Topik: Cipta Kerja

  • Turuti Perintah Prabowo, Menteri Kelautan Segera Bongkar Pagar Laut Misterius di Tangerang Rabu Lusa – Halaman all

    Turuti Perintah Prabowo, Menteri Kelautan Segera Bongkar Pagar Laut Misterius di Tangerang Rabu Lusa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Sakti Wahyu Trenggono menemui Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, pada Senin (20/1/2025).

    Dalam pertemuan tersebut, Trenggono mengungkapkan bahwa Prabowo meminta peristiwa pemasangan pagar laut misterius di Tangerang, Banten, diselidiki sampai tuntas.

    “Tadi arahan bapak presiden satu, selidiki sampai tuntas secara hukum supaya kita harus benar koridor hukumnya.”

    “Apabila tidak ada itu harus menjadi milik negara, nah itu kasusnya seperti itu,” kata Trenggono usai bertemu Prabowo, Senin.

    Prabowo, kata Trenggono, juga mengarahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mencabut pagar laut tersebut.

    Pasalnya, jika hanya KKP saja yang melakukan pembongkaran, dikhawatirkan akan ada yang menggugat.

    Atas arahan Prabowo tersebut, Trenggono menyampaikan akan segera melakukan pembongkaran pada Rabu (22/1/2025) mendatang, setelah pihaknya mengumpulkan bukti-bukti.

    Trenggono juga mengatakan, KKP akan bekerja sama dengan TNI Angkatan Laut (AL), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Polri, hingga Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP), untuk melakukan pembongkaran tersebut.

    “Sesuai arahan bapak presiden gitu pokoknya sesuai koridor hukum dan kemudian saya sampaikan di sini, Rabu kita akan bersama-sama dengan seluruh pihak dan pada saat itu kita bongkar,” ucap dia.

    “Kita sudah putuskan nanti hari Rabu, kita akan berkumpul. Jadi tidak hanya TNI Angkatan Laut, tapi juga Bakamla kita ikutkan, Baharkam kita,” tutur dia.

    Adapun, pencabutan itu dilakukan karena pagar laut di wilayah tersebut tidak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL), sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja. 

    Maka, dengan begitu, sertifikat tanah yang diterbitkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) secara otomatis tidak berlaku alias ilegal.

    Menurut Trenggono, sertifikat ini hanya berlaku untuk bidang tanah yang sudah menjadi daratan. 

    “Ilegal, sudah pasti karena sudah dinyatakan yang ada di bawah air itu sudah hilang dengan sendirinya, tidak bisa. Jadi kalau itu tiba-tiba ada, kan aneh juga, kan begitu,” jelas Trenggono.

    Menteri Kelautan Sudah Berkoordinasi dengan KSAL

    Sebelum ini, Trenggono sempat melakukan pertemuan dengan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali.

    Keduanya sepakat untuk melakukan pembongkaran pagar laut di Tangerang, Banten. 

    Hal itu diketahui dalam unggahan akun Instagram pribadi Trenggono, @swtrenggono, yang mengatakan pertemuannya dengan KSAL itu untuk melakukan koordinasi.

    “Kita berkoordinasi dengan Kepala Staf Angkatan Laut beserta jajaran, saya dan pak wamen dalam rangka untuk mengevaluasi terhadap apa yang sekarang ini menjadi isu yang ramai itu adalah soal pagar laut,” kata Trenggono melalui video yang ia unggah, Senin.

    Lebih lanjut, Trenggono menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan pembongkaran pagar laut itu, pada Rabu mendatang.

    “Siangnya kita akan lakukan tindakan pembongkaran. Begitu Pak KSAL ya,” kata Trenggono.

    Lalu, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali yang berdiri di sebelahnya pun menyetujui apa yang disampaikan oleh Trenggono.

    “Siap Bapak, setuju,” tegas Ali.

    Mengenai pembongkaran laut ini, Ali menjelaskan, pihaknya bersama Menteri dan Wakil Menteri KKP telah melaksanakan evaluasi terkait hal tersebut.

    Satu di antaranya adalah terkait cara pembongkaran pagar laut tersebut.

    “Jadi pagi ini kami bersama Pak Menteri dengan Pak Wamen melaksanakan evaluasi bagaimana cara yang baik, aman, cepat, dan praktis untuk bisa membantu masyarakat nelayan.”

    “Karena itu, instruksi dari Bapak Presiden kan TNI harus bisa membantu kesulitan masyarakat,” ungkap Ali, Senin.

    Polda Metro Jaya Siap Bantu KKP Selidiki 

    Direktorat Kepolisian Air dan Udara (Ditpolairud) Polda Metro Jaya siap membantu penyelidikan pagar laut di Tangerang.

    Direktur Kepolisian Air dan Udara Polda Metro Jaya, Kombes Pol Joko Sadono, mengatakan pihaknya akan membantu penyelidikan jika ditemukan unsur pidana dan ada permintaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

    “Ditpolairud Polda Metro Jaya akan memberikan bantuan penyidikan, apabila ada permintaan dari KKP,” kata Joko, Senin (20/1/2025), dilansir Kompas.com.

