Topik: Dana desa

  • TKD Kota Semarang Turun Jadi Rp 442 Miliar, Wali Kota Agustina Pastikan Program Prioritas Daerah Tetap Berjalan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        18 Oktober 2025

    TKD Kota Semarang Turun Jadi Rp 442 Miliar, Wali Kota Agustina Pastikan Program Prioritas Daerah Tetap Berjalan Regional 18 Oktober 2025

    TKD Kota Semarang Turun Jadi Rp 442 Miliar, Wali Kota Agustina Pastikan Program Prioritas Daerah Tetap Berjalan
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com —
    Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang bersiap menghadapi tantangan fiskal setelah pemerintah pusat resmi memangkas dana transfer ke daerah (TKD) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2026 menjadi Rp 442 miliar.
    Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng menegaskan, program prioritas daerah akan tetap berjalan melalui strategi fiskal adaptif dan efisiensi anggaran.
    “Pada prinsipnya kami mengikuti setiap kebijakan ataupun dinamika fiskal nasional. Meskipun mengalami penurunan (TKD), Pemkot Semarang tetap menyesuaikan (ruang fiskal daerah) dan memastikan bahwa pelayanan publik terus berjalan,” kata Agustina dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (18/10/2025).
    Agustina mengakui terdapat penyesuaian volume anggaran setelah pemangkasan TKD pada Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dari sekitar Rp 2,078 triliun pada 2025 menjadi sekitar Rp 1,635 triliun pada 2026.
    Kondisi tersebut menuntut Pemkot Semarang untuk menjalankan strategi efisiensi dan sekaligus memperkuat kemandirian fiskal melalui penggalian sumber-sumber penerimaan baru guna menopang program pembangunan.
    Menurut Agustina, pihaknya akan terus menggali potensi Kota Semarang, memperluas basis pendapatan asli daerah, hingga penataan aset daerah agar lebih produktif.
    “Kami terus lakukan langkah-langkah optimalisasi agar Kota Semarang bisa semakin mandiri secara fiskal dan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi masyarakat,” ujarnya pada acara Peletakan Batu Pertama Gudang Koperasi Desa Kelurahan Merah Putih di Lamongan Barat I Kelurahan Sampangan, Kota Semarang, Jumat (17/10/2025).
    Agustina menegaskan, pelaksanaan program prioritas daerah tidak akan berhenti. Ia optimistis perencanaan pembangunan lima tahun ke depan yang difokuskan pada penguatan sumber daya manusia (SDM), pangan dan lingkungan, ekonomi, infrastruktur, dan daya saing, tetap berlanjut.
    Sejumlah kebijakan daerah juga diarahkan untuk mendukung program nasional Presiden Prabowo Subianto.
    Selama lima tahun ke depan, kata Agustina, prioritas pembangunan Kota Semarang telah ditetapkan per tahun. Berikut adalah rinciannya.
    2025: Peningkatan sumber daya manusia (SDM) melalui kualitas pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial yang merata.
    2026: Pembangunan pangan dan lingkungan lewat penguatan sistem pangan kota berkelanjutan serta peningkatan kualitas lingkungan hidup.
    2027: Fokus pada sektor ekonomi melalui pengembangan pariwisata dan ekonomi kerakyatan berbasis produk unggulan daerah.
    2028: Infrastruktur menjadi program prioritas dengan peningkatan infrastruktur strategis kota.
    2029: Penguatan daya saing untuk mendukung perekonomian kota.
    2030: Mewujudkan Kota Semarang sebagai pusat ekonomi yang maju, berkeadilan sosial, lestari, dan inklusif.
    “Perencanaan pembangunan daerah selama lima tahun ke depan yang tertuang dalam RPJMD akan dijalankan secara bertahap serta tetap memperhatikan kekuatan fiskal. Selain itu, harus mengedepankan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaannya,” imbuh Agustina.
    Untuk diketahui, TKD adalah dana yang bersumber dari APBN yang disalurkan ke daerah dan dikelola pemerintah daerah.
    TKD meliputi dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dana bagi hasil (DBH), dana desa, dana otonomi khusus, dana keistimewaan, dan dana insentif fiskal.
    Berdasarkan hasil pembahasan pemerintah pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai APBN 2026, total TKD yang diberikan untuk 38 provinsi sebesar Rp 693 triliun. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan TKD dalam APBN 2025 yang mencapai Rp 848,52 triliun.
    Kebijakan efisiensi melalui penyesuaian TKD tersebut dialami banyak daerah, termasuk Kota Semarang. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi Pemkot untuk mengurangi ketergantungan pada dana pusat.
    Di sisi lain, penguatan pendapatan asli daerah (PAD) menjadi wujud komitmen menjaga kesinambungan pembangunan dan pelayanan publik.
    “Mari kita sikapi dengan bijak. Ini proses menuju daerah yang lebih mandiri,” tuturnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bupati Ipuk Ajak BPD Banyuwangi Kawal Program Desa agar Selaras dengan Pembangunan Daerah

