Topik: Buruh

  • Innova Tabrak Kios hingga Fuso di Bandar Lampung, 1 Tewas dan 6 Luka-Luka

    Innova Tabrak Kios hingga Fuso di Bandar Lampung, 1 Tewas dan 6 Luka-Luka

    Liputan6.com, Lampung – Kecelakaan maut terjadi di Jalan Yos Sudarso, tepatnya depan PT PLDA, Kelurahan Way Lunik, Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung pada Jumat 5 September 2025 sekitar pukul 03.30 WIB.

    Insiden tersebut menewaskan seorang penumpang dan melukai enam orang lainnya. Kasat Lantas Polresta Bandar Lampung Kompol Ridho Rafika mengonfirmasi peristiwa itu.

    “Benar, minibus Innova ini berisikan tujuh penumpang, satu meninggal dunia di RS Abdul Moeloek,” ujar Ridho, Sabtu (6/9/2025).

    Dia menjelaskan, mobil Toyota Innova hitam bernomor polisi BE 1733 GN yang dikemudikan SKG (23), mahasiswa asal Cianjur, melaju dari arah Garuntang menuju Pelabuhan Panjang.

    “Saat melintas di depan PT PLDA, pengemudi diduga tidak konsentrasi sehingga oleng ke kiri dan menabrak kios bensin milik warga,” ucap Ridho.

    Mobil terus melaju hingga akhirnya menghantam bagian belakang truk Fuso Mitsubishi oranye bernopol BE 9447 BH yang tengah melintas.

    Sopir truk sempat melanjutkan perjalanan ke kawasan Pelabuhan Panjang sebelum akhirnya ditemukan petugas.

    Polisi mencatat, pengemudi Innova SKG mengalami luka di wajah dan tangan. Penumpang lainnya, RSR (20) mahasiswa asal Bandung mengalami luka di kepala, AN (20) mahasiswa asal Riau mengalami luka di kepala dan telinga, RF (21) buruh asal Sumedang menderita luka di dahi, dagu, dan bibir bawah.

    Sementara RN, warga Bandar Lampung mengalami sesak di dada, TN (35), wiraswasta asal Bandar Lampung mengalami memar di wajah dan kaki, sedangkan DN, seorang perempuan asal Bandar Lampung, mengalami luka berat di kepala dan meninggal dunia di RSUD Abdul Moeloek.

    “Kerugian materiil akibat kecelakaan ini ditaksir mencapai Rp50 juta, meliputi kerusakan kios bensin dan kendaraan,” terang Ridho.

     

    Insiden kecelakaan terjadi di Tol Wiyoto Wiyono pada Minggu (19/1/2025). Kecelakaan bermula dari mobil Avanza yang memiliki masalah mesin, berhenti di tepi jalan. Sopir dan penumpang yang panik justru meninggalkan mobil saat mesin mobil meraung.

  • KRIS dan Janji Ekuitas Layanan Kesehatan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 September 2025

    KRIS dan Janji Ekuitas Layanan Kesehatan Nasional 6 September 2025

    KRIS dan Janji Ekuitas Layanan Kesehatan
    Profesor di Unika Atmajaya, Full Member Sigma Xi, The Scientific Research Honor Society, Magister Hukum di IBLAM School of Law dan Doktor Hukum di Universitas Pelita Harapan
    TINGKAT
    kepuasan publik terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kini berada pada posisi relatif tinggi.
    Survei terbaru menunjukkan tujuh dari sepuluh peserta menyatakan puas terhadap layanan yang mereka terima.
    Bahkan, hanya segelintir yang belum pernah memanfaatkan fasilitas kesehatan melalui kartu BPJS Kesehatan.
    Angka ini menegaskan bahwa legitimasi sosial program JKN cukup kuat. Bagi masyarakat luas, JKN bukan sekadar program pemerintah, melainkan pelindung konkret, jaring pengaman ketika risiko kesehatan mengancam rumah tangga.
    Kartu ini menjelma simbol solidaritas nasional: buruh, petani, pedagang, hingga pegawai, semua berada dalam satu sistem gotong royong yang sama.
    Namun, di tengah apresiasi itu, publik dihadapkan pada wacana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang memicu diskusi sengit.
    Tujuan KRIS sejatinya mulia: menstandarkan kualitas minimum ruang rawat inap sehingga setiap pasien, tanpa memandang kelas kepesertaan, tidak dirawat di bawah ambang mutu.
     
    Negara ingin memastikan tidak ada lagi warga yang harus berbaring di ruangan sempit tanpa privasi atau tanpa akses oksigen memadai.
    Namun, gagasan ini justru menimbulkan tafsir beragam. Sebagian pejabat menyebut KRIS berarti penghapusan kelas menjadi satu standar tunggal.
    Sebagian lain menegaskan kelas tetap ada, hanya saja setiap kelas wajib memenuhi dua belas kriteria dasar, seperti jarak antarbed, ketersediaan kamar mandi, hingga suhu ruangan yang stabil.
    Ambiguitas inilah yang menimbulkan kebingungan publik. Peserta kelas tiga cenderung mendukung karena berharap mutu meningkat, sementara peserta kelas satu khawatir kehilangan kenyamanan yang selama ini dianggap haknya.
    Masalah mendasar terletak pada makna “standar”. Dalam teori keadilan sosial, standar minimum adalah pagar bawah yang wajib dijaga negara, bukan seragam yang memaksa semua orang sama.
    Standar minimum memastikan keselamatan, privasi, dan martabat dasar, tetapi tidak meniadakan ruang bagi pilihan tambahan.
    Sayangnya, komunikasi publik gagal menjelaskan hal ini dengan gamblang. Alhasil, muncul persepsi bahwa KRIS akan menghapus diferensiasi, bukan memperbaiki mutu.
    Padahal, di banyak negara, standardisasi pelayanan dasar justru menjadi kunci keberhasilan sistem jaminan kesehatan.
    Inggris dengan National Health Service (NHS) menetapkan standar minimum perawatan, tetapi tetap memberi ruang pilihan layanan tambahan bagi mereka yang membayar lebih.
    Thailand dengan Universal Coverage Scheme juga menjaga standar dasar, sehingga tidak ada warga miskin yang tertinggal.
    Indonesia seharusnya belajar bahwa standar bukan ancaman, melainkan instrumen pemerataan.
    Kesiapan infrastruktur menjadi tantangan lain. Tidak semua rumah sakit berada pada titik yang sama.
    Rumah sakit rujukan nasional di kota besar mungkin sudah memenuhi hampir seluruh kriteria, tetapi banyak rumah sakit daerah masih tertinggal.
     
