Topik: Dana desa

  • Kades di Kukar Galau Dana Desa Gagal Cair Imbas Peraturan Menkeu: Kayak PUBG, Turun Bebas
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        28 November 2025

    Kades di Kukar Galau Dana Desa Gagal Cair Imbas Peraturan Menkeu: Kayak PUBG, Turun Bebas Regional 28 November 2025

    Kades di Kukar Galau Dana Desa Gagal Cair Imbas Peraturan Menkeu: Kayak PUBG, Turun Bebas
    Tim Redaksi

    KUKAR, KOMPAS.com
    – Kepala Desa Muara Muntai Ilir, Kecamatan Muara Muntai, Kutai Kartanegara (Kukar), Arifadin Nur, khawatir Dana Desa tahap II 2025 gagal cair imbas peraturan Menteri Keuangan (Menkeu).
    Ia mengibaratkan, kondisi ini seperti permainan daring
    PUBG
    : turun bebas, tetapi tetap harus menghadapi tuntutan pembangunan.
    “Ini kayak main PUBG. Turun bebas, tapi begitu sampai tanah langsung disuruh perang. Anggaran juga begitu: turun bebas, dipotong, tapi kami tetap dituntut masyarakat untuk bangun sana-sini,” ungkapnya.
    Penghentian pencairan
    Dana Desa
    Tahap II untuk komponen non-earmark ini merupakan dampak dari
    Peraturan Menteri Keuangan
    (PMK) Nomor 81 Tahun 2025, yang mengatur bahwa penyaluran dana non-earmark dihentikan sejak 17 September 2025.
    “Sampai saat ini dana desa tahap dua belum cair. Kemungkinan besar memang tidak bisa dicairkan terkait PMK 81. Banyak kegiatan desa nanti mangkrak atau tidak bisa dilaksanakan,” ujar Arifadin, Jumat (28/11/2025).
    Tahun ini, Dana Desa
    Muara Muntai Ilir
    sebesar Rp 723 juta. Namun, pagu tahun depan diperkirakan turun sekitar Rp 120 juta, menjadi sekitar Rp 600 juta.
    Sementara, secara keseluruhan, desa ini mengalami pemangkasan anggaran hingga Rp 1,4 miliar dari seluruh sumber pendanaan desa, termasuk Alokasi Dana Desa (ADD) yang turun Rp 1,2 miliar.
    “Untuk penyelenggaraan pemerintahan saja sudah mepet. Pembangunan kayaknya tidak bisa. Banyak kegiatan masyarakat yang tidak ter-cover tahun depan,” paparnya.
    Menurutnya, kondisi tersebut tidak hanya dialami Muara Muntai Ilir, tetapi hampir seluruh desa di Indonesia mengalami kebuntuan serupa.
    Arifadin menjelaskan, program
    ketahanan pangan
    menjadi sektor yang paling terdampak. Desa telah mengalokasikan sekitar 40 persen dari total Dana Desa untuk program tersebut.
    Dari total Dana Desa Rp 723 juta, sekitar Rp 150 juta dialokasikan untuk ketahanan pangan.
    “Fokus kami sebenarnya ketahanan pangan. Rencananya untuk program ayam petelur. Tapi kalau dananya tidak cair, ya tidak bisa disalurkan,” ungkapnya.
    Selain itu, kegiatan pembangunan fisik juga diprediksi mandek karena tidak adanya anggaran yang bisa ditarik.
    Sementara itu, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) diperkirakan masih aman karena memiliki pos terpisah.
    “BLT sepertinya masih aman. Tetapi program pembangunan lainnya kemungkinan besar terhambat,” ucapnya.
    Ia menyebut, struktur dana desa sudah diatur ketat: BLT maksimal 15 persen, ketahanan pangan 20 persen, dan mulai 2026 ada tambahan alokasi 40 persen untuk Koperasi Merah Putih.
    Arifadin menilai, sebagian masyarakat sering bertanya mengapa pembangunan tak berjalan, padahal mereka tidak mengetahui bahwa anggaran desa sedang dipangkas besar-besaran.
    “Kalau salah penyampaian, desa bisa diserang. Masyarakat nanya: kenapa usulan tidak ter-cover? Padahal anggaran dipotong,” ujarnya.
    Pihak desa kini menunggu petunjuk teknis Bantuan Keuangan Khusus Desa Rentan Terpencil (BKKDRT)
    Kukar
    untuk mengetahui apakah skema itu dapat membantu membiayai sebagian program.
    Arifadin berharap pemerintah pusat dapat meninjau kembali aturan di
    PMK 81/2025
    agar desa tetap bisa menyalurkan program prioritas.
    “Harapannya sama seperti desa-desa lain. Kalau bisa, aturan ke depan memungkinkan pencairan. Kami sudah koordinasi dengan Abdesi dan siapkan audiensi ke Pemda,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 45 Desa di Pacitan Ngaplo, Dana Desa Tahap II Gagal Cair