    Bupati Ipuk Ajak BPD Banyuwangi Kawal Program Desa agar Selaras dengan Pembangunan Daerah

    Banyuwangi (beritajatim.com) – Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menghadiri forum pertemuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) se-Banyuwangi di Pelinggihan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar). Forum yang dikemas dalam bentuk gesah desa ini membahas peran BPD dalam menyelaraskan perencanaan pembangunan desa dengan arah kebijakan pemerintah daerah.

    Dalam kesempatan itu, Ipuk menyampaikan bahwa pemerintah pusat terus berupaya mendukung pembangunan desa melalui berbagai alokasi anggaran dan program strategis. Bahkan, dana desa kini ditransfer langsung dari pemerintah pusat ke rekening desa.

    “Dengan dukungan besar ini, saya berharap BPD ikut mengawal pelaksanaan program desa agar tepat sasaran dan memberikan manfaat bagi masyarakat,” ujar Ipuk.

    Menurutnya, BPD memiliki peran vital dalam mengawasi jalannya kebijakan di tingkat desa agar sejalan dengan visi pembangunan daerah. “Daerah juga harus selaras dengan pemerintah pusat, pun desa juga harus sama. Kebijakan tingkat desa harus selaras dengan daerah, dan BPD juga harus turut mengawasi,” tambahnya.

    Ipuk menekankan bahwa di tengah kebijakan pengurangan dana transfer pusat ke daerah (TKD) pada tahun 2026, BPD diharapkan menjadi bagian dari solusi terhadap berbagai persoalan desa.

    “Pemangkasan dana transfer pusat ke daerah ini perlu dipahami hingga tingkat desa. BPD perlu tahu agar bisa menjelaskan ke masyarakat ketika ada program yang mungkin belum optimal berjalan. Karena mereka adalah tokoh-tokoh masyarakat di desa yang memiliki peran strategis dalam sosialisasi,” jelasnya.

    Forum gesah desa tersebut juga menjadi ajang mempererat silaturahmi antara pemerintah daerah dan BPD, sekaligus ruang untuk berdiskusi serta mencari solusi bersama atas persoalan di desa masing-masing.

    Ketua Asosiasi BPD Banyuwangi, Rudi Hartono Latif, menuturkan bahwa forum ini digelar untuk menyinergikan kembali perencanaan pembangunan antara desa dan pemerintah daerah.

    “Di desa masih banyak persoalan, baik dalam pelaksanaan maupun tata kelola yang perlu dibenahi. Makanya melalui forum diskusi BPD ini untuk merefresh, saling menguatkan, dan saling mengingatkan,” ujar Rudi.

    Forum tersebut turut melibatkan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Banyuwangi. Pembahasan meliputi berbagai topik mulai dari fungsi BPD dalam pembangunan, efisiensi anggaran, pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), hingga penguatan program prioritas Presiden Prabowo Subianto seperti Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih dan ketahanan pangan. [alr/beq]

  • TKD Dipangkas Rp243 Miliar, DPRD Ponorogo Ingatkan Eksekutif Tak Serampangan Susun Anggaran

    TKD Dipangkas Rp243 Miliar, DPRD Ponorogo Ingatkan Eksekutif Tak Serampangan Susun Anggaran

    Ponorogo (beritajatim.com) – Gelombang efisiensi fiskal dari pemerintah pusat mulai terasa di daerah. Pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp243 miliar membuat struktur APBD 2026 Kabupaten Ponorogo harus disusun ulang dengan penuh kehati-hatian.