    Perpanjangan masa transisi hingga Desember 2025, adalah langkah realistis, tetapi waktu tanpa peta jalan jelas hanya berarti penundaan.
    Penerapan KRIS harus dibagi dalam tahapan yang transparan. Kriteria yang menyangkut keselamatan pasien—seperti akses oksigen, privasi, dan sanitasi—harus dipenuhi lebih dulu, sedangkan kriteria tambahan dapat menyusul.
    Tanpa pembagian prioritas, standardisasi hanya akan menjadi beban yang membingungkan.
    Persoalan biaya tidak kalah penting. Renovasi ruang, penyediaan peralatan, dan pelatihan tenaga memerlukan investasi besar.
    Rumah sakit swasta dan daerah sering kali kesulitan menanggung beban tersebut. Jika tidak ada dukungan pembiayaan proporsional, maka risiko penurunan kapasitas layanan akan muncul.
    Rumah sakit bisa mengurangi jumlah tempat tidur atau memperketat penerimaan pasien. Lebih buruk lagi, muncul praktik defensif: pasien dipulangkan lebih cepat, penanganan ditunda, atau layanan dipersulit.
    Beberapa kasus pasien yang dikembalikan ke rumah meski kondisi klinisnya belum stabil adalah peringatan bahwa garis merah pelayanan harus dijaga. Nyawa tidak boleh tunduk pada prosedur klaim.
    Transformasi digital yang selama ini dipromosikan sebagai solusi birokrasi pun belum menjawab masalah mendasar.
    Antrean daring masih tidak memotong waktu tunggu. Rujukan elektronik kerap gagal menjamin kepastian slot rumah sakit lanjutan.
    Aplikasi digital justru membebani pasien yang tidak terbiasa dengan teknologi atau tinggal di daerah dengan jaringan internet terbatas.
    Digitalisasi seharusnya diukur dari manfaat yang dirasakan pasien: lebih cepat, lebih jelas, lebih mudah.
    Jika aplikasi hanya memindahkan antrean dari loket ke layar tanpa mengurangi kerumitan, maka digitalisasi tidak lebih dari ilusi modernisasi.
    Implikasi dari persoalan ini tidak ringan. Ambiguitas definisi KRIS akan melahirkan ketidakpastian implementasi di lapangan.
    Rumah sakit akan menafsirkan aturan sesuai kapasitas masing-masing, sehingga tercipta ketidakmerataan baru, bukan hilangnya ketidakadilan lama.
    Ketidakjelasan pembiayaan akan menekan rumah sakit hingga mengorbankan akses pasien. Digitalisasi yang tidak efektif akan meningkatkan frustrasi warga, terutama generasi muda yang terbiasa dengan layanan cepat.
    Semua ini bermuara pada satu risiko paling serius: hilangnya kepercayaan publik. Padahal, kepercayaan adalah fondasi jaminan sosial.
    Tanpa kepercayaan, iuran dipandang sebagai beban, bukan gotong royong. Tanpa kepercayaan, klaim dipandang sebagai sengketa, bukan kontrak. Tanpa kepercayaan, pelayanan dipandang sebagai formalitas, bukan penyelamatan.
    Karena itu, ada beberapa langkah yang harus segera ditempuh. Pertama, pemerintah perlu menyampaikan narasi tunggal tentang KRIS, dengan ilustrasi nyata bagaimana ruang rawat akan berubah. Visualisasi sederhana lebih meyakinkan daripada jargon abstrak.
    Kedua, implementasi harus berbasis prioritas. Kriteria yang menyangkut keselamatan harus segera terpenuhi, sementara aspek lain dapat menyusul.
    Ketiga, pembiayaan transisi harus adil. Rumah sakit yang berhasil memenuhi standar layak diberi insentif, sementara yang tertinggal perlu mendapat pendampingan, bukan sanksi yang menutup layanan.
    Keempat, prosedur “zero denial” harus ditegaskan: tidak ada pasien ditolak pada kondisi darurat, tidak ada pasien dipulangkan sebelum stabil.
    Kelima, digitalisasi harus berorientasi hasil: mempercepat waktu, memperjelas rujukan, dan meningkatkan transparansi antrean. Jika aplikasi tidak memenuhi tujuan itu, lebih baik disederhanakan.
    Selain itu, penting untuk melihat KRIS bukan hanya sebagai kebijakan teknis, melainkan sebagai cermin politik kesehatan.
    Sebagai negara dengan penduduk hampir 280 juta jiwa, Indonesia sedang membangun narasi bahwa kesehatannya dijamin oleh solidaritas nasional.
    Bila kebijakan ini gagal dikomunikasikan dan dilaksanakan, yang rusak bukan hanya layanan rumah sakit, melainkan legitimasi negara di mata rakyat.
    Publik menilai negara bukan dari teks undang-undang, melainkan dari pengalaman di meja registrasi, dari sikap perawat di ruang tunggu, dari ketersediaan oksigen di ruang rawat.
    Keadilan sosial tidak diuji di ruang sidang, tetapi di ruang gawat darurat.
    Kita juga perlu belajar dari sejarah. Sejak JKN diluncurkan pada 2014, banyak kritik diarahkan pada defisit keuangan, birokrasi klaim, dan keterlambatan pembayaran rumah sakit.
    Namun, seiring waktu, sistem ini berkembang menjadi instrumen penting pemerataan kesehatan.
    Tantangan kini bukan sekadar menjaga kelangsungan finansial, melainkan memperkuat kualitas.
    KRIS adalah kesempatan untuk mengubah wajah JKN dari sekadar jaminan biaya menjadi jaminan mutu. Namun, kesempatan ini bisa berubah menjadi bumerang jika salah ditangani.
    Pada akhirnya, KRIS bukan sekadar soal kelas rawat inap, melainkan soal martabat. Standar minimum yang ditegakkan dengan konsisten adalah janji negara bahwa tidak ada warga yang dirawat di bawah garis kemanusiaan.
    Standar yang baik tidak menurunkan yang sudah baik, tetapi mengangkat yang tertinggal. Ia bukan seragam yang menghapus perbedaan, melainkan fondasi yang memastikan semua orang diperlakukan layak.
    Bila dijalankan dengan arah yang jelas, pembiayaan adil, komunikasi jujur, dan etika pelayanan yang memprioritaskan keselamatan, KRIS akan dikenang sebagai tonggak pemerataan, bukan ancaman kenyamanan.
    Standar, pada akhirnya, adalah janji. Janji bahwa di ruang rawat yang terang, dengan partisi yang menjaga privasi, oksigen yang selalu tersedia, panggilan perawat yang segera dijawab, dan kamar mandi yang memadai, negara hadir bukan sekadar sebagai pengawas, tetapi sebagai penopang.
    Dan ketika pasien pulang dengan tubuh yang pulih dan hati yang lega, kebijakan itu menemukan arti sejatinya: bukan di lembar peraturan, tetapi di kehidupan yang kembali utuh.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polisi Gagalkan Penyelundupan 11,8 Kg Sabu di Bakauheni, Dua Kurir Asal Aceh Ditangkap

