Berangkat Aksi ke Jakarta, Ini Tuntutan Perangkat Desa Kabupaten Semarang
Tim Redaksi
UNGARAN, KOMPAS.com
– DPD Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Semarang akan bergabung dengan perangkat desa dari seluruh Indonesia untuk melakukan aksi di Monas dan Istana Negara di Jakarta.
Ketua
PPDI
Kabupaten Semarang, Kuh Hadianto mengatakan, aksi serentak tersebut akan dilakukan pada Senin (8/12/2025) besok.
“Hari ini yang berangkat ke Jakarta ada 45 orang, selain dari pengurus tingkat kabupaten juga perwakilan dari 19 kecamatan,” ujar Hadianto di Terminal Bawen Kabupaten Semarang, Minggu (7/12/2025) sore.
Menurut Hadianto, ada sejumlah tuntutan utama dari PPDI. Di antaranya terkait
dana desa
dan mendorong percepatan dan segera diterbitkannya revisi PP 11 Tahun 2019 yang merupakan turunan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Desa.
“Disitu mengatur pemilihan kepala desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan perangkat desa. Termasuk mengatur penghasilan tetap dan tunjangan dari negara yang harus dianggarkan,” katanya.
“Termasuk juga pembatalan PMK 81/2025. Dana Desa harus dikembalikan utuh karena itu yang sesuai roh UU Desa serta subsidi yang berlandas musyawarah desa,” ujar Hadianto lagi.
Dia pun berharap Presiden Prabowo Subianto mendengar aspirasi para perangkat desa dan mengabulkan tuntutan yang akan disampaikan.
Sebelumnya, Sekretaris Paguyuban Kepala Desa Hamong Projo Kabupaten Semarang, Siswanto mengatakan, Dana Desa tahap II untuk 38 desa tidak bisa dicairkan.
Menurut Siswanto, besaran yang seharusnya diterima mencapai Rp 300 juta hingga Rp 400 juta.
Namun, lantaran dana desa tahap dua tidak cair, maka Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) serta Anggaran Pendapatan dan Belanda Desa (APBDes) tidak terpenuhi.
“Ini yang merasakan dampak langsungnya ya masyarakat, sudah dianggarkan tapi pembangunannya menjadi terhenti,” kata Siswanto di Balai Desa Keji Kecamatan Ungaran Barat, Semarang pada 2 Desember 2025.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: Dana desa
-
/data/photo/2025/12/07/69356ed1ec994.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Berangkat Aksi ke Jakarta, Ini Tuntutan Perangkat Desa Kabupaten Semarang Regional 7 Desember 2025
-

Orang-orang di Aceh Tamiang Tak Bisa Makan, Ferry Irwandi: Keadaannya Mengerikan!
GELORA.CO -Ferry Irwandi tidak hanya melakukan aksi penggalangan dana dan berhasil mengumpulkan uang lebih dari Rp 10 miliar untuk membantu para korban banjir dan longsor di Sumatera.
Ferry Irwandi juga datang secara langsung ke Aceh. Betapa terkejutnya dia karena ternyata kondisi masyarakat di Kabupaten Aceh Tamiang sangat memerlukan bantuan sudah tidak bisa makan dan minum selama beberapa hari.
“Keadaannya mengerikan! Susah banget makan. Orang-orang nggak makan berhari-hari,” kata Ferry Irwandi.
Menurut dia, warga Tamiang tidak mendapatkan air bersih sama sekali. Untuk sekadar bertahan hidup, mereka terpaksa minum air banjir yang diberikan bubuk teh supaya tidak bau.
Salah satu warga mengungkapkan kesaksian belum ada bantuan apapun dari pemerintah pusat, provinsi, ataupun kabupaten, datang ke wilayahnya.
“Belum ada bantuan sama sekali. Kita dapat dari dana desa cuma beras saja,” kata salah seorang warga kepada Ferry Irwandi.
Netizen miris usai mengetahui bantuan ternyata belum sampai kepada masyarakat di Tamiang. Sejumlah dari mereka menyebut telah salah memilih bupati atau wali kota karena tidak dinilai hadir ke tengah-tengah warga yang sedang membutuhkan bantuan.