    DPRD Ponorogo pun angkat suara. Lembaga legislatif itu mewanti-wanti agar pihak eksekutif tidak gegabah dalam menentukan skala prioritas pembangunan. Sebab, dengan turunnya TKD, proyeksi APBD 2026 yang semula Rp2,5 triliun kini terkoreksi menjadi Rp2,2 triliun.

    Ketua DPRD Ponorogo, Dwi Agus Prayitno, menjelaskan bahwa dari total anggaran tersebut, pendapatan transfer yang sebelumnya diperkirakan Rp1,8 triliun kini hanya sekitar Rp1,6 triliun. Pemangkasan terjadi di berbagai pos strategis, mulai dari dana desa (DD), insentif fiskal, dana bagi hasil (DBH), hingga dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK).

    “Paling berdampak tentu DAU, karena ini meliputi gaji dan anggaran kegiatan pemerintah daerah,” kata Dwi Agus Prayitno, Selasa (15/10/2025).

    Pria yang akrab disapa Kang Wie itu mengungkapkan, dalam pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) sebelumnya, DAU Ponorogo semula diproyeksikan sekitar Rp1 triliun. Namun setelah terbit Surat Edaran (SE) Kementerian Keuangan Nomor S-62/PK/2025 tentang penyampaian rancangan alokasi transfer ke daerah tahun 2026, alokasinya langsung menyusut Rp131 miliar.

    Dengan demikian, DAU tersisa Rp965 miliar, dan 90 persen dari jumlah itu harus digunakan untuk belanja wajib. “Hitungan kasar kami, setelah dipotong gaji pegawai, bayar utang, listrik, dan lainnya, tersisa sekitar Rp32 miliar yang bisa dialokasikan Pemkab untuk kegiatan selama setahun,” bebernya.

    Kondisi tersebut membuat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Ponorogo segera bersiap menggelar rapat koordinasi bersama pihak eksekutif. Tujuannya, untuk menelaah ulang arah kebijakan belanja daerah agar tidak menabrak prinsip prioritas dan efisiensi.

    “Nanti kami panggil Pemkab untuk membahas bersama. Bukan hanya di Ponorogo, tapi kebijakan nasional ini berlaku untuk seluruh daerah,” pungkas Kang Wie.

    Pemangkasan dana transfer ini dipastikan bakal berdampak luas terhadap program pembangunan, layanan publik, dan alokasi belanja sosial. Namun DPRD berharap momentum ini menjadi uji ketangguhan pemerintah daerah dalam berinovasi mengelola keuangan, menggali potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan menjaga stabilitas pembangunan tanpa membebani masyarakat. (adv/End)

  • Perkuat Pengawasan Keuangan Desa, Inspektorat Bangkalan Luncurkan Aplikasi KLIK AKU

    Perkuat Pengawasan Keuangan Desa, Inspektorat Bangkalan Luncurkan Aplikasi KLIK AKU

    Bangkalan (beritajatim.com) – Inspektorat Kabupaten Bangkalan terus memperketat pengawasan terhadap pengelolaan keuangan desa. Melalui inovasi terbaru bertajuk “KLIK AKU” (Klinik Konsultasi Akuntabilitas).

    Lembaga pengawas internal pemerintah ini menghadirkan ruang konsultasi digital bagi aparat desa untuk memastikan setiap penggunaan dana desa berjalan transparan dan sesuai aturan.

    Langkah ini diambil sebagai upaya pencegahan dini terhadap potensi penyimpangan atau kesalahan administrasi yang kerap terjadi di tingkat desa.

    Dengan aplikasi ini, kepala desa dan perangkatnya dapat langsung berkonsultasi dengan auditor Inspektorat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan hingga pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa.

    Plt. Inspektur Kabupaten Bangkalan, Ahmat Hafid, menegaskan bahwa KLIK AKU bukan hanya layanan konsultasi biasa, melainkan instrumen pengawasan yang efektif untuk meminimalkan pelanggaran dalam pengelolaan keuangan desa.

    “Kami ingin setiap desa di Bangkalan bisa dikelola secara akuntabel dan transparan. Melalui KLIK AKU, aparat desa bisa berkonsultasi langsung sebelum melangkah, agar tidak terjadi kesalahan yang berujung pada temuan atau pelanggaran hukum,” tegas Hafid, Sabtu (11/10/2025).

