Topik: Dana desa

  • Peluncuran KopDes Merah Putih Digelar 21 Juli, Prabowo Hadir di Klaten

    Peluncuran KopDes Merah Putih Digelar 21 Juli, Prabowo Hadir di Klaten

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) mengumumkan perkembangan terbaru terkait peluncuran Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes/Kel) Merah Putih yang dijadwalkan pada 21 Juli 2025 di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

    Menteri Koperasi dan UKM Budi Arie Setiadi menyebut Presiden Prabowo Subianto akan hadir secara langsung dalam peluncuran nasional yang dipusatkan di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, dan diikuti secara daring oleh seluruh Indonesia.

    Berdasarkan data  Direktorat Jenderal Administrasi Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM, sebanyak 80.068 KopDes/Kel Merah Putih telah berbadan hukum, dengan mayoritas berada di Provinsi Jawa Barat. “Pelaksanaan launching sudah sangat siap dengan dukungan dari berbagai pihak tersebut,” ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (19/7/2025).

    Peluncuran KopDes/Kel Merah Putih merupakan bagian dari pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) No. 9/2025 yang memberi mandat kepada 18 kementerian/lembaga serta kepala daerah untuk mempercepat pembentukan KopDes/Kel dari sisi kelembagaan, usaha, hingga pembiayaan.

    Budi menekankan bahwa koperasi desa ini menjadi simbol gotong royong dan kemandirian ekonomi, sekaligus mendukung ketahanan dan swasembada pangan nasional.

    KopDes/Kel Merah Putih akan menjalankan berbagai lini usaha seperti gerai sembako untuk menjaga stabilisasi harga pangan pokok dan barang bersubsidi pemerintah, seperti gas LPG, pupuk, dan obat-obatan. Selain itu, akan tersedia layanan simpan pinjam untuk membantu permodalan petani dan menekan peran tengkulak.

    “Kegiatan ekonomi di desa akan lebih hidup, lapangan kerja terbuka, dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Ini bisa menjadi solusi menekan kemiskinan ekstrem,” ujarnya.

    Dalam hal pembiayaan, pemerintah melalui Kementerian Keuangan tengah merampungkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai dasar hukum penyaluran dana melalui bank-bank Himbara dengan skema intersepsi dana desa.

    Aktivasi dan Tantangan Usaha

    Deputi Bidang Pengembangan Usaha Koperasi Kemenkop Panel Barus menjelaskan bahwa sekitar 8.000 kepala desa di Jawa Tengah akan hadir secara langsung dalam peluncuran, dan seluruh kepala daerah di Indonesia akan bergabung secara daring.

    “Alhamdulillah, 80.000 kelembagaan sudah terbentuk dan berbadan hukum. Selanjutnya adalah aktivasi usaha koperasi yang jadi tantangan besar,” kata Panel.

    Aktivasi usaha dijadwalkan selesai pada akhir 2025. Namun, tantangannya mencakup skema pembiayaan, kepemilikan aset (seperti gudang dan toko sembako), pelatihan SDM, serta pengembangan sistem digitalisasi.

    “Tanpa digitalisasi, KopDes tidak akan berjalan optimal,” ujarnya.

    Panel juga menyampaikan pentingnya pembentukan koperasi sekunder di tingkat kabupaten sebagai pusat koordinasi, karena KopDes/Kel merupakan koperasi primer di tingkat desa.

  • Sederet Catatan Kopdes Merah Putih Jelang Beroperasi 21 Juli

    Sederet Catatan Kopdes Merah Putih Jelang Beroperasi 21 Juli

    Bisnis.com, JAKARTA — Rencana pemerintah merealisasikan pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan atau Kopdes Merah Putih hanya tinggal selangkah lagi. Sekitar lebih dari 80.000 Kopdes rencananya bakal resmi diluncurkan Presiden Prabowo Subianto pada 21 Juli 2025.

    Merujuk data teranyar, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum (Kemenkum) mengungkap sebanyak 80.068 KopDes/Kel Merah Putih telah berbadan hukum. Dari jumlah tersebut, sebagian besarnya berasal dari provinsi Jawa Barat.

    Adapun, perinciannya sebanyak 71.397 unit KopDes Merah Putih baru dan 8.486 unit KopKel Merah Putih baru. Selain itu, koperasi lama yang bertransformasi (revitalisasi) menjadi KopDes/Kel Merah Putih terdiri 141 unit KopDes Merah Putih dan 44 unit KopKel Merah Putih.

    Jumlah KopDes/Kel Merah Putih yang mengantongi legalitas akan terus bertambah menjelang peluncuran pada 21 Juli 2025. Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), ada sebanyak 83.762 desa dan kelurahan di Tanah Air.

    Rencananya, momen peluncuran KopDes/Kel Merah Putih ini akan diresmikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

    Asal tahu saja, KopDes/Kel Merah Putih juga masuk ke dalam salah satu proyek strategis nasional (PSN) 2026, yang tertuang melalui Peraturan Menteri PPN/Bappenas Nomor 3 Tahun 2025 tentang Rancangan RKP 2026.

    Kehadiran KopDes/Kel Merah Putih diharapkan bisa menjadi simbol gotong royong dan kemandirian ekonomi desa. Koperasi ini juga masuk ke dalam salah satu proyek strategis nasional pada 2026. Namun, masih terdapat sederet catatan terhadap KopDes/Kel Merah Putih.

    Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mengatakan kehadiran KopDes/Kel Merah Putih sejalan dengan tujuan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 (Inpres 9/2025) untuk mendukung kemandirian bangsa dan swasembada pangan berkelanjutan.

    “Kami ingin menjadikan desa sebagai titik awal kebangkitan ekonomi nasional, melalui peningkatan ketahanan pangan,” kata Budi Arie kepada Bisnis, Sabtu (19/7/2025).

    Dia menjelaskan, kehadiran koperasi desa ini justru untuk menggerakkan ekonomi di desa, akses pangan dan kesehatan bagi masyarakat desa lebih dekat dan terjangkau serta memperpendek rantai pasok. Sehingga, pemerintah berharap koperasi ini dapat menekan inflasi pangan di desa.

    Nantinya, KopDes/Kel Merah Putih ini akan menghadirkan beragam unit, termasuk gerai sembako sebagai sarana untuk menjaga stabilisasi harga dari pangan pokok, mulai dari beras, minyak, gula, telur, hingga daging.

