Topik: Cipta Kerja

  • DPRD Kota Banjar Gelar Paripurna Bahas LKPJ Wali Kota dan Dua Raperda Strategis

    DPRD Kota Banjar Gelar Paripurna Bahas LKPJ Wali Kota dan Dua Raperda Strategis

    JABAR EKSPRES – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Banjar, Jawa Barat, menggelar Rapat Paripurna untuk membahas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Wali Kota Banjar Tahun 2024. Serta dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Pencegahan Penyakit Menular.

    Rapat digelar di Gedung DPRD setempat, pekan lalu, dengan agenda utama penyampaian nota pengantar dokumen tersebut untuk ditindaklanjuti.

    Ketua DPRD Kota Banjar, Dadang Ramdan Kalyubi, menjelaskan, rapat ini memfokuskan pada tiga poin utama. Pertama, penyampaian nota pengantar LKPJ Wali Kota Banjar periode 2024 yang menjadi evaluasi kinerja kepemimpinan selama setahun.

    BACA JUGA:Komisi III DPRD Kota Banjar Akan Minta Penjelasan Soal DAU Disdik dalam Rapat Kerja

    Kedua, pembahasan dua Raperda usulan pemerintah daerah, yakni Raperda Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta Raperda Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular.

    “Setelah paripurna, dokumen ini akan dibahas lebih mendalam oleh Panitia Khusus (Pansus) selama kurang lebih tiga minggu ke depan,” ujar Dadang usai rapat.

    Sementara Raperda Pencegahan Penyakit Menular diusulkan sebagai antisipasi peningkatan risiko kesehatan global, mengacu pada kebutuhan penanganan wabah yang lebih responsif.

    LKPJ Wali Kota Banjar tahun 2024 menjadi sorotan utama sebagai bentuk pertanggungjawaban eksekutif atas program pembangunan, anggaran, dan pelayanan publik. Dokumen ini akan dianalisis secara komprehensif oleh DPRD sebelum disahkan.

    BACA JUGA:Komisi II DPRD Kota Banjar akan Panggil PTPN Terkait Aksi Protes Petani

    Dadang menegaskan, seluruh proses pembahasan akan melibatkan sinergi dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan terkait. “Prinsip transparansi dan akuntabilitas tetap menjadi prioritas,” tambahnya.

    Paripurna ini menandai awal proses legislasi yang diharapkan rampung sebelum akhir periode sidang tahun 2025. Hasil pembahasan Pansus akan kembali dibawa ke rapat paripurna berikutnya untuk pengambilan keputusan akhir.

    Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Banjar, Wardoyo, memaparkan bahwa Raperda Penyelenggaraan Lalu Lintas diusulkan untuk menyesuaikan Perda Nomor 1 Tahun 2020 dengan perkembangan regulasi terbaru, termasuk Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

    “Ada beberapa perubahan substansial, seperti penghapusan retribusi angkutan di terminal dan penggantian izin trayek dengan kartu pengawasan,” jelas Wardoyo. (CEP)

  • Aspek Hukum Penahanan Ijazah Pekerja di Perusahaan

    Aspek Hukum Penahanan Ijazah Pekerja di Perusahaan

    Penulis, alumnus FH UNPAR, mantan praktisi SDM, dan pemegang 7 Rekor MURI (peraih gelar akademik & sertifikasi pendidikan terbanyak di Indonesia).

    Tengah viral, Wakil Walikota (Wawali) Surabaya, Armuji, dilaporkan ke Polda Jatim oleh pengusaha, Jan Hwa Diana, pada 10 April 2025, sehubungan politisi asal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tersebut mendatangi langsung CV “SS” yang berlokasi di Kawasan Pergudangan Margomulyo Suri Mulia Permai, Surabaya, pada 9 April 2025, guna mengkonfirmasi kasus penahanan ijazah seorang pekerja perusahaan tersebut dan berujung dengan debat panas via telepon dengan pengusaha dimaksud sehubungan pintu gerbang tidak dibuka.

    Armuji, diadukan atas dugaan pencemaran nama baik karena memasang foto pengusaha korporasi tersebut tanpa izin dalam unggahan media sosial sang wawali, sehingga menimbulkan kerugian material dan immaterial. Hal ini dipandang melanggar pasal 45 ayat 4 jo. Pasal 27A Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU. No. 11 Tahun 2008 perihal Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Hal ini tengah didalami oleh Direktorat Reserse Siber Polda Jatim. 

    Pasal 45 ayat 4 di atas, pada intinya mengatur setiap orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain, dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, yang dilakukan melalui sistem elektronik, dipidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp 400 juta.  

    Di sisi lain, Wawali Armuji pun, merencanakan untuk melaporkan balik sang pengusaha sehubungan menudingnya sebagai seorang penipu saat terlibat “adu mulut” melalui percakapan telepon.

    Legalitas

    Pada dasarnya, hukum ketenagakerjaan, UU. No. 13 Tahun 2003 maupun UU Cipta Kerja-Ketenagakerjaan, secara tersurat, tidak mengatur mengenai boleh atau tidaknya, korporasi menahan ijazah pekerja. Jadi terdapat kekosongan hukum dan sesuai dengan prinsip legalitas maka bilamana tidak terdapat regulasi yang mengatur, tentu hal tersebut bukanlah merupakan sebuah pelanggaran atau kejahatan (tindak pidana).

    Di dalam praktik, proses penahaan ijazah ditempuh untuk memastikan agar pekerja tidak melanggar kesepakatan waktu kerja tertentu (PKWT), sehingga mencegah karyawan mengakhiri secara sepihak waktu kerja yang merugikan pengusaha.