“Rakyat Aceh gak salah pilih Mualem, tapi mereka salah pilih bupati, walikota, terutama di daerah-daerah terdampak banjir. Harusnya mereka yang terdepan menyalurkan bantuan bersama BPBD, malah ada yang lari ke Mekkah. Terbukti cuma Mualem yang aktif di lokasi bencana,” komentar salah satu netizen.
“Jujur lihat respons pemerintah soal banjir Sumatera bikin naik darah. Kelakuannya sudah level anjing banget. Nggak ada aksi nyata. Rakyat terendam, ngungsi, mati listrik, kehilangan rumah di sisi lain, para pejabat sibuk ngeluarin pernyataan yang isinya cuma angin,” timpal yang lainnya.
“Pemerintahnya masih sibuk menyombongkan diri dengan bilang tidak butuh bantuan asing. Buktinya masih banyak tuh yang belum dapat bantuan sama sekali. Prett lah Prabowo. Bilang aja kalian semua itu takut kebuka semua kebusukan pemerintahan ini di Mata Dunia kan?”.
Netizen lainnya justru menyindir Ferry Irwandi kenapa dana yang sangat besar sebesar Rp 10 miliar lebih dari hasil donasi tidak disalurkan untuk warga di Tamiang guna meringankan beban mereka.
“Kan antum sudah bawa Rp 10 miliar, fokus bagikan saja bantuannya. Kenapa sekarang teriak-teriak, inilah sebenarnya tujuan utama yang bersangkutan memprovokasi orang. Ketahuan lebih dini motifnya,” komentar salah satu warganet
Justru dia sudah bawa Rp 10 miliar dan bisa ngebantu, berhak teriak-teriak mewakili keluhan korban. Yang gak ke lokasi, gak bantu apa apa gak berhak speak up apapun. Apalagi sampai bilang kalau keadaan di sana baik baik saja,” bela yang lainnya
-

Ini 22 Desa di Magetan yang Gagal Cairkan DD Tahap II
Magetan (beritajatim.com) – Sebanyak 22 desa di Kabupaten Magetan tercatat gagal menerima pencairan Dana Desa (DD) Tahap II.
Seluruh desa tersebut masuk kategori non-earmark atau dana yang penggunaannya tidak ditentukan secara khusus. Total anggaran yang tertahan mencapai sekitar Rp 4 miliar.
Ke-22 desa ini tersebar di berbagai kecamatan, mulai dari Kecamatan Ngariboyo yang mencatat empat desa: Desa Banjarejo, Desa Banyudono, Desa Ngariboyo, dan Desa Selopanggung.
Kondisi serupa terjadi di Kecamatan Panekan pada Desa Bedagung, Desa Ngiliran, dan Desa Banjarejo.
Di Kecamatan Sukomoro, tiga desa ikut terdampak yakni Desa Bulu, Desa Pojoksari, dan Desa Truneng. Sementara Kecamatan Kawedanan menyumbang empat desa: Desa Ngunut, Desa Jambangan, Desa Ngadirejo, dan Desa Bogem.
Desa lainnya yang juga tidak salur adalah Desa Ngunut di Kecamatan Parang, kemudian Desa Candirejo dan Desa Purwosari di Kecamatan Magetan.
Daftar berlanjut ke Kecamatan Barat melalui Desa Klagen, serta Kecamatan Kartoharjo dengan Desa Kartoharjo sebagai desa terdampak. Dari Kecamatan Sidorejo, terdapat Desa Sidorejo dan Desa Getasanyar, kemudian ditutup oleh Desa Taji di Kecamatan Karas.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Magetan, Eko Muryanto, menjelaskan bahwa persoalan ini muncul setelah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81/2025 pada 19 November 2025. Regulasi tersebut mengubah batas waktu penyaluran DD tanpa pemberitahuan awal.
“Kami masih berproses reguler, tiba-tiba muncul PMK 81/2025. Tidak ada informasi bahwa harus mengajukan sekian, kalau tidak nanti tidak salur,” ungkap Eko.