    Koperasi ini juga akan menyediakan gas/LPG, pupuk, dan obat-obatan dengan harga terjangkau. Serta, juga ada modal kerja yang tersedia bagi petani melalui gerai simpan pinjam untuk menekan pergerakan tengkulak.

    Budi berharap melalui KopDes/Kel Merah Putih, kegiatan ekonomi desa berputar dan tumbuh sehingga akan menciptakan lapangan pekerjaan baru yang berkelanjutan.

    “Dampak akhirnya kesejahteraan masyarakat meningkat, yang pada akhirnya dapat menekan tingkat kemiskinan ekstrem,” terangnya.

    Dengan mengembangkan potensi lokal, lanjut dia, program ini justru akan menempatkan desa sebagai pelaku utama ekonomi, bukan sekadar objek pembangunan, melainkan motor penggerak.

    Aturan Pendanaan

    Dalam hal skema pendanaan, Budi menjelaskan kucuran pembiayaan bakal melalui bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) serta menggunakan intersep dana desa. Namun, payung hukum pembiayaan KopDes Merah Putih lewat Himbara ini masih menunggu Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

    “Saat ini draft PMK [Peraturan Menteri Keuangan] sedang disusun, kita tunggu saja,” imbuhnya.

    Menjelang peluncuran, Budi menyatakan berbagai pihak siap memberikan dukungan. “Pelaksanaan launching sudah sangat siap dengan dukungan dari berbagai pihak tersebut,” ungkapnya.

    Hal ini sebagaimana Inpres 9/2025, yakni sebanyak 18 Kementerian/Lembaga termasuk Gubernur/Bupati/Walikota diberikan mandat untuk memberikan percepatan/dukungan bagi pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih mulai dari tahap pembentukan kelembagaan, bisnis usaha hingga pembiayaan.

    Efektivitas Kopdes

    Dihubungi terpisah, Pengamat Pertanian dari Core Indonesia Eliza Mardian memandang, KopDes/Kel Merah Putih bisa menggerakkan perekonomian lokal yang inklusif dan berdampak luas jika program ini digarap dengan optimal dan penuh kesadaran masyarakat.

    Namun, kondisinya akan menjadi bumerang jika KopDes/Kel Merah Putih masih sama seperti koperasi unit desa (KUD) dengan potensi gagal atau fraud yang besar.

    “Kenapa KUD gagal? Itu faktor utamanya karena adanya penyeragaman program KUD di seluruh wilayah di Indonesia. Jadi, KUD banyak yang tidak sesuai dengan kondisi dan potensi masing-masing wilayah desa. Selain itu, KUD juga bergantung pada fasilitas pemerintah yang membuatnya tidak mandiri,” ujar Eliza kepada Bisnis.

    Di samping itu, KUD juga hanya sekadar berorientasi pada kegiatan ekonomi usaha tani di sektor hulu dengan nilai tambah tidak optimal alias relatif kecil. Faktor kegagalan lainnya adalah kurangnya kaderisasi dan membuat pelaksanaan KUD bergantung pada figur tertentu.

  • Video: Bank Bisa Tenang, Dana Desa Rp 70 T Jadi Jaminan Koperasi Desa

    Video: Bank Bisa Tenang, Dana Desa Rp 70 T Jadi Jaminan Koperasi Desa

    Jakarta, CNBC Indonesia –Menteri Keuangan Sri Mulyani indrawati telah memastikan adanya pemberian penjaminan dari pemerintah bagi koperasi desa merah putih jika mengalami gagal bayar.

    Selengkapnya dalam program Nation Hub CNBC Indonesia, Jumat (18/7/2025).

  • Risiko Gagal Bayar Hantui 80.000 Kopdes Merah Putih, Kerugian Bisa Capai Triliunan

    Risiko Gagal Bayar Hantui 80.000 Kopdes Merah Putih, Kerugian Bisa Capai Triliunan

    Bisnis.com, JAKARTA — Center of Economic and Law Studies (Celios) menyebut risiko gagal bayar hingga kerugian ekonomi masih menghantui 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih. Bahkan, hadirnya Kopdes Merah Putih ini dikhawatirkan bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    Untuk diketahui, Presiden Prabowo Subianto bakal meresmikan sebanyak 80.000 unit Kopdes/Kel Merah Putih di Desa Bentangan, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten pada 21 Juli 2025.

    Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda memandang, Kopdes/Kel Merah Putih masih menimbulkan pertanyaan publik, baik dari implementasi maupun mitigasi risiko yang akan dihadapi.

    Bahkan, Nailul menilai konsep Kopdes/Kel Merah Putih masih sangat mentah, meski Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mengeklaim telah ada 80.000 Kopdes/Kel Merah Putih.

    “Sampai saat ini, saya tidak mendengar bagaimana operasional koperasi ini berjalan seperti model bisnis. Ada potensi risiko gagal bayar yang cukup tinggi jika operasional sampai saat ini tidak ada kejelasan,” kata Nailul kepada Bisnis, Jumat (18/7/2025).

    Padahal, Nailul menjelaskan bahwa modal awal yang dapat diajukan Kopdes/Kel Merah Putih kepada perbankan mencapai Rp3 miliar per koperasi.

    “Jika kita jumlahkan dengan angka 80.000 [Kopdes/Kel Merah Putih], ada Rp240 triliun keluar dari perbankan dengan risiko yang tinggi,” ujarnya.

    Selain itu, Nailul juga menyoroti risiko gagal bayar pelaku UMKM, di mana Kopdes/Kel Merah Putih masih berbentuk usaha UMKM sebesar 4,5%. Berdasarkan kalkulasinya, kerugiannya bisa mencapai Rp7 triliun per tahun.

    Bahkan, sambung dia, jika mengacu pada tenor pinjaman utang 6 tahun. Pada tahun keenam, minimal risiko gagal bayar mencapai Rp28 triliun. Alhasil, potensi kerugian ini bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi.

    “Jika potensi kerugian ini tidak tertutup, maka jangankan pertumbuhan ekonomi 8%, yang ada justru memperlambat pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya.

    Celios juga melihat adanya biaya kehilangan kesempatan (opportunity cost) yang dialami perbankan lantaran menyalurkan pembiayaan ke Kopdes/Kel Merah Putih mencapai Rp76,51 triliun secara akumulatif dalam 6 tahun masa pinjaman.

