Topik: Cipta Kerja

  • DPR Pertanyakan Transparansi Algoritma TikTok

    DPR Pertanyakan Transparansi Algoritma TikTok

    Bisnis.com, JAKARTA— Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Desy Ratnasari mempertanyakan transparansi algoritma pada platform digital global seperti TikTok, Facebook (Meta), dan YouTube. 

    Menurut Desy, layanan tersebut selama ini memanfaatkan algoritma tanpa pengawasan yang jelas, tidak seperti lembaga penyiaran konvensional yang diawasi secara ketat.

    “Jadi tidak ada standar konten layak tayang. Bahkan konten-konten penipuan itu banyak masuk di situ,” kata Desy dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyiaran bersama perwakilan dari platform digital: Google, YouTube, Meta, dan TikTok di Komisi I  DPR RI, Jakarta, Selasa (15/7/2025). 

    Dia membandingkan kondisi itu dengan lembaga penyiaran konvensional yang memiliki pengaturan dan pengawasan yang sangat ketat. 

    Di sisi lain, platform digital justru belum menjamin perlindungan privasi dan keamanan data pengguna. Padahal, dalam model bisnis mereka, data menjadi komoditas utama.

    Desy juga menyinggung soal ketimpangan kewajiban antara penyedia layanan digital dan lembaga penyiaran konvensional. Menurutnya, karena tidak menggunakan spektrum frekuensi publik, platform  layanan jadi tidak terikat pada Undang-Undang Penyiaran.

    “OTT karena sifatnya entitas lintas batas, dia tidak menggunakan spektrum frekuensi publik, tidak terikat pada kewajiban Undang-Undang Penyiaran,” katanya.

    Hal tersebut , lanjutnya, dapat merugikan penyiaran lokal yang selama ini diwajibkan memenuhi berbagai standar isi, etika, dan kontribusi budaya. Dia menilai tidak adanya level playing field menyebabkan ketimpangan yang nyata, tidak hanya dalam aspek regulasi, tetapi juga dalam kontribusi fiskal.

    “Platform digital global meraih pendapatan besar dari iklan dan langganan, sementara proporsi kontribusi kepada sistem penyiaran nasional atau fiskal negara ini tidak kita ketahui, berapa sih?” ungkapnya.

    Desy juga mempertanyakan besaran pajak yang telah dibayarkan oleh para platform global tersebut. Menurutnya, dominasi algoritma platform seperti TikTok, Meta, dan YouTube telah menciptakan kekuatan gatekeeping digital tanpa akuntabilitas hukum.

    Selain itu, dia menilai dominasi konten asing juga berpotensi melemahkan budaya dan identitas nasional. Desy juga menanyakan komitmen Meta dalam mendukung literasi digital dan upaya melawan disinformasi. Dia juga meminta penjelasan terkait mekanisme transparansi algoritma yang digunakan dalam menampilkan konten berita dan politik.

    Desy juga mempertanyakan persentase konten trending yang berasal dari kreator lokal dan kemungkinan penerapan kuota konten lokal seperti di Kanada. Untuk TikTok, Desy meminta penjelasan terkait kebijakan moderasi konten dan transparansi distribusi algoritma.

    “Mengapa TikTok belum membuka akses kepada pemerintah terkait moderasi konten dan distribusi algoritmanya?” katanya.

    Dia juga menagih komitmen TikTok dalam mempromosikan budaya lokal Indonesia di platformnya. Desy pun menyimpulkan bahwa tantangan utama saat ini terletak pada ketidakseimbangan regulasi akibat pergeseran dari teknologi analog ke digital. 

    Menurutnya, regulasi saat ini belum mampu mengimbangi perkembangan teknologi, meskipun fungsi komunikasi dan distribusi informasi antara platform  digital dan lembaga penyiaran konvensional sejatinya serupa.

    “Ketidakseimbangan regulasi karena pergeseran teknologi dari analog lalu sekarang digital. Ini tentu membuat regulasi yang ada itu memang belum bisa catch up dengan teknologi yang baru,” tuturnya.

    Saat ini, DPR tengah melalukan pembahasan Revisi UU Penyiaran untuk menyesuaikan regulasi penyiaran dengan perkembangan zaman, termasuk tantangan dari media baru dan platform digital. 

    Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengatakan revisi UU Penyiaran sudah dimulai sejak 2012. Namun sampai dengan hari ini belum juga kunjung selesai. Pihaknya pun menargetkan supaya revisi tersebut rampung pada periode tahun ini. 

    “Kami memang menargetkan diperiode ini akan segera rampung,” katanya. 

    Namun demikian, Dave mengatakan pihaknya belum membuat rangkaian jadwal yang ditetapkan untuk proses penyusunan, pembahasan, hingga pengesahan revisi undang-undang tersebut. Dave menjelaskan draf RUU Penyiaran belum dibagikan ke publik karena masih mengalami sejumlah perubahan. 

    Dia menyebut, draf tersebut telah berubah tiga kali, salah satunya karena adanya aturan induk yang tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Beberapa ketentuan yang sebelumnya dimuat dalam RUU Penyiaran, seperti soal multiflexing, akhirnya diatur dalam UU Cipta Kerja.

    “Masih ada substansi yang juga tak kalah pentingnya yang kita putuskan di RUU Penyiaran ini,” katanya. 

  • Menkes Sebut Kebijakan Buka RS Asing di RI Bukan Ancaman Serius

    Menkes Sebut Kebijakan Buka RS Asing di RI Bukan Ancaman Serius

    Menkes Sebut Kebijakan Buka RS Asing di RI Bukan Ancaman Serius
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menilai, rencana Presiden
    Prabowo Subianto
    yang membuka peluang bagi rumah sakit asing untuk membuka cabang di Indonesia bukanlah ancaman bagi layanan
    kesehatan nasional
    .
    Budi meyakini bahwa fasilitas kesehatan dalam negeri nantinya tetap mampu bersaing.
    “(
    RS asing
    yang buka cabang di RI) bukan (ancaman). Saya yakin dia bisa (bersaing),” kata Budi, usai meresmikan The First Da Vinci Xi in Indonesia di RS Siloam, Hotel Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (16/7/2025).
    Budi juga mengatakan bahwa rencana itu bukanlah hal yang baru karena sudah ada dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
    “Itu juga kan sudah ada di Undang-Undang Cipta Kerja sebenarnya, jadi yang diomongin sama Beliau sih bukan hal yang baru,” ujar Budi.
    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengatakan rumah sakit dan klinik dari luar negeri boleh membuka cabang di Indonesia.
    Dilansir ANTARA, Senin (14/7/2025), hal ini disampaikan Prabowo saat bertemu dengan Presiden Dewan Eropa, António Costa, di Brussels, Belgia, pada Minggu (13/7) waktu setempat.
    “Dalam dua tahun terakhir, kami telah membuka partisipasi asing di banyak sektor, dan saat ini kami membuka sektor kesehatan,” ujar Prabowo, kepada Presiden Costa saat keduanya bertemu di Kantor Dewan Eropa, Gedung Berlaymont, Brussels.
    “RS asing mana pun, atau institusi kesehatan di luar negeri, dapat membuka cabang mereka, atau institusi yang terkait dengan mereka di Indonesia. Kami telah memperbolehkan RS asing buka di Indonesia,” lanjut dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • TikTok Tolak Aturan Platform Digital Disamakan dengan TV Konvensional

    TikTok Tolak Aturan Platform Digital Disamakan dengan TV Konvensional

    Bisnis.com, JAKARTA— TikTok Indonesia menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran seharusnya tidak menyamakan pengaturan platform user-generated content (UGC) seperti TikTok dengan lembaga penyiaran konvensional. 

    Pasalnya, keduanya memiliki karakteristik dan model bisnis yang sangat berbeda. Head of Public Policy TikTok Indonesia, Hilmi Adrianto, mengatakan perbedaan antara platform digital dan lembaga penyiaran tradisional sangat signifikan, terutama dalam aspek produksi konten.

    “Kami melihat perbedaannya sangat signifikan dengan lembaga penyiaran tradisional, terutama dari sisi pembuatan isi konten. Platform UGC [user-generated content] seperti TikTok memuat konten yang dibuat oleh pengguna individu, lembaga penyiaran tradisional, maupun layanan OTT yang diunggah melalui platform,” kata Hilmi dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyiaran bersama perwakilan dari platform digital seperti Google, YouTube, Meta, dan TikTok di Komisi I  DPR RI, Jakarta, Selasa (15/7/2025). 