    45 Desa di Pacitan Ngaplo, Dana Desa Tahap II Gagal Cair

    Pacitan (beritajatim.com) – Sebanyak 45 desa di Kabupaten Pacitan terancam tidak bisa membiayai sejumlah program penting karena Dana Desa (DD) tahap II tidak kunjung terserap hingga akhir November 2025.

    Berbagai kegiatan desa mulai dari BLT Desa, Ketahanan Pangan, Penanganan Cuaca Ekstrem,Pengembangan Potensi dan Keunggulan Desa Potensi Desa, Desa Teknologi Informasi, hingga Padat Karya Tunai Desa (PKTD) sudah dibiayai menggunakan DD tahap pertama sebanyak 60 persen.

    Kabid Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Pacitan, Sigit Dani Yulianto, menjelaskan bahwa desa yang gagal mencairkan DD tahap II otomatis tidak dapat membiayai kegiatan non-earmark. “Bagi 45 desa yang tidak bisa salur, kegiatan non-earmark tidak bisa dibiayai,” tegasnya Jumat (28/11/2025)

    Dani mengatakan penyebab utama keterlambatan pencairan karena banyak desa belum memenuhi syarat realisasi anggaran minimal 60 persen. Padahal pemerintah sudah membuka penyaluran tahap II sejak Mei hingga September.

    “Memasuki September, menu penyaluran tahap II pada aplikasi Omspan sudah diblokir, sehingga desa tidak bisa mengusulkan pencairan lagi,” jelasnya.

    Selain itu, terbitnya PMK 81 makin mempertegas bahwa DD tahap II yang belum tersalur ke rekening desa tidak dapat disalurkan lagi, sehingga desa-desa yang terlambat memenuhi persyaratan otomatis kehilangan kesempatan pencairan.

    Dari 12 kecamatan di Pacitan, hanya dua yang berhasil mencairkan DD tahap II secara penuh, yakni seluruh desa di Kecamatan Tegalombo dan Kecamatan Bandar. Sementara itu sisanya tersebar di Kecamatan Pacitan (9 desa), Tulakan (8 desa), Ngadirojo (5 desa), Kebonagung (4 desa), Pringkuku (5 desa), Nawangan (4 desa), Donorojo (1 desa), Punung (1 desa), dan Arjosari (2 desa).

    Pada Pasal 29B menegaskan bahwa DD tahap II yang tertunda terdiri dari dua jenis, yaitu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya dan yang tidak ditentukan penggunaannya. Untuk dana yang ditentukan penggunaannya, penyaluran bisa dilakukan kembali sepanjang desa melengkapi syarat hingga batas waktu yang ditetapkan.

    Namun untuk Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya, aturan secara tegas menyatakan bahwa dana tersebut tidak disalurkan kembali. Anggaran yang tidak tersalurkan ini kemudian dapat dialihkan untuk mendukung prioritas pemerintah atau menjadi sisa Dana Desa di RKUN dan tidak dibawa kembali pada tahun anggaran berikutnya. (tri/kun)

  • Dirut Agrinas Lapor Progres Koperasi Desa ke Prabowo: 16.770 Unit Terbangun

    Dirut Agrinas Lapor Progres Koperasi Desa ke Prabowo: 16.770 Unit Terbangun

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama Agrinas Joao Angelo De Sousa Mota memaparkan sejumlah perkembangan terkait program pembangunan koperasi desa Merah Putih usai menghadap Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/11/2025).

    Ketika ditanya mengenai agenda pertemuannya dengan Presiden, Joao menjelaskan bahwa pembahasan berfokus pada masalah Kelautan dan Perikana serta pembangunan koperasi. Terkait peran Agrinas dalam program pembangunan koperasi, Joao menyampaikan pesan langsung yang dia terima dari Presiden. 

    “Beliau hanya menyampaikan kalau anda ragu-ragu, Anda ingat pertimbangan hanya satu anda berpihak pada rakyat, jangan takut jika Anda benar,” ujarnya.

    Joao mengungkapkan bahwa pembangunan koperasi desa sudah berjalan masif hingga mencapai 16.770 titik atau 20,02% dari target yakni 83.762 desa.

    “Kita sudah 16.770 titik yang sudah terbangun,” katanya.