    Menurutnya, perbankan yang semestinya bisa mengantongi pendapatan lebih tinggi, menjadi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan profit. Padahal, sambung dia, saat ini perbankan menjadi sektor yang menyumbang dividen paling besar.

    “Hal ini dapat memengaruhi pendapatan perbankan secara umum dan operasional Danantara secara khusus,” sambungnya.

    Di samping itu, Celios menyebut alih-alih menciptakan lapangan pekerjaan, ada potensi ratusan ribu lapangan pekerjaan yang seharusnya menyerap tenaga kerja justru menghilang.

    “Potensi penyerapan tenaga kerja yang hilang mencapai 824.000 lapangan pekerjaan,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, Nailul menambahkan, juga terdapat risiko gagal bayar Kopdes/Kel Merah Putih selama 6 tahun masa pinjaman sebesar Rp85,96 triliun dan risiko tersebut ditanggung oleh pemerintah desa atau sekitar 20% total dana desa selama enam tahun.

    Dia menuturkan bahwa penggunaan dana desa merupakan hak dari pemerintah desa guna pembangunan di desa tersebut sesuai dengan kebutuhan warga desa, sesuai dengan peruntukan di UU Desa.

    “Dana desa tidak boleh dijadikan jaminan program yang payung hukumnya pun tidak ada,” tambahnya.

    Terlebih, dia menjelaskan bahwa kebutuhan setiap desa itu berbeda. Begitu pula dengan karakteristik ekonominya pun yang berbeda dan tidak bisa disamakan kepentingan antara desa satu dengan desa lainnya.

    “Jika disamakan, maka tujuan dari UU Desa akan terganggu. Prabowo yang mencatatkan tinta hitam pembangunan desa,” sambungnya.

    Di sisi lain, lanjut dia, di desa juga sudah ada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan ada dana desa yang diikutsertakan dalam modal BUMDes.

    Jadi ketika ada Kopdes/Kel Merah Putih, Nailul menyebut akan ada kanibalisme antar usaha yang dimiliki oleh desa. Di samping itu, juga ada usaha eksisting milik swasta.

    Potensi lainnya adalah terdapat kerugian perekonomian negara sebesar Rp9,85 triliun dari operasional Kopdes/Kel Merah Putih selama 6 tahun masa peminjaman.

    “Kerugian ini ditimbulkan dari dana desa yang menjadi jaminan pengembalian dana perbankan yang dipinjam oleh Koperasi Merah Putih,” pungkasnya.

    Dana Desa Jadi Jaminan

    Menteri BUMN Erick Thohir menegaskan dana desa bisa dialihkan sebagai penjamin (guarantor) untuk membayar pinjaman Kopdes Merah Putih jika mengalami masalah.

    Erick menuturkan nantinya Kementerian Desa (Kemendes) akan bertindak sebagai asuransi dari Kopdes Merah Putih. Ini artinya, jika suatu hari Kopdes Merah Putih besutan Presiden Prabowo Subianto itu bermasalah, maka dana desa bisa digunakan sebagai jaminannya.

    Terlebih, Erick menekankan bahwa bank Himpunan Bank Milik Negara alias Himbara memberikan akses plafon pinjaman untuk menjalankan unit usaha Kopdes Merah Putih senilai Rp3 miliar, bukan sekadar mendapatkan uang tunai.

    “Nanti ada program Kementerian Desa sebagai juga asuransi insurance. Kalau sampai misalnya dari program koperasi ini sampai ada kendala, itu bisa saja dana desanya di-shift sebagai guarantor pembayaran berikutnya, makanya kan nilainya cuma Rp3 miliar,” kata Erick dalam Rapat Kerja Komisi VI dengan Menteri Perdagangan dan Menteri BUMN di Kompleks Senayan DPR, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

    Dia menjelaskan, plafon pinjaman senilai Rp3 miliar itu harus ditanggung desa melalui alokasi dana desa. Namun, pinjaman ini menggunakan skema cicilan selama enam tahun.

    “Kalau Rp3 miliar dana desa itu, tergantung desanya ada Rp800 juta sampai Rp2 miliar setahun, artinya itu bisa dicicil selama 6 tahun,” imbuhnya.

    Menurut Erick, skema cicilan yang menggunakan dana desa ini tidak akan mengganggu alokasi dana desa yang sudah berlangsung. Sebab, sebanyak 80% anggaran tersebut dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan sisanya untuk keperluan lain.

    Di sisi lain, Erick menilai pembangunan infrastruktur di desa juga sudah berjalan, sehingga sebagian anggaran infrastruktur dana desa nantinya akan dialihkan untuk mendukung Kopdes Merah Putih.

  • Ketika Suara Rakyat Ditukar dengan Liter Dolar

    Ketika Suara Rakyat Ditukar dengan Liter Dolar

    OLEH: DENNY JA

    PADA awal Januari 2012, Presiden Goodluck Jonathan mengumumkan penghapusan subsidi bahan bakar bensin. Maka harga yang selama ini sangat murah, sekitar ?65, naik menjadi ?141 per liter. 

    Kenaikan harga ini memicu kemarahan publik. Terutama ibu-ibu dan keluarga miskin protes.  Mereka mengandalkan transportasi murah untuk kebutuhan dasar seperti pergi ke pasar atau ke puskesmas.

    Seorang ibu di Lagos, Antonia Arosanwo, menggambarkan efeknya dengan jelas:

    “Saya marah. Biaya perjalanan saya di bus melambung dua kali lipat sejak subsidi dihapus.”   

    Gerakan ini meluas menjadi protes nasional yang dikenal sebagai Occupy Nigeria (2?”14 Januari 2012). 

    Unjuk rasa besar dilakukan. Bus dihentikan, jalan diblokir. Dan puluhan orang tewas akibat bentrokan dengan aparat  .

    Hanya dalam dua minggu, pemerintah tersentak, mengembalikan harga bensin ke level sekitar ?97 per liter. 

    Ketika pencabutan subsidi menentukan nasib pemimpin, apakah ini jenis demokrasi yang sehat?

    Dalam sejarah negara-negara berkembang, subsidi energi adalah candu politik. Ia menenangkan protes, menekan inflasi, dan membeli loyalitas instan. 

    Di Mesir, revolusi Arab Spring dipicu bukan hanya oleh otoritarianisme, tapi juga pencabutan subsidi bahan pokok. 