    Saat ini, KKP sebagai pihak berwenang dalam pengusutan pagar laut itu baru mengambil langkah penyegelan sejak Kamis (9/1/2025) lalu.

    Maka dari itu, Polda Metro Jaya masih menunggu perkembangan selanjutnya dari KKP.

    “Untuk itu, tunggu dan konfirmasi ke KKP terkait perkembangan hasil penyelidikan dan penyidikan. Setiap perizinan yang berada di laut dikeluarkan oleh KKP,” ujar dia.

    Untuk saat ini, kata Joko, pihaknya melakukan patroli rutin guna mencegah adanya tindak pidana dan konflik di sekitar lokasi pagar laut tersebut.

    “Tindakan yang sudah dilakukan Ditpolairud Polda Metro Jaya adalah patroli rutin untuk mencegah tindak pidana dan konflik di lokasi,” tambahnya.

    (Tribunnews.com/Rifqah/Igman Ibrahim) (Kompas.com)

  • Sertifikat HGB Pagar Laut Tangerang Ilegal, Menteri KP: Rabu Dibongkar

    Sertifikat HGB Pagar Laut Tangerang Ilegal, Menteri KP: Rabu Dibongkar

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Wahyu Sakti Trenggono menegaskan bahwa sertifikat hak guna bangunan (HGB) yang terkait dengan pagar laut di perairan Tangerang, Banten, merupakan sertifikat ilegal.                                      

    Pernyataan tersebut disampaikan Trenggono seusai dia menghadap Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (20/1/2025).

    Trenggono menjelaskan bahwa sertifikat HGB pagar laut Tangerang tersebut tidak sah karena menurut aturan, dasar laut tidak boleh dimiliki secara pribadi.

    “Saya mendapat informasi dari Menteri ATR/BPN (Nusron Wahid) terkait adanya sertifikat di bawah laut. Perlu saya tegaskan, di dasar laut tidak boleh ada sertifikat. Itu sudah jelas ilegal,” ujarnya.

    Ia juga mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 yang menyatakan bahwa kepemilikan sertifikat di bawah air secara otomatis batal demi hukum. “(Sertifikat HGB) sudah pasti ilegal karena aturan menyatakan tidak bisa ada sertifikat di bawah air. Kalau tiba-tiba muncul, tentu sangat aneh,” tambahnya.

    Trenggono menjelaskan bahwa pembangunan pagar laut tersebut melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Setiap pembangunan di ruang laut wajib memiliki Izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

    “Oleh karena itu, langkah pertama yang kami lakukan adalah penyegelan sesuai aturan. Pembangunan tanpa izin KKPRL jelas melanggar undang-undang,” tegasnya.

    Trenggono menyampaikan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memberikan arahan agar kasus ini diusut hingga tuntas. Presiden juga menginstruksikan agar pagar laut Tangerang tersebut dibongkar.

    “Arahan bapak presiden sangat jelas, usut tuntas secara hukum, dan jika terbukti ilegal, aset tersebut harus menjadi milik negara,” ujarnya.

    Pembongkaran pagar laut Tangerang dijadwalkan pada Rabu (22/1/2025), dan diharapkan selesai dalam minggu ini. Operasi pembongkaran akan melibatkan KKP, TNI Angkatan Laut, Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla RI), dan Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam).

  • Tegas! Prabowo Perintahkan Kasus Pagar Laut Tangerang Diusut Tuntas

    Tegas! Prabowo Perintahkan Kasus Pagar Laut Tangerang Diusut Tuntas

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto memanggil Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono dan Wakil Menteri KKP Didit Herdiawan untuk membahas permasalahan pagar laut di kawasan pesisir Tangerang, Provinsi Banten. 

    Dalam keterangannya usai pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (20/1/2025), Sakti menyampaikan bahwa pembangunan pagar laut di Tangerang dilakukan tanpa adanya izin atau ilegal.

    “Saya sampaikan juga hal yang sama itu terjadi tidak hanya di Tangerang, Banten ya tetapi juga di Bekasi. Khusus untuk di Tangerang, Banten saya laporkan bahwa memang kita temukan tidak ada izin,” kata Sakti di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (20/1/2025). 

    Menurutnya, pembangunan pagar laut di Tangerang melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang mewajibkan setiap pembangunan di ruang laut memiliki izin kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut atau KKPRL.

    Oleh karena itu, sebagai langkah awal pihaknya telah melakukan penyegelan terhadap pagar laut tersebut. 

    “Setelah kita lakukan penyegelan, kita identifikasi siapa yang punya kan pada saat kita lakukan penyegelan kan gak tau nih siapa yang punya. Ya secara yuridis kan harus ada yang mengakui siapa yang punya dan seterusnya, dan seterusnya,” ucapnya. 