    Namun, dia meluruskan bahwa titik-titik tersebut belum selesai sepenuhnya.

    “Baru 20 hari, lagi dibangun dulu,” jelasnya ketika ditanya apakah seluruh Koperasi Desa sudah rampung.

    Menurutnya, seluruh koperasi yang dibangun merupakan wadah bagi masyarakat desa secara menyeluruh.

    “Jadi koperasi itu semua masyarakat desa menjadi anggota koperasi, jadi bukan satu dua orang bikin koperasi kan nggak,” tegasnya.

    Joao juga memastikan bahwa proyek besar ini tidak bersumber dari aset Agrinas, tetapi dari dana desa mengingat umur dari lembaga tersebut baru mencapai 9 bulan.

    “Mana punya Agrinas aset umur aja baru 9 bulan. Ini dana desa,” ujarnya.

    Meski begitu, dia menyebut Agrinas telah menerima komitmen modal besar hingga Rp210 triliun.

    “Rp210 triliun dan sudah di tanda tangan dengan Agrinas kalau perlu tinggal pakai saja,” katanya.

    Soal mekanisme pencairan, dia menambahkan bahwa keseluruhan dana memang akan disalurkan melalui Bank Himbara.

    “Semuanya kan udah, itu kan namanya talangan, dananya sudah ada di bank-bank itu, ceknya sudah kepegang. Tinggal bangun bayar, bangun bayar,” ucapnya.

    Mengingat, Joao menegaskan bahwa seluruh proses pembangunan wajib melibatkan masyarakat desa.

    “Jadi semua tukang di desa semua ini di desa dilibatkan untuk bangun, ada PT coret gak boleh, ada suplai dari badan usaha atau CV gak boleh, harus beli dari rakyat dari petani, beli langsung di toko material di desa itu,” ujarnya.

    Di sisi lain, saat ditanya apakah target hingga akhir tahun bisa mencapai 50% atau mengejar 40.000 unit, dia menilai hal itu memungkinkan.

    “Harusnya bisa. Maksudnya terbangun bukan jadi,” tandas Joao.

  • 45 Desa di Pacitan Belum Bisa Cairkan Dana Desa Tahap II

    45 Desa di Pacitan Belum Bisa Cairkan Dana Desa Tahap II

    Pacitan (beritajatim.com) – Hingga akhir November 2025, sebanyak 45 desa dari total 167 desa di Kabupaten Pacitan belum dapat mencairkan Dana Desa (DD) tahap II. Keterlambatan ini terjadi karena dokumen persyaratan baru disampaikan ke KPPN Pacitan setelah 17 September 2025.

    Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Pacitan, Lurensia Firmani, mengungkapkan bahwa desa-desa tersebut memenuhi persyaratan setelahnya dan bersamaan adanya permohonan penghentian pembayaran DD tahap II dari DJPK.

    “Intinya, dari 167 desa yang belum 100 persen terserap itu ada 45 desa. Pada umumnya yang belum terserap itu karena persyaratan disampaikan desa ke KPPN setelah 17 September. Per tanggal tersebut, ada instruksi dari DJPK bahwa Dana Desa untuk ditunda dulu penyalurannya,” jelas Lurensia saat dikonfirmasi, Rabu (26/11/2025).

    Ia menerangkan bahwa persoalan bukan disebabkan oleh aplikasi atau sistem yang digunakan di KPPN Pacitan, melainkan murni kebijakan pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), Kementerian Keuangan RI. “Untuk sebabnya yang tahu pasti DJPK. Yang pasti bukan dari sisi aplikasi yang ada di KPPN,” tambahnya.

    Realisasi Dana Desa Pacitan Baru 93,42 Persen
    Dari total pagu Dana Desa sebesar Rp164.996.136.000 untuk 167 desa se-Kabupaten Pacitan, hingga saat ini baru terserap Rp154.141.351.140, atau 93,42 persen. Artinya, masih ada sekitar Rp10,85 miliar yang belum dapat dicairkan karena menunggu keputusan lanjutan dari pemerintah pusat.

    Keterlambatan pencairan ini dipastikan akan berdampak pada kegiatan desa, termasuk program pembangunan, pemberdayaan, hingga pencairan insentif kader dan pelaksana kegiatan desa.