    Hilmi mengatakan dari sisi model bisnis, UGC didorong partisipasi aktif penggguna, di mana lembaga penyiaran tradisional berfokus pada konsumsi pasif dengan akses terbatas pada produsen konten profesional dan pemegang lisensi. 

    Lebih lanjut dari sisi volume konten dan pengawas, lanjut Hilmi, UGC berapapun konten dapat diunggah setiap waktu dan konten yang melanggar akan dideteksi dan dihapus oleh proses moderasi teknologi dan manusia. 

    Sementara penyiaran tradisional memiliki jumlah konten terbatas, terjadwal dan terkurasi sehingga moderasi dilakukan secara kuratif karena semua materi bisa ditinjau, diedit dan disetujui lebih dulu sebelum disiarkan ke publik.  Oleh sebab itu, Hilmi mengatakan pihaknya merekomendasikan agar aturan platform UGC tidak disamakan dengan televisi konvensional dalam hal pengawasan dan regulasi. 

    Terlebih platform UGC seperti TikTok sudah diatur di bawah kerangka moderasi konten di bawah Komdigi dan tidak dengan regulasi yang sama dengan penyiaran tradisional. 

    “Kami merekomendasikan agar platform UGC tidak diatur di bawah aturan yang sama dengan penyiaran konvensional guna menghindari ketidakpastian hukum. Kami menyarankan agar platform UGC tetap berada di bawah moderasi Komdigi,” kata Hilmi.

    Logo TikTok

    Dia juga menolak pendekatan regulasi yang seragam (one-size-fits-all) untuk media konvensional dan platform digital karena perbedaan mendasar dalam tata kelola konten.

    “Kami juga tidak merekomendasikan pendekatan regulasi one-size-fits-all bagi penyelenggara penyiaran konvensional dan layanan OTT, karena keduanya memiliki model bisnis dan tata kelola konten yang berbeda secara fundamental,” ungkapnya.

    Revisi UU Penyiaran

    Sementara itu, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) sebelumnya menyampaikan dukungan terhadap revisi UU Penyiaran. 

    Ketua Komite Tetap Penelitian dan Kebijakan Komunikasi dan Digital Kadin Indonesia, Chris Taufik, mengatakan bahwa pembaruan regulasi harus responsif terhadap perkembangan media digital.

    “Artinya memang bisa applicable untuk media konvensional dan media-media digital yang baru berkembang di era belakangan ini,” ujar Chris dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyiaran dengan Komisi I DPR, Senin (14/7/2025).

    Chris juga menyoroti perlunya redefinisi istilah “penyiaran” dan keadilan regulasi antara media konvensional dan digital. Menurutnya, media konvensional dibebani berbagai aturan seperti sensor dan pengawasan isi siaran, sementara platform digital cenderung bebas dari pengawasan namun menguasai pangsa pasar iklan.

    Selain itu, dia menekankan pentingnya sinkronisasi RUU Penyiaran dengan regulasi lain seperti UU ITE dan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP), serta membuka opsi pembentukan UU baru khusus untuk penyiaran digital guna mengatasi berbagai tantangan yang muncul.

    Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengatakan revisi UU Penyiaran sudah dimulai sejak 2012. 

    Namun sampai dengan hari ini belum juga kunjung selesai. Pihaknya pun menargetkan supaya revisi tersebut rampung pada periode tahun ini. 

    “Kami memang menargetkan diperiode ini akan segera rampung,” katanya. 

    Namun demikian, Dave mengatakan pihaknya belum membuat rangkaian jadwal yang ditetapkan untuk proses penyusunan, pembahasan, hingga pengesahan revisi undang-undang tersebut.

    Dave menjelaskan draf RUU Penyiaran belum dibagikan ke publik karena masih mengalami sejumlah perubahan. Dia menyebut, draf tersebut telah berubah tiga kali, salah satunya karena adanya aturan induk yang tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja. 

    Beberapa ketentuan yang sebelumnya dimuat dalam RUU Penyiaran, seperti soal multiflexing, akhirnya diatur dalam UU Cipta Kerja.