    Ia menambahkan, sistem konsultasi digital ini sekaligus memperkuat fungsi pengawasan preventif yang selama ini dijalankan Inspektorat. Dengan cara ini, pengawasan tidak hanya dilakukan setelah terjadi penyimpangan, tetapi juga sebelum masalah muncul.

    “Kami tidak ingin desa takut diawasi, justru pengawasan ini bersifat pendampingan agar tata kelola desa semakin baik. Kami hadir bukan untuk mencari kesalahan, tapi untuk memastikan setiap rupiah dana publik dipertanggungjawabkan dengan benar,” ujarnya.

    Sementara itu, Sekretaris Inspektorat Bangkalan, Taufiqurrohman, menilai aplikasi KLIK AKU merupakan bagian dari transformasi pengawasan berbasis digital. Melalui inovasi ini, mekanisme kontrol dan konsultasi dapat dilakukan lebih cepat, transparan, dan terdokumentasi.

    “Setiap konsultasi akan terekam secara sistematis, sehingga menjadi bukti proses pembinaan dan pengawasan. Ini penting agar setiap keputusan memiliki dasar hukum dan prosedural yang kuat,” jelasnya.

    Dengan KLIK AKU, Inspektorat Bangkalan berharap ke depan tidak ada lagi desa yang tersandung kasus penyimpangan keuangan. Inovasi ini diharapkan memperkuat budaya akuntabilitas dan membangun pengawasan yang partisipatif, preventif, dan berintegritas di seluruh desa se-Kabupaten Bangkalan. [sar/ian]

  • Mensesneg: Kepala daerah sudah diberi penjelasan soal pemotongan TKD

    Mensesneg: Kepala daerah sudah diberi penjelasan soal pemotongan TKD

    “Bukan menggeruduk lah itu, bukan. Mereka menyampaikan apa yang menjadi dinamika, dan kemarin sudah diterima oleh Menteri Keuangan, juga oleh Mendagri. Kita berikan pemahaman bersama bahwa yang berkenaan dengan masalah transfer ke daerah ini sekarang

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan para kepala daerah telah diberi penjelasan terkait dinamika pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) yang belakangan menimbulkan keresahan di sejumlah provinsi.

    Menurut Prasetyo, pertemuan antara para gubernur dan Kementerian Keuangan baru-baru ini bukan merupakan bentuk protes, melainkan penyampaian aspirasi mengenai skema penyaluran TKD.

    “Bukan menggeruduk lah itu, bukan. Mereka menyampaikan apa yang menjadi dinamika, dan kemarin sudah diterima oleh Menteri Keuangan, juga oleh Mendagri. Kita berikan pemahaman bersama bahwa yang berkenaan dengan masalah transfer ke daerah ini sekarang dibagi menjadi dua, yaitu transfer ke daerah langsung dan transfer ke daerah tidak langsung,” ujar Prasetyo dalam rekaman suara yang diterima, Sabtu.

    Dia menjelaskan, skema transfer tidak langsung meliputi berbagai program nasional pemerintah pusat yang juga diterima oleh masyarakat di daerah, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dialokasikan sekitar Rp335 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    “Nah ini kan dinikmati juga oleh seluruh daerah, kan begitu,” kata Prasetyo.

    Menanggapi kekhawatiran sebagian kepala daerah yang ingin menyalurkan anggaran sesuai dengan janji kampanye politik mereka, Prasetyo mengatakan bahwa pemerintah pusat dan daerah perlu menyelaraskan tata kelola anggaran agar setiap program benar-benar berdampak bagi masyarakat.

    “Itulah yang diberikan pemahaman dan penjelasan, oleh sekarang ini kita bersama-sama antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, nanti pemerintah daerah, mari kita perbaiki tata kelola anggaran kita supaya semua kita desain untuk program-program yang memang betul-betul berdampak kepada kepentingan masyarakat,” ujarnya.

    Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) sekaligus Gubernur Jambi Al Haris mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi daerah akibat pengurangan transfer ke daerah (TKD), usai bertemu Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta, Selasa (7/10).