    Sejauh terdapat kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata jo. Pasal 52 ayat 1 UU Ketenagakerjaan, maka tidak ada pelanggaran terkait penahanan ijazah, sehubungan dibuat atas dasar kesepakatan antara para pihak (freedom of contract), dilakukan oleh orang yang memiliki kecakapan secara hukum, terdapat obyek yang diperjanjian, dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundangan yang berlaku.  Dengan demikian kesepakatan ini menjadi “UU” bagi para pihak yang membuatnya (pacta sunt servanda), sebagaimana tercantum pada pasal 1338 KUH Perdata.

    Tentu, perusahaan pun wajib menindaklanjuti hal ini dalam sebuah perjanjian kerja, di mana lazimnya dicantumkan, bilamana waktu perjanjian kerja telah berakhir, maka ijazah wajib dikembalikan secara serta merta oleh korporasi, termasuk pertanggungjawaban unit usaha seandainya ijazah mengalami kerusakan atau hilang, sehubungan ijazah yang sama tidak dapat diterbitkan ulang. Bilamana korporasi melanggar hal ini, maka pengusaha pun dapat terkena pelanggaran pasal 374 ayat 3 KUH Pidana tentang penggelapan dengan sanksi pidana penjara selama lima tahun.

    Perdebatan mengenai boleh atau tidaknya ijazah ditahan oleh perusahaan memang memerlukan regulasi lebih lanjut sehingga terdapat kepastian hukum dan pada dasarnya tanpa menahan ijazah pun, bilamana pekerja wanprestasi, maka tetap dapat dituntut secara hukum sehubungan telah menandatangani sebuah perjanjian kerja yang berisikan hak dan kewajiban para pihak. Lagi pula terdapat risiko bagi korporasi akan potensi kehilangan atau rusaknya ijazah yang ditahan. 

    Tentu kita menunggu perkembangan lebih lanjut atas perseteruan wawali Surabaya dengan pengusaha CV “SS”, sehubungan hal tersebut dapat menjadi acuan untuk kasus serupa di kemudian hari.***

    Disclaimer: Kolom adalah komitmen Pikiran-Rakyat.com memuat opini atas berbagai hal. Tulisan ini bukan produk jurnalistik, melainkan opini pribadi penulis.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Pakar hukum ingatkan penertiban sawit di kawasan hutan harus cermat

    Pakar hukum ingatkan penertiban sawit di kawasan hutan harus cermat

    Jakarta (ANTARA) – Pakar hukum kehutanan dari Universitas Al Azhar Indonesia, Sadino, mengingatkan penertiban sawit di kawasan hutan harus dilakukan dengan cermat dan memperhatikan kriteria kawasan hutan itu sendiri.

    “Sudah ada Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2021 yang menjadi dasar hukum penyelesaian lahan perkebunan sawit. Presiden pun harus mengacu pada kerangka hukum ini dalam menjalankan kebijakan,” kata Sadino dikutip dari keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Lebih lanjut, Sadino menyoroti aspek penyitaan lahan yang sering dikaitkan dengan Peraturan Presiden (Perpres) No 5 Tahun 2025 Tentang Penertiban Kawasan Hutan.

    “Perpres tidak mengatur soal penyitaan tetapi di situ pengambilalihan lahan sawit yang diduga masuk sebagai kawasan hutan,” ujar Sadino.

    “Kalau ada pengambilalihan lahan, itu harus melalui proses hukum yang sah, sesuai KUHAP. Pasal 110A dan 110B dalam UU Cipta Kerja juga tidak mengatur penyitaan,” imbuhnya.

    Selain itu, kriteria kawasan hutan juga harus memenuhi syarat formil dan materiil yang harus dipenuhi yaitu yang sudah ada penetapan kawasan hutannya.

    Sadino pun menggarisbawahi pentingnya menghormati hak atas tanah, termasuk Hak Guna Usaha (HGU) yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).

    “HGU dan hak atas tanah lainnya adalah produk administratif yang ditetapkan oleh pemerintah, dan merupakan hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh UUD 1945,” kata Sadino.

    Menurutnya, HGU bahkan kerap dijadikan agunan bagi pinjaman investasi yang tentunya wajib diperhatikan oleh satgas agar tidak mengganggu investasi dan membuat ketidakpercayaan bagi pelaku usaha perkebunan dan kreditor.

    Sebelumnya, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menerbitkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 36 Tahun 2025 yang berisi 436 perusahaan yang lahan sawitnya masuk dalam kawasan hutan. Daftar 436 korporasi tersebut menjadi rujukan bagi Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) untuk bekerja.

    Selain menggarap kawasan hutan lindung, satgas menyebut sejumlah perusahaan teridentifikasi tidak membayar pajak ke negara selama bertahun-tahun.

    Lahan hasil penertiban tersebut, pengelolaannya akan diserahkan ke BUMN Agrinas Palma.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

  • Sengaja Tak Lapor SPT Pajak Bertahun-tahun Bisa Dipenjara!

    Sengaja Tak Lapor SPT Pajak Bertahun-tahun Bisa Dipenjara!

    Jakarta

    Wajib pajak (WP) orang pribadi diberikan relaksasi khusus untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pajak 2024 tanpa dikenakan sanksi administratif sampai 11 April 2025 alias besok. Namun apa yang terjadi jika yang bersangkutan terlambat melaporkan SPT atau bahkan sudah tidak melapor bertahun-tahun?

    Berdasarkan situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, aturan terkait pelaporan dan sanksi bagi WP yang terlambat atau tidak melaporkan SPT tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan terakhir kali diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

    Jika wajib pajak melaporkan SPT Tahunannya melewati batas pelaporan yang telah ditentukan, menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang terakhir diubah dengan UU Ciptaker, maka dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana.