Menurutnya, perubahan mendadak itu membuat proses penyaluran yang sedang berjalan tidak dapat dilanjutkan. Dampaknya, 22 desa non-earmark otomatis tidak bisa mencairkan DD Tahap II.
Eko menyebut porsi non-earmark per desa cukup signifikan, berkisar Rp 100 juta hingga Rp 200 juta. Konsekuensinya, desa diminta mereview APBDes dan membatalkan kegiatan yang belum berjalan agar tidak menimbulkan persoalan administratif baru.
Selain itu, regulasi terbaru juga mensyaratkan bahwa setiap desa harus memiliki Koperasi Desa Kelurahan Merah Putih (KDKMP) untuk bisa menerima penyaluran berikutnya. Beruntung, seluruh desa di Magetan telah memenuhi syarat karena sudah terdaftar pada Administrasi Hukum Umum (AHU) dan memiliki badan hukum.
Terkait tahun 2026, Eko menambahkan bahwa Magetan masih menunggu terbitnya prioritas penggunaan dan besaran pagu Dana Desa. Namun informasi awal menunjukkan adanya penurunan alokasi sekitar Rp 28 miliar untuk tahun depan. [fiq/ted]
-

48 Desa di Jember Gigit Jari Tidak Kebagian Rp 13 Miliar
Jember (beritajatim.com) – Sebanyak 48 pemerintah desa di Kabupaten Jember, Jawa Timur, gigit jari menyusul terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2025 yang merevisi pengalokasian, penggunaan, dan penyaluran dana desa tahun anggaran 2025.
Peraturan itu menyebabkan penundaan kucuran Dana Desa Non Earmark Tahap Kedua Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp 13,078 miliar untuk 48 desa itu.
“Hal ini dikarenakan mereka belum menyampaikan secara lengkap dan benar penyaluran persyaratan penyaluran Dana Desa Tahap II sampai 17 September 2025,” kata Wakil Ketua DPRD Jember Widarto, Jumat (5/12/2025).
Ada empat persyaratan tersebut. Pertama, laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya. Kedua, laporan realisasi penyerapan dan capaian keluaran Dana Desa tahap I menunjukkan realisasi penyerapan paling rendah sebesar 60 persen dan rata-rata capaian keluaran menunjukkan paling rendah sebesar 40 persen.
Syarat berikutnya adalah akta pendirian badan hukum koperasi desa/kelurahan merah putih atau bukti penyampaian dokumen pembentukan koperasi desa/kelurahan merah putih ke notaris. Terakhir, surat pernyataan komitmen dukungan Anggaran Pendapatan Belanja Desa untuk pembentukan koperasi desa/kelurahan merah putih.
Widarto mempertanyakan peraturan Menteri Keuangan tersebut. “Peraturan ini terbit pada November 2025, sementara batas waktu pemenuhan persyaratan adalah 17 September 2025. Ini artinya aturan itu berlaku surut,” katanya.
Padahal, lanjut Widarto, akta pendirian koperasi desa merah putih di desa-desa tersebut baru selesai pada Oktober 2025. “Kasihan para kades ini. Mereka bisa-bisa menangis semua, karena sudah telanjur membangun, tapi dananya tidak cair,” katanya.
Menurut Widarto, dana yang tertunda pencairannya itu adalah dana yang tidak ditentukan penggunaannya oleh pemerintah pusat. “Dengan demikian dana tersebut yang digunakan untuk membangun berdasarkan program kerja pemerintah desa,” kata politisi PDI Perjuangan ini.
Widarto meminta Pemkab Jember memperjuangkan nasib 48 pemerintah desa tersebut. “Bupati menyampaikan sedang gencar-gencarnya minta program dari pemerintah pusat. Sedangkan ini ada anggaran yang sudah di-plotting menjadi hak Kabupaten Jember melalui dana desa, malah tidak bisa tercairkan,” katanya.
Pejabat Sekretaris Daerah Akhmad Helmi Luqman mengatakan, ada mitigasi dan strategi ke depan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, khususnya di desa. “Kita dorong koperasi merah putih, usaha-usaha desa, Badan Usaha Milik Desa, dan lainnya untuk tetap eksis, bisa menunjang itu,” katanya.