    Haris menuturkan penurunan TKD berdampak besar terhadap kemampuan daerah di antaranya dalam membayar tunjangan tambahan penghasilan (TPP) dan mengelola belanja operasional pegawai.

    Menurutnya, banyak daerah kini menghadapi kesulitan menjaga keseimbangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026 akibat berkurangnya alokasi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan tunda salur.

    Ia menambahkan, pemerintah daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kecil sangat bergantung pada Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), sehingga pengurangan dana ini berpotensi menurunkan kemampuan daerah dalam menjalankan program pembangunan prioritas.

    Ia menyebut beberapa kepala daerah menyampaikan kekhawatiran bahwa penurunan TKD bisa mengganggu kinerja aparatur sipil negara karena keterlambatan pembayaran hak pegawai yang berdampak pada produktivitas pemerintahan daerah.

    Pewarta: Fathur Rochman
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pembangunan Gerai dan Gudang Kopdes Merah Putih Bakal Dimulai 15 Oktober 2025 – Page 3

    Pembangunan Gerai dan Gudang Kopdes Merah Putih Bakal Dimulai 15 Oktober 2025 – Page 3

    Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, pendanaan untuk pembangunan kopdes itu akan bersumber dari APBN.

    “Kami mendukung penuh dari dukungan APBN dan tentunya dari bentuk alokasi yang akan kami siapkan, entah dari transfer ke daerah atau dari belanja lainnya yang tentunya menjadi komitmen kami bersama,” ujar Askolani.

    Sementara itu, CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Rosan Roeslani menambahkan, pembangunan infrastruktur kopdes akan dikoordinasikan melalui salah satu badan usaha milik negara (BUMN).

    Ia menegaskan bahwa pendanaan bukan berasal dari skema kredit bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara), melainkan dari dana desa yang dialokasikan oleh Kemenkeu.

    Berdasarkan data dari situs merahputih.kop.id, tercatat sebanyak 11.225 koperasi desa/kelurahan telah memiliki minimal satu gerai aktif. Secara keseluruhan, jumlah gerai koperasi yang telah beroperasi mencapai 15.970 unit di berbagai wilayah Indonesia.

  • Di Sidang OECD, MenPAN-RB sampaikan Komitmen Perkuat Pemerintahan Terbuka

    Di Sidang OECD, MenPAN-RB sampaikan Komitmen Perkuat Pemerintahan Terbuka

    Jakarta

    Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini menegaskan komitmen Indonesia memperkuat pemerintahan terbuka sebagai upaya mendekatkan rakyat dengan pemerintah. Penerapan teknologi digital dinilai menjadi jembatan untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

    “Tujuannya sangat manusiawi, memastikan bahwa akses ke kesehatan, pendidikan, perizinan, dan perlindungan sosial adalah hak yang setara, bukan hak istimewa, bagi setiap warga negara,” ujar Rini dalam keterangan tertulis, Jumat (10/10/2025)..

    Hal itu disampaikan Rini dalam pidato penutupnya pada pertemuan Kelompok Kerja Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tentang Pemerintahan Terbuka di Vitoria-Gasteiz, Spanyol, Senin (6/10). Ia berbicara di hadapan Deputy Secretary-General OECD Mary Beth Goodman beserta jajaran terkait.

    Rini menjelaskan pemerintahan terbuka bukan sekadar reformasi teknis prosedur dan regulasi, melainkan agenda yang sangat manusiawi.

    “Hal ini terwujud dalam martabat seorang ibu yang menerima bantuan sosial tanpa hambatan birokrasi, keadilan yang dirasakan seorang petani saat melihat penggunaan dana desa, keadilan bagi warga penyandang disabilitas yang mengakses dokumen pemerintah secara daring, dan kepercayaan yang terbangun ketika warga tahu bahwa suara mereka benar-benar didengar dan ditindaklanjuti,” ujarnya.

    Sebagai negara aksesi OECD, Indonesia berkomitmen menyelaraskan tata kelola pemerintahan dengan standar global. Rini menilai pertemuan Index of Digital Trade Integration and Openness (INDIGO) OECD 2025 di Jakarta, menegaskan pentingnya integrasi antara transformasi digital, inovasi, dan pemerintahan terbuka adalah jalur terintegrasi menuju kepercayaan dan demokrasi yang lebih kuat.