    Untuk sanksi administrasi, yang bersangkutan bisa kena denda Rp 100.000 untuk wajib pajak orang pribadi. Sedangkan untuk wajib pajak badan kena sanksi administrasi Rp 1.000.000.

    “Denda tersebut akan ditagih melalui Surat Tagihan Pajak dan wajib pajak harus membayar sanksi berupa denda tersebut sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan di dalam Surat Tagihan Pajak,” tulis DJP dalam situs resminya.

    Dengan terus menunda untuk melaporkan SPT Tahunan, maka sanksi administrasi atau denda yang didapatkan juga akan semakin besar. Hal ini diatur dalam UU KUP jo. UU Ciptaker, wajib pajak yang terlambat atau tidak melaporkan SPT Tahunan akan dikenakan sanksi administratif denda, sanksi pidana, dan denda pada sanksi pidana.

    Sementara itu, dalam catatan detikcom disebutkan denda yang diterapkan itu berlaku untuk satu kali keterlambatan bayar karena tak lapor SPT pajak di periodenya. Sehingga jika wajib pajak tidak melapor SPT selama bertahun-tahun, maka denda yang dikenakan akan menumpuk per periodenya.

    Misalkan saja seorang wajib pajak pribadi sudah tidak melaporkan SPT selama lima tahun, berarti yang bersangkutan sudah melewatkan lima periode pelaporan. Dengan denda Rp 100.000 per periode, maka WP akan dikenakan denda sebesar Rp 500.000.

    Selain itu WP juga berpotensi dikenakan sanksi pidana dan denda pada sanksi pidana seperti yang dijelaskan dalam UU KUP jo. UU Ciptaker. Sehingga sanksi yang diterima bisa lebih berat jika tidak melapor SPT Tahunan selama bertahun-tahun.

    Sedangkan untuk WP yang memiliki beban pajak belum dibayarkan, maka beban itu akan dianggap sebagai utang yang akan ditagihkan.

    Utang pertama-tama akan ditagih dengan diterbitkan dan diberitahukannya Surat Tagihan Pajak (STP) kepada penanggung pajak. Apabila setelah 7 hari waktu jatuh tempo pembayaran pajak namun WP belum juga membayar atau melunasi utang pajak, maka akan diterbitkan Surat Teguran.

    Apabila SPT tahunan kurang bayar, maka dikenakan sanksi bunga 2% per bulan dari jumlah pajak yang terlambat disetor. Hal itu dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai tanggal pembayaran.

    Selain sanksi administrasi atau denda, WP yang tidak melapor SPT juga dapat dikenakan sanksi pidana. Pengenaan sanksi pidana juga diatur dalam Pasal 39.

    Dalam pasal tersebut berbunyi, setiap orang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dikenakan sanksi pidana.

    “Sanksinya adalah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,” tulis aturan tersebut.

    Denda baru dibayar jika wajib pajak sudah menerima surat tagihan pajak (STP) dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Meski sudah membayar denda, masyarakat tetap diharuskan untuk melapor SPT Tahunan.

    Mengingat besok adalah hari terakhir lapor SPT, jadi tunggu apalagi? Segera lapor SPT Tahunan sekarang!

    (igo/fdl)

  • Prabowo Minta Kuota Impor Dihapus, Kemendag Sebut Perlu Dibahas Lintas Instansi

    Prabowo Minta Kuota Impor Dihapus, Kemendag Sebut Perlu Dibahas Lintas Instansi

    Jakarta

    Kementerian Perdagangan (Kemendag) buka suara soal arahan Presiden Prabowo Subianto yang meminta kuota impor dihapus. Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan kebijakan kuota impor perlu dibahas dengan kementerian dan lembaga (K/L) di bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

    Kebijakan kuota impor atau neraca komoditas (NK) tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2025 tentang perubahan Perpres Nomor 61 Tahun 2024 tentang Neraca Komoditas. Jadi, perlu pembahasan lebih luas jika kebijakan itu harus dihapus.

    “Nah, kalau itu (hapus kuota impor) nanti keputusan di Menko dulu kan. Itu masih belum dibahas teknis seperti apa. Kuota itu maksudnya kan juga ada Perpres mengenai NK kan. Perpres mengenai NK ini tentu kan implikasi kan banyak. NK itu kan amanat dari Undang-undang Cipta Kerja. Jadi, ini kan perlu dibahas secara lebih luas lagi,” kata dia di Kemendag, Jakarta Pusat, Rabu (9/4/2025).

    Kuota impor yang selama ini diterapkan yakni untuk dua jenis, yakni non-pangan dan pangan. Dalam Perpres 7/2025 komoditas non-pangan yakni gas dan minyak bumi, sedangkan komoditas pangan yakni gula, pergaraman, jagung, beras, daging lembu, perikanan, bawang putih.

    Saat ditanya, komoditas apa yang akan dibebaskan dari kuota, Isy mengaku belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut. Namun, untuk komoditas di luar NK sejauh ini tidak terikat oleh kuota, terutama untuk kebutuhan dalam negeri dan bahan baku produk tertentu.

    “Kalau sepanjang itu bahwa itu adalah untuk importasi untuk bahan baku, bahan penolong. Tentu itu kan juga nggak harus dengan kuota, tapi nanti tergantung kebutuhan dari industri,” jelas Isy yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kemendag.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto meminta aturan kuota impor dihapus untuk produk-produk menyangkut hajat hidup orang banyak. Prabowo menilai seharusnya bagi perusahaan yang mampu untuk impor lebih baik diberikan izin tak perlu banyak birokrasi yang berbelit. Apalagi kebijakan untuk penunjukan importir oleh pemerintah. Dia meminta agar semua pihak diberikan kebebasan untuk impor.