    Di Venezuela, rezim Chávez bertahan bertahun-tahun di atas fondasi bensin gratis. Di Indonesia, lebih dari Rp500 triliun anggaran pernah dikucurkan hanya untuk menjaga harga BBM tetap “terasa murah”.

    Padahal, data membongkar ilusi itu. Menurut Bank Dunia, 70% subsidi BBM di Indonesia justru dinikmati oleh 30% kelompok terkaya. 

    Pemilik mobil SUV mendapat porsi lebih besar dibanding pengayuh becak atau nelayan. Subsidi ini bukan keadilan sosial.

    Melainkan ini hadiah politik untuk kelas menengah urban yang paling vokal di media sosial dan paling menentukan di TPS kota.

    Kita dimenangkan hari ini. Tapi esok hari, sekolah anak kita kekurangan guru. Puskesmas tak punya vaksin. Jalan desa tetap berlubang.

    Inilah ironi: energi memberi panas yang cepat, tapi meninggalkan arang yang panjang. Subsidi memang populis. Tapi ia seringkali memiskinkan.

    Jauh di balik kampanye dan baliho, ada sumber uang yang lebih berkuasa daripada rakyat: sumur minyak dan tambang batu bara. 

    Kita hidup di era ketika industri energi bukan sekadar penggerak ekonomi, tapi pendonor utama pesta demokrasi.

    Contoh paling vulgar adalah Brasil: skandal Petrobras menyeret presiden, anggota parlemen, hingga eksekutif top ke penjara. 

    Di Nigeria, “oil bunkering” ilegal melahirkan tentara bayaran yang lebih setia pada pengusaha energi daripada konstitusi.

    Dan Indonesia? Kita punya cerita sendiri: Petral, anak usaha Pertamina yang pernah menjadi ladang mafia impor minyak. 

    Ada juga permainan tender yang membiayai koalisi politik. Surat izin tambang berubah menjadi mata uang politik: siapa mendukung siapa, akan dapat konsesi dimana.

    Banyak suara rakyat ditukar satu kontrak blok migas. Itulah mata uang baru demokrasi.

    Negara yang hidup dari rente minyak kerap menjadi negara yang malas. Pajak tak lagi dikembangkan secara adil. 

    Regulasi tunduk pada pemain besar. Dan pembangunan institusi demokrasi tertunda, karena yang diperlukan bukan sistem meritokrasi, tapi jaringan loyalis yang bisa mengamankan blok eksplorasi.

    Kita bisa belajar dari sejarah: di era Orde Baru, Soeharto membagikan ladang minyak kepada kroni dan militer. Dari sinilah tumbuh kekuatan bisnis-politik yang kini masih bertahan, dengan wajah baru.

    Di Malaysia, Petronas pernah menjadi ATM partai penguasa UMNO. Transparansi hanya menjadi etalase.

    Di Meksiko, selama puluhan tahun, minyak adalah milik negara?”tapi negara hanya milik satu partai.

    Negara tidak lagi rasional. Ia menjadi korporasi raksasa dengan dewan direksi yang dipilih bukan oleh rakyat, tapi oleh pemilik modal.

    Kita tahu kekayaan alam Indonesia melimpah. Tapi siapa yang menikmatinya? Di Aceh, ladang gas Arun mengalir ke Jakarta, tapi desa sekitar tak punya listrik. Konflik bersenjata ikut lahir dari rasa ketidakadilan itu.

    Di Papua, tambang emas dan eksplorasi migas berjalan, tapi kampung-kampung adat hanya menerima debu dan penggusuran. 

    Di sana, suara rakyat tak pernah diukur dalam desibel, hanya dalam meter kubik minyak yang bisa ditambang.

    Inilah luka struktural yang tak kunjung sembuh. Ketika energi tak dibagi secara adil, maka demokrasi tak akan lahir secara utuh.

    Kita tak perlu pesimis. Dunia telah menunjukkan jalan lain. Norwegia, negeri penghasil minyak, justru menjadi salah satu negara paling demokratis. 

    Dana abadi mereka menyimpan ratusan miliar dolar, dikelola secara transparan, dan setiap warga bisa mengakses informasi keuangan negara secara daring.

    Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) jadi standar global. Negara yang mau jujur, akan dihormati pasar dan rakyat sekaligus.

    Bahkan di Afrika, negara seperti Botswana berhasil mengelola kekayaan tambang secara relatif adil?”bukan karena mereka kaya, tapi karena mereka berani.

    Maka pertanyaannya bukan: apakah bisa? Tapi: apakah kita cukup berani?

    Indonesia: Di Persimpangan Sumur dan Suara

    Indonesia kini bukan lagi negara pengekspor minyak. Kita sudah menjadi importir. Tapi mentalitas elite kita masih seperti pemilik sumur raksasa.

    Politik masih didanai oleh bisnis batu bara, kontrak migas, dan rente eksplorasi. Transisi energi dibicarakan, tapi tak sungguh dijalankan, karena para pemilik warisan lama belum rela melepaskan kendali.

    Apakah koperasi energi lokal bisa lahir? Apakah rakyat bisa terlibat dalam tata kelola sumber daya? Apakah kita bisa menciptakan demokrasi yang tak lagi tunduk pada harga bensin?

    Jalan tengah itu masih belum jelas. Tapi sejarah menanti mereka yang berani menulis bab baru.

    Demokrasi bukan hanya pemilu lima tahunan. Ia hidup dari kontrol rakyat atas sumber dayanya. Jika sumur dimiliki rakyat, suara pun tak bisa dibeli.

    Tapi jika energi hanya dikuasai oleh elite yang takut kehilangan kuasa, maka demokrasi kita bukan sedang tumbuh?”melainkan dalam koma yang panjang.

    Apa yang bisa Indonesia pelajari?

    Bahwa kedaulatan energi bukan tentang siapa yang menguasai ladang, tapi siapa yang berani membagi hasilnya secara adil. 

    Bahwa demokrasi bukan soal harga BBM, tapi siapa yang menentukan anggaran negara: suara, atau rente?

    Indonesia wajib membentuk badan independen pengawas energi dengan kewenangan memveto kontrak merugikan. 

    Juga ia mengalokasikan 30% pendapatan migas langsung ke dana desa terpencil.”

    Jika kita ingin demokrasi yang sehat, maka energi harus kembali ke tangan rakyat.

    “(Energi adalah darah negara. Tapi jika darah itu hanya mengalir ke jantung oligarkhi elite, maka demokrasi kita bukan sedang hidup -melainkan koma.”)