    Rini menambahkan, teknologi kini memainkan peran besar dalam transformasi tata kelola pemerintahan. Oleh karena itu, digitalisasi dan pemanfaatan teknologi dalam pemerintahan menjadi bagian dari upaya reformasi.

    “Kami saat ini sedang membangun infrastruktur publik digital Indonesia yang mencakup identitas digital, pertukaran data, dan sistem pembayaran digital untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih terintegrasi, transparan, dan efisien,” imbuhnya.

    “Kami sangat menantikan pertukaran praktik terbaik yang berkelanjutan, memperkuat ruang publik, dan memastikan janji pemerintahan terbuka terwujud di setiap negara,” jelasnya.

    (prf/ega)

  • Dana Desa Dipotong Rp39 Miliar, Pembangunan 220 Desa di Blitar Terancam

    Dana Desa Dipotong Rp39 Miliar, Pembangunan 220 Desa di Blitar Terancam

    Blitar (beritajatim.com) – Dana desa untuk Kabupaten Blitar pada tahun 2026 bakal mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pasalnya dana desa yang ditransfer dari pusat mengalami pemangkasan sebesar Rp39 miliar.

    Kondisi ini pun tentu menjadi kabar buruk bagi 220 desa se Kabupaten Blitar. Pemangkasan dana desa ini pun bisa berdampak pada pembangunan infrastruktur lokal dan bidang pemberdayaan yang selama ini telah dirancang.

    “Secara total memang dana transfer keuangan daerah dari pemerintah pusat berkurang Rp309 miliar, salah satu bagian dari itu adalah dana desa yaang sebelumnya sebanyak Rp239 miliar,” ungkap Kepala BPKAD Kabupaten Blitar, Kurdiyanto pada Jumat (10/10/2025).

    Diketahui pada 2025 kemarin pemerintah pusat mengucurkan dana desa sebesar Rp239 miliar untuk 220 desa se Kabupaten Blitar. Namun pada tahun 2026 mendatang, pemerintah pusat hanya akan mentransfer dana desa sebesar Rp200 miliar.

    “Secara keseluruhan, pendapatan dari pemerintah pusat turun sekitar 15 persen. Ini cukup besar karena proporsinya masih menjadi tumpuan utama dalam struktur pendapatan daerah,” imbuhnya.

    Selain dana desa, dana bagi hasil (DBH) Kabupaten Blitar juga mengalami pemangkasan sebesar Rp34 miliar. Ada pula dana alokasi umum (DAU) yang juga ikut dipangkas sebesar Rp.187 miliar.

    Dana alokasi khusus (DAK) fisik Kabupaten Blitar juga disunat sebesar Rp22 miliar. Tak hanya itu DAK non fisik juga ikut dipangkas sebesar Rp.5 miliar dan intensif fiskal juga dipangkas sebesar Rp7 miliar.

    Kondisi ini tentu memaksa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar untuk mencari jalan keluar. Saat ini Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemkab Blitar sedang rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Blitar membahas pemotongan TKD ini. Hal ini untuk mencari solusi agar program dan operasional daerah tetap berjalan meskipun dengan anggaran yang minimalis.

    Bupati Blitar, Rijanto sendiri mengaku pusing dengan adanya pemangkasan tersebut. Namun Rijanto memastikan bahwa dirinya tetap akan memprioritaskan pembangunan fisik dan infrastruktur bagi masyarakat.

    “Nanti tetap akan ada evaluasi tapi infrastruktur tetap harus berjalan,” ucap Rijanto. [owi/aje]

     

  • Danantara hingga Kemenkeu Beri Suntikan Modal Baru ke Kopdes Merah Putih

    Danantara hingga Kemenkeu Beri Suntikan Modal Baru ke Kopdes Merah Putih

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) turun tangan dalam membantu pendanaan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP)

    Kedua instansi tersebut akan menyalurkan dana untuk mendukung operasional Kopdes Merah Putih yang diperkirakan membutuhkan biaya sekitar Rp3 miliar – Rp5 miliar per desa. 

    Menteri Koperasi (Menkop) Ferry Juliantono mengatakan suntikan modal tersebut akan digunakan dalam rangka percepatan pembangunan fisik dan operasional gerai serta pergudangan Kopdes Merah Putih.