    “Saya kasih perintah hilangkan kebijakan kuota-kuota impor utamanya untuk barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Siapa yang mampu, siapa yang mau impor silakan, bebas,” sebut Prabowo dalam Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Jakarta Selatan, Selasa (18/4/2025).

    Menurutnya kebijakan ini dilakukan untuk memberikan angin segar kepada dunia usaha. Kebutuhan importasi yang mau dilakukan misalnya untuk bahan baku dan sebagainya lebih baik dimudahkan saja.

    “Ini kita upayakan untuk merampingkan memudahkan iklim usaha, bikin supaya pengusaha dimudahkan. Pengusaha itu ciptakan lapangan kerja. Dia adalah pelaku yang paling depan. Oke dia boleh cari untung nggak ada masalah, tapi kita minta pengusaha bayar pajak yang bener,” papar Prabowo.

    (ada/ara)

  • Buka Pintu Impor, Kemendag Sebut Revisi Permendag 8/2024 Tunggu Arahan Menko Airlangga – Halaman all

    Buka Pintu Impor, Kemendag Sebut Revisi Permendag 8/2024 Tunggu Arahan Menko Airlangga – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah akan membuka keran impor untuk berbagai barang kebutuhan industri. Aturan yang menyangkut importasi tersebut tertuang dalam Permendag 8.

    Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, sudah sejak tahun kemarin mulai dibahas untuk direvisi.

    Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Isy Karim, menyampaikan hasil rapat dengan Kementerian dan Lembaga lainnya Permendag 8 masih ditinjau.

    “Sekarang posisinya memang sedang direview. Review berjalan panjang, kita sudah melakukan beberapa kali pertemuan dengan K/L dan pelaku usaha. Jadi, sedang direview,” jelas Isy ditemui usai acara Halal Bihalal di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (9/4/2025).

    Isy memastikan, akan banyak perubahan pada pasal-pasal di Permendag 8 dan hal tersebut masih dibahas dengan berbagai pihak.

    Meski begitu, perubahan yang ada nantinya akan disampaikan terlebih dahulu ke Menteri Koordinator Bidang Perekonomian untuk mendapatkan arahan.

    “Nantinya memang akan ada-ada perubahan. Itu yang sedang kita bahas bersama. Tapi kita tunggu dulu dari arahan Pak Menko dulu,” ucapnya.

    Menyoal apakah kuota impor yang akan dibuka lebih luas hanya untuk barang dari Amerika atau seluruhnya, Isy masih akan menunggu arahan dari Menko Perekonomian.

    “Kalau itu nanti keputusan di Menko dulu kan itu masih belum dibahas. Kuota itu maksudnya juga ada Perpres mengenai NK (Neraca Komoditas). Perpres mengenai NK itu implikasinya banyak. NK itu amanat dari Undang-undang Cipta Kerja. Jadi ini perlu dibahas secara lebih luas lagi,” kata Isy.

  • Tarif Trump: Kontradiksi Kapitalisme Amerika

    Tarif Trump: Kontradiksi Kapitalisme Amerika

    Jakarta

    Dalam The End of History and the Last Man (1992), Francis Fukuyama, filsuf modern Amerika menyatakan bahwa evolusi manusia berakhir semenjak hadir demokrasi liberal Barat, secara khusus demokrasi Amerika. Salah satu “anaknya” adalah sistem politik Indonesia pasca reformasi.

    Namun, demokrasi liberal tidak berdiri sendiri, ada dua saudara kandung, kapitalisme dan globalisasi, di mana bertiga mereka menjadi penanda selesainya evolusi sosial, budaya, politik, dan ekonomi umat manusia.

    Pemerintah Amerika menjadi Ketua dari dunia, “kepala suku” dari seluruh pemerintahan sejagat. Disebut sebagai “suku” karena masalah-masalah akhirnya diselesaikan dengan cara “adat” daripada hukum, dan dengan “cara adat”, artinya sesuka Kepala Sukunya.

    Disebut sebagai “ketua”, karena di Indonesia masa lalu, KUD bukanlah kepanjangan Koperasi Unit Desa, melainkan Ketua Untung Dulu. Bahkan, untung kemudian, dan untung di akhir, serta untung selamanya. Tidak ada manusia dengan kepentingan daging yang dapat lepas dari hasrat yang tempted tersebut.

    Amerika adalah penghela The True Capitalism. Tidak salah dengan kapitalisme, hanya mereka yang tidak menguasainya saja yang menyalah-salahkannya. Makanya, China juga tidak menjelekkan kapitalisme, meski mereka adalah anak dari Sosialisme Marx. Kapitalisme dan liberalisme adalah pasangan sejoli. Kapitalisme berjalan dengan menyenangkan jika ada liberalisme. Liberalisme tidak ada gunanya jika tidak ada kapitalisme di sampingnya.

    Itulah kredo Amerika, yang dipasarkan ke seluruh dunia. Namun, kapitalisme dan liberalisme adalah mahluk yang “serakah”, dan serakah tidak haram dalam kapitalisme, greed is good. Panggung dari Kapitalisme (+ Liberalisme) adalah Globaliasasi. Lembaga buatan Bretton Wood pada Juli1944, Bank Dunia (International Bank for Reconstruction and Development (IBRD) dan IMF (International Monetary Fund), sudah lengkap dengan kehadiran dilengkapi dengan WTO (Badan (Liberalisasi) Perdagangan Dunia) pada 1 Januari 1995, yang embrionya diawali dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang dibuat 1947.

    Kontradiksi

    Amerika bercita-cita luhur, menjadi kota yang berdiri di atas bukit, menyinari seluruh dunia. Amerika adalah penolong dunia. Amerika membentuk penyelesaian Perang Dunia I pada tahun 1918, setelah menjadi bagian dari Sekutu untuk mengalahkan Blok Sentral. Juga pada Perang Dunia. Tanpa bantuan Amerika, Jerman tidak pernah dapat dikalahkan.