    Hingga kini, KPPN Pacitan masih menunggu arahan resmi dari DJPK terkait waktu pembukaan kembali penyaluran Dana Desa tahap II bagi desa-desa yang tertunda. (tri/kun)

  • Transparansi Pengelolaan Keuangan, Bupati Sidoarjo Beri Apresiasi 10 Desa

    Transparansi Pengelolaan Keuangan, Bupati Sidoarjo Beri Apresiasi 10 Desa

    Sidoarjo (beritajatim.com) – Bupati Sidoarjo H. Subandi memberikan apresiasi kepada 10 desa yang berhasil menjadi nominator penilaian tata kelola desa dengan predikat sangat memadai tahun anggaran 2024. Penilaian tersebut menunjukkan profesionalitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan.

    Apresiasi tersebut diberikan saat acara Rapat Koordinasi Pengawasan Desa (Rakorwasdes) Tahun 2025 sebagai upaya memperkuat tata kelola keuangan dan aset desa di Pendopo Delta Wibawa Senin (24/11/2025).

    Tindak lanjutnya, bupati meminta para camat, sekretaris camat (sekcam), dan kepala seksi (kasi) pemerintahan untuk memperketat pendampingan serta sosialisasi kepada desa-desa yang masih masuk kategori merah atau kurang memadai.

    “Saya minta kepada camat, sekcam, hingga kasi agar melakukan pendampingan khususnya kepada desa-desa yang masih kurang dalam tata kelola keuangannya. Hal ini penting agar desa yang belum memenuhi standar tata kelola dapat segera memperbaiki pengelolaan keuangan, aset, maupun administrasi secara menyeluruh,” katanya.

    H. Subandi menegaskan bahwa rakor ini bukan sekadar kegiatan seremonial, tetapi bagian penting dari pembangunan desa yang akuntabel dan berdampak bagi masyarakat.

    “Ada tiga fokus utama yang harus diperhatikan pemerintah desa agar menjadi desa anti korupsi, diantaranya penggunaan dana desa harus tepat sasaran, keuangan desa wajib tertib sesuai regulasi, dan program pembangunan desa harus memberikan manfaat nyata bagi warga,” imbuhnya.

    Ia juga mengingatkan bahwa saat ini baru 28 desa masuk kategori hijau, sementara 95 desa masih berada pada kategori merah.

    “Kita akan lakukan evaluasi triwulan. Integritas aparatur desa adalah kunci. Jangan sampai kepala desa tidak memahami tata kelola. Kalau masih ragu, konsultasikan dan belajar bersama,” tegas H. Subandi.

    Sementara itu, Inspektur Kabupaten Sidoarjo, Andjar Surjadianto, memaparkan hasil evaluasi pengawasan desa tahun anggaran 2024 yang dilakukan terhadap 318 desa di 18 kecamatan. Evaluasi itu mendukung visi misi Bupati dan Wakil Bupati untuk “Mengangkat Desa, Membangun Kota Menuju Sidoarjo Metropolitan Berdaya Saing, Sejahtera, dan Berkelanjutan”.

    Dari hasil evaluasi, terdapat 10 desa terbaik yang mendapat penghargaan atas keberhasilan melaksanakan tata kelola keuangan dan aset desa dengan predikat memadai, yaitu:

    1. Desa Waruberon – Balongbendo
    2. Desa Keboan Anom – Gedangan
    3. Desa Modong – Tulangan
    4. Desa Wadungasri – Waru
    5. Desa Simoketawang – Wonoayu
    6. Desa Simoangin-angin – Wonoayu
    7. Desa Trompoasri – Jabon
    8. Desa Kwangsan – Sedati
    9. Desa Bligo – Candi
    10. Desa Sidomojo – Krian

    Selain itu, terdapat empat nominator desa antikorupsi, yaitu Desa Kwangsan (Sedati), Wadung Asri (Waru), Simoketawang (Wonoayu), dan Trompoasri (Jabon). Desa Kwangsan juga menjadi nominator desa antikorupsi tingkat Provinsi Jawa Timur.

    Andjar menjelaskan lima indikator evaluasi yang digunakan, yakni:

    1. Penyusunan Rencana Anggaran Kas dengan bobot evaluasi 1 persen,
    2. Tata Kelola Keuangan TA 2024 dengan bobot evaluasi 65 persen,
    3. Kesesuaian SILPA dengan bobot evaluasi 1 persen,
    4. Pengadaan Barang dan Jasa Desa dengan bobot evaluasi 25 persen,
    5. Pengelolaan Aset Desa serta kontribusi BUMDes terhadap PADes dengan bobot evaluasi 6 persen.

    Secara keseluruhan, terdapat 28 desa kategori hijau (8,8 persen), 195 desa kategori kuning (61,3 persen), dan 95 desa kategori merah (29,9 persen). Untuk desa kategori merah, inspektorat sudah menjadwalkan pendampingan dan sosialisasi intensif agar kualitas tata kelola dapat meningkat pada tahun berikutnya.