    Hal ini termaktub dalam surat keputusan bersama (SKB) antara empat kementerian yakni Kementerian Keuangan, Kementerian Koperasi, Kementerian Desa PDT, Kementerian Dalam Negeri, serta Badan Pengaturan (BP) BUMN.

    “Hari ini usai dilaksanakan penandatanganan, insyaallah sesegera mungkin kita akan melaksanakan proses pembangunan fisik dan sarana kelengkapan di seluruh desa dan kelurahan yang ada,” kata Ferry dalam penandatanganan surat keputusan bersama di Kemenkop, Jakarta Selatan, Kamis (9/10/2025).

    Skema

    Ferry menjelaskan bahwa mekanisme pembiayaan yang dijalankan dalam skema umum seperti perbankan cenderung menyasar debitur besar hingga korporat, sehingga masyarakat desa cenderung hanya menjadi objek.

    Dengan adanya SKB ini, dia menyebut bahwa masyarakat desa dapat mengembangkan perekonomiannya melalui Kopdes, sehingga hasilnya dapat dirasakan masyarakat desa itu sendiri.

    “Mungkin menurut saya dalam perspektif ini memang ada new economic order, kalau bahasa politiknya sebenarnya ini revolusi untuk kembali ke Koperasi Desa Kelurahan Merah Putih,” ujar Ferry.

    Sementara itu, CEO Danantara Indonesia Rosan Perkasa Roeslani menegaskan bahwa dukungan tersebut akan dilakukan dengan skema penggunaan dana APBN.

    Menurutnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selaku otoritas fiskal bakal mengalokasikan dana desa bagi masing-masing koperasi yang ada, kendati tak menjawab saat ditanya mengenai besaran anggaran yang dialokasikan.

    “Pembangunan ini berasal dari dana desa yang akan dialokasikan melalui Kementerian Keuangan dengan atas dasar dari setiap desa dalam pengalokasiannya,” ujar Rosan.

    Di samping itu, Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu Askolani menyampaikan bahwa dukungan pendanaan untuk Kopdes Merah Putih dari APBN akan diberikan secara maksimal.

    Dia menyampaikan bahwa bentuk alokasi yang disiapkan Kemenkeu dapat diambil dari dana transfer ke daerah (TKD) maupun belanja lainnya.

    “Mudah-mudahan tadi kesepakatan yang dibuat akan bisa diimplementasikan segera bersama oleh pemerintah. Dan tentunya pemantauan menjadi sangat penting untuk betul-betul bisa efektif dilaksanakan mulai tahun 2025 dan dalam jangka waktu menengah,” ujar Askolani.

    APBN

    Kemenkeu menyiapkan dana APBN untuk mendukung percepatan pembangunan Kopdes Merah 

    “Insyaallah pendanaan untuk Koperasi Merah Putih itu akan kita support penuh dari dukungan APBN dan tentunya dari bentuk alokasi yang akan kita siapkan,” kata Askolani.

    Menurutnya, hal tersebut menjadi bagian dari komitmen bersama untuk mendukung program pemerintah. Pendanaan untuk kopdes ini dapat diambil dari transfer ke daerah (TKD) maupun dari belanja lainnya.

    Meski begitu, Askolani tidak memerinci besaran dukungan pendanaan yang akan diberikan. 

    Dia hanya menjelaskan penyaluran dana tersebut akan dilakukan bertahan untuk pembangunan fisik 80.000 Kopdes.

    Dia lantas berharap bahwa kesepakatan tersebut dapat segera diwujudkan, selagi aspek pemantauan yang dilakukan untuk mengawal realisasi Kopdes pada 2025 ini hingga dalam jangka menengah.

  • Pemangkasan TKD berpotensi lemahkan pelaksanaan otonomi daerah

    Pemangkasan TKD berpotensi lemahkan pelaksanaan otonomi daerah

    Jakarta (ANTARA) – Aktivis dari Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (KATAR), Sugiyanto berpendapat kebijakan pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) dalam APBN 2026 berpotensi melemahkan pelaksanaan otonomi daerah.

