 juta, Wakil Ketua Rp16,4 juta, dan anggota Rp10,2 juta per bulan.

    Jika dijumlah, Ketua DPRD bisa mengantongi tunjangan sekitar Rp50 juta setiap bulan. Wakil Ketua sekitar Rp37,8 juta, sedangkan anggota dewan mencapai Rp38,7 juta. Itu pun belum termasuk hak keuangan lain yang melekat pada jabatan mereka.

    Fenomena timpang ini menimbulkan ironi di tengah masih banyaknya warga miskin di Madiun yang belum terakomodasi dalam program bantuan. Kasus Kateno hanyalah salah satu dari sekian banyak cerita rakyat kecil yang masih harus berjuang sendiri untuk bertahan hidup. (rbr/ian)

  • Anggaran Pusat Dipangkas, Kabupaten Sampang Kehilangan DAU Infrastruktur dan DAK Fisik 2026

    Anggaran Pusat Dipangkas, Kabupaten Sampang Kehilangan DAU Infrastruktur dan DAK Fisik 2026

    Sampang (beritajatim.com) – Pemerintah pusat resmi mengumumkan penurunan signifikan Transfer ke Daerah (TKD) untuk tahun anggaran 2026.

    Informasi tersebut disampaikan melalui surat Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Nomor S-62/PK/2025 tertanggal 23 September 2025, sehingga langsung menyita perhatian Pemerintah Daerah (Pemda), termasuk Kabupaten Sampang.

    Menanggapi hal tersebut, dua lembaga kunci di lingkungan Pemkab Sampang, yakni Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD), langsung bergerak cepat melakukan penyesuaian.

    Kepala Bappeda Sampang, Umi Hanik Laila mengungkapkan pihaknya akan segera melakukan rasionalisasi atas program kegiatan yang telah dirancang oleh masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD).

    “Penurunan TKD ini tentu sangat memengaruhi arah kebijakan dan capaian prioritas pembangunan di tahun 2026. Oleh karena itu, kami akan menyesuaikan kembali seluruh rencana kerja dan APBD sesuai dengan kondisi terbaru,” ujarnya, Selasa (30/9/2025).

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, alokasi TKD nasional untuk tahun 2026 hanya sebesar Rp650 triliun, turun drastis dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp919 triliun. Artinya, terdapat selisih penurunan sekitar Rp269 triliun secara nasional.

    Penurunan alokasi tersebut juga berdampak langsung pada Kabupaten Sampang. DAU dan DBH turun sebesar Rp34 miliar, DAK Non Fisik berkurang sekitar Rp9,5 miliar, sementara Dana Desa terpangkas hingga Rp25,6 miliar.

    Lebih dari itu, Sampang dipastikan tidak mendapatkan alokasi DAU Infrastruktur maupun DAK Fisik, yang selama ini menjadi tumpuan pembangunan fisik daerah.

    “Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah,” pungkas Umi Hanik. [sar/ian]

  • Usai Temuan Mikroplastik, Pemkab Bondowoso Dorong Desa Kelola Sampah Mandiri

    Usai Temuan Mikroplastik, Pemkab Bondowoso Dorong Desa Kelola Sampah Mandiri

    Bondowoso (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Bondowoso bersama ECOTON Foundation dan Komunitas Sarka Space menyepakati langkah bersama memperkuat pengelolaan sampah.

    Kesepakatan ini muncul dalam audiensi di Wisma Wakil Bupati, Senin (29/9/2025), sehari setelah aksi bersih-bersih Sungai Selokambang dan penelitian mikroplastik dalam rangka World Rivers Day, Minggu (28/9/2025).

    Wakil Bupati Bondowoso, As’ad Yahya Syafi’i, menegaskan Pemkab telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Pengelolaan Sampah Mandiri sebagai turunan dari Perbup No. 44 Tahun 2023.