    Polisi Gagalkan Penyelundupan 11,8 Kg Sabu di Bakauheni, Dua Kurir Asal Aceh Ditangkap

    JAKARTA – Upaya penyelundupan narkotika kembali digagalkan di jalur perlintasan Sumatra–Jawa. Dua pria asal Aceh yang berperan sebagai kurir ditangkap saat membawa belasan kilogram sabu di kawasan Bakauheni, Lampung Selatan. Aksi itu terbongkar berkat laporan awak bus yang curiga dengan gerak-gerik mereka.

    Satuan Reserse Narkoba Polres Lampung Selatan kemudian bergerak cepat dan berhasil mengamankan barang bukti sabu seberat 11,8 kilogram.

    “Dari hasil pemeriksaan, benar bahwa kedua tersangka membawa 11 paket sabu dengan total berat bruto 11.827 gram yang disimpan di dalam tas ransel. Mereka mengaku diperintah untuk mengantarkan barang haram ini ke Jakarta,” ujar Kasat Narkoba Polres Lampung Selatan, AKP Widodo Prasojo, di Kalianda, seperti dikutip ANTARA.

    Penangkapan terjadi saat bus Medan–Jakarta yang ditumpangi pelaku berhenti di sebuah rumah makan di Desa Kelawi, Kecamatan Bakauheni. Polisi kemudian mengamankan dua pria, yakni Edi Murtaza (31), buruh asal Desa Cot Lagasawa, Kecamatan Kuala, Kabupaten Bireuen, dan Hendri Azwar (30), seorang petani dari desa yang sama. Dari tas ransel coklat milik keduanya ditemukan 11 bungkus sabu dengan total berat 11.827 gram.

    Hasil pemeriksaan menunjukkan, keduanya hanyalah kurir yang diperintah membawa narkotika dari Aceh menuju Jakarta. Barang bukti yang disita diperkirakan bernilai Rp11,8 miliar dan disebut mampu menyelamatkan sekitar 59 ribu jiwa dari ancaman penyalahgunaan narkoba.

    Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 112 ayat (2), Pasal 114 ayat (2), juncto Pasal 132 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.

    “Kami akan terus memperketat pengawasan, terutama di jalur penyeberangan Pelabuhan Bakauheni yang kerap dijadikan pintu masuk jaringan narkotika lintas provinsi,” tegas Widodo.