  • Program Tanam Bawang Jaga Desa Diharapkan Bawa Kesejahteraan Petani

    Program Tanam Bawang Jaga Desa Diharapkan Bawa Kesejahteraan Petani

    Tangerang: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten mendorong agar desa yang ada di wilayah Banten bisa mandiri lewat program ‘Jaga Desa’ yang digagas Kejaksaan Agung (Kejagung) di wilayah Tangerang beberapa waktu lalu.

    Plt. Asisten Intelijen (Asintel) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, Aditya Rakatama, mengatakan ada empat kabupaten yang telah siap menyukseskan program Jaga Desa ini dengan cara menanam bawang merah untuk dipasok ke Pasar Induk Tanah Tinggi Kota Tangerang.

    “Sebagai tindak lanjut dari MoU antara para kepala daerah, PT Pasar Komoditi Nasional (Paskomnas) Indonesia, Universitas Telkom, PT. Pupuk Indonesia dan Kajari Kab. Tangerang, Kajari Serang, Kajari Pandeglang dan Kajari Lebak, Kejaksaan mendorong supaya desa-desa yang ada di Provinsi Banten ini bisa mandiri secara pangan dengan memberdayakan BUMDES lewat program Jaga Desa ini,” kata Aditya di sela Rapat Tindak Lanjut Program Jaga Desa Provinsi Banten di Pasar Induk Tanah Tinggi, Kota Tangerang, Rabu, 16 Juli 2025.

    Aditya menjelaskan selama ini pasokan bawang merah di pasar tersebut berasal dari luar Banten. Menurut dia saat ini juga pihaknya masih menunggu kesiapan lahan dari empat pemerintah kabupaten dimaksud mengenai luasan lahan yang akan dipakai untuk menanam bawang.

    “Setelah lahan tersedia, maka pihak Telkom University akan mengecek unsur hara lahan untuk memastikan lahan tersebut butuh pupuk atau tidak, nanti kami baru koordinasi dengan PT Pupuk Indonesia untuk keperluan pupuknya. Itu sebabnya akhir Juli nanti akan diadakan rapat lanjutan untu realisasinya,” jelasnya.

    Dia menyebut dalam sinergi ini juga sempat tercuat keluhan soal apakah boleh menggunakan dana desa untuk program ketahanan pangan ini. 
     

    “Kami sudah jelaskan bahwa sesuai dengan Ketentuan Permendes No.2 tahun 2024 bahwa 20 persen dana desa bisa dimanfaatkan untuk program ketahanan pangan, maka kejaksaan akan mengawasi dan memitigasi resiko penggunaan anggaran tersebut untuk agar tepat sasaran dan tepat guna untuk mendukung program ketahanan pangan ini,” jelasnya.
     
    Meningkatkan penghasilan petani

    Sementara Direktur Pasar Komoditi Nasional (Paskomnas) Indonesia, Hartono Wignyopranoto, menyatakan dalam program Jaga Desa ini untuk meningkatkan penghasilan para petani. Karena itu, pemerintah daerah dan stakeholder terkait perlu melakukan pembinaan termasuk pengaturan pola tanam komoditi tertentu dengan perencanaan yang matang.

    “Berdasarkan pengalaman Pasar Induk Tanah Tinggi Tangerang, setiap hari ada lebih dari 3.000 ton sayuran diperdagangankan di sana dan semuanya kebanyakan berasal dari luar Banten. Sementara pasokan dari banten hanya 5 persen saja. Lewat program ini kita berharap pasokannya meningkat jadi 20 persen sehingga bisa menciptakan lapangan kerja baru di Banten,” ungkap Hartono.

    Ia menyatakan besaran kapasitas perdagangan di Pasar Induk Tanah Tinggi ini bisa jadi sebuah peluang baru bagi masyarakat pertanian di Kabupaten Tangerang pada khususnya dan Banten pada umumnya.

    Tangerang: Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten mendorong agar desa yang ada di wilayah Banten bisa mandiri lewat program ‘Jaga Desa’ yang digagas Kejaksaan Agung (Kejagung) di wilayah Tangerang beberapa waktu lalu.
     
    Plt. Asisten Intelijen (Asintel) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, Aditya Rakatama, mengatakan ada empat kabupaten yang telah siap menyukseskan program Jaga Desa ini dengan cara menanam bawang merah untuk dipasok ke Pasar Induk Tanah Tinggi Kota Tangerang.
     
    “Sebagai tindak lanjut dari MoU antara para kepala daerah, PT Pasar Komoditi Nasional (Paskomnas) Indonesia, Universitas Telkom, PT. Pupuk Indonesia dan Kajari Kab. Tangerang, Kajari Serang, Kajari Pandeglang dan Kajari Lebak, Kejaksaan mendorong supaya desa-desa yang ada di Provinsi Banten ini bisa mandiri secara pangan dengan memberdayakan BUMDES lewat program Jaga Desa ini,” kata Aditya di sela Rapat Tindak Lanjut Program Jaga Desa Provinsi Banten di Pasar Induk Tanah Tinggi, Kota Tangerang, Rabu, 16 Juli 2025.

    Aditya menjelaskan selama ini pasokan bawang merah di pasar tersebut berasal dari luar Banten. Menurut dia saat ini juga pihaknya masih menunggu kesiapan lahan dari empat pemerintah kabupaten dimaksud mengenai luasan lahan yang akan dipakai untuk menanam bawang.
     
    “Setelah lahan tersedia, maka pihak Telkom University akan mengecek unsur hara lahan untuk memastikan lahan tersebut butuh pupuk atau tidak, nanti kami baru koordinasi dengan PT Pupuk Indonesia untuk keperluan pupuknya. Itu sebabnya akhir Juli nanti akan diadakan rapat lanjutan untu realisasinya,” jelasnya.
     
    Dia menyebut dalam sinergi ini juga sempat tercuat keluhan soal apakah boleh menggunakan dana desa untuk program ketahanan pangan ini. 
     

     
    “Kami sudah jelaskan bahwa sesuai dengan Ketentuan Permendes No.2 tahun 2024 bahwa 20 persen dana desa bisa dimanfaatkan untuk program ketahanan pangan, maka kejaksaan akan mengawasi dan memitigasi resiko penggunaan anggaran tersebut untuk agar tepat sasaran dan tepat guna untuk mendukung program ketahanan pangan ini,” jelasnya.
     