    “Saya berharap ini tidak berhenti di diskusi, tapi benar-benar dieksekusi secara berkelanjutan. Bondowoso harus bebas sampah hingga tingkat RT,” ujarnya.

    Founder Sarka Space, Ahmad Quraisy, mengungkap hasil brand audit di Sungai Selokambang, di mana 51,4 persen sampah berupa kantong kresek dan 14,6 persen sachet kopi.

    Uyes—sapaan karibnya—mendorong lahirnya kampung percontohan zerowaste serta instruksi resmi agar desa mengalokasikan dana desa untuk pengelolaan sampah.

    Kepala Laboratorium ECOTON, Rafika Aprilianti, memaparkan temuan mikroplastik pada air dan udara di Bondowoso yang berisiko menimbulkan gangguan kesehatan serius.

    “Perlu pencegahan dari hulu dengan regulasi dan edukasi. Sampah harus ditangani sejak rumah agar tidak membebani TPA,” tegasnya.

    Kepala DLH Bondowoso, Aries Agung Sungkowo, menambahkan perlunya sanksi tegas untuk memperkuat aturan dan memastikan setiap desa memiliki TPS3R dengan dukungan APBDes.

    “Sudah ada kawasan percontohan bank sampah, bahkan warga bisa bayar PBB dengan sampah. Tinggal kita perkuat dukungan pemerintah,” jelasnya.

    Audiensi ini menghasilkan kesepakatan menggelar pertemuan lintas dinas, deklarasi komitmen bersama, serta pembentukan kampung percontohan zerowaste.

    Pemkab juga menyiapkan regulasi Peraturan Daerah Umum (PerdUM) Pengelolaan Sampah pada 2026 agar sampah dapat ditangani tuntas di tingkat desa. (awi/ian)

  • Bupati Bondowoso Tegaskan Optimalisasi PAD Lewat Digitalisasi PBB dan Efisiensi Belanja

    Bupati Bondowoso Tegaskan Optimalisasi PAD Lewat Digitalisasi PBB dan Efisiensi Belanja

    Bondowoso (beritajatim.com) – Bupati Bondowoso Abdul Hamid Wahid menegaskan pemerintah daerah terus melakukan langkah terukur untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekaligus memastikan efisiensi belanja tidak mengorbankan kepentingan masyarakat. Hal ini disampaikannya saat menanggapi pandangan umum Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam rapat paripurna DPRD, Kamis (18/9/2025).

    Menurut Abdul Hamid, proyeksi PAD pada Rancangan Perubahan APBD 2025 disusun secara realistis dengan tetap membuka ruang inovasi. Salah satu terobosan yang tengah dilakukan adalah inisiasi kerja sama dengan Universitas Jember (UNEJ) untuk penyediaan aplikasi pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) secara digital.

    “Dengan aplikasi ini, capaian PBB bisa dipantau real-time per desa. Bahkan warga Bondowoso yang berada di luar daerah bisa langsung melihat tagihannya dan membayar secara online,” jelas Abdul Hamid.

    Selain itu, aset daerah yang tidak terpakai tengah diinventarisasi untuk segera ditaksir dan dimanfaatkan sesuai ketentuan. Langkah ini, kata Bupati, menjadi bagian dari strategi optimalisasi PAD tanpa membebani masyarakat.

    Menanggapi soal efisiensi belanja, Abdul Hamid menegaskan penyesuaian anggaran tetap diarahkan pada target pembangunan daerah dan sejalan dengan kebijakan nasional yang fokus pada pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan.

    Terkait sorotan Fraksi PPP mengenai kenaikan Belanja Tidak Terduga (BTT), ia menjelaskan hal itu juga mengakomodasi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dari sumber dana earmark yang secara regulasi belum bisa dimanfaatkan di pos lain. Adapun pengurangan alokasi belanja bantuan sosial (bansos) sebesar Rp548 juta disebut Abdul Hamid sebagai bentuk penyesuaian rekening belanja.