    Andjar menyebut, pada evaluasi yang masih menjadi kekurangan pada desa dalam pengelolaan keuangan ketidaktepatan dokumen.

    “Beberapa temuan yang umum kami jumpai saat evaluasi meliputi ketidaktepatan dokumen SPJ, pengelolaan aset desa yang belum optimal, serta perlunya peningkatan kapasitas aparatur desa dalam pengadaan barang dan jasa,” jelasnya. (isa/ted)

  • Ini Alasan Kemendagri Desak Percepatan Penetapan Batas Desa

    Ini Alasan Kemendagri Desak Percepatan Penetapan Batas Desa

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong percepatan penegasan batas desa untuk memberikan kepastian hukum sekaligus meminimalkan potensi konflik antardesa. 

    Penetapan batas yang jelas dinilai penting karena berdampak langsung pada berbagai aspek pemerintahan, mulai dari penyaluran dana desa hingga stabilitas sosial di masyarakat.

    Sekretaris Jenderal Kemendagri, Tomsi Tohir, menjelaskan masih banyak desa yang belum memiliki batas yang ditetapkan secara resmi. Kondisi ini kerap memicu perselisihan bahkan perkelahian antardesa.

    “Batas desa ini sangat berpengaruh. Beberapa kali terjadi keributan sampai kekerasan fisik akibat persoalan batas desa,” ujarnya dalam sosialisasi dan rakor teknis ILASPP penegasan batas desa bersama pemda di Jakarta, Jumat (21/11/2025).

    Tomsi mengungkapkan hingga saat ini capaian penegasan batas desa baru mencapai sekitar 14,4%. Terkait hal itu, ia menilai dukungan penuh pemerintah daerah (pemda) sangat dibutuhkan untuk mempercepat penyelesaiannya.

    Ia menekankan pentingnya komitmen pemda untuk tidak sekadar memenuhi target, tetapi juga melampauinya sebagai bagian dari tanggung jawab bersama. “Berupayalah menyelesaikan lebih dari target. Kalau itu belum menjadi kebiasaan, mari kita biasakan,” tegasnya.

    Tomsi memaparkan jika peningkatan capaian dilakukan dengan pola perhitungan saat ini, maka dalam lima tahun ke depan progresnya hanya sekitar enam hingga 7%. Dengan hitungan tersebut, capaian nasional baru menyentuh sekitar 21 persen pada lima tahun mendatang. “Jadi, kapan mau 100%?” kata Tomsi.

    Untuk mempercepat proses, Tomsi meminta pemda memprioritaskan desa-desa yang tidak memiliki sengketa batas sehingga administrasinya dapat segera diselesaikan. Sementara itu, desa yang masih bersengketa akan ditangani secara bertahap dengan pendekatan khusus sesuai kebutuhan.

    “Yang sudah jelas batasnya dan disepakati para pihak, percepatan administrasinya sangat diharapkan, sedangkan yang bersengketa tentu perlu penanganan khusus,” tambahnya.

    Tomsi berharap kegiatan sosialisasi dan rakor ini menjadi momentum bagi seluruh pihak untuk memperkuat komitmen dalam menyelesaikan penegasan batas desa secara nasional. “Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan bisa betul-betul terwujud dan terlaksana dengan baik,” ujar Tomsi.

  • Kemendagri Dorong Daerah Gaspol Penegasan Batas Desa, 22 Kabupaten Ini Sudah Tuntas

    Kemendagri Dorong Daerah Gaspol Penegasan Batas Desa, 22 Kabupaten Ini Sudah Tuntas

    Jakarta: Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tomsi Tohir meminta pemerintah daerah (pemda) untuk mempercepat penegasan batas desa. Percepatan ini setidaknya bisa dilakukan di desa-desa yang tidak memiliki sengketa administrasi. 

    Hal itu ia sampaikan saat membuka Sosialisasi dan Rapat Koordinasi Teknis Integratted Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) Penegasan Batas Desa dengan Pemerintah Daerah Tahun 2025, di Jakarta, dikutip dari siaran persnya, Jumat, 21 November 2025.

    Acara ini diselenggarakan Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa (Pemdes) Kemendagri. Adapun pesertanya adalah perwakilan dari pemerintahan provinsi, kabupaten/kota. “Kami mengharapkan betul-betul ada upaya percepatan, over prestasi untuk batas desa. Paling tidak yang tidak sengketa dicepatin administrasinya,” katanya. 
    Mencegah konflik fisik
    Ia mengatakan, penegasan batas desa ini sangat penting mengingat selama ini beberapa persoalan batas desa telah mengakibatkan konflik fisik. Oleh karena itu, penegasan batas desa dapat meminimalkan potensi konflik di lapangan. 