    Menurut dia, komposisi ideal pembagian belanja negara antara pemerintah pusat dan daerah adalah 75 persen untuk pusat dan 25 persen untuk daerah, sebagaimana yang telah berjalan dalam tiga tahun terakhir.

    “Rasio 75:25 antara belanja pusat dan daerah terbukti logis, realistis dan berkeadilan. Ini merupakan bentuk keseimbangan fiskal antara efisiensi nasional dan kebutuhan fiskal daerah yang harus dijaga,” kata Sugiyanto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Dikatakannya, berdasarkan data APBN 2023, belanja negara ditargetkan sebesar Rp3.041,7 triliun dengan alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mencapai Rp811,7 triliun atau sekitar 26,58 persen dari total belanja negara.

    Angka tersebut menunjukkan komitmen pemerintah terhadap keseimbangan fiskal antara pusat dan daerah.

    Pada APBN 2024, belanja negara mencapai Rp3.325,1 triliun. Dari jumlah tersebut, TKDD dialokasikan sebesar Rp857,6 triliun atau 25,79 persen, sementara belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.467,5 triliun atau 74,21 persen.

    “Komposisi ini relatif seimbang dan konsisten dengan pola fiskal tahun sebelumnya,” ujarnya.

    Begitu pula pada APBN 2025, belanja negara ditetapkan sebesar Rp3.621,3 triliun, terdiri atas belanja pemerintah pusat dan TKDD. Alokasi TKDD mencapai Rp919,9 triliun atau sekitar 25,40 persen, sedangkan belanja pemerintah pusat dialokasikan sebesar Rp2.701,4 triliun atau sekitar 74,59 persen.

    Namun, keseimbangan tersebut berubah drastis pada APBN 2026. Berdasarkan Undang-Undang APBN 2026 yang disahkan DPR pada 23 September 2025, alokasi TKD hanya sekitar Rp693 triliun atau 18,03 persen dari total belanja negara sebesar Rp3.842,7 triliun.

    Sebaliknya, belanja pemerintah pusat meningkat tajam menjadi Rp3.149,7 triliun atau 81,95 persen.

    “Artinya, terjadi penurunan alokasi dana transfer sebesar sekitar Rp267 triliun dari tahun sebelumnya. Ini pemangkasan hingga 29,34 persen yang jelas akan berdampak luas bagi daerah,” katanya.

    Sugiyanto menjelaskan, TKD bukanlah bentuk subsidi dari pemerintah pusat, melainkan perwujudan nyata dari keadilan fiskal dan desentralisasi sebagaimana diamanatkan UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

    Menurut dia, pemotongan dana transfer dalam jumlah besar akan menurunkan kemampuan fiskal daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan publik, membayar gaji pegawai serta membiayai infrastruktur dasar.

    Dia pun mengingatkan bahwa banyak daerah masih memiliki kapasitas fiskal rendah sehingga sangat bergantung pada dana transfer pusat.

    Kalau dana transfer dipangkas sedalam itu, daerah akan kesulitan menjaga keberlanjutan pelayanan publik. “Ini berisiko menambah ketimpangan fiskal antarwilayah dan bertentangan dengan semangat pemerataan pembangunan,” katanya.

    Sugiyanto menambahkan, pemerintah pusat memang membutuhkan anggaran besar untuk agenda prioritas nasional seperti ketahanan pangan, energi, pendidikan, kesehatan dan program makan bergizi gratis, namun.kebijakan tersebut seharusnya tidak mengorbankan kemampuan fiskal daerah.

    “Menjaga komposisi 75 persen untuk pusat dan 25 persen untuk daerah adalah bentuk keadilan fiskal yang sehat. Kalau porsi untuk daerah turun hanya 18 persen, itu jelas tidak seimbang dan bisa melemahkan semangat otonomi daerah,” kata dia.

    Ia juga mendukung langkah sejumlah gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) untuk mengajukan permintaan peninjauan ulang kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa agar alokasi TKD 2026 tidak dipangkas terlalu drastis.

    “Kami berharap pemerintah pusat mendengarkan aspirasi daerah. Jangan pangkas TKD karena menjaga rasio 75:25 berarti menjaga amanat konstitusi, memperkuat otonomi daerah, dan menjamin pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia,” kata Sugiyanto.

    Pewarta: Syaiful Hakim
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.