    Lebih lanjut, Sakti menyebut adanya sertifikat hak milik (SHM) di dasar laut dengan luas mencapai 30 hektare ilegal. Terkait hal tersebut, Sakti menuturkan bahwa Prabowo telah memerintahkan agar permasalahan ini diusut secara tuntas. 

    “Tadi arahan Bapak Presiden, satu selidiki sampai tuntas secara hukum supaya kita harus benar koridor hukumnya. Apabila tidak ada, itu harus menjadi milik negara,” ujarnya.

    Pada kesempatan ini, Sakti juga menuturkan bahwa penanganan permasalahan pagar laut ini akan dilakukan secara menyeluruh dan melibatkan berbagai pihak mulai dari TNI Angkatan Laut hingga Badan Keamanan Laut (Bakamla). Langkah kolaboratif ini diperlukan untuk memastikan tindakan sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. 

    “Intinya tadi saya laporkan begitu. Apabila tidak itu menjadi haknya negara karena itu sudah pasti terjadi abrasi. Tapi sisi lain karena kita sudah janji untuk mencabut, maka nanti secara bersama-sama dengan seluruh pihak supaya tidak salah juga,” pungkas Sakti. 

    Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengungkap bahwa pagar laut misterius di Tangerang tercatat telah bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).

    Nusron menjelaskan, setidaknya terdapat 263 SHGB yang berada di sekitar pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 kilometer (Km) tersebut.

    “Setelah kami cek benar adanya [ada SHGB di wilayah laut], lokasinya pun benar adanya sesuai dengan aplikasi Bhumi yaitu ada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang,” tegasnya dalam Konferensi Pers di Jakarta, Senin (20/1/2025).

    Salah satu perusahaan yang disebut mengantongi SHGB laut itu yakni PT Cahaya Inti Sentosa (CISN) dengan kepemilikan SHGB atas 20 bidang lahan di area perairan yang belakangan diketahui milik PIK 2 yang terafiliasi dengan Sugianto Kusuma atau Aguan.

    Selain PT CISN, entitas usaha bernama PT Intan Agung Makmur juga dilaporkan menggenggam SHGB laut sebanyak 243 bidang. Kemudian, terdapat 9 bidang SHGB atas nama perorangan.

    Kemudian, Nusron juga mengungkap terdapat temuan penerbitan Surat Hak Milik (SHM) atas 17 bidang di sekitar wilayah yang sama. Untuk itu, dia memastikan bakal segera melakukan pengecekan mengenai hal tersebut.

  • 7 Perbedaan Akuisisi dan Merger dalam Dunia Bisnis

    7 Perbedaan Akuisisi dan Merger dalam Dunia Bisnis

    Dalam menghadapi keberlanjutan bisnis, perusahaan sering kali dihadapkan pada kebutuhan untuk melakukan berbagai strategi untuk terus tumbuh. Untuk itu, perusahaan harus mampu beradaptasi dan berkembang, salah satunya dengan memperluas jaringan dan meningkatkan daya saingnya di pasar.

    Semua upaya ini pada akhirnya bertujuan untuk mencapai tujuan utama dari pendirian sebuah perusahaan, yaitu memperoleh keuntungan yang maksimal.

    Dalam praktiknya, salah satu strategi yang sering digunakan oleh pengusaha untuk mencapai tujuan tersebut adalah melalui Merger dan Akuisisi. Meskipun keduanya sering disebut bersamaan, terdapat perbedaan mendasar antara keduanya.

    Berikut perbedaan akuisisi dan merger dalam dunia bisnis yang penting dipahami. Simak di bawah ini, ya!

    Pengertian akuisisi dan merger

    Secara umum, menurut Pasal 109 angka 1 UU Cipta Kerja, menjelaskan bahwa akuisisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.

    Sedangkan menurut Pasal 109 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, merger adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada, lalu mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan. Selanjutnya, status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

    Tujuan dari merger dan akuisisi bisa beragam, antara lain menciptakan sinergi yang meningkatkan efisiensi operasional, memperluas pangsa pasar, dan mendiversifikasi portofolio bisnis.

    Kedua strategi ini dapat menjadi alat yang efektif bagi perusahaan untuk meraih pertumbuhan yang signifikan dan mendapatkan keunggulan kompetitif dalam menghadapi persaingan di industri.

    Perbedaan akuisisi dan merger

    Menurut Munir Fuady dalam Hukum Tentang Merger, berikut beberapa perbedaan akuisisi dan merger:

    1. Disinvestasi

    Pada proses merger, pemegang saham dari perusahaan yang bergabung tetap menjadi pemegang saham di perusahaan baru yang terbentuk. Namun, dalam proses akuisisi, perusahaan yang membeli saham akan membeli saham dari pemegang saham perusahaan yang diakuisisi.