    “Masih ada substansi yang juga tak kalah pentingnya yang kita putuskan di RUU Penyiaran ini,” katanya.

  • DPR Bakal Atur Konten Digital di Seluruh Platform

    DPR Bakal Atur Konten Digital di Seluruh Platform

    Bisnis.com, JAKARTA— Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta agar konten yang terdapat di platform digital diatur sebagaimana yang terjadi pada siaran terestrial.

    Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Penyiaran dengan Kamar Dagang dan Industri (KADIN), Sahabat Peradaban Bangsa, dan Asosiasi Konten Kreator Seluruh Indonesia (AKKSI), Anggota Komisi I DPR RI Nico Siahaan mengungkapkan perlunya membuat aturan terhadap konten digital. 

    “Kalau konten terestrial sudah jelas ada aturan, tapi konten digital belum. Bagaimana pengaturannya? Ini tetap harus kita atur. Kita atur,“ kata Nico ditemui usai RDPU di kompleks parlemen Jakarta  Senin (14/7/2025). 

    Nico menekankan pentingnya percepatan revisi UU Penyiaran agar semua pihak memiliki kesadaran yang sama bahwa konten perlu diatur secara jelas dan tegas.

    Dia juga menekankan definisi “siaran” tidak bisa begitu saja diubah. Apabila seseorang membantu dalam proses penyebarluasan konten, maka bisa tetap dikenai ketentuan dalam undang-undang tersebut, meskipun mengklaim bukan sebagai pihak yang menyiarkan.

    Menurutnya, kemungkinan besar bagian “ketentuan umum” akan banyak mengalami perubahan. Terkait opsi pemisahan antara penyiaran konvensional dan media digital dalam bentuk UU yang berbeda, hal itu memungkinkan. 

    Namun, jika ingin dipisahkan, maka perlu disusun sebagai undang-undang baru yang terpisah.

    “Kalau memisahkan ya bisa saja. Artinya kita bisa pisahkan dengan judul yang lain. UU yang lain nanti kita bikin,” katanya. 

    Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno Laksono mengatakan revisi UU Penyiaran sudah dimulai sejak 2012. 

    Namun sampai dengan hari ini belum juga kunjung selesai. Pihaknya pun menargetkan supaya revisi tersebut rampung pada periode 2024–2029. 

    “Kami memang menargetkan di periode ini akan segera rampung,” katanya. 

    Namun demikian, Dave mengatakan pihaknya belum membuat rangkaian jadwal yang ditetapkan untuk proses penyusunan, pembahasan, hingga pengesahan revisi undang-undang tersebut.

    Dave menjelaskan draf RUU Penyiaran belum dibagikan ke publik karena masih mengalami sejumlah perubahan. Dia menyebut, draf tersebut telah berubah tiga kali, salah satunya karena adanya aturan induk yang tertuang dalam Undang-Undang Cipta Kerja. 

    Beberapa ketentuan yang sebelumnya dimuat dalam RUU Penyiaran, seperti soal multiflexing, akhirnya diatur dalam UU Cipta Kerja.

    “Masih ada substansi yang juga tak kalah pentingnya yang kita putuskan di RUU Penyiaran ini,” katanya. 

  • Komisi I DPR gelar RDPU dengan sejumlah pihak bahas RUU Penyiaran

    Komisi I DPR gelar RDPU dengan sejumlah pihak bahas RUU Penyiaran

    Jakarta (ANTARA) – Komisi I DPR RI melalui Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (RUU Penyiaran) menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan sejumlah pihak, yaitu Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Sahabat Peradaban Bangsa (SPB), dan Asosiasi Konten Kreator Seluruh Indonesia (AKKSI).