Pemkab Jember sendiri, menurut Helmi, saat ini menghadapi tantangan fiskal. “Kami juga mengalami pengurangan anggaran. Defisit besar. Teknis dan strategis bersama-sama nanti kita bicarakan berikutnya, karena surat Menteri Kuangan itu datang tiba-tiba,” katanya. [wir]
-

Pemerintah Jamin Kekurangan Dana Desa 2025 Dilunasi Tahun Depan
Jakarta –
Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto memastikan dana desa yang belum dibayarkan pada 2025 akan dilunasi pada tahun depan. Yandri menegaskan pembayaran kekurangan Dana Desa 2025 itu tidak mempengaruhi besaran Dana Desa pada tahun 2026.
Hal ini disampaikan Yandri usai membahas sejumlah upaya terkait pencairan Dana Desa menyusul diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 tentang Pengalokasian Dana Desa Setiap Desa, Penggunaan, dan Penyaluran Dana Desa Tahun Anggaran 2025.
Aturan ini membuat sejumlah pemerintah desa khawatir karena Dana Desa tahap II pada 2025, terutama yang bersifat non-earmarked atau yang tidak ditentukan secara spesifik, tidak dibayarkan. Yandri membeberkan lima upaya yang disiapkan pemerintah.
“Pertama, menggunakan Sisa Dana Desa yang ditentukan penggunaannya (Earmarked) untuk membayar kegiatan Non earmarked yang belum terbayarkan,” ujar Yandri dalam keterangannya, Kamis (4/12/2025).
Kedua, pembayaran dilakukan menggunakan Dana Penyertaan Modal Desa ke lembaga-lembaga ekonomi yang belum disalurkan dan/atau belum digunakan termasuk Penyertaan Modal ke BUM Desa/BUM Desa bersama untuk ketahanan pangan.
Ketiga, menggunakan sisa anggaran/penghematan anggaran tahun berjalan (tahun 2025) termasuk yang bersumber dari pendapatan selain Dana Desa dan/atau menunda kegiatan yang belum dilaksanakan. Keempat, memanfaatkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) 2025.
“Jika langkah pertama hingga empat masih belum mencukupi, maka selisih kekurangan dicatat sebagai kewajiban yang belum dibayarkan untuk dianggarkan dan dibayarkan di Tahun Anggaran 2026 yang bersumber dari pendapatan selain Dana Desa,” tambah Yandri.
Solusi ini dibahas dengan Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Askolani dan Direktur Jenderal Bina Pemdes Kemendagri La Ode Ahmad dan sejumlah asosiasi, seperti Asosiasi Pemerintahan Desa Merah Putih, Persatuan Perangkat Desa Seluruh Indonesia, hingga Papdesi.
Pemerintah Terbitkan Surat
Kemendagri, Kemendes PDT dan Kemenkeu, Yandri, akan menerbitkan surat sebagai dasar Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa mengambil langkah-langkah tindak lanjut, seperti, kewajiban yang belum dibayarkan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) Tahun Anggaran 2025.
Lalu, bupati menugaskan Camat untuk melakukan evaluasi APB Desa Tahun 2025 khusus terhadap pergeseran anggaran untuk mengalokasikan anggaran kegiatan yang belum terbayarkan. Kemudian, pemerintah desa segera melakukan Perubahan APB Desa tahun 2025 untuk pergeseran alokasi anggaran.
Keempat, menerbitkan Peraturan Kepala Desa tentang Penjabaran APB Desa Tahun 2026 untuk menindaklanjuti SILPA mendahului Perubahan APB Desa 2026 dan Kelima, melakukan Perubahan APB Desa 2026 untuk memanfaatkan SILPA Tahun 2025 dan sumber pendapatan selain Dana Desa untuk mengutamakan penyelesaian kewajiban yang belum dibayar.
“Kami semua optimis langkah-langkah tersebut dapat dijalankan sehingga potensi gagal bayar mendapatkan solusi terbaik. Kami sampaikan terima kasih pada para Ketua Asosiasi yang turut bersama-sama merumuskan tindaklanjut terbaik kita semua,” tambah ia.