    Pemegang saham yang menjual sahamnya ini melakukan disinvestasi, yaitu menarik diri dari perusahaan dan menerima kompensasi dari hasil penjualan saham mereka.

    2. Kompensasi

    Dalam merger, tidak ada pembayaran yang dilakukan karena tidak ada aset yang dijual untuk mendanai proses merger. Sebaliknya, dalam akuisisi, pemegang saham perusahaan yang diakuisisi akan menerima kompensasi, biasanya berupa uang, sebagai pembayaran atas saham yang mereka jual kepada perusahaan yang mengakuisisi.

    3. Dilusi saham

    Pada akuisisi, terkadang tidak ada penambahan jumlah saham jika saham yang diakuisisi adalah saham yang sudah ada dan dimiliki oleh pemegang saham lama. Sedangkan dalam merger, setelah penggabungan, saham baru akan diterbitkan di perusahaan yang terbentuk, yang dapat menyebabkan dilusi saham, yaitu penurunan nilai saham karena jumlah saham yang beredar bertambah.

    4. Eksistensi perusahaan asal

    Pada merger, perusahaan-perusahaan yang bergabung akan dibubarkan, dan eksistensinya akan beralih ke perusahaan baru yang terbentuk dari penggabungan tersebut. Namun, dalam akuisisi, baik perusahaan yang diakuisisi maupun perusahaan pengakuisisi tetap ada, yang berubah hanya kepemilikan saham di perusahaan yang diakuisisi.

    5. Konsolidasi manajemen

    Dalam akuisisi, manajemen perusahaan yang diakuisisi akan diambil alih oleh perusahaan pengakuisisi, yang berhak untuk mempertahankan manajemen lama atau menggantinya dengan manajemen baru. Sementara dalam merger, karena terbentuk perusahaan baru, manajemen baru juga akan dibentuk untuk mengelola perusahaan yang baru tersebut.

    6. Perpindahan saham

    Pada merger, peralihan saham terjadi secara otomatis menurut hukum, sebagai bagian dari penggabungan perusahaan. Sedangkan dalam akuisisi, saham berpindah tangan melalui transaksi jual beli, di mana saham dari pemegang saham awal berpindah kepada perusahaan yang mengakuisisi, dan bisa juga ada penerbitan saham baru oleh perusahaan pengakuisisi.

    7. Karyawan perusahaan

    Merger sering kali berdampak besar pada karyawan, karena perusahaan yang bergabung akan dibubarkan dan digantikan oleh perusahaan baru. Sementara itu, dalam akuisisi, perubahan yang terjadi tidak langsung memengaruhi karyawan, karena yang berubah hanya pengendalian perusahaan, bukan status hukum perusahaan itu sendiri.

    Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa merger dan akuisisi adalah dua hal yang berbeda. Merger adalah penggabungan dua perusahaan yang menghilangkan status hukum perusahaan-perusahaan yang bergabung dan menghasilkan perusahaan baru.

    Sedangkan akuisisi adalah pengambilalihan saham perusahaan lain, yang mengakibatkan perubahan kontrol atas perusahaan yang diakuisisi.

    Demikianlah perbedaan akuisisi dan merger dalam dunia bisnis yang perlu dipahami. Semoga bermanfaat.

  • Trenggono Ungkap Arahan Terbaru Prabowo Soal Pagar Laut ‘Misterius’

    Trenggono Ungkap Arahan Terbaru Prabowo Soal Pagar Laut ‘Misterius’

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dan Wakil Menteri Kelautan dan Perikanan Didit Herdiawan memberikan laporan terkait isu pagar laut di di Tangerang dan Bekasi kepada Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/1/2025). Dalam keterangan pers, Trenggono membeberkan arahan Prabowo.

    “Tadi arahan bapak presiden satu, selidiki sampai tuntas secara hukum, supaya kita harus benar koridor hukumnya. Apabila tidak ada itu harus menjadi milik negara. Nah itu kasusnya seperti itu,” kata Trenggono usai rapat.

    Trenggono melaporkan kepada Prabowo bahwa pagar laut yang berada di Tangerang, Banten, itu tidak memiliki izin. Karena menurut Undang-Undang Cipta Kerja bahwa pembangunan ruang laut harus mendapatkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

    Sehingga pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan akan melakukan peyegelan. Kemudian akan melakukan identifikasi kepemilikan pagar laut.

    “Pada saat kita lakukan penyegelan kan enggak tahu siapa yang punya. Ya secara yudiris kan harus ada mengakui siapa yang punya dan seterusnya,” kata Trenggono.

    Selain itu, Trenggono juga menjawab mengenai adanya sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di sejumlah bidang area pagar laut. Menurutnya, itu merupakan tindakan ilegal.

    “Saya mendapatkan press conference juga dari Menteri ATR/BPN (Nusron Wahid) bahwa ada sertifikat yang ada di dalam laut. Saya perlu sampaikan kalau di dasar laut itu tidak boleh ada sertifikat. Jadi itu sudah jelas ilegal,” katanya.