    “Jadi ini dari surat yang kami terima dari Kadin, temanya itu persamaan perlakuan industri penyiaran dengan penyelenggara platform penyiaran. Dari SPB, temanya konten penyiaran positif oleh penyelenggara penyiaran multiplatform Indonesia, dan dari AKKSI mengenai etika penyelenggaraan penyiaran multiplatform di Indonesia,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono saat memimpin jalannya rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

    Dia menyebut sejauh ini RUU Penyiaran yang mulai bergulir sejak tahun 2012 telah mengalami perubahan ketiga sebab terus dilakukan penyesuaian terhadap sejumlah perkembangan yang terjadi, termasuk regulasi hukum menyangkut penyiaran yang masuk dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

    “Kenapa RUU-nya belum selesai-selesai tapi sudah berubah tiga kali? Karena ada aturan induknya, terakhir dengan RUU Ciptaker. Ada sejumlah hal yang berkaitan dengan multiplexing yang tadinya diatur di dalam RUU ini akan tetapi dikeluarkan, diatur di dalam Undang-Undang Ciptaker. Nah, namun masih ada substansi yang juga tak kalah pentingnya yang perlu kita putuskan di RUU penyiaran ini,” ujarnya.

    Meski belum memberi target secara detail, dia pun berharap RUU Penyiaran dapat segera rampung oleh DPR RI periode 2024-2029.

    “Kami memang menargetkan di periode ini bisa segera rampung. Timeline-nya memang kami belum tetapkan,” ujarnya.

    Sebelumnya, Komisi I DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI, LPP RRI, hingga Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA, dalam rangka panitia kerja (panja) membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyiaran di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/3).

    Adapun RUU tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menjadi RUU yang masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas yang diusulkan oleh Komisi I DPR RI.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • RI Akan Jadi Pusat Komputasi Mutakhir AI dan Teknologi Kuantum di Asia

    RI Akan Jadi Pusat Komputasi Mutakhir AI dan Teknologi Kuantum di Asia

    Jakarta – Indonesia akan menjadi pusat komputasi mutakhir berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dan teknologi kuantum di Asia melalui investasi Quantum AI Data Center pertama di Asia.

    Proyek tahap awal yang difasilitasi Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini akan menyerap investasi sebesar US$ 400 juta atau setara dengan Rp 6 triliun.

    “Hal ini sejalan dengan direktif Presiden Prabowo yang menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen menuju Indonesia Emas 2045. Ekonomi digital, khususnya pusat data, adalah pilar utama untuk mencapainya,” ujar Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, Todotua Pasaribu, dalam keterangan tertulis, Senin (14/7/2025).

    “Indonesia memiliki potensi luar biasa di sektor ini, dan kami siap menjadi mitra utama dalam membangun masa depan digital Asia,” sambungnya.

    Rencana investasi tersebut terungkap dalam penandatanganan kerjasama strategis antara Worldvuer iByond Limited, perusahaan teknologi berbasis Silicon Valley, dengan Tunas Prima Industrial Estate yang dilakukan di Jakarta (9/7).

    Penandatanganan kerja sama disaksikan langsung oleh Todotua, serta dihadiri oleh Chairman of Advisory Board for Asia Worldvuer iByond Limited Her Highness Princess Anne Shek.

    Data center ini akan dibangun di kawasan Tunas Prima, sebuah kawasan industri hijau berlokasi di Batam, Kepulauan Riau, yang telah menerapkan infrastruktur berbasis energi terbarukan seperti solar panel dan fasilitas pengolahan air mandiri. Kawasan ini sebelumnya juga telah menarik investasi dari produsen global seperti Apple iPhone dan AirTags.

    Worldvuer iByond Limited merupakan pengembang Vovea iByond Operating System, sebuah sistem yang menggabungkan berbagai jenis teknologi komputasi canggih-termasuk komputasi kuantum, kecerdasan buatan, dan big data analytics-untuk menghasilkan kecepatan dan kapasitas pemrosesan yang jauh melampaui pusat data konvensional. Indonesia akan menjadi basis pertama teknologi ini di Asia, setelah sebelumnya dikembangkan di Silicon Valley dan Timur Tengah.

    Selain membangun pusat data, Worldvuer iByond Limited juga menjajaki potensi kerja sama di sektor energi melalui pendekatan serupa dengan kolaborasi mereka bersama Aramco di Arab Saudi, serta eksplorasi teknologi telekomunikasi dengan Telkom Group dan Kementerian Komunikasi dan Digital.

    “Melalui Undang-Undang Cipta Kerja dan sistem OSS, kami telah menyederhanakan regulasi. Kami juga menyediakan berbagai insentif fiskal seperti tax holiday, super tax deduction untuk riset dan pengembangan SDM, serta pembebasan bea masuk untuk peralatan,” kata Totodua.