“Agar proses pelaksanaan langkah-langkah tersebut dapat berlangsung cepat dan efektif maka Pemerintah maupun Pemerintah Kabupaten akan terus melakukan pendampingan dan mitigasi,” terang Yandri.
Halaman 2 dari 2
(rea/ara)
-

APEDNAS Jatim Kecam Lambannya Pemerintah Desa, Kehilangan Dana Desa Rp10 Miliar Lebih
Pacitan (beritajatim.com) – Polemik gagal cairnya Dana Desa (DD) tahap II di Kabupaten Pacitan terus memantik reaksi keras. Ketua Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (APEDNAS) Jawa Timur, Badrul Amali, mengecam lambannya kinerja pemerintah desa hingga membuat anggaran lebih dari Rp 10 miliar tak dapat dicairkan.
Menurut Badrul, persoalan ini tidak bisa dilepaskan dari ketidaksiapan perangkat desa dalam memenuhi persyaratan administrasi, baik sekretaris desa maupun bendahara. Ia menegaskan persoalan ini bukan sekadar soal regulasi baru.
“Ini murni ketidaksiapan pemerintah desa, khususnya yang membidangi. Entah sekretaris desa atau bendahara desa,” tegas Badrul, Kamis (4/11/2025).
Ia menyebut, kerugian akibat gagal cairnya DD tahap II sangat dirasakan masyarakat. Program yang seharusnya dinikmati warga terancam tidak terlaksana, atau bahkan menimbulkan masalah baru.
“Bagi BPD, ini fenomena luar, program tidak bisa dinikmati masyarakat atau program sudah jalan tapi uangnya tidak ada. Ini harus disikapi oleh bupati. Harus jelas siapa yang bertanggung jawab,” tegasnya.
Badrul menilai alasan yang selama ini disampaikan terkait Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81 tidak tepat. Pasalnya, syarat pencairan dana desa merupakan prosedur rutin setiap tahun. “Syarat itu sudah biasa dilakukan desa setiap tahunnya, jadi tidak karena PMK 81. Dengan atau tanpa PMK 81, ini tetap tanggung jawab desa,” ujarnya.
Ia mengungkap, ada sejumlah masalah yang menjadi penyebab teknis, mulai dari laporan tahap I yang tidak lengkap, realisasi tahun sebelumnya yang masih bermasalah, hingga keterlambatan pengajuan dokumen. “Dalam jangka waktu Mei sampai September, desa sudah bisa mengajukan persyaratan tahap II. Namun faktanya tidak dilakukan,” tambahnya.
Akibat kelalaian itu, sebanyak 45 desa di Pacitan kehilangan hak pencairan DD tahap II. Nilainya bervariasi, mulai dari Rp 80 juta hingga Rp 400 juta per desa. “Desa mencari anggaran sebesar itu ya berat. Lah ini ada anggaran, tapi disia-siakan,” kritik Badrul.
Ia berharap pemerintah kabupaten segera mengambil langkah tegas, melakukan evaluasi, serta memastikan kejadian serupa tidak terulang. “Ini bukan persoalan sepele. Dampaknya langsung dirasakan masyarakat. Harus ada pertanggungjawaban,” tutupnya. (tri/kun)
-

Juara Desa Wisata Jatim, Ketindan Siapkan Lapangan Bola Standar Training Center di 2026
Malang (beritajatim.com) – Pemerintah Desa Ketindan, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, menyepakati lima proyek pembangunan strategis untuk tahun 2026, salah satunya adalah pembangunan lapangan sepak bola berstandar training center, dalam Musyawarah Pembangunan Desa yang digelar di pendopo desa setempat, Selasa (2/12/2025) malam. Kesepakatan ini menjadi langkah maju bagi desa yang baru saja dinobatkan sebagai Juara 1 Desa Wisata tingkat Jawa Timur tersebut.
Nuansa syahdu menyelimuti pendopo etnik nan eksentrik di Desa Ketindan saat acara berlangsung. Meski hujan rintik-rintik turun, tak kurang dari 100 warga yang merupakan perwakilan dari berbagai unsur masyarakat hadir memadati ruangan untuk menyusun Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa) Tahun 2026.