    “Penyesuaian itu sudah diakomodasi dalam Peraturan Bupati Nomor 11 Tahun 2025 tentang Perubahan Penjabaran APBD Nomor 21 Tahun 2024,” terangnya.

    Soal lemahnya pengawasan Dana Desa (DD) yang disoroti Fraksi PPP, Pemkab Bondowoso disebut terus memperkuat peran pembinaan dan pengawasan. Upaya yang ditempuh meliputi peningkatan fungsi Inspektorat lewat audit reguler maupun khusus, penguatan peran camat dalam monitoring dan evaluasi sesuai Permendagri No. 73 Tahun 2020, serta kerja sama dengan Kejaksaan Negeri melalui aplikasi Jaksa Garda Desa (Jaga Desa) untuk mencegah fraud.

    “Langkah-langkah ini kami lakukan agar pengelolaan Dana Desa lebih transparan, akuntabel, sekaligus tepat sasaran,” tegas Abdul Hamid.

    Sebelumnya, Fraksi PPP melalui juru bicara Ahmadi menyoroti penurunan pendapatan daerah, pemangkasan belanja infrastruktur, hingga tingginya porsi belanja pegawai yang mencapai 42,5 persen. Fraksi PPP meminta agar efisiensi anggaran diarahkan untuk kepentingan rakyat, memperkuat layanan publik, serta mendukung pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. [awi/beq]

  • Mendes Bicara Upaya Genjot Digitalisasi Desa, Ajak China Kerja Sama

    Mendes Bicara Upaya Genjot Digitalisasi Desa, Ajak China Kerja Sama

    Jakarta

    Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto memaparkan 12 rencana aksi Kemendes PDT di hadapan Delegasi China Investment Association Overseas Investment Union (CIAOIU).

    Yandri menjelaskan seluruh poin berikut dengan peluang kerja sama yang bisa dilaksanakan Indonesia dan China untuk memajukan desa melalui berbagai bidang.

    Di antaranya terkait digitalisasi desa, hilirisasi, pemuda pelopor desa, penguatan pengawasan dana desa, hingga percepatan pembangunan daerah tertinggal.

    Langkah ini diyakini mampu mempercepat pembangunan desa di Indonesia sebagaimana tertuang dalam Asta Cita ke-6 Presiden Prabowo Subianto, membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.

    “Tentang digitalisasi desa. Kami sampaikan 75.266 desa pengawasannya masih tradisional, masih secara manual. Ini juga tantangan bagi kami sementara dana desa dari pemerintah pusat selama sepuluh tahun ini Rp 680 Triliun. Ini pengawasannya agak lumayan sulit karena digitalisasi desa belum maksimal. Ini juga bisa merupakan bagian yang bisa digarap teman-teman dari Tiongkok,” papar Mendes Yandri saat bertemu Delegasi CIAOIU di Operational Room Kemendes PDT Jakarta, Kamis (18/9/2025).

    Sekadar informasi, total dana desa yang digelontorkan sejak 2015 hingga 2025 adalah Rp 680,68 Triliun dan telah menghasilkan 20.503 desa mandiri, 23.578 desa maju, dan menurunkan desa tertinggal dan sangat tertinggal menjadi 9.375.

    Jumlah desa tertinggal dan sangat tertinggal ini dipastikan terus merosot dengan bertambahnya desa mandiri dan maju jika ada kolaborasi, baik dengan mitra dalam negeri maupun luar negeri. Salah satunya adalah Pemerintah Tiongkok yang telah 75 tahun menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia.

    Kolaborasi lain yang bisa dilaksanakan berkaitan dengan hilirisasi. Ada beberapa hal yang bisa dilaksanakan di antaranya dengan memanfaatkan teknologi milik Tiongkok untuk menambah nilai guna produk yang dihasilkan desa di Indonesia.