    Termasuk, menurut Trenggono, pemagarangan yang dilakukan merupakan tindakan ilegal. Supaya ketika terjadi reklamasi alami atau area laut mulai tertutup tanah bisa segera diakui kepemilikannya. Dari hitungannya perubahan area laut menjadi daratan itu bisa mencapai 30 ribuan hektare.

    “Itu nanti tiba-tiba nongol itu sertifikatnya, kalau sudah dia berubah menjadi daratan, dia akan nongol sertifikatnya. Tapi bagi kami sekarang itu tidak berlaku,” terangnya.

    Pembongkaran
    Menurut mantan Wakil Menteri Pertahanan itu, pembongkaran pagar laut akan terus dilakukan. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kepala Staf Angkatan Laut dan jajaran untuk melakukan eksekusi pada Rabu mendatang.

    “Jadi tidak hanya TNI Angkatan Laut tapi juga Bakamla, Baharkam, karena gini nggak ada yang ngakui (kepemilikan),” ujar Trenggono.

    Terkait pengawasan dirinya sudah melakukan peneguran pada jajarannya, karena tidak menemukan lebih dulu permasalahan ini.

    “Kalau peneguran, yang pasti saya sudah tegur kepada irjen saya ‘eh kamu nih laut mestinya ..’ terus jawabannya ‘ini kapalnya kurang pak,” ya kan,” tuturnya.

    Menurut Trenggono, Indonesia memiliki garis pantai yang luas. Selain itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan sempat berpikir bahwa itu merupakan tempat penangkaran ikan milik rakyat.

    “Tapi setelah kemudian ramai, kemudian kita turun tim, oh ternyata terstruktur. Ya itu jadi memang harus dihentikan,” sambung Trenggono.

    (miq/miq)

  • Segini Pesangon Karyawan Korban PHK dan Pensiun 2025 untuk Masa Kerja di Atas 15 Tahun

    Segini Pesangon Karyawan Korban PHK dan Pensiun 2025 untuk Masa Kerja di Atas 15 Tahun

    GELORA.CO – Besaran pesangon karyawan korban PHK dan pensiun 2025 untuk masa kerja di atas 15 tahun akan disesuaikan.

    Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).

    Menurut putusan MK akhir Oktober lalu, Mahkamah menilai bahwa pengaturan ketenagakerjaan harus dipisahkan dari UU Cipta Kerja.

    Mahkamah kemudian memberi waktu 2 tahun agar pembuat Undang-Undang merancang regulasi baru terkait ketenagakerjaan dan mengeluarkannya dari UU Cipta Kerja.

    Akan tetapi, putusan tersebut menjelaskan bahwa permohonan mengenai besaran pesangon dan sejumlah pasal lainnya yang diujikan, dinilai tidak beralasan secara hukum.

    Dengan ketetapan MK ini, maka besaran pesangon bagi pekerja yang di PHK atau memasuki pensiun masih mengacu kepada UU Cipta Kerja.

    “Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima,” tertulis dalam angka 47 UU Cipta Kerja.

    Tapi yang menarik adalah besaran pesangon dan pensiun untuk karyawan dengan masa kerja di atas 15 tahun.

    Dalam UU Cipta Kerja, karyawan dengan masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, maka mendapatkan 6 bulan upah.

    Berikut adalah rincian pesangon yang diterima karyawan korban PHK dalam UU Cipta Kerja dengan masa kerja di atas 15 tahun:

    Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, maka mendapatkan 6 bulan upah.Masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, maka mendapatkan 7 bulan upah.Masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, maka mendapatkan 8 bulan upah.Masa kerja 24 tahun atau lebih, maka mendapatkan 10 bulan upah.

    Uang Penghargaan jika Kena PHK atau Pensiun dalam UU Cipta Kerja

    Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, maka mendapatkan 2 bulan upah.Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, maka mendapatkan 3 bulan upah.Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, maka mendapatkan 4 bulan upah.Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, maka mendapatkan 5 bulan upah.

  • Segini Pesangon Karyawan Korban PHK dan Pensiun 2025 untuk Masa Kerja 0-12 Tahun

    Segini Pesangon Karyawan Korban PHK dan Pensiun 2025 untuk Masa Kerja 0-12 Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA – Uang pesangon karyawan yang terkena PHK dan Pensiun di tahun 2025 sesuai dengan masa kerja.

    Sebagaimana diketahuii, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).

    Dikutip ulang dari laman MK, berdasarkan putusan akhir Oktober tahun lalu itu, Mahkamah menilai bahwa pengaturan ketenagakerjaan harus dipisahkan dari UU Cipta Kerja.

    Mahkamah memberi waktu 2 tahun agar pembuat Undang-Undang merancang regulasi baru terkait ketenagakerjaan dan mengeluarkannya dari UU Cipta Kerja.

    Meski demikian, ketetapan MK membuat besaran pesangon bagi pekerja yang di PHK atau memasuki pensiun masih mengacu kepada UU Cipta Kerja.