Suara gelak tawa dan kehangatan suasana justru menjadi pengiring setia musyawarah tersebut. Forum berjalan sangat cair dan hangat dengan harmoni kekeluargaan yang kental, jauh dari kesan kaku sebuah rapat pemerintahan.
“Pemandangan ini bukan hal yang aneh di sini. Setiap bermusyawarah, keasyikan berbaur dan menyatukan ide sudah menjadi tradisi, kayak temu kangen,” ujar salah seorang peserta, menggambarkan kemesraan forum yang terbangun.
Semangat tersebut tak luntur oleh gelapnya malam. Kepala Desa Ketindan, Artining S.Sos, dalam sambutannya menyampaikan kabar gembira terkait pendanaan proyek yang tidak membebani Dana Desa. Ia menegaskan kesiapan desa untuk mengeksekusi rencana besar tersebut.
“Di tahun 2026 mendatang, kita sudah ‘nyelengi’ (menabung) 5 kegiatan strategis dari berbagai pihak di luar Dana Desa. Salah satunya adalah pembangunan lapangan sepak bola standar training center, Tandon air kapasitas besar, taman estetik, hotmix akses wisata dan hotmix akses ke pesantren, Support ini harus kita syukuri, jaga, dan pelihara secara sustainable,” tegasnya.
Forum kemudian memasuki sesi pemaparan matriks rencana pembangunan yang dipandu Sekretaris Desa. Suasana pun berubah sejenak menjadi hening. Para peserta dengan saksama mencermati setiap kolom perencanaan yang akan dimigrasikan ke dalam dokumen anggaran, fokus pada program pembangunan di lingkungan masing-masing.
Perencanaan matang ini sejalan dengan momentum prestasi Desa Ketindan. Tahun ini, mereka sukses menyabet anugerah Dewi Cemara sebagai Juara 1 Desa Wisata Cerdas Mandiri dan Sejahtera tingkat Provinsi Jawa Timur, berkat pengelolaan wisata terintegrasi di Kawasan Ketindan Trade.
Keunikan lain terlihat dari besarnya partisipasi perempuan dalam musyawarah malam itu. Koordinator Pendamping Desa Ketindan menyebut hal ini sebagai kombinasi kearifan lokal dengan strategi nasional.
“Ini adalah salah satu penggalan Bhumi Ibu Pertiwi yang diasuh kebersamaan dan konsep tropis berbasis lingkungan dan kearifan lokal, dikombinasikan dengan rencana strategis pembangunan nasional yang selaras dengan visi misi desa bertajuk Ketindan Trad (Tertata, Rapi, Alami Desa),” tuturnya.
Pada penghujung acara, Dokumen RKP Desa Tahun Anggaran 2026 resmi diterima dan disetujui oleh seluruh forum. Musyawarah ditutup dengan foto bersama dan yel-yel komitmen kebersamaan, mengukuhkan semangat gotong royong warga Ketindan. [yog/beq]
-

Dana Desa Belum Cair, Para Kades Wadul DPRD Ponorogo
Ponorogo (beritajatim.com) – Suasana Gedung DPRD Ponorogo mendadak riuh pada awal pekan ini. Perwakilan kepala desa (kades) di Bumi Reog mendatangi kantor wakil rakyat untuk wadul.
Ya, para kades itu meminta wakil rakyat untuk menyampaikan aspirasinya ke tingkat pusat. Yakni terkait dengan kejelasan soal pencairan Dana Desa (DD) tahap II yang tak kunjung turun. Para kades mengaku was-was karena proyek fisik telah berjalan, tetapi pembayaran belum bisa dipenuhi akibat macetnya dana dari pusat.
Kedatangan mereka difasilitasi melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi A DPRD Ponorogo. Para kepala desa berharap ada jalan keluar cepat, mengingat beban tanggungan mereka makin membesar menjelang tutup tahun.
Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Ponorogo, Eko Mulyadi, menjelaskan bahwa persoalan ini bermula setelah Kementerian Keuangan menerbitkan PMK 81/2025 pada pertengahan November. Aturan baru tersebut menghentikan pencairan kegiatan pembangunan non-earmark per 17 September, dan hanya memprioritaskan program BLT Desa, ketahanan pangan, dan stunting.