  • Jika 17+8 Tuntutan Rakyat Tidak Dipenuhi, Apa yang Terjadi?
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        6 September 2025

    Jika 17+8 Tuntutan Rakyat Tidak Dipenuhi, Apa yang Terjadi? Megapolitan 6 September 2025

    Jika 17+8 Tuntutan Rakyat Tidak Dipenuhi, Apa yang Terjadi?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Deadline
    penyelesaian daftar desakan masyarakat yang terangkum dalam 17+8 Tuntutan Rakyat sudah melewati batas waktu, yakni Jumat (5/9/2025).
    Ketua BEM Kema Universitas Padjajaran Vincent Thomas menegaskan, masyarakat akan terus bergerak apabila 17+8 Tuntutan Rakyat tidak dipenuhi pemerintah.
    Unpad yang merupakan bagian dari Kolektif 17+8 Indonesia Berbenah akan segera mengkaji langkah lanjutan.
    “Yang jelas, langkah berikutnya, kami akan memastikan akan ada eskalasi tuntutan,” kata Vincent kepada wartawan, Jumat.
    Namun, dia menyebut eskalasi utamanya bukanlah dalam konteks unjuk rasa, melainkan eskalasi tuntutan.
    “Selain dari tuntutan yang sekarang itu, masih banyak lagi masalah lainnya,” kata dia.
    Menurut dia, seluruh elemen masyarakat sipil membutuhkan waktu untuk melakukan konsolidasi kembali.
    Meski begitu, Vincent menyebut masyarakat telah mendapat kemenangan kecil dari gelombang aksi yang terjadi.
    “Kita lihat kan gerakan ini juga bisa berdampak. Kemarin Puan akhirnya mencabut tunjangan rumah DPR, anggota DPR tidak ada kunjungan kerja luar negeri,” kata dia.
    Menurut dia, hal-hal itu dapat menjadi bensin bagi semangat pergerakan rakyat ke depan untuk menagih tuntutan-tuntutan lain yang belum dipenuhi pemerintah.
    Senada, Tiyo Ardianto, Ketua BEM KM UGM juga memastikan bahwa masyarakat dan mahasiswa di daerah luar Jakarta siap untuk menggelar aksi berskala nasional.
    “Kami di daerah itu tidak tinggal diam. Kalau memang dibutuhkan, masih belum ada tanggapan serius atas tuntutan dari pemerintah, itu bisa terjadi (eskalasi skala nasional),” kata Tiyo.
    Pihak-pihak yang dituju dalam 17+8 Tuntutan Rakyat meliputi Presiden Prabowo Subianto, DPR, partai politik, Polri, TNI, dan kementerian sektor ekonomi.
    Lantas, bagaimana progresnya memenuhi tuntutan tersebut?
    Bijak Memantau yang merupakan platform independen pemantau pemerintah juga menyajikan kanal untuk memantau progres pemenuhan 17+8 Tuntutan Rakyat.
    Berdasarkan pantauan
    Kompas.com
    hingga Sabtu (6/9/2025) pukul 06.40 WIB, situs Bijak Memantau menyatakan 10 tuntutan berstatus “Baru mulai”, 4 tuntutan “Malah mundur”, 8 tuntutan “Belum digubris”, dan 3 tuntutan “Udah dipenuhi”. Anda dapat memantaunya di tautan berikut:
    https://bijakmemantau.id/tuntutan-178
    Presiden Prabowo Subianto belum secara langsung menanggapi 17+8 Tuntutan Rakyat, tetapi sejumlah pejabatnya sudah merespons.
    Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan memastikan aspirasi tersebut akan ditangani dengan bijaksana, terbuka, dan sesuai hukum.
    “Seperti yang telah disampaikan Bapak Presiden, suara rakyat adalah bagian dari demokrasi yang harus kita dengarkan dengan hati yang jernih dan penuh rasa hormat,” kata Budi Gunawan dalam keterangannya, Kamis (4/9/2025).
    Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, Wiranto, mengatakan Prabowo mendengar semua tuntutan para demonstran meski tidak semua dari 17+8 itu akan dipenuhi dalam waktu sekejap mata.
    “Tentunya tidak serentak ya semua dipenuhi, kalau semua permintaan dipenuhi kan juga repot ya,” kata Wiranto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
    “Tentu kita serahkan saja kepada Presiden yang saya tahu beliau sangat memperhatikan, sangat mendengarkan dan responsif ya terhadap apa yang diharapkan rakyat,” imbuh dia.
    Sementara itu, DPR merespons 17+8 Tuntutan Rakyat secara khusus lewat konferensi pers di Gedung DPR pada Jumat malam.
    Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad membacakan enam poin keputusan hasil rapat konsultasi DPR pada sehari sebelumnya. Berikut adalah enam poin itu:
    1. DPR RI menyepakati menghentikan pemberian tunjangan perumahan anggota DPR RI terhitung sejak tanggal 31 Agustus 2025.
    2. DPR RI melakukan moratorium kunjungan kerja ke luar negeri DPR RI terhitung sejak tanggal 1 September 2025, kecuali menghadiri undangan kenegaraan.
    3. DPR RI akan memangkas tunjangan dan fasilitas anggota DPR, setelah evaluasi meliputi biaya langganan; a. daya listrik dan b. jasa telpon, kemudian biaya komunikasi intensif dan biaya tunjangan transportasi.
    4. Anggota DPR RI yang telah dinonaktifkan oleh partai politiknya tidak dibayarkan hak-hak keuangannya.
    5. Pimpinan DPR menindaklanjuti penonaktifan beberapa anggota DPR RI yang telah dilakukan oleh partai politik melalui mahkamah partai politik masing-masing dengan meminta Mahkamah Kehormatan DPR RI untuk berkoordinasi dengan mahkamah partai politik masing-masing yang telah memulai pemeriksaan terhadap anggota DPR RI dimaksud.
    6. DPR RI akan memperkuat transparansi dan partisipasi publik yang bermakna dalam proses legislasi dan kebijakan lainnya.
    Beberapa partai politik juga telah menerima dan menyikapi 17+8 Tuntutan Rakyat.
    Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, mengatakan partainya akan mempelajarinya.
    “Secara saksama dan akan melakukan respons proaktif yang terukur,” kata Bahlil di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis.