    Meningkatkan penghasilan petani

    Sementara Direktur Pasar Komoditi Nasional (Paskomnas) Indonesia, Hartono Wignyopranoto, menyatakan dalam program Jaga Desa ini untuk meningkatkan penghasilan para petani. Karena itu, pemerintah daerah dan stakeholder terkait perlu melakukan pembinaan termasuk pengaturan pola tanam komoditi tertentu dengan perencanaan yang matang.
     
    “Berdasarkan pengalaman Pasar Induk Tanah Tinggi Tangerang, setiap hari ada lebih dari 3.000 ton sayuran diperdagangankan di sana dan semuanya kebanyakan berasal dari luar Banten. Sementara pasokan dari banten hanya 5 persen saja. Lewat program ini kita berharap pasokannya meningkat jadi 20 persen sehingga bisa menciptakan lapangan kerja baru di Banten,” ungkap Hartono.
     
    Ia menyatakan besaran kapasitas perdagangan di Pasar Induk Tanah Tinggi ini bisa jadi sebuah peluang baru bagi masyarakat pertanian di Kabupaten Tangerang pada khususnya dan Banten pada umumnya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (PRI)

  • Sejahtera dengan lumbung pangan desa

    Sejahtera dengan lumbung pangan desa

    Jakarta (ANTARA) – Lumbung Pangan Desa (LPD) menjadi salah satu program pemerintah untuk meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan pangan di tingkat desa.

    LPD dikembangkan untuk sejumlah tujuan, antara lain meningkatkan ketersediaan pangan di tingkat desa sehingga masyarakat desa dapat memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri.

    Kemudian, meningkatkan keterjangkauan pangan bagi masyarakat desa, terutama bagi mereka yang memiliki keterbatasan akses ke pasar.

    Selain itu, mengurangi ketergantungan pada pasar. Dengan adanya LPD, masyarakat desa dapat mengurangi ketergantungan pada pasar dan meningkatkan kemandirian pangan.

    Seiring dengan itu juga untuk meningkatkan pendapatan petani. LPD diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani dengan memberikan mereka kesempatan untuk menjual hasil panennya secara langsung kepada masyarakat desa.

    Dalam penerapannya di lapangan, LPD biasanya dioperasikan oleh masyarakat desa sendiri dengan dukungan dari pemerintah dan lembaga lainnya.

    LPD dapat berupa gudang penyimpanan pangan, pasar desa, atau sistem distribusi pangan lainnya yang dikelola oleh masyarakat desa.

    Di sisi lain, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), diketahui jumlah desa di Indonesia yakni 74.961 desa.

    Sementara itu, Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki desa paling banyak (8.576 desa). Jumlah tersebut lebih banyak tujuh desa dibandingkan dengan Jawa Tengah, yakni 8.569 desa. Setelahnya, baru Provinsi Jawa Barat dengan sekitar 5.600 desa.

    Jumlah desa yang cukup besar ini merupakan potensi bagi pengembangan lumbung pangan, yang dalam tataran operasional dapat bersinergi dengan program Cadangan Pangan Desa.

    Ini perlu dicermati karena cadangan pangan dan lumbung pangan merupakan program nyata untuk mewujudkan ketahanan pangan yang kokoh dan kuat di pedesaan.

    Selanjutnya, PP Nomor 8 Tahun 2016 mengartikan dana desa sebagai dana yang bersumber dari APBN, yang diperuntukkan bagi desa dan ditransfer melalui APBD kabupaten/kota.

    Dana desa ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

    Satu hal yang menarik untuk dicermati dan telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2021 tentang Rincian APBN TA 2022 disebutkan bahwa dana desa ditentukan penggunaannya untuk program ketahanan pangan dan hewani paling sedikit 20 persen (dua puluh persen). Angka ini cukup besar dan penggunaannya butuh perencanaan yang matang.

    Sebagaimana diketahui bersama, dimulai pada pertengahan 2020, proyek lumbung pangan nasional digadang-gadang sebagai solusi mengatasi ancaman krisis pangan masa depan.

    Terlebih setelah Badan Pangan Dunia (FAO) memprediksikan akan terjadinya krisis pangan sebagai dampak adanya pandemi COVID-19.

    Beberapa negara produsen pangan, khususnya bangsa yang sebagian besar warganya sangat menggantungkan diri terhadap bahan pangan beras, diimbau agar serius dan jangan pernah merasa ragu dalam meningkatkan ketersediaan pangan guna memantapkan ketahanan pangan yang semakin berkualitas.

    Imbauan FAO ini tentu sangat penting dicermati dengan saksama. Semua pihak ingin bangsa ini selamat dari bencana, sekiranya krisis pangan global betul-betul menyergap bangsa-bangsa di dunia.

    Maka Indonesia perlu menyiapkan perencanaan yang matang sehingga bisa memitigasi risiko dengan baik. Sergapan COVID-19 menjadi bahan pembelajaran untuk semua.

    Lumbung pangan

    Semangat dan hasrat untuk melahirkan Indonesia sebagai lumbung pangan rupanya pantas diberi acungan jempol. Keinginan seperti ini jelas bukan halusinasi, apalagi bila disebut mimpi di siang bolong.

    Dengan kekayaan sumber daya pertanian yang dimiliki, mestinya Indonesia mempunyai kemampuan untuk mewujudkannya.

    Justru yang menjadi persoalan adalah, apakah bangsa ini dapat meraihnya? Apakah segenap warga mempunyai semangat yang sama guna menjadikan Indonesia ini sebagai lumbung pangan?

    Dan yang tidak kalah penting untuk disampaikan adalah, apakah sudah ditemukan terobosan cerdas dalam penerapannya di lapangan?

    Dari segudang pilihan untuk membangun lumbung pangan, pengembangan Lumbung Pangan Desa merupakan langkah yang cukup pas untuk dilakukan.

    Betapa kuatnya Lumbung Pangan Nasional adalah ketika setiap desa di negeri ini memiliki lumbung pangan. Setidaknya, ada lebih dari 81 ribu desa yang potensial untuk menjadi lumbung pangan beragam komoditas jenis pangan.

    Setiap desa tentu memiliki kekhasan dalam mengembangkan lumbung pangan. Ada yang membangun lumbung pangan komoditas gabah atau beras, ada juga jagung, kedelai, buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman perkebunan seperti kopi, teh, dan lain sebagainya. Betapa beragamnya lumbung pangan Indonesia sesuai dengan kondisi desanya masing-masing.