“Sementara teman-teman desa sudah melakukan kegiatan lapangan pembangunan, kalau tidak cair tentu menjadi beban,” kata Eko usai RDP di DPRD Ponorogo, Senin (1/12/2025).
Eko merinci bahwa dari 281 desa, sebanyak 231 desa di Ponorogo gagal mencairkan DD tahap II. Para kades yang sudah terlanjur mengerjakan proyek fisik kini harus menalangi modal menggunakan dana pribadi. Besaran utangnya pun bervariasi antara Rp30 juta sampai Rp400 juta.
“Kami tidak protes peraturan ini, tapi kami harapkan aturannya ditunda terlebih dahulu, dan bisa diterapkan tahun mendatang,” ungkapnya.
Dalam RDP tersebut, APDESI juga menyampaikan aspirasi lain, termasuk dukungan terhadap Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) dan keluhan soal beberapa kegiatan OPD yang kini dibebankan ke anggaran desa. Namun fokus utama tetap sama, yakni kepastian pencairan dana desa tahap II.
Wakil Ketua DPRD Ponorogo, Anik Suharto, menyatakan memahami keresahan para kades. Dia memastikan surat aspirasi itu, akan segera dikirim ke pemerintah pusat sebagai bentuk tindak lanjut dewan. “Kami akan kirimkan dalam waktu dekat, paling lama besok (2/12) kami sampaikan suratnya,” pungkasnya. [end/suf]
-

45 Desa di Pacitan Gagal Cairkan Dana Desa Tahap II, Ronny Wahyono: Hak Masyarakat Hilang
Pacitan (beritajatim.com) – Terhambatnya pencairan Dana Desa (DD) tahap II yang dialami puluhan desa di Pacitan memicu sorotan publik. Tokoh masyarakat Pacitan, Ronny Wahyono, menyayangkan anggaran yang seharusnya dinikmati masyarakat justru hangus di tengah kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat.
“Sayang sekali, hak masyarakat untuk menikmati pembangunan disegala bidang yang notabene sumbernya dari uang rakyat akhirnya hilang,” ujar Ronny Wahyono, Minggu (30/11/2025).
Mantan anggota sekaligus Ketua DPRD Pacitan itu meminta organisasi perangkat daerah (OPD) terkait melakukan pembinaan maksimal kepada pemerintah desa agar persoalan serupa tidak kembali terjadi.
“Jajaran terkait seharusnya melakukan pembinaan semaksimal mungkin agar segala persoalan yang menghambat pencairan dana tersebut bisa diatasi, ditengah efisiensi anggaran yang sedang berjalan. Semoga menjadi pelajaran kedepannya,” tegasnya.
Ronny juga mendorong pemerintah daerah bersama DPRD Pacitan untuk melakukan monitoring dan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan keuangan baik ditingkat desa hingga Kabupaten.
“Sehingga anggaran desa bisa terealisasi maksimal untuk masyarakat, yang pada akhirnya membantu pencapaian visi misi Bupati Pacitan,” pungkasnya.
DPMD: Sudah Diingatkan Sejak Mei, Banyak Desa Tetap Lalai
Terpisah, Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Pacitan, Sigit Dani Yulianto, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengingatkan pemerintah desa sejak Mei 2025 agar segera mengurus pengajuan DD tahap II. Namun sebagian besar desa tidak menindaklanjuti.
“Sebenarnya sudah kami ingatkan untuk segera mencairkan. Namun ada yang tidak segera mengajukan,” jelasnya.
Menurut Sigit, masalah ini bermula dari keterlambatan pengajuan dokumen melalui aplikasi OM-SPAN. Banyak desa baru mengirim berkas ke KPPN Pacitan setelah 17 September 2025, sementara pada tanggal tersebut Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) telah menginstruksikan penghentian sementara penyaluran DD tahap II.
Terbitnya PMK 81 Tahun 2025 semakin mempertegas aturan bahwa DD tahap II yang belum masuk ke rekening kas desa hingga batas waktu tersebut tidak dapat disalurkan lagi. [tri/suf]