    Berikut adalah besaran pesangon yang diterima karyawan korban PHK dalam UU Cipta Kerja:

    A. Pesangon dalam UU Cipta Kerja jika Kena PHK atau Pensiun

    Masa kerja kurang dari 1 tahun, maka mendapatkan 1 bulan upah.
    Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, maka mendapatkan 2 bulan upah.
    Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, maka mendapatkan 3 bulan upah.
    Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, maka mendapatkan 4 bulan upah.
    Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, maka mendapatkan 5 bulan upah.
    Masa kerja 5 tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 tahun, maka mendapatkan 6 bulan upah.
    Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, maka mendapatkan 7 bulan upah.
    Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, maka mendapatkan 8 bulan upah.
    Masa kerja 8 tahun atau lebih, maka mendapatkan 9 bulan upah.

    B. Uang Penghargaan jika Kena PHK atau Pensiun dalam UU Cipta Kerja

    Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, maka mendapatkan 2 bulan upah.
    Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, maka mendapatkan 3 bulan upah.
    Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, maka mendapatkan 4 bulan upah.
    Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, maka mendapatkan 5 bulan upah.

  • KKP Abai Terhadap Perampasan Laut dan Hak Nelayan Kecil

    KKP Abai Terhadap Perampasan Laut dan Hak Nelayan Kecil

    GELORA.CO -Pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) dalam Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 dan pagar laut di perairan merupakan bentuk nyata pengkaplingan atau privatisasi sumber daya laut sebagai parampasan hak masyarakat pesisir. 

    Selain itu telah terbit Hak Guna Bangunan (HGB) di perairan pesisir Banten yang merupakan bentuk nyata privatisasi perairan. 

    Ekomarin menilai tindakan ini menunjukkan bahwa pemerintah telah membiarkan terjadi ketidakadilan sosial terjadi yang mengakibatkan nelayan kecil menjadi korban ketidakadilan karena akses dan kontrol atas laut dirampas. 

    “Pembiaran pemerintah dalam Proyek PSN PIK 2 dan pagar laut ini telah nyata melanggar hukum dan membiarkan korporasi mendapatkan keistimewaan dibandingkan rakyat nelayan dan masyarakat pesisir Banten,” kata Program Officer Ekomarin, Oktrikama Putra kepada RMOL, Minggu malam, 19 Januari 2025.

    Secara khusus, Ekomarin memberi perhatian khusus atas sertifikat HGB di perairan seluas 300 hektar yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang. Terbitnya HGB di perairan pesisir ini menunjukkan pemerintah menganggap perairan serupa layaknya tanah pada kepulauan dan daratan. 

    “Merunut ke belakang, munculnya pengaturan HGB di perairan adalah untuk mengakui hak atas tempat tinggal masyarakat adat laut yang membangun di atas perairan. Tetapi melihat realitas yang terjadi di perairan pesisir provinsi Banten menunjukkan hal yang sebaliknya,” jelas Putra.

    HGB tersebut dilegitimasi oleh aturan turunan rezim UU Cipta Kerja/Omnibus Law dalam PP 18/2021 dan PP 43/2021. Sebelumnya telah ada Permen ATR/BPN No. 17/2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menjadi legitimasi hukum terhadap HGB di perairan tersebut. 

    Dalam Pasal 65 ayat (2) PP 18/2021, menunjukkan bahwa pemberian HGB tersebut diterbitkan oleh perizinan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 

    Kemudian dalam Pasal 17 PP 43/2021 menunjukkan kontradiksi pengaturan karena : memutihkan dan legalisasi pelanggaran adanya hak atas tanah yang diterbitkan di wilayah perairan. 

    “Dalam kewajiban memberikan ruang dan akses kepada nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam yang menunjukkan pemerintah yang menerbitkan aturan tidak memahami realitas sosial ketimpangan kuasa antara nelayan dengan pemilik modal yang merupakan unequal treatment yang melanggar konstitusi UUD 1945,” tegas Putra.

    Terhadap Proyek PSN PIK 2- Pagar Laut dan pengkavlingan perairan ini, Kholid Miqdar, selaku Nelayan Banten yang juga tergabung dalam FKPN Banten merupakan salah satu dari ribuan Nelayan yang merasakan dampak dari Proyek PSN PIK 2 dan pagar laut tersebut. 

    Pasalnya meskipun pagar bambu tersebut berada di Kabupaten Tangerang akan tetapi Nelayan yang berada di seputaran Jakarta juga merasakan dampak dari hal tersebut.

     

    “Kami menuntut lima hal, pertama, laut kami jangan dikavling dan diprivatisasi, lalu ditransaksikan. Kedua, tambak dan sawah kami jangan diurug untuk kepentingan pengusaha rakus tanah. Ketiga, kami rakyat negara Indonesia tidak ingin dikuasai dan dikendalikan oleh korporasi yang diistimewakan. Keempat, kedaulatan negara tidak boleh kalah dengan oligarki. Terakhir, jika instrumen negara tidak digunakan untuk mengurus kami, maka kami akan melawan sendiri korporasi itu,” pungkas Kholid.