    Golkar juga telah menonaktifkan Wakil Ketua DPR dari fraksinya yakni Adies Kadir yang menyampaikan hal kontroversial.
    Ketua Fraksi PAN DPR, Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan partainya menghentikan gaji dan tunjangan untuk dua kadernya yang dinonaktifkan dari DPR yakni Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach.
    PAN juga menonaktifkan anggotanya dari DPR yakni Eko Patrio dan Uya Kuya. Ketua Fraksi PAN Putri Zulkifli Hasan menjelaskan bahwa gaji, tunjangan, dan fasilitas untuk Eko dan Uya dihentikan.
    “Ini merupakan bentuk tanggung jawab Fraksi PAN dalam menjaga akuntabilitas dan kepercayaan publik,” ujar Putri Zulkifli Hasan dalam siaran pers, Rabu (3/9/2025).
    PAN juga membuka kanal laporan masyarakat untuk mengawasi kinerja anggota DPR-nya via akun Instagram @lapor.pan dan call center 081298123333.
    Sementara itu, Polri dituntut untuk membebaskan seluruh demonstran, menghentikan kekerasan, dan menangkap anggota dan komandan yang melakukan kekerasan.
    Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, Polri tidak anti kritik atas masukan masyarakat.
    “Namun, konteks untuk hal ini kami menyerahkan dalam tuntutan tersebut dan pada prinsipnya Kapolri juga menyampaikan tidak antikritik,” kata Trunoyudo.
    Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Brigjen (Marinir) Freddy Adrianzah juga menanggapi 17+8 Tuntutan Rakyat yang meminta tentara kembali ke barak dan menarik diri dari urusan pengamanan sipil.
    “TNI sangat mengapresiasi beberapa tuntutan maupun masukan 17+8 yang tiga untuk TNI,” kata Freddy dalam konferensi pers, Jumat (5/9/2025).
    Freddy mengatakan, tuntutan yang diminta dalam waktu tertentu itu akan dihormati TNI sebagai institusi pertahanan negara.
    Di sisi lain, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menanggapi sejumlah poin dalam 17+8 Tuntutan Rakyat yang berkaitan dengan isu ketenagakerjaan.
    Salah satunya adalah poin 16 yang tuntutannya meminta pemerintah mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
    Pemerintah Indonesia, kata Airlangga, akan terus mengeluarkan kebijakan yang bertujuan untuk membuka lapangan pekerjaan.
    “Tadi kami sampaikan kalau deregulasi dilanjutkan di beberapa industri di Jawa, itu akan bisa meningkatkan 100.000 lebih tenaga kerja ini sedang kita siapkan,” ucap Airlangga.
    Belakangan, media sosial diramaikan oleh template unggahan berjudul 17+8 Tuntutan Rakyat, menyusul masifnya gelombang aksi massa selama beberapa hari.
    Hari ini, Jumat (5/9/2025), merupakan hari terakhir dari tenggat waktu yang diberikan masyarakat kepada pemerintah untuk memenuhi 17+8 tuntutan tersebut.
    Tuntutan itu dihimpun oleh Kolektif 17+8 Indonesia Berbenah atas tuntutan-tuntutan yang telah disampaikan oleh kelompok buruh, mahasiswa, hingga masyarakat sipil di media sosial.
    Berikut rincian tuntutan yang disusun berjudul “17+8 Tuntutan Rakyat:
    1. Bentuk Tim Investigasi Independen kasus Affan Kurniawan, Umar Amarudin, maupun semua korban kekerasan dan pelanggaran HAM oleh aparat lainnya selama demonstrasi 28-30 Agustus dengan mandat jelas dan transparan.
    2. Hentikan keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil, kembalikan TNI ke barak.
    3. Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan dan pastikan tidak ada kriminalisasi demonstran.
    4. Tangkap, adili, dan proses hukum secara transparan para anggota dan komandan yang memerintahkan dan melakukan tindakan kekerasan.
    5. Hentikan kekerasan oleh kepolisian dan taati SOP pengendalian massa yang sudah tersedia.
    6. Bekukan kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru.
    7. Publikasikan transparansi anggaran (gaji, tunjangan, rumah, fasilitas DPR) secara proaktif dan dilaporkan secara berkala.
    8. Selidiki kepemilikan harta anggota DPR yang bermasalah oleh KPK.
    9. Dorong Badan Kehormatan DPR untuk periksa anggota yang melecehkan aspirasi rakyat.
    10. Partai harus pecat atau jatuhkan sanksi tegas kepada kader partai yang tidak etis dan memicu kemarahan publik.
    11. Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat di tengah krisis.
    12. Anggota DPR harus melibatkan diri di ruang dialog publik bersama mahasiswa dan masyarakat sipil guna meningkatkan partisipasi bermakna.
    13. Tegakkan disiplin internal agar anggota TNI tidak mengambil alih fungsi Polri.
    14. Komitmen publik TNI untuk tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi.
    15. Pastikan upah layak untuk seluruh angkatan kerja (guru, nakes, buruh, mitra ojol).
    16. Ambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal dan lindungi buruh kontrak.
    17. Buka dialog dengan serikat buruh untuk solusi upah minimum dan outsourcing.
    1. Bersihkan dan Reformasi DPR Besar-Besaran.
    2. Reformasi Partai Politik dan Kuatkan Pengawasan Eksekutif
    3. Susun Rencana Reformasi Perpajakan yang Lebih Adil
    4. Sahkan dan Tegakkan UU Perampasan Aset Koruptor, Penguatan Independensi KPK, dan Penguatan UU Tipikor
    5. Reformasi Kepolisian agar Profesional dan Humanis
    6. TNI Kembali ke Barak, Tanpa Pengecualian
    7. Perkuat Komnas HAM dan Lembaga Pengawas Independen
    8. Tinjau Ulang Kebijakan Sektor Ekonomi & Ketenagakerjaan
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jawab Tuntutan 17+8, Menko Polkam Jamin Pemerintah Tampung Aspirasi Perbaikan dari Rakyat – Page 3