    Demikian juga Jepang, di Asia dan Pasifik. Setelah PD II Amerika menjadi Dewa Penolong Eropa dengan bantuan massif Marshall Plan-nya, dengan mentransfer $13,3 miliar (setara dengan $173,8 miliar pada tahun 2024) dalam program pemulihan ekonomi ke ekonomi Eropa Barat.

    Tapi, bagi Amerika, there is no such of free lunch. Investasi America membanjiri Eropa dan kemudian ke seluruh dunia. Perusahaan minyaknya mengusasai ladang-ladang minyak raksasa di penjuru bumi. Produknya menjadi pilihan sebagai produk terbaik.

    Sejak tahun 1950an ekonominya menguasai dunia, meski berjuang untuk melawan Blok Timur hingga kejatuhan Uni Soviet pada 1991. Premis Fukuyama benar: the end of history. Blok Timur, termasuk Rusia, sisa terbesar Soviet, memilih menjadi kapitalis. China, dengan ideologi komunisnya, juga memilih jalan kapitalis.

    Seharusnya Amerika berbahagia selamanya, seperti dongeng HC Andersen. Namun ternyata, KUD tidak berlaku seluruhnya. Ketua Untung Dulu, berlaku hanya untung di depan, di Tengah dan belakang. Kapitalisme punya hukum sendiri yang mungkin tidak pernah dibayangkan Amerika. Pertama, persaingan. Malangya, pada globalisasi, seperti kata Gary Hamel dalam Reinventing the Basis of Competition (1996), bahwa globalisasi bukanlah persaingan antar negara, melainkan perusahaan-perusahaan dari negara-negara tersebut.

    Liberalisme memungkinkan teknologi, pengetahuan, dan ketrampilan berpindah dari satu koloni ke koloni lain dengan sangat cepat. Pada tahun 1980an perusahaan-perusahaan di Jepang mulai mengambil alih dominasi Amerika bahkan di Amerika. Pada tahun 2000an perusahaan-perusahaan Korea menjadi pesaing kuat baru.

    Pada periode yang sama, China menjadi pemain dominan, bahkan di semua lini, termasuk berkenaan dengan pendapatan. Untuk memperoleh laba yang tinggi, sebagaimana kredo kapitalisme, maka perusahaan-perusahaan besar Amerika melakukan outsourcing produksinya ke China. Mulai dari Nike hingga Iphone.

    Tapi, China lebih cerdas dari kita, bahkan lebih cerdas dibanding Amerika. Mereka bukan saja “menggerojok” Amerika dengan produk elektronik, mesin, mobil, tekstil dan produk tekstil, bahkan hingga buah, sayur, bawang putih, hingga ikan dan udang. Masyarakat Amerika menikmati produk berukualitas dan murah.

    Di balik itu, kedayasaingan industri modern dan pertanian Amerika semakin terdesak oleh China. Amerika mungkin masih digdaya di pesawat tebang, peralatan militer, kedelai, jagung, dan gandum.

    Namun, sebagian besar lain mudah terdesak. Aturan main yang sebelumnya menguntungkan Amerika, kini, secara fair, menguntungkan semua pelaku dari setiap negara. Sebelumnya Amerika menjadi juara karena teknologi, pengetahuan, dan ketrampilannya jauh lebih maju, kini jarak tersebut makin dekat, bahkan ada yang sudah melewati.

    Strategi melakukan standarisasi lokasi eksport tidak menjadi solusi. Pelabuhan-pelabuhan di China sudah memenuhi persyaratan Amerika. Mulai dari Shanghai, Ningbo-Zhoushan, Shenzhen, Qingdao, Guangzhou, hingga Hongkong. Apalagi standarisasi manajemen seperti ISO hingga Malcolm Baldrige. Semuanya dipenuhi. Termasuk standar etika dan anti-korupsi. Belum lagi negara-negara Eropa Barat yang dengan cepat mengejar ketertinggalannya, seperti Jerman, Inggris, dan Belanda. Balapan kapitalisme yang diperkenalkan Amerika sebagai standar balapan dunia sudah tidak lagi menguntungkan Amerika.

    Memang, mereka nasih punya Meta (grup facebook) dan Alphabet (grup google) serta Microsoft, hingga Amazon, ditambah kluster industri digital di California dan sekitarnya, termasuk Dell, Intel, AMD, NVIDIA, dan sejenisnya. Juga industri keuangan, konsultan, dan jasa lainny. Namun, bagi Amerika, tidak cukup kemenangan ditentukan oleh beberapa kluster saja. Amerika harus menang di semua kluster kapitalisme. Itulah kredo Amerika yang diyakini Trump.

    Tapi, menggunakan “cara kapitalisme” ternyata tidak cukup, karena sudah terjadi kontradiksi kapitalisme Amerika. Sistem yang mereka buat dan diekspor ke seluruh dunia, menjadi backfire bagi dirinya sendiri. Donald Trump berfikir keras untuk menguasai dunia selain dengan cara kapitalisme. Inilah yang dilakukan hari ini.

    Strategi Trump, Strategi Baru Amerika

    Hari ini Amerika, di bawah Trump, hendak membuat Amerika sehebat dulu. Kebijakan besarnya sangat jelas MAGA: Making America Great Again. Strategi pertama adalah strategi tarif. Trump menerapkan tarif berlapis.

    Pertama, tarif dasar 10%yang berlaku untuk semua impor dari semua negara. Kedua, tarif tambahan (timbal balik) untuk negara tertentu, yang dihitung berdasarkan setengah dari tarif yang negara tersebut kenakan pada AS.