    Adanya kemauan politik pemerintah untuk mematok sekurang-kurangnya 20 persen anggaran dana desa digunakan untuk ketahanan pangan sebetulnya dapat menjadi pemicu agar setiap desa mampu membangun lumbung pangan.

    Betapa semaraknya desa yang mengembangkan lumbung pangan. Tinggal sekarang, bagaimana teknis pelaksanaannya.

    Penting dicatat, membangun lumbung pangan butuh ketelatenan dan keseriusan dari mereka yang menanganinya.

    Kehadiran dan keberadaan para penyuluh pertanian dan tokoh tani di desa benar-benar sangat dimintakan. Mereka harus menjadi mitra pemerintah desa dalam merumuskan pengembangan Lumbung Pangan Desa ini.

    Sebagai “obor” yang diharapkan mampu menerangi kehidupan petani, para penyuluh tetap dimintakan untuk dapat mendidik, melatih, dan memberdayakan para petani terkait langkah pengembangan lumbung pangan.

    Penyuluh pertanian penting mengajak para petani untuk menerapkan prinsip-prinsip sinergi dan kolaborasi dalam pelaksanaan pengembangan lumbung pangan ini.

    Semua percaya para penyuluh pertanian telah memiliki teknologi dan inovasi guna menopang pengembangan lumbung pangan di pedesaan.

    Beberapa program lumbung yang selama ini sudah ditempuh diharapkan mampu jadi teladan untuk menguatkan lumbung pangan selanjutnya. Betapa hebatnya Indonesia jika di setiap desa memiliki lumbung pangan yang berkualitas.

    *) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kopdes dapat pinjaman modal kalau sudah terbukti untung

    Kopdes dapat pinjaman modal kalau sudah terbukti untung

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Menko Pangan: Kopdes dapat pinjaman modal kalau sudah terbukti untung
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 15 Juli 2025 – 15:36 WIB

    Elshinta.com – Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan mengatakan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih akan mendapatkan pinjaman modal dari bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) setelah koperasi tersebut menunjukkan kinerja positif dan terbukti untung.

    Menurut pria yang akrab disapa Zulhas itu, di Jakarta, Selasa, sebanyak 103 Kopdes percontohan yang sudah beroperasi akan menjadi model penerapan pendekatan ini. Fokus awal adalah memastikan bahwa berbagai lini usaha yang dijalankan Kopdes, seperti agen LPG, pupuk dan sembako memang menguntungkan.

    “Enggak ada APBN-nya, kan usahanya dulu. Kalau sudah bagus, kelihatan … sudah untung, baru kita pikirkan modalnya gimana. Modalnya itu nanti dapat pinjaman dari Himbara, plafon. Bukan dibagi duitnya,” kata Zulhas setelah rapat koordinasi persiapan peluncuran Koperasi Desa Merah Putih di Jakarta.

    Zulhas mengatakan jumlah pinjaman yang diberikan akan disesuaikan dengan nilai kebutuhan riil dan kelayakan usaha yang diajukan oleh koperasi.

    Sebagai contoh, jika sebuah koperasi membutuhkan modal untuk membeli pupuk senilai Rp60 juta, maka bank akan memberikan pinjaman sebesar itu, bukan jumlah yang lebih besar tanpa dasar.

    Meski demikian, Zulhas tidak menjelaskan secara spesifik dari mana sumber modal awal yang digunakan oleh 103 koperasi percontohan untuk menjalankan usaha pertama kalinya.

    Namun, menurut Surat Edaran Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 6 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis Percepatan Pelaksanaan Pembentukan Koperasi Desa Merah putih yang ditandatangani pada 11 April 2025, Dana Desa dapat disalurkan sebagai modal penyertaan desa untuk kegiatan ketahanan pangan Koperasi Desa Merah Putih, jika di desa itu tidak terdapat BUMDes atau sejenisnya.

    Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih juga mengamanatkan bahwa pendanaan untuk percepatan pembentukan 80 ribu koperasi desa dibebankan pada APBN, APBD, APBDes, dan sumber lain yang sah.

    Total anggaran yang dibutuhkan untuk pembentukan 80 ribu Kopdes Merah Putih diperkirakan mencapai Rp400 triliun. Sebagai modal awal, pemerintah berencana memberikan plafon pinjaman hingga Rp3 miliar per unit koperasi dari Himbara.

    Dana itu bukan hibah, melainkan pinjaman yang wajib dikembalikan melalui mekanisme cicilan dengan tenor enam tahun.

    Selain itu, Inpres Nomor 9 Tahun 2025 juga menginstruksikan bank-bank Himbara untuk turut mengongkosi pendirian koperasi di bawah koordinasi Kementerian BUMN melalui skema channelling untuk investasi dan program khusus Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui skema executing untuk modal kerja.

    Akan tetapi, menjelang peluncuran Koperasi Desa Merah Putih, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan menjadi dasar hukum penyaluran pembiayaan dari Himbara, Bank Pembangunan Daerah (BPD), dan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) belum diterbitkan.

    Peluncuran program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang semula dijadwalkan pada 19 Juli 2025, diundur menjadi 21 Juli 2025 di Klaten, Jawa Tengah.

    Sumber : Antara

  • Kopdes dapat pinjaman modal kalau sudah terbukti untung

    Kopdes dapat pinjaman modal kalau sudah terbukti untung

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Menko Pangan: Kopdes dapat pinjaman modal kalau sudah terbukti untung
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 15 Juli 2025 – 15:36 WIB

    Elshinta.com – Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan mengatakan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih akan mendapatkan pinjaman modal dari bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) setelah koperasi tersebut menunjukkan kinerja positif dan terbukti untung.

    Menurut pria yang akrab disapa Zulhas itu, di Jakarta, Selasa, sebanyak 103 Kopdes percontohan yang sudah beroperasi akan menjadi model penerapan pendekatan ini. Fokus awal adalah memastikan bahwa berbagai lini usaha yang dijalankan Kopdes, seperti agen LPG, pupuk dan sembako memang menguntungkan.

    “Enggak ada APBN-nya, kan usahanya dulu. Kalau sudah bagus, kelihatan … sudah untung, baru kita pikirkan modalnya gimana. Modalnya itu nanti dapat pinjaman dari Himbara, plafon. Bukan dibagi duitnya,” kata Zulhas setelah rapat koordinasi persiapan peluncuran Koperasi Desa Merah Putih di Jakarta.