    Jawab Tuntutan 17+8, Menko Polkam Jamin Pemerintah Tampung Aspirasi Perbaikan dari Rakyat – Page 3

    Berikut daftar lengkap 17 tuntutan jangka pendek:

    1. Penarikan TNI dari Pengamanan Sipil

    TNI diminta kembali ke barak dan tidak terlibat dalam pengamanan sipil, serta memastikan tidak ada kriminalisasi terhadap demonstran.

    2. Tim Investigasi Independen

    Membentuk tim independen untuk mengusut kasus kematian Affan Kurniawan, Umar Amarudin, serta korban kekerasan aparat lainnya selama demo 28 s.d 30 Agustus 2025 secara transparan.

    3. Bekukan Kenaikan Gaji dan Tunjangan DPR

    Batalkan fasilitas baru, termasuk pensiun seumur hidup anggota DPR.

    4. Publikasi Transparansi Anggaran DPR

    Wajib mempublikasikan rincian gaji, tunjangan, rumah, dan fasilitas DPR.

    5. Pemeriksaan Anggota DPR Bermasalah

    Dorong Badan Kehormatan DPR dan KPK untuk menyelidiki anggota DPR yang bermasalah.

    6. Sanksi Tegas untuk Anggota DPR Tidak Etis

    Pecat atau beri sanksi kepada anggota DPR yang memicu kemarahan publik.

    7. Komitmen Partai Politik

    Partai diminta menyatakan sikap berpihak kepada rakyat di tengah krisis.

    8. Dialog Publik

    Libatkan anggota DPR dalam dialog terbuka bersama mahasiswa dan masyarakat sipil.

    9. Bebaskan Demonstran

    Segera lepaskan seluruh demonstran yang ditahan selama aksi.

    10. Hentikan Kekerasan Polisi

    Polri diminta mematuhi SOP pengendalian massa dan menghentikan tindakan represif.

    11. Proses Hukum Pelaku Kekerasan

    Tangkap dan adili secara transparan anggota atau komandan yang melanggar HAM

    12. Segera kembali ke barak

    Menghentikan keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil

    13. Disiplin Internal TNI

    Pastikan TNI tidak mengambil alih fungsi Polri

    14. Komitmen TNI

    TNI harus berkomitmen tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi

    15. Pastikan upah layak untuk seluruh angkatan kerja (termasuk namun tidak terbatas pada guruh, buruh, nakes dan mitra ojol) di seluruh Indonesia

    16. Ambil langkah darurat cegah PHK massal dan lindungi buruh kontrak

    17. Buka dialog dengan serikat buruh terkait upah minimum dan outsourcing.

     

  • Andovi ajak massa tak pilih caleg DPR 2029 tidak pro tuntutan 17+8

    Andovi ajak massa tak pilih caleg DPR 2029 tidak pro tuntutan 17+8

    Jakarta (ANTARA) – Kreator konten sekaligus pemengaruh (influencer) Andovi da Lopez mendesak massa aliansi masyarakat sipil dan elemen mahasiswa yang berunjuk rasa di DPR/MPR untuk tidak memilih caleg DPR pada Pemilu 2029 yang tidak memenuhi tuntutan rakyat 17+8.

    “2029 enggak usah ‘vote-in’ mereka sama sekali,” kata Andovi di depan ratusan demonstran yang berunjuk rasa di Komplek DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Jumat.

    Andovi mengingatkan massa bahwa hari ini, Jumat, 5 September 2025, adalah tenggat waktu bagi pemerintah untuk memenuhi tuntutan 17+8 yang digaungkan dalam aksi demonstrasi beberapa hari terakhir.

    Tuntutan 17+8 itu terbagi dalam dua bagian. Pertama adalah 17 tuntutan yang diminta untuk dipenuhi dalam jangka pendek, yakni paling lambat 5 September 2025.

    Sedangkan delapan tuntutan lainnya harus dipenuhi setidaknya dalam kurun waktu satu tahun atau paling lambat 31 Agustus 2026.

    Bagi TNI, tuntutan tersebut juga mendesak mereka untuk segera kembali ke barak, menghentikan keterlibatan dalam pengamanan sipil, menegakkan disiplin internal agar anggota TNI tidak mengambilalih fungsi Polri dan memenuhi komitmen untuk tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi.

    Sedangkan tuntutan untuk kementerian di sektor ekonomi mendesak kepastian upah layak untuk seluruh angkatan kerja di seluruh Indonesia, pengambilan langkah darurat untuk mencegah PHK massal dan perlindungan buruh kontrak serta dibukanya dialog dengan serikat buruh untuk solusi upah minimum dan tenaga alih daya (outsourcing).