    Ekomarin melihat sejak masalah PSN PIK 2 dan pagar laut muncul ke publik pada Oktober 2025, seharusnya pemerintah baik daerah dan pusat telah turun tangan secara tegas. 

    “Pengawasan laut pemerintah terlihat lemah tetapi sangat jelas KKP tidak melindungi laut dari perampasan dan pengkavlingan laut yang terjadi. KKP sebagai pihak yang memberikan izin dalam terbitnya hak atas tanah di perairan,” ungkap Putra. 

    Menurut dia, peran Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono ataupun jajarannya terlihat jelas secara aktif memberikan izin ataupun rekomendasi membiarkan terbitnya HGB di perairan merupakan tindakan kejahatan perampasan laut.

    Atas tindakan kesengajaan dengan adanya pembiaran tersebut, Ekomarin bersama dengan FKPN Banten menyatakan tindakan tersebut adalah pelanggaran konstitusi UUD 1945, dan hak asasi manusia salah satunya jelas melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010. 

    Tindakan khusus dan mendesak adanya tindakan tegas hukum pidana terhadap terduga pelaku baik individu termasuk khususnya korporasi pelaku perampas laut. Terduga pelaku terancam pidana dalam UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil dalam Pasal 73 ayat (1) huruf g, dan Pasal 75 UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

  • Sempat Terancam 5 Tahun Bui usai Curi 5 Kayu Perhutani, Warga Gunungkidul Kini Bebas Melalui RJ – Halaman all

    Sempat Terancam 5 Tahun Bui usai Curi 5 Kayu Perhutani, Warga Gunungkidul Kini Bebas Melalui RJ – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pria berinisial M (44) diamankan polisi setelah mencuri lima potong kayu milik Perhutani di petak 101 RPH Menggoro BDH, Kapanewon Paliyan, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta.

    M disangkakan hukuman maksimal lima tahun penjara karena terbukti melanggar Pasal 82 ayat (1) huruf b Jo Pasal 12 huruf b atau Pasal 83 ayat (1) huruf b Jo Pasal 12 huruf e atau Pasal 84 ayat (1) Jo Pasal 12 huruf f Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan perusakan hutan sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang penetapan peraturan pemerintah mengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun tentang Cipta Kerja.

    Tersangka nekat mencuri kayu milik negara tersebut karena terdesak kebutuhan ekonomi.

    “Tersangka menjalankan aksinya seorang diri. Kayu itu rencananya akan dijual, uangnya untuk kebutuhan ekonomi,” ujar Kapolsek Paliyan, AKP Ismanto, dikutip dari TribunJogja.com.

    Ia menuturkan, M dilaporkan polisi setelah kepergok memanggul lima potong kayu dengan berbagai ukuran.

    “Tersangka langsung diamankan oleh polisi hutan untuk dilaporkan ke Polsek Paliyan.”

    “Setelah itu, petugas kami langsung datang ke lokasi kejadian untuk melakukan interogasi, dan tersangka mengakui atas perbuatannya,” ucapnya.

    Sementara itu, Kasi Humas Polres Gunungkidul, AKP Suranto menuturkan, setelah sempat ditahan, tersangka mendapatkan penangguhan penahanan.

    Ia menuturkan, penangguhan penahanan tersebut dilakukan atas permohonan pihak keluarga dan penjamin.

    “Betul, penahanannya kami tangguhkan karena, ada permintaan dari pihak keluarga dan penjamin, pada sore kemarin. Alasannya sebab tersangka menjadi tulang punggung keluarga,”tuturnya saat dikonfirmasi pada Jumat (17/1/2025).

    Meski penahanannya ditangguhkan, pihaknya tetap memastikan proses hukum tetap berjalan.

    “Kasus masih berjalan prosesnya sesuai  hukum yang berlaku,”

    “Untuk adanya restorative justice itu diserahkan kepada pelapor dalam hal ini pihak hutan negara,” ungkap dia. 

    Kasus ini akhirnya berakhir damai dengan penyelesaian secara Restorative Justice.

    Demikian yang diungkapkan Kapolres Gunungkidul, AKBP Ary Murtiny.

    “Alhamdulillah, dari pertemuan kedua belah pihak, yaitu pelapor dan terlapor, mereka sepakat untuk menyelesaikan perkara ini melalui Restorative Justice.”

    “Penanganan ini melibatkan berbagai pihak terkait, termasuk penjamin masyarakat, keluarga, dan perwakilan lingkungan,” ujarnya saat dikonfirmasi TribunJogja.com pada Minggu (19/1/2025).

    Restorative Justice (RJ) atau Keadilan Restoratif adalah pendekatan dalam penyelesaian perkara pidana yang melibatkan korban, pelaku, dan masyarakat.