    Manfaatnya semakin luas tidak hanya menjadikan bahan mentah menjadi produk jadi hingga siap dikonsumsi namun juga meningkatnya kesejahteraan masyarakat serta membawa perubahan pada status desa.

    Kerja sama Indonesia – Tiongkok merupakan hal yang sangat penting direalisasikan karena dipastikan membawa keuntungan dan kemajuan untuk keduanya. Di antaranya adalah dalam bidang ekonomi, perdagangan, keamanan, maupun pertukaran budaya yang kondisinya sangat baik karena hubungan harmonis pemimpin dua negara ini sebagaimana dikatakan Presiden CIAOIU Liu Xiongying dalam sambutannya.

    “Kami meyakini bahwa di masa mendatang, dengan kerja sama erat antara kedua belah pihak, Tiongkok dan Indonesia akan terus mendorong pembangunan komunitas dengan nasib bersama pada tingkat yang lebih tinggi, serta memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perdamaian dan pembangunan, baik di kawasan maupun di dunia,” katanya.

    Hadir mendampingi Mendes Yandri yaitu Wamendes PDT Ahmad Riza Patria serta Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama.

    Selain itu, pertemuan ini dihadiri beberapa tokoh penting dari Beijing Bangzhen Technology, Orenda Green Singapore, Henan Mining Group Import & Export, GEMS Capital Pte Ltd Singapore, Fulong Group, PT Nusantara Garuda Jaya (international trade and logistics), Entrepreneur in tourism and logistics (Pulau Tunda projects, downstream supply chain), Angkasa Pura II (airport logistics and halal cargo), PT Metta Karya Agri (agribusiness and smart farming), dan PT Metta Energi Sejahtera (renewable energy and PLTS projects).

    Selanjutnya para delegasi akan melaksanakan kunjungan ke Desa Ciasem Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat dan Desa Wargasara Kecamatan Tirtayasa Kabupaten Serang Provinsi Banten.

    (hns/hns)

  • Ratusan Desa di Bondowoso Cairkan Dana Desa Tahap Dua

    Ratusan Desa di Bondowoso Cairkan Dana Desa Tahap Dua

    Bondowoso (beritajatim.com) – Ratusan desa di Kabupaten Bondowoso mulai mencairkan Dana Desa (DD) tahap dua pada bulan September 2025 ini.

    Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Bondowoso, dari total 209 desa, sudah ada 149 desa yang mencairkan DD tahap dua hingga Selasa (16/9/2025).

    “Masih ada sekitar 60 desa yang belum mencairkan,” kata Plt Kepala DPMD Bondowoso, Sigit Purnomo saat dikonfirmasi.

    Ia mendorong desa yang belum mencairkan segera menuntaskan persyaratan agar dana bisa segera digunakan. Apalagi saat ini sudah memasuki pertengahan September atau mendekati akhir tahun anggaran 2025.

    Setelah pencairan, lanjutnya, dana tersebut harus segera diserap untuk pembangunan di tingkat desa. “Apalagi DD menjadi stimulus ekonomi di desa, dan pembangunan di desa menjadi ujung tombak,” paparnya.

    Adapun syarat pencairan DD tahap dua tahun 2025, salah satunya adalah laporan capaian keluaran DD tahap satu sebesar 40 persen.

    Selain itu, desa juga diwajibkan menyertakan dokumen terkait pembentukan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), berupa akta pendirian atau bukti penyampaian dokumen ke notaris.

    “Alhamdulillah di Kabupaten Bondowoso pembentukan Koperasi Merah Putih sudah semua di 209 desa,” jelasnya.

    Ia menambahkan, 20 persen dari total DD tahun ini wajib dialokasikan untuk program ketahanan pangan. Namun, untuk modal penyerta bagi KDMP, mekanisme pelaksanaannya masih menunggu Surat Edaran (SE) dari Kementerian Desa. “Termasuk modal penyerta 30 persen belum ada mekanisme,” pungkasnya. (awi/but)