    Sedangkan delapan tuntutan jangka panjang meliputi pembersihan dan reformasi DPR besar-besaran, reformasi partai politik dan penguatan pengawasan eksekutif, penyusunan rencana reformasi perpajakan yang lebih adil, pengesahan RUU Perampasan Aset Koruptor serta reformasi kepemimpinan dan sistem di Kepolisian agar profesional dan humanis.

    Selanjutnya adalah penarikan TNI ke barak tanpa pengecualian, penguatan Komnas HAM dan pengawas lembaga independen serta peninjauan ulang kebijakan sektor ekonomi dan ketenagakerjaan.

    Pewarta: Katriana
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 4 Pelaku Perusakan di Polres-Polsek di Jaktim Ditangkap

    4 Pelaku Perusakan di Polres-Polsek di Jaktim Ditangkap

    Jakarta

    Polres Metro Jakarta Timur (Jaktim) menangkap empat terduga pelaku perusakan sejumlah kantor polisi di wilayahnya. Aksi anarkis itu terjadi pada saat aksi demo pekan lalu.

    “Polsek Jatinegara dua orang, Polsek Cipayung satu orang, Polres Metro Jaktim satu orang,” kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur AKBP Dicky Fertoffan saat dikonfirmasi di Jakarta, dilansir Antara, Jumat (5/9/2025).

    Dicky menyebut pihaknya masih melakukan pendalaman terhadap peran terduga pelaku. Polisi juga masih memburu kelompok lain yang turut terlibat.

    “Perannya tidak saya sampaikan karena masih kami kejar kelompok-kelompoknya,” ujar Dicky.

    Sebelumnya, ratusan massa menyerang Polres Metro Jakarta Timur (Jaktim) sehingga puluhan kendaraan berupa mobil dan sepeda motor yang terparkir di depan gedung hangus terbakar, Sabtu (30/8) dini hari.

    Tindakan anarkis itu membuat situasi di sekitar Markas Polres Metro Jaktim sempat mencekam. Massa disebut melemparkan molotov berkali-kali ke area dalam Polres Metro Jaktim.

    Selain Polres Metro Jaktim, ada lima Polsek di Jakarta Timur yang juga diserang massa, yakni Polsek Matraman, Makasar, Ciracas, Jatinegaradan Cipayung.

    Massa mulai dari masyarakat di kalangan buruh, pekerja kantoran, hingga pelajar dan mahasiswa berbondong-bondong meramaikan gedung DPR RI dan beberapa titik di Jakarta.

    Aksi tersebut berujung ricuh ketika polisi membubarkan massa dengan menyemprotkan gas air mata. Mereka terpencar ke berbagai ruas jalan di Jakarta.

    Aksi berikutnya datang dari ribuan buruh pada Kamis (28/8) di Gedung DPR RI sejak pagi hingga siang hari. Namun, pada sore harinya kericuhan pecah di sejumlah titik, termasuk Pejompongan dan Jalan Asia Afrika.

    Hari itu bersamaan dengan terjadinya insiden kendaraan taktis (rantis) Brimob melindas pengemudi ojek online, Affan Kurniawan (21) hingga tewas di kawasan Pejompongan.

    Aksi tersebut meluas ke beberapa titik di Jakarta hingga massa nekat merusak sejumlah fasilitas umum mulai dari pos polisi, rambu lalu lintas, hingga pembatas jalan. Bahkan, kendaraan yang berada di gedung rawan pun menjadi tumbal massa karena dibakar.

    (azh/fas)

  • Polres Jaktim tangkap empat pelaku perusakan sejumlah kantor polisi

    Polres Jaktim tangkap empat pelaku perusakan sejumlah kantor polisi

    Jakarta (ANTARA) – Polres Metro Jakarta Timur menangkap empat terduga pelaku perusakan sejumlah kantor polisi di wilayahnya pada aksi kericuhan yang terjadi pada Jumat (29/8) malam dan Sabtu (30/8) dini hari.

    “Polsek Jatinegara dua orang, Polsek Cipayung satu orang, Polres Metro Jaktim satu orang,” kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur AKBP Dicky Fertoffan saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat

    Dicky menyebut, pihaknya masih melakukan pendalaman terhadap peran terduga pelaku dan memburu kelompok lain yang turut terlibat.

    “Perannya tidak saya sampaikan karena masih kami kejar kelompok-kelompoknya,” ujar Dicky.

    Sebelumnya, ratusan massa menyerang Polres Metro Jakarta Timur (Jaktim) sehingga puluhan kendaraan berupa mobil dan sepeda motor yang terparkir di depan gedung hangus terbakar, Sabtu (30/8) dini hari.

    Saat itu massa datang berbondong-bondong dan langsung melempari gedung Polres dengan batu serta benda keras lainnya.

    Tindakan anarkis itu membuat situasi di sekitar Markas Polres Metro Jaktim sempat mencekam. Massa disebut melemparkan molotov berkali-kali ke area dalam Polres Metro Jaktim.

    Selain Polres Metro Jaktim, ada lima Polsek di Jakarta Timur yang juga diserang massa, yakni Polsek Matraman, Makasar, Ciracas, Jatinegara dan Cipayung.

    Adapun gelombang aksi yang dimulai sejak Senin (25/8) di Gedung DPR RI berawal dari keinginan massa membubarkan parlemen, dan menyoroti beberapa kebijakan yang dinilai merugikan rakyat.

    Massa mulai dari masyarakat di kalangan buruh, pekerja kantoran, hingga pelajar dan mahasiswa berbondong-bondong meramaikan gedung DPR RI dan beberapa titik di Jakarta.