    Zulhas mengatakan jumlah pinjaman yang diberikan akan disesuaikan dengan nilai kebutuhan riil dan kelayakan usaha yang diajukan oleh koperasi.

    Sebagai contoh, jika sebuah koperasi membutuhkan modal untuk membeli pupuk senilai Rp60 juta, maka bank akan memberikan pinjaman sebesar itu, bukan jumlah yang lebih besar tanpa dasar.

    Meski demikian, Zulhas tidak menjelaskan secara spesifik dari mana sumber modal awal yang digunakan oleh 103 koperasi percontohan untuk menjalankan usaha pertama kalinya.

    Namun, menurut Surat Edaran Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 6 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis Percepatan Pelaksanaan Pembentukan Koperasi Desa Merah putih yang ditandatangani pada 11 April 2025, Dana Desa dapat disalurkan sebagai modal penyertaan desa untuk kegiatan ketahanan pangan Koperasi Desa Merah Putih, jika di desa itu tidak terdapat BUMDes atau sejenisnya.

    Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih juga mengamanatkan bahwa pendanaan untuk percepatan pembentukan 80 ribu koperasi desa dibebankan pada APBN, APBD, APBDes, dan sumber lain yang sah.

    Total anggaran yang dibutuhkan untuk pembentukan 80 ribu Kopdes Merah Putih diperkirakan mencapai Rp400 triliun. Sebagai modal awal, pemerintah berencana memberikan plafon pinjaman hingga Rp3 miliar per unit koperasi dari Himbara.

    Dana itu bukan hibah, melainkan pinjaman yang wajib dikembalikan melalui mekanisme cicilan dengan tenor enam tahun.

    Selain itu, Inpres Nomor 9 Tahun 2025 juga menginstruksikan bank-bank Himbara untuk turut mengongkosi pendirian koperasi di bawah koordinasi Kementerian BUMN melalui skema channelling untuk investasi dan program khusus Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui skema executing untuk modal kerja.

    Akan tetapi, menjelang peluncuran Koperasi Desa Merah Putih, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan menjadi dasar hukum penyaluran pembiayaan dari Himbara, Bank Pembangunan Daerah (BPD), dan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) belum diterbitkan.

    Peluncuran program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih yang semula dijadwalkan pada 19 Juli 2025, diundur menjadi 21 Juli 2025 di Klaten, Jawa Tengah.

    Sumber : Antara

  • OJK masih tinjau mitigasi risiko kredit untuk kopdes merah putih

    OJK masih tinjau mitigasi risiko kredit untuk kopdes merah putih

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan pihaknya masih meninjau skema mitigasi risiko kredit untuk koperasi desa (Kopdes) merah putih, mengingat program pemerintah ini masih dalam tahap piloting.

    “Nanti, kita lihat dulu, karena (kopdes) masih tahap piloting. Justru ini (masa piloting) kesempatan untuk saling melengkapi, saling mengisi, saling interaksi agar model bisnis yang sedang disusun dan dicontohkan ini benar-benar bisa menghasilkan yang baik dan pada gilirannya berkelanjutan,” kata Mahendra saat dijumpai di Gedung BEI, Jakarta, Selasa.

    Secara umum, Mahendra mengatakan bahwa OJK mendukung langkah pengembangan kopdes merah putih.

    Inisiatif ini dinilai membuka peluang bagi penguatan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik di desa-desa, yang menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

    OJK akan terus mencermati perkembangan kopdes merah putih secara lebih lanjut.

    Di samping itu, ujar Mahendra, OJK juga siap memberikan dukungan agar pembiayaan atau dukungan fasilitas lainnya dari lembaga jasa keuangan dijalankan secara prudent dengan tata kelola yang baik (good governance).

    Pada Rabu (9/7/2025), Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo bertemu untuk mendiskusikan strategi pembiayaan kopdes merah putih.

    Kemudian, dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPD RI, Rabu (9/7/2025), Menkeu menyebutkan dana desa berpotensi digunakan sebagai penjamin untuk pembiayaan kopdes merah putih.

    Menkeu menjelaskan apabila suatu unit usaha memiliki aktivitas ekonomi dan keuangan yang realistis serta mampu menghasilkan pendapatan, maka seharusnya dapat mengakses pembiayaan dari bank.

    Namun, bank kerap menghadapi kekhawatiran. Pada desa yang sudah terampil dan memiliki kapasitas baik, kegiatan ekonominya dinilai berkelanjutan. Sebaliknya, pada desa yang belum memiliki kapasitas memadai, timbul kekhawatiran terhadap potensi kredit macet.

    Menkeu pun menyampaikan, dana desa yang mencapai sekitar Rp70 triliun per tahun dapat berperan sebagai katalis maupun penjamin dalam pengembangan koperasi desa.

    “Sehingga, kita harapkan tata kelola dari tingkat koperasi di desa tersebut, di satu sisi ada pemihakan sehingga (kopdes) bisa jalan, di sisi lain tidak menghilangkan kehatian-kehatian dari perbankan yang akan meminjamkan,” kata Menkeu.

    Adapun peluncuran kopdes merah putih yang semula dijadwalkan pada 19 Juli 2025, diputuskan untuk diundur menjadi 21 Juli 2025.

    Menteri Koordinator Bidang Pangan (Menko Pangan) Zulkifli Hasan atau Zulhas mengatakan kopdes merah putih akan mendapatkan pinjaman modal dari bank Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) setelah koperasi tersebut menunjukkan kinerja positif dan terbukti untung.

    Menurutnya, sebanyak 103 kopdes percontohan yang sudah beroperasi akan menjadi model penerapan pendekatan ini.

    Fokus awal adalah memastikan bahwa berbagai lini usaha yang dijalankan kopdes, seperti agen LPG, pupuk dan sembako memang menguntungkan.

    “Enggak ada APBN-nya, kan usahanya dulu. Kalau sudah bagus, kelihatan, sudah untung, baru kita pikirkan modalnya gimana. Modalnya itu nanti dapat pinjaman dari Himbara, plafon. Bukan dibagi duitnya,” kata Zulhas setelah rapat koordinasi persiapan peluncuran Koperasi Desa Merah Putih di Jakarta, Selasa (15/7/2025).

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.