    Selain itu, penegasan batas desa juga berpengaruh pada besaran dana desa, Corporate Social Responsibility (CSR), dan sumber daya yang ada. “Oleh karena itu, ini kewajiban kita untuk bisa lebih dari sasaran,” ujarnya. 

    Sementara itu, dalam sambutan tertulisnya, ia juga menyatakan, secara definisi desa merupakan satu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah. “Dalam rangka memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas wilayah desa, maka desa harus memiliki batas desa secara definitif,” paparnya.

    Mengingat urgensi penyelesaian batas desa dalam berbagai aspek, Presiden telah memerintahkan pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan percepatan penyelesaian batas desa sebagaimana amanat dalam Perpres Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000.

    “Perpres Nomor 21 Tahun 2023 dimaksud mengamanatkan Kemendagri beberapa hal, salah satunya adalah sebagai wali data peta Batas Wilayah Administrasi Desa,” ujarnya.

    Tomsi menyebutkan, hingga akhir September 2025 ada 10.909 (14,4%) dari 75.266 yang telah melaporkan penegasan batas desanya ke  kemendagri.  Namun, hingga saat ini belum semua Pemerintah Daerah menyampaikan laporan secara resmi kepada Ditjen Bina Pemdes Kemendagri beserta data dukung hasil penegasan batas desa. 

    Data dukung itu berupa Peraturan Bupati tentang peta batas desa, data digital peta batas desa, kelengkapan Berita Acara dan bukti telah dilakukannya verifikasi teknis terhadap peta batas desa yang telah selesai dikerjakan. 
     

    Ia menambahkan, sampai saat ini baru 22 Kabupaten yang sudah menyelesaikan seratus persen penegasan batas desa yaitu kabupaten Batu Bara, Siak, Way Kanan, Bangka Tengah, Bangka Barat, Natuna, Bantul, Bandung, Cirebon, Sumedang, Indramayu, Bekasi, Banjar, Purbalingga, Sukoharjo, Kayong Utara, Barito Kuala, Tana Tidung, Pulau Morotai, Taliabu, Memberamo Raya, dan Pegunungan Arfak. 

    Jakarta: Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tomsi Tohir meminta pemerintah daerah (pemda) untuk mempercepat penegasan batas desa. Percepatan ini setidaknya bisa dilakukan di desa-desa yang tidak memiliki sengketa administrasi. 
     
    Hal itu ia sampaikan saat membuka Sosialisasi dan Rapat Koordinasi Teknis Integratted Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) Penegasan Batas Desa dengan Pemerintah Daerah Tahun 2025, di Jakarta, dikutip dari siaran persnya, Jumat, 21 November 2025.
     
    Acara ini diselenggarakan Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa (Pemdes) Kemendagri. Adapun pesertanya adalah perwakilan dari pemerintahan provinsi, kabupaten/kota. “Kami mengharapkan betul-betul ada upaya percepatan, over prestasi untuk batas desa. Paling tidak yang tidak sengketa dicepatin administrasinya,” katanya. 
    Mencegah konflik fisik
    Ia mengatakan, penegasan batas desa ini sangat penting mengingat selama ini beberapa persoalan batas desa telah mengakibatkan konflik fisik. Oleh karena itu, penegasan batas desa dapat meminimalkan potensi konflik di lapangan. 

    Selain itu, penegasan batas desa juga berpengaruh pada besaran dana desa, Corporate Social Responsibility (CSR), dan sumber daya yang ada. “Oleh karena itu, ini kewajiban kita untuk bisa lebih dari sasaran,” ujarnya. 
     
    Sementara itu, dalam sambutan tertulisnya, ia juga menyatakan, secara definisi desa merupakan satu kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah. “Dalam rangka memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas wilayah desa, maka desa harus memiliki batas desa secara definitif,” paparnya.
     
    Mengingat urgensi penyelesaian batas desa dalam berbagai aspek, Presiden telah memerintahkan pemerintah pusat dan daerah untuk melakukan percepatan penyelesaian batas desa sebagaimana amanat dalam Perpres Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000.
     
    “Perpres Nomor 21 Tahun 2023 dimaksud mengamanatkan Kemendagri beberapa hal, salah satunya adalah sebagai wali data peta Batas Wilayah Administrasi Desa,” ujarnya.
     