    “Ini bentuk komitmen kami untuk mendukung investasi berkualitas seperti proyek ini,” sambungnya.

    Sebagai langkah lanjutan, Worldvuer iByond Limited akan menyampaikan proposal resmi insentif dan dokumen pendukung kepada Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, serta membuka pintu kolaborasi lebih luas dengan sektor pendidikan dan pertambangan-terutama dalam pengembangan rantai pasok microchip berbasis emas.

    (prf/ega)

  • Kemenhut: Penertiban tambang ilegal untuk selamatkan lingkungan

    Kemenhut: Penertiban tambang ilegal untuk selamatkan lingkungan

    Kabupaten Bogor, Jabar (ANTARA) – Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Ditjen Gakkumhut) Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengungkapkan operasi gabungan penertiban pertambangan ilegal dalam rangka penyelamatan lingkungan dan hutan.

    Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kemenhut Dwi Januanto Nugroho mengatakan, tindakan pemanfaatan perizinan di bidang kehutanan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan merupakan pelanggaran hukum yang serius dan akan ditindak secara tegas.

    “Langkah tersebut menegaskan komitmen Kementerian Kehutanan dalam mengambil langkah-langkah tegas dalam penyelamatan lingkungan dan hutan Indonesia”, ujar Dwi Januanto di Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar) pada Rabu.

    Satgas Penyelamatan Daerah Aliran Sungai (DAS) Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kementerian Kehutanan melakukan operasi gabungan penertiban pertambangan ilegal tanpa izin pada Hulu DAS Bekasi di Kawasan Hutan Produksi Terbatas Gunung Karang, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat bersama Ditjen Planologi Kehutanan, Puspom TNI, Korwas PPNS, Brimob, dan Dinas PUPR Kabupaten Bogor.

    Dari hasil investigasi, kawasan hutan tersebut diduga dimanfaatkan untuk pertambangan tanpa izin yang sah berupa galian batu kapur (karst). Dalam operasi tersebut Ditjen Gakkumhut mengamankan 9 alat berat eksavator dan 3 dump truck serta 9 saksi pekerja di lapangan.

    Direktur Penindakan Pidana Kehutanan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kemenhut Rudianto Saragih Napitu menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan respons cepat Kementerian Kehutanan terhadap penyalahgunaan penggunaan kawasan hutan untuk mencegah dampak kerusakan hutan yang lebih besar seperti banjir yang terjadi di Jabodetabek di awal tahun 2025.

    Terdapat empat titik tambang ilegal di hulu DAS Bekasi telah menyebabkan kerusakan lingkungan seluas 50 hektare dimana kedalaman galian mencapai 10–20 meter, mengubah kontur gunung hingga hampir rata.

    Gakkum Kehutanan akan mendalami pihak-pihak terkait yang terlibat dalam kegiatan ilegal di dalam kawasan hutan untuk meminta pertanggungjawaban hukum.

    Dalam hal berdasarkan hasil pendalaman terpenuhi unsur perbuatan pidana berupa penggunaan kawasan hutan secara ilegal sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Ayat (2) jo. Pasal 50 Ayat (3) huruf a UU RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Paragraf 4 Pasal 36 angka 19 Pasal 78 ayat (3) jo. angka 17 Pasal 50 ayat (2) huruf a UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU (UU Cipta Kerja).

    “Ancaman hukum terhadap pelanggaran tersebut adalah maksimal pidana penjara 10 tahun dan pidana denda maksimal Rp7,5 Miliar, PPNS Ditjen Gakkum akan menindaklanjuti dengan langkah yustisi,” ujar Rudi.

    Gakkum Kehutanan akan terus melakukan usaha-usaha perlindungan kawasan hutan untuk menjaga kelestarian keanekaragaman hayati dan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat.

    Pewarta: Aji Cakti
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Masih ada jalan untuk disembuhkan

    Masih ada jalan untuk disembuhkan

    Foto: Supriyarto Rudatin/Reporter Elshinta

    Krisis hubungan industrial: Masih ada jalan untuk disembuhkan
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 25 Juni 2025 – 19:13 WIB

    Elshinta.com – Hubungan industrial di Indonesia sedang menghadapi tekanan berat. Dalam tiga bulan terakhir, lebih dari 5.000 kasus perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) tercatat secara nasional. 