    Ketiga, tarif eksisting (jika ada), misalnya China sudah memiliki tarif sebelumnya, yang tetap berlaku dan ditambahkan ke tarif baru. China akan dikenakan tarif berlapis sebesar tarif eksisting 20% dan 34%, sehingga total tarifnya mencapai 54%. Indonesia dikenakan tarif sebesar 32% yang akan berlaku mulai tanggal 9 April 2025. Vietnam dikenakan tarif sebesar 46%

    Kebijakan publik yang diajarkan hari ini adalah bagaimana mengatur domestik dan hubungan internasional. Satu hal yang jarang, atau bahkan tidak pernah diajarkan, adalah memahami pikiran negara lain. Nampaknya policy makers Indonesia tidak memikirkan itu. Model dan modal berfikir kita adalah hubungan baik dengan Amerika, dan kita menikmati berbagai fasilitas yang mereka berikan.

    Ketika “badai” datang, baru kita sepertinya “plonga-plongo”. Indonesia jelas bukan musuh Amerika, dan Amerika pun tidak pernah memusuhi Indonesia. Hanya, Amerika tidak bisa secara membuat kebijakan untuk dunia secara asmiterik, apalagi itu untuk memenuhi kepentingannya sendiri.

    Vietnam langsung menge-nol-kan bea masuk produk AS, dan meningkatkan impor dari AS, untuk menyeimbangkan defisit transaksi keduanya. Amerika akan melakukan hal yang sama, mengenolkan tarif buat Vietnam. Apalagi Vietnam adalah proksi industri Amerika terhadap China. Mereka telah menggantikan China sebagai produsen produk yang diperlukan AS dan melakukan eskport langsung ke AS.

    Bagaimana Indonesia? Indonesia punya ekspor tekstil dan produk tekstil, alas kaki, minyak sawit, karet, furnitur, udang dan produk-produk perikanan laut. Pada Februari 2025, ekspor nonmigas Indonesia ke Amerika Serikat (AS) mencapai11,35%dari total ekspor nonmigas. Persentase yang signifikan. Jika total ekspor 20204 mencapai US$264,7 miliar, maka setidaknya total ekspor ke AS pada tahun 2025, dengan asumsi sama, US $ 30 miliar, bahkan lebih. Atau, setidaknya 19,42% dari Cadangan devisa RI yang US $154,5 miliar.

    Pertanyannya adalah bagaimana respons kebijakan kita. Dari ilmu kebijakan publik, disarankan tiga respon kebijakan. Pertama, dan yang paling penting, adalah memanfaatkan kebijakan Amerika. Meskipun Trump dapat mengklaim mereka juga comply kepada aturan WTO, sebenarnya mereka juga tidak comply.

    Namun, karena kekuatan dan kekuasaannya, maka kebijakan impos tarif tersebut tidak dapat dihalangi. Indonesia dapat menggunakan kebijakan Amerika untuk membuat kebijakan yang sama. Istilahnya, riding the wave. Terutama kepada negara-negara selain Amerika yang merugikan neraca perdagangan dan industri dalam negeri. Mungkin juga kita perlu merevisi UU 6/2023 tentang Cipta Kerja, dan sejumlah kebijakan ekstra liberalisasi kita.

    Kedua, buka keran impor dari Amerika, khususnya untuk produk yang selama ini diembargo, termasuk alutsista atau persenjataan militer. Dengan demikian, meskipun mereka tetap mengembargo, kita telah memberikan kebijakan resiprokal, dan mereka tidak dapat menolak resirokalitas tersebut, karena tidak bersifat eksepsionalitas.

    Buka juga keran untuk impor produk yang diperlukan Indonesia ke depan, mulai dari super konduktor hingga pusat-pusat data, dengan tarif nol persen. Kementerian investasi perlu bekerjasama dengan BIN dan Lemhannas untuk memastikan produk masa depan tersebut segera bisa diakuisisi.

    Ketiga, mengembangkan kebijakan keseimbangan geopolitik, dari keterdekatan berlebihan dengan kekuatan-kekuatan anti AS, termasuk BRICS, menjadi keseimbangan. Amerika, dalam jangka waktu panjang akan tetap menjadi kekuatan inovasi dunia, pasar yang kuat, dan sumber pertahanan militer yang selalu adidaya. Kebijakan Trump pun, dalam waktu setahun ke depan, akan nampak manfaatnya bagi Amerika, yaitu kebangkitan produktivitas domestik mereka.

    Saat ini mungkin tidak mudah bagi Trump, namun jika ia mampu bertahan dan membuktikan MAGA-nya, ia akan diterima. Tidak berbeda dengan Roosevelt di tahun 1933, dengan kebijakan New Deal-nya, dengan motto “3 Rs”: Relief, Recovery, dan Reform, yang kontroversal. Keberhasilan menyelamatkan Amerika, membuatnya dipilih menjadi Presiden melampaui masa jabatan yang dibolehkan konstitusi (1933 – 1945).

    Pembelajaran

    Kebijakan Trump membuat setiap negara “jantungan”. Saya tidak begitu sepakat dengan para senior yang mengatakan “Ini sudah biasa, tidak usah terkejut, toh mereka yang rugi”. Mengirimkan delegasi ke AS, dipimpin oleh Prof. Bambang Brojonegoro, Mantan Menristek, Menkeu, dan Kepala Bappenas, adalah baik.

    Harapan kita adalah, mereka tidak melakukan pertemuan dengan gagasan yang standar, yang biasa. Karena, dalam kondisi luar biasa, cara-cara lama tidak banyak nilainya. Parajuru runding perlu dibekali dengan gagasan yang out of the box, yang membuat Indonesia mempunyai possi riding the wave. Tentu saja, gagasan tersebut harus merupakan gagasan dari Presiden sebagai CEO Republik Indonesia, atau setidaknya gagasan yang disetujui Presiden. Artinya, Tim Krisis yang dipimpin langsung oleh Presiden perlu mindset tersebut.