    Tomsi menyebutkan, hingga akhir September 2025 ada 10.909 (14,4%) dari 75.266 yang telah melaporkan penegasan batas desanya ke  kemendagri.  Namun, hingga saat ini belum semua Pemerintah Daerah menyampaikan laporan secara resmi kepada Ditjen Bina Pemdes Kemendagri beserta data dukung hasil penegasan batas desa. 
     
    Data dukung itu berupa Peraturan Bupati tentang peta batas desa, data digital peta batas desa, kelengkapan Berita Acara dan bukti telah dilakukannya verifikasi teknis terhadap peta batas desa yang telah selesai dikerjakan. 
     

    Ia menambahkan, sampai saat ini baru 22 Kabupaten yang sudah menyelesaikan seratus persen penegasan batas desa yaitu kabupaten Batu Bara, Siak, Way Kanan, Bangka Tengah, Bangka Barat, Natuna, Bantul, Bandung, Cirebon, Sumedang, Indramayu, Bekasi, Banjar, Purbalingga, Sukoharjo, Kayong Utara, Barito Kuala, Tana Tidung, Pulau Morotai, Taliabu, Memberamo Raya, dan Pegunungan Arfak. 

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (CEU)

  • BPK Jatim Peringatkan Kepala Desa di Bojonegoro tentang Pengelolaan Dana Desa

    BPK Jatim Peringatkan Kepala Desa di Bojonegoro tentang Pengelolaan Dana Desa

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Timur, Yuan Candra Djaisin, secara khusus memberikan peringatan keras kepada puluhan kepala desa se-Kabupaten Bojonegoro. Peringatan itu disampaikan terkait maraknya kasus korupsi dana desa yang masih menjadi momok di tingkat akar rumput.

    “Salah satu tugas kami di BPK adalah mengedukasi, contohnya seperti kegiatan sosialisasi hari ini, sehingga bapak/ibu Kepala Desa dapat lebih berhati-hati dalam menjalankan tugasnya,” tegas Yuan Candra Djaisin dalam Sosialisasi Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa di Ballroom Hotel Eastern Bojonegoro, Kamis (30/10/2025).

    Dalam paparannya yang gamblang, Yuan menyitir data memilukan dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Data tersebut mengungkap bahwa sepanjang 2023, jumlah kasus korupsi di tingkat desa adalah yang tertinggi, dengan 187 kasus yang melibatkan perangkat desa.

    “Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai angka fantastis, Rp162 miliar,” ujar Yuan di hadapan para kepala desa dan camat yang hadir.

    Data ini dihadirkan bukan untuk menakut-nakuti, melainkan sebagai lampu kuning agar dana yang diperuntukkan bagi kesejahteraan warga tidak diselewengkan. Hal itu seperti dalam berita yang diunggah dalam situs website resmi BPK RI Perwakilan Jawa Timur.

    Acara yang diselenggarakan bersama oleh BPK RI dan DPR RI ini juga menghadirkan Anggota Komisi XI DPR RI, Anna Mu’awanah, sebagai keynote speaker. Anna menegaskan kembali fungsi pengawasan DPR atas pengelolaan anggaran, termasuk Dana Desa.

    “Kalau desanya baik, maju, dan berkembang, maka begitu pun juga kabupatennya. Saya berharap dengan adanya sosialisasi ini, penyelenggaraan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dapat menjadi lebih baik,” harap Anna.

    Sosialisasi ini pun mendapat apresiasi dari Bupati Bojonegoro, Setyo Wahono. Dalam sambutannya, ia berharap kegiatan ini dapat mendongkrak kemandirian ekonomi desa. Diskusi yang dipandu oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Bojonegoro, Edi Susanto, ini berlangsung hangat dan diwarnai antusiasme tinggi dari para peserta.

    Peringatan dari BPK Jatim ini diharapkan menjadi pengingat bagi semua kepala desa untuk mengelola dana desa secara transparan dan akuntabel, memastikan setiap rupiahnya tepat sasaran untuk membangun dan menyejahterakan masyarakat desa.

    Untuk diketahui, Dana Desa merupakan dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa, dan ditransfer melalui APBD kabupaten dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan kemasyarakatan. [lus/ian]

  • Telan Miliaran Dana Desa, Damar Waterpark Blitar Kini Mangkrak

    Telan Miliaran Dana Desa, Damar Waterpark Blitar Kini Mangkrak

    Blitar (beritajatim.com) – Impian Desa Umbuldamar, Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar memiliki destinasi wisata unggulan penopang Pendapatan Asli Desa (PADes) kini tinggal puing.

    Damar Waterpark, proyek ambisius yang menelan anggaran miliaran rupiah dari Dana Desa (DD) secara multi years, kini mangkrak dengan kondisi memprihatinkan yakni tak terawat, telantar, dan dinding penyangga fasilitas utamanya ambruk.