    RJ dapat menjadi alternatif penyelesaian perkara tanpa melalui proses pengadilan terbuka

    Dengan adanya kesepakatan tersebut, M kini sudah kembali ke rumahnya.

    Pelapor juga sudah sepakat untuk mencabut laporannya.

    “Pelapor sepakat untuk mencabut laporannya,”

    “Meskipun begitu, proses Restorative Justice masih harus melalui beberapa tahapan.”

    ‘Tetapi yang jelas, kedua pihak sudah sepakat untuk menyelesaikan ini dengan damai,” ujarnya.

    Dengan proses RJ ini, ia berharap masyarakat semakin memahami pentingnya penyelesaian masalah secara damai.

    “Proses ini juga mencerminkan komitmen Polres Gunungkidul untuk memberikan pelayanan yang adil dan humanis kepada masyarakat, sesuai dengan semangat penegakan hukum yang mengedepankan kemanusiaan dan keadilan sosial,” ucapnya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul KASUS Pencurian Lima Potong Kayu di Gunungkidul Berakhir Restorative Justice

    (Tribunnews.com, Muhammad Renald Shiftanto)(TribunJogja.com, Nanda Sagita Ginting)

  • Nasib Pelaku Pencurian Kayu di Gunungkidul, Dijerat 5 Tahun usai Ambil 5 Potong Kayu dari Hutan – Halaman all

    Nasib Pelaku Pencurian Kayu di Gunungkidul, Dijerat 5 Tahun usai Ambil 5 Potong Kayu dari Hutan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang pria berinisial M (44) asal Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencurian kayu.

    Aksi pencurian tersebut terjadi di petak 101 RPH Menggoro BDH, Kapanewon Paliyan, Kabupaten Gunungkidul, pada Rabu (25/12/2024).

    Petugas kepolisian berhasil mengamankan M beserta barang bukti berupa lima potong kayu dengan berbagai ukuran.

    Atas perbuatannya, M terancam hukuman penjara maksimal lima tahun. Ia diduga melanggar Pasal 82 ayat (1) huruf b jo Pasal 12 huruf b, atau Pasal 83 ayat (1) huruf b jo Pasal 12 huruf e, atau Pasal 84 ayat (1) jo Pasal 12 huruf f Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Perusakan Hutan, sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

    Kasi Humas Polres Gunungkidul, AKP Suranto, menyebutkan bahwa penangguhan penahanan terhadap M telah dikabulkan atas permintaan pihak keluarga.

    “Betul, penahanannya kami tangguhkan karena ada permintaan dari keluarga dan penjamin. Penangguhan dilakukan pada sore kemarin,” ungkapnya, Jumat (17/1/2025), dikutip dari TribunJogja.com.

    Menurut AKP Suranto, alasan utama penangguhan adalah karena M merupakan tulang punggung keluarga. Meski demikian, ia memastikan bahwa proses hukum tetap berjalan sesuai dengan ketentuan.

    “Kasus masih berjalan prosesnya sesuai hukum yang berlaku. Untuk adanya restorative justice itu diserahkan kepada pelapor dalam hal ini pihak hutan negara,” lanjutnya.

    Sebelumnya, Kapolsek Paliyan, AKP Ismanto, mengatakan tersangka melakukan pencurian seorang diri dengan membawa kayu menuju jalan setapak hutan.

    “Tersangka langsung diamankan oleh polisi hutan untuk dilaporkan ke Polsek Paliyan.”

    “Setelah itu, petugas kami langsung datang ke lokasi kejadian untuk melakukan interogasi, dan tersangka mengakui atas perbuatannya,” terangnya.

    Aksi pencurian dilakukan M karena terdesak kebutuhan ekonomi keluarga.

    “Tersangka menjalankan aksinya seorang diri. Kayu itu rencananya akan dijual, uangnya untuk kebutuhan ekonomi,” tandasnya.

    Sementara itu, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta, Benny Silalahi, menyatakan proses hukum akan tetap berjalan dan masyarakat diminta untuk memahami pentingnya menjaga hutan.

    “Sebenarnya kawasan hutan itu ada aturannya sehingga dengan adanya kejadian itu, kami perlu melakukan informasi yang terbaik untuk masyarakat,” tuturnya.

    Meski tersangka hanya mencuri lima potong kayu, namun perbuatannya melanggar aturan di kawasan hutan milik negara.

    “Kami berkomitmen untuk meningkatkan pengawasan kawasan hutan dan memberikan pembinaan kepada masyarakat sekitar.”

    “Bahwa hutan adalah bagian terpenting dampak lingkungan bagi masyarakat sekitarnya, artinya ketika kerusakan itu terjadi masyarakat yang dirugikan,” tandasnya.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Pengelolaan Hutan Tanggapi Kasus Pencurian 5 Potong Kayu Milik Perhutani

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunJogja.com/Nanda Sagita Ginting)