    Pembelajaran selanjutnya, bahwa kebijakan publik yang diajarkan di kelas-kelas, termasuk di negara maju, sudah tidak cukup lagi dalam merespon perubahan terkini. Kebijakan publik sebagai praktek dalam dunia dengan terra incognita-nya, adalah kebijakan publik yang beyond public policy.

    Kini waktunya bagi para akademisi dan praktisi untuk belajar kembali untuk membangun kekuatan baru. Kejadian impos kebijakan tarif yang ekstrem dari Pemerintahan Trump adalah pelajaran besar bagi kita para policy makers, seperti nasihat Marshall Goldsmith, bahwa What Got You Here Won’t Get You There (2014). Kemampuan-kemampuan yang membuat Indonesia sampai menjadi hari ini, tidak cukup untuk membawa Indonesia ke masa depan. Kita perlu learning government, kita perlu menjadi the learning nation.

    Riant Nugroho, Ketua Umum Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI)

    (hns/hns)

  • JK Yakin Tarif Trump ke RI Tak Sebabkan Badai PHK, Ini Alasannya

    JK Yakin Tarif Trump ke RI Tak Sebabkan Badai PHK, Ini Alasannya

    Jakarta

    Tarif impor sebesar 32% yang ditetapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kepada Indonesia membuat pengusaha waswas. Pengusaha khawatir kebijakan itu bisa menyebabkan PHK massal di ranah industri.

    Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla, menilai persoalan PHK kemungkinan kecil terjadi jika dikaitkan dengan dampak dari penetapan tarif dari Trump ke RI sebesar 32%. Ia membeberkan alasannya.

    “Pemerintah dan pengusaha tidak pernah mau PHK. Cuma kalau sudah rugi, dia melakukan PHK. Persoalannya, ini yang saya perkirakan, akibatnya ini mungkin hanya 5%-10% kenanya (ke pengusaha RI). Masalah yang ditakutkan semua orang adalah daya beli Amerika menurun,” kata pria yang akrab disapa JK, di kediamannya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (5/4/2025).

    JK menilai, pengusaha lebih bisa mengerti manuver yang harus dilakukan dalam menjalankan bisnisnya, terutama soal efisiensi. JK bilang, otak pedagang lebih pintar ketimbang pemerintah menyoal efisiensi.

    “Pengusaha itu sederhana, tak usah dibantu yang penting jangan diganggu. Itu saja. Baik pemerintah, ataupun masyarakat, ataupun preman. Jangan diganggu, itu saja. Otak pedagang lebih pintar daripada otak pemerintah dalam hal efisiensi,” terangnya.

    JK menjelaskan, pemerintah justru jangan berbuat banyak. Cukup tenang dan awasi semuanya yang berjalan. Ia bahkan mengatakan aturan yang semakin banyak justru membuat dampak yang negatif.

    “Pemerintah jangan berbuat banyak. Tenang saja, awasi semuanya. Itu yang terjadi, makin banyak aturan yang dibikin, makin kacau negeri ini. Buktinya Undang-Undang Cipta Kerja. Apa itu menyebabkan efisien ke ekonomi? Tidak ternyata,” katanya.

    Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan pihaknya cemas kebijakan tersebut akan memicu gelombang PHK di sektor padat karya, seperti tekstil. Menurut dia, kinerja industri tekstil telah sedari lama menghadapi berbagai tantangan.

    “Kekhawatiran kami yang terbesar adalah tekanan layoff (PHK) yang lebih besar di sektor padat karya (garment terutama) pasca kebijakan ini. Karena industrinya sendiri sudah lama struggling untuk mempertahankan kinerja usaha, kinerja ekspor dan lapangan kerja,” kata Shinta kepada detikcom.

    Shinta menilai ada sejumlah sektor yang paling berdampak karena pasar ekspor lebih besar ke AS, seperti garmen, alas kaki, furniture, dan perikanan. Menurutnya, kebijakan tersebut dapat memberikan tekanan terhadap daya saing, iklim usaha maupun investasi secara nasional.

    (fdl/fdl)

  • Dewan Pers Desak Tinjau Ulang Perpol Izin Liputan Jurnalis Asing

    Dewan Pers Desak Tinjau Ulang Perpol Izin Liputan Jurnalis Asing

    Jakarta, Beritasatu.com – Dewan Pers mendesak peninjauan kembali  Peraturan Polri (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian terhadap Orang Asing yang salah satu ketentuannya mengatur surat keterangan kepolisian (SKK) untuk jurnalis asing yang akan meliput di Indonesia.

    Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyesalkan penerbitan Perpol 3 Nomor 2025 yang tidak partisipatif dengan tidak melibatkan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), organisasi jurnalis dan perusahaan pers.

    “Mengingat salah satu klausul yang diatur adalah kerja-kerja jurnalistik yang kami yakini organisasi tersebut dapat berkontribusi dalam penyusunan yang sesuai dengan pengalaman pers dan ketentuan perundang-undangan,” ujar Ninik dalam siaran pers, Jumat (4/4/2025).

    Dewan Pers menilai Perpol 3/2025 bertentangan dengan pengaturan yang lebih tinggi, yaitu pada bagian pertimbangan tidak mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. 

    Padahal dalam perpol ini antara lain mengatur kerja jurnalistik pers, yang meliputi 6M, yakni mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyiarkan berita yang telah diatur secara gamblang dalam UU Pers, dan dalam fungsi pengawasan menjadi kewenangan Dewan Pers, termasuk bagi jurnalis asing. 