    Kerusakan ini bukan sekadar insiden infrastruktur biasa, melainkan memicu polemik besar di tengah masyarakat. Publik mempertanyakan kualitas konstruksi proyek yang dibangun pada tahun anggaran 2018 dan 2019 tersebut, mengingat proyek ini berdiri di atas irisan sejarah kelam kasus korupsi yang pernah menjerat pimpinan desa kala itu.

    Kekecewaan warga tak terbendung melihat uang rakyat yang seharusnya menjadi aset produktif, kini justru menjadi beban visual dan potensi bahaya. Seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya menilai ada ketidakberesan serius dalam spesifikasi bangunan yang baru seumur jagung tersebut.

    “Uang desa yang harusnya jadi berkah malah jadi monumen kegagalan. Bangunan baru hitungan tahun sudah ambruk. Ini jelas-jelas ada masalah serius pada mutu konstruksi,” ujar Hanafi, tokoh pemuda setempat Kamis (20/11/2025).

    Dinding penyangga Damar Waterpark yang ambruk. (Foto: Istimewa/Beritajatim.com)

    Kecurigaan masyarakat semakin menebal lantaran proyek ini dikerjakan pada periode pemerintahan desa yang sedang “sakit”. Berdasarkan data investigasi, Mantan Kepala Desa Umbuldamar yang menjabat saat proyek ini bergulir, telah divonis bersalah dalam kasus tindak pidana korupsi penyalahgunaan Dana Desa. Fakta hukum ini membuat masyarakat skeptis terhadap integritas pembangunan fisik yang dilakukan di era tersebut.

    “Bagaimana masyarakat tidak curiga? Kades yang memimpin awal proyeknya terjerat korupsi DD. Ini menjadi sinyal kuat bagi kami untuk bertanya: apakah kualitas bangunan ini dikorbankan demi keuntungan segelintir oknum?” tambah seorang aktivis lokal yang turut memantau kasus ini.

    Sekdes: “Ini Murni Bencana Alam”

    Merespons tudingan miring tersebut, Pemerintah Desa Umbuldamar memberikan klarifikasi. Sekretaris Desa (Sekdes) Umbuldamar, Maruwan, menepis dugaan bahwa ambruknya dinding penyangga waterpark disebabkan oleh kualitas konstruksi yang buruk atau imbas dari praktik rasuah masa lalu.

    Maruwan berkilah bahwa insiden tersebut adalah dampak dari faktor alam yang tidak dapat diprediksi.

    “Ambruknya dinding penyangga itu murni disebabkan bencana tanah longsor. Bukan karena kualitasnya jelek,” tegas Maruwan saat dikonfirmasi. (owi/ian)

  • Buron 2 Tahun, Kades Nonaktif Brebes Tersangka Korupsi Rp 547 Juta Ditangkap

    Buron 2 Tahun, Kades Nonaktif Brebes Tersangka Korupsi Rp 547 Juta Ditangkap

    Brebes

    Kepala Desa (Kades) Kebonagung nonaktif, Kecamatan Jatibarang, Saefudin, ditangkap Polres Brebes usai buron selama 2 tahun. Dia dinonaktifkan sebagai Kades karena korupsi dana desa Rp 547 juta dan menggadaikan mobil desa ke muncikari di salah satu lokalisasi.

    Dilansir detikjateng, Rabu (19/11/2025), Saefudin telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Dia dibekuk di persembunyiannya di Banyumas setelah dua tahun buron.

    Kapolres Brebes, AKBP Lilik Ardhiansyah, menjelaskan polisi melakukan penyidikan terhadap kasus ini setelah keluar hasil audit dari Inspektorat Pemkab Brebes. Hasil audit menyebut Saefudin menggunakan dana desa dari tahun 2022 hingga tahun 2024 sebesar Rp 547 juta.

    “Jadi pada tanggal 3 Maret 2024 berdasarkan audit tim Inspektorat Brebes, ditemukan adanya kerugian negara Rp 547 juta. Karena itu kita melakukan penyelidikan dan menetapkan tersangka atas penggelapan dan penggunaan dana desa dan alokasi dana desa,” ujar Lilik.

    Lilik menambahkan, tersangka juga menggadaikan mobil siaga milik pemerintah desa senilai Rp 47 juta. Mobil siaga desa ini digadaikan kepada seorang muncikari di salah satu tempat lokalisasi di Kabupaten Tegal.

    Simak selengkapnya di sini

    (isa/isa)