    Menurut Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PT Pegadaian Mufri Yandi, perubahan regulasi pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK)  terhadap Undang-Undang Cipta Kerja menambah ketidakpastian di tingkat implementasi. Fenomena ini menandakan bahwa relasi antara pengusaha dan pekerja masih jauh dari kata sehat.

    “PHK massal, kontrak kerja yang ambigu, dan lambannya penyelesaian sengketa ketenagakerjaan menunjukkan bahwa relasi kerja kita belum didasari oleh kepercayaan dan kolaborasi yang kuat,” ujar Mufri dalam pernyataannya, Rabu (25/6), seperti dilaporkan Reporter Elshinta,  Supriyarto Rudatin.

    Mufri menilai, akar persoalan bukan hanya terletak pada aturan hukum semata, tapi juga pada budaya hubungan kerja yang minim dialog. Selain itu, belum terbangunnya budaya komunikasi tripartit yang sehat antara pemerintah, pemberi kerja, dan serikat pekerja menjadi penghambat utama penyelesaian krisis.

    “Hubungan industrial bukan hanya soal hukum ketenagakerjaan. Ini soal relasi antar manusia dalam sebuah ekosistem kerja,” katanya.

    Mufri menyerukan agar ketiga aktor utama dalam hubungan industrial mengambil langkah nyata yakni pemerintah sebagai pencipta ruang dan penengah aktif.

    “Perkuat forum dialog tripartit seperti Dewan Pengupahan dan LKS (lembaga kerja sama) Tripartit,” tuturnya.

    Ia juga mendorong agar reformasi sistem penyelesaian sengketa ketenagakerjaan agar lebih cepat, murah, adil, dan kembangkan sistem peringatan dini untuk mendeteksi potensi PHK massal.

    “Buat standar pelaksanaan pasca putusan MK, termasuk batas kontrak PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dan perlindungan tenaga kerja lokal.

    Di sisi lain, agar pemberi kerja transparan dan bertanggung jawab, ia menegaskan bahwa untuk melibatkan serikat pekerja dalam keputusan strategis, seperti efisiensi atau transformasi digital.

    “Bangun komunikasi dua arah antara manajemen dan pekerja. Fokus pada penyelesaian, bukan semata-mata perlawanan,” terangnya.

    Mufri menekankan bahwa hubungan industrial yang sehat tidak cukup dibangun lewat regulasi semata, tetapi membutuhkan komitmen bersama untuk saling mendengar dan membangun.

    “Jika pemerintah menyediakan ruang dialog yang inklusif, pengusaha membuka ruang transparansi, dan serikat pekerja hadir sebagai mitra strategis, maka kita bisa mewujudkan hubungan kerja yang kompetitif secara ekonomi, adil secara sosial, dan stabil secara politik,” tandasnya.

    Ia mengingatkan agar seluruh pihak duduk bersama sebelum kondisi semakin memburuk.

    “Jangan tunggu hubungan industrial ini runtuh. Mari duduk bersama sebelum semuanya terlambat,” pungkasnya.

    Sumber : Radio Elshinta

  • Sekilas Taman Nasional Tesso Nilo, Habitat Gajah yang Dihabisi Perambah

    Sekilas Taman Nasional Tesso Nilo, Habitat Gajah yang Dihabisi Perambah

    Berdasarkan laporan EoF yang sama, Kawasan Hutan Tesso Nilo merupakan wilayah kelola bagi 19 kelompok hak ulayat. Perlu diketahui, pada saat penetapan kawasan konservasi TNTN, telah ada 6 desa terbangun di lokasi tersebut.

    Keenam desa itu yakni: Desa Air Hitam, Desa Lubuk Batu Tinggal, Desa Simpang Kota Medan, Desa Lubuk Kembang Bunga, Desa Kesuma, dan Desa Segati. Barulah pada 2007, terjadi pemekaran satu desa bernama Desa Bagan Limau.