    Hal lain sebagaimana diatur dalam UU Penyiaran juncto Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing juncto Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 42/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing yang Melakukan Kegiatan Peliputan di Indonesian Perizinan Kegiatan Kerja-Kerja Pers dan Jurnalis Asing merupakan kewenangan menteri komunikasi dan informatika atau Kemenkomdigi.

    Menurut Dewan Pers, Perpol Nomor 3/2025 membingungkan dengan penggunaan pertimbangan merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

    Pada Pasal 15 ayat (2) dinyatakan kepolisian berwenang melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait. Namun, tidak merujuk pada perubahan UU Nomor 63 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang diundangkan pada 17 Oktober 2024 yang mengatur pemberian izin masuk WNA, termasuk jurnalis ke Indonesia. 

    “Pengaturan Perpol 3/2025 akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antarlembaga, memperpanjang jalur birokrasi untuk beraktivitas di Indonesia dan potensi menjadi komoditas oleh oknum aparat penegak hukum,” ujar Ninik Rahayu.

    Walau dinyatakan untuk memberikan pelayanan dan perlindungan, lanjut Ninik, tetapi ketentuan dalam perpol tersebut dapat dimaknai sebagai kontrol dan pengawasan terhadap kerja-kerja jurnalis. 

    “Karenanya, berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers berpandangan bahwa Perpol 3/2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis, professional, independent, menjunjung tinggi moralitas dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Prinsip-prinsip yang dijalankan sebagai wujud upaya memajukan, memenuhi dan menegakkan kemerdekaan pers,” kata Ninik. 

  • Dewan Pers Desak Peninjauan Kembali Perpol Pengawasan Orang Asing

    Dewan Pers Desak Peninjauan Kembali Perpol Pengawasan Orang Asing

    Jakarta (beritajatim.com) – Dewan Pers mendesak adanya peninjauan kembali atas terbitnya Peraturan Kepolisian Nomor 3 Tahun 2025 (Perpol 3/2025) tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing. Sikap ini disampaikan lantaran Perpol tersebut dinilai bertentangan Hak Asasi Manusia (HAM).

    “Dewan Pers merekomendasikan peninjauan kembali Perpol 3/2025,” ujar Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, melalui keterangan tertulis diterima beritajatim.com, Jumat (4/4/2025).

    Ninik menegaskan, Dewan Pers merupakan lembaga independen yang berfungsi untuk mengembangkan dan melindungi kehidupan pers dan untuk memenuhi HAM. Kemerdekaan pers, kata dia, merupakan bagian dari HAM dan unsur negara hukum.

    Terkait terbitnya Perpol 3/2025, yang salah satu ketentuannya mengatur Surat Keterangan Kepolisian (SKK) untuk jurnalis asing, Dewan Pers menyesalkan hal tersebut. Menurut Ninik, terbitnya Perpol 3/2025 tidak partisipatif lantaran tidak melibatkan sejumlah stakeholder terkait.

    “Menyesalkan penerbitan Perpol 3/2025 yang tidak partisipatif dengan tidak melibatkan Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Organisasi Jurnalis dan Perusahaan Pers, mengingat salah satu klausula yang diatur adalah kerja-kerja jurnalistik yang kami yakini organisasi tersebut dapat berkontribusi dalam penyusunan yang sesuai dengan pengalaman pers dan ketentuan perundang-undangan,” kata dia.

    Selain itu, Ninik menyatakan secara tegas keberadaan Perpol 3/2025 bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Perpol tersebut dinilai tidak mempertimbangkan Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

    “Padahal dalam Perpol ini antara lain mengatur kerja jurnalistik pers, yang meliputi 6M, yakni mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyiarkan berita yang telah diatur secara gamblang dalam UU Pers, dan dalam fungsi pengawasan menjadi kewenangan Dewan Pers, termasuk bagi jurnalis asing,” kata dia.

    Sedangkan untuk izin peliputan di Indonesia bagi lembaga penyiaran asing sudah diatur dalam UU 32/2002 tentang Penyiaran jo Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing jo Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 42/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing Yang Melakukan Kegiatan Peliputan di Indonesian Perizinan Kegiatan Kerja-Kerja Pers dan Jurnalis Asing merupakan Kewenangan Menteri Komunikasi dan Informatika atau Kemenkomdigi.

    Selain itu, Ninik juga menilai Perpol No. 3/2025 membingungkan dengan penggunaan pertimbangan merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO2 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856), dimana pada Pasal 15 Ayat (2) dinyatakan Kepolisian berwenang melakukan pengawasan fungsional Kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait, namun tidak merujuk pada perubahan UU Nomor 63 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang diundangkan pada 17 Oktober 2024 yang mengatur pemberian ijin masuk WNA, termasuk jurnalis ke Indonesia. Pengaturan

    “Perpol 3/2025 akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antar lembaga, memperpanjang jalur birokrasi untuk beraktivitas di Indonesia dan potensi menjadi komoditas oleh oknum aparat penegak hukum,” tegas Ninik.

    Lebih lanjut, Ninik juga menyoroti alasan yang digunakan untuk penerbitan Perpol 3/2025 ini yaitu untuk memberikan pelayanan dan perlindungan. Namun, kata Ninik, alasan tersebut juga bisa dimaknai sebagai kontrol dan pengawasan terhadap kerja-kerja jurnalis.

    “Karenanya, berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers berpandangan bahwa Perpol 3/2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis; profesional; independen; menjunjung tinggi moralitas dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Prinsip-prinsip yang dijalankan sebagai wujud upaya memajukan, memenuhi dan menegakkan kemerdekaan pers,” tutup Ninik. [beq]