    Perambahan pasca penetapan TNTN berlanjut pada areal kerja dua izin HPH yaitu PT Siak Raya Timber (SRT) dan PT Hutani Sola Lestari yang tidak aktif dan kemudian dicabut.

    Selain itu, pasca tahun 2004 juga tercatat satu aktivitas perusahaan perkebunan kelapa sawit (PT Inti Indosawit Subur) dan lima perusahaan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di area zona buffer (penyanggah) atau sekitar TNTN yang kemungkinan besar turut berkontribusi pada terjadinya perambahan.

    Selain soal terbuka akses TNTN karena adanya perizinan kehutanan, hal lain yang membuat laju alih fungsi hutan alam menjadi kelapa sawit diakibatkan dua hal.

    Pertama, peran penegak hukum yang tidak tegas menindak praktik ilegal ini. Bahkan masifnya alih fungsi dengan pendirian pemukiman malah diakui secara administratif oleh negara.

    Kedua, rencana pemulihan TNTN dengan program revitalisasi Tesso Nilo dirusak oleh ketentuan UU Cipta Kerja. Ketentuan Pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja.

    Aturan di atas menghapus pertanggungjawaban pidana aktivitas perkebunan di kawasan hutan yang sudah dimulai sebelum November 2020.

    Hal ini memperparah penguasaan kawasan hutan untuk kebun sawit dan memberikan kebebasan pada para pelaku kejahatan kehutanan dalam melanjutkan aktivitas ilegalnya. 

  • Gekanas rampungkan kajian RUU perlindungan kerja 

    Gekanas rampungkan kajian RUU perlindungan kerja 

    Sumber foto: Eko Purnomo/elshinta.com.

    Gekanas rampungkan kajian RUU perlindungan kerja 
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 23 Juni 2025 – 13:58 WIB

    Elshinta.com – Atas dasar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 168/PUU-XXI/ 2023 yang mengamanatkan untuk membentuk Undang-Undang baru tentang ketenagakerjaan. Sebanyak 13 orang tim kajian Gerakan Kesejahteraan Nasional (Gekanas) telah merampungkan kajiannya mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) perlindungan kerja yang selanjutnya akan diberikan ke semua lembaga, termasuk pemerintah dan DPR sebagai pedoman dasar, sebelum nantinya melahirkan Undang-Undang (UU) baru ketenagakerjaan.

    Koordinator Presidium Gekanas, Abdullah dalam keterangan persnya bersama jajaran anggota Gekanas bahwa. RUU yang diberi nama perlindungan kerja oleh tim kajian Gekanas merupakan hasil penelitian yang cukup mendalam dan telah siap untuk dipergunakan oleh pemerintah dan DPR khususnya, sebelum mengeluarkan undang undang baru tentang ketenagakerjaan. Didalam isi kajian yang sudah tersusun, mencakup perbaikan dari seluruh aspek tenaga kerja.

    Menurut Abdulah, dalam RUU yang dibuat oleh tim kajian Gekanas meliputi tentang kepastian kerja yang gol akhirnya yakni, upah layak, kerja layak, dan jaminan sosial yang layak, sehingga harapan besar terhadap DPR dan pemerintah bisa mempelajari usulan kajian yang diberikan tersebut yang sudah dicetak dalam sebuah buku.

    “Kami ingin hasil kajian yang sudah jadi ini, bisa menjadi dasar pemerintah dan DPR, kami akan kawal hingga kajian kami ini bisa masuk di poin poin penting lahirnya undang-undang yang baru soal ketenagakerjaan,” ujar Abdulah seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Eko Purnomo, Senin (23/6). 

    Lebih lanjut Abdullah menambahkan, RUU Perlindungan Kerja hasil dari Gekanas merupakan penyempurnaan dari apa yang sudah ada baik di Undang Undang nomor 13 tahun 2003, maupun Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, sehingga harapan besar terhadap DPR dan pemerintah, yakni mampu melahirkan sebuah Undang-Undang ketenagakerjaan yang baru bisa berpihak terhadap pekerja di Indonesia dan juga tidak mengabaikan dunia usaha dan investasi.

    “Kami ingin lebih baik kedepan, alias pro terhadap pekerja dan pro juga terhadap dunia usaha, namun wajib pula mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan,” tandas Abdullah. 

    Sumber : Radio Elshinta