    Aksi tersebut berujung ricuh ketika polisi membubarkan massa dengan menyemprotkan gas air mata. Mereka terpencar ke berbagai ruas jalan di Jakarta.

    Aksi berikutnya datang dari ribuan buruh pada Kamis (28/8) di Gedung DPR RI sejak pagi hingga siang hari. Namun, pada sore harinya kericuhan pecah di sejumlah titik, termasuk Pejompongan dan Jalan Asia Afrika.

    Hari itu bersamaan dengan terjadinya insiden kendaraan taktis (rantis) Brimob melindas pengemudi ojek online, Affan Kurniawan (21) hingga tewas di kawasan Pejompongan.

    Aksi tersebut meluas ke beberapa titik di Jakarta hingga massa nekat merusak sejumlah fasilitas umum mulai dari pos polisi, rambu lalu lintas, hingga pembatas jalan. Bahkan, kendaraan yang berada di gedung rawan pun menjadi tumbal massa karena dibakar.

    Tak hanya itu, kemarahan berujung pada penjarahan yang terjadi di beberapa rumah politisi mulai dari Ahmad Sahroni, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, Surya Utama alias Uya Kuya, Nafa Urbach, hingga kediaman Menteri Keuangan Sri Mulyani.

    Barang-barang di rumah tersebut digasak habis, bahkan massa juga meninggalkan jejak berupa coretan di tembok kediaman Anggota DPR RI.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Aliansi rakyat desak tuntutan 17+8 atasi krisis kemanusiaan

    Aliansi rakyat desak tuntutan 17+8 atasi krisis kemanusiaan

    Jakarta (ANTARA) – Aliansi rakyat yang terdiri dari mahasiswa, buruh, akademisi, dan masyarakat sipil berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR RI untuk mendesak sejumlah tuntutan kritis yang merupakan bagian dari tuntutan 17+8 guna mengatasi krisis kemanusiaan di Indonesia.

    “Aksi damai hari ini adalah pesan tegas kepada pemerintah untuk bertindak segera memulihkan kepercayaan dan menegakkan hak konstitusional rakyat kami,” kata Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Padjadjaran Vincent Thomas di depan Kompleks DPR/MPR Jakarta, Jumat.

    Dalam tuntutan aksi unjuk rasa yang diikuti oleh ratusan mahasiswa dan elemen rakyat lainnya itu, Vincent mendesak pemerintah untuk membentuk dan memberikan legitimasi kepada tim ad hoc independen yang melibatkan komponen rakyat untuk mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap seluruh korban pelanggaran HAM oleh aparat negara.

    Mereka juga menuntut pemerintah untuk mengedepankan ruang penyampaian aspirasi dan pendapat serta menjamin kebebasan demokrasi dengan menghentikan dan mencegah tindakan represif aparat penegak hukum.

    Pewarta: Katriana
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Piknik ala Unpad dan tuntutan 17+8 aliansi masyarakat sipil

    Piknik ala Unpad dan tuntutan 17+8 aliansi masyarakat sipil

    Jakarta (ANTARA) – Aliansi Masyarakat Sipil beserta sejumlah elemen Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) kembali menggelar unjuk rasa di depan halaman Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Jumat.

    Aksi damai yang berlangsung sejak pukul 14.00 WIB itu berlangsung santai saat masing-masing perwakilan menyampaikan aspirasinya.

    Berbeda dengan demonstrasi sebelumnya, aksi kali ini dikemas dalam suasana hangat, penuh canda tawa, sembari tak lupa menyampaikan sejumlah tuntutan tegas kepada polisi serta DPR.

    BEM Unpad yang menginisiasi aksi kali ini menyuarakan tuntutan lewat aksi “Piknik”. Para mahasiswa menjadikan aksi mereka seolah tengah piknik di depan Kompleks Parlemen untuk membuktikan bahwa gedung itu adalah ruang aman bagi rakyat.

    Adapun tuntutan 17+8 yang mereka bawa merupakan rangkuman atas berbagai desakan yang beredar di media sosial sejak gelombang demonstrasi pada Kamis, 28 Agustus 2025.

    Pemerintah diberi batas waktu hingga 5 September 2025 untuk memenuhi 17 poin tuntutan jangka pendek. Sementara itu, untuk delapan poin tuntutan lain, pemerintah diberi waktu satu tahun.

    Menariknya, unjuk rasa kali ini juga diwarnai beragam aksi yang mengundang riuh. Ada yang menggelar lapak buku, ada yang bermain ular-ularan, permainan tradisional, penampilan musik, dan ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap bersama.

    Hal unik lainnya jtampak pada pakaian yang dikenakan massa aksi. Mereka serempak menggunakan pakaian berwarna merah muda atau yang sekarang dikenal sebagai brave pink dan warna hijau muda atau hero green.

    Warna-warna tersebut melambangkan bentuk protes atas aksi yang terjadi beberapa hari ke belakang.

    Mahasiswa dan Aliansi Masyarakat Sipil ingin menunjukkan bahwa aspirasi bisa disuarakan dengan cara bersenang-senang, serta menghilangkan rasa takut dan trauma di benak masyarakat.

    Badru

    Pemandangan menarik juga terlihat ketika bocah yang viral di media sosial, Badru, datang ke lokasi aksi. Dia tidak hanya duduk dalam satu barisan massa, tapi ikut serta menyuarakan tuntutan.

    Bahkan dalam satu kesempatan, ia maju dan menari ketika BEM Unpad mulai menyanyi untuk menambah riuh aksi. Badru juga memimpin saat mereka nyanyikan lagu band Wali berjudul Tobat Maksiat.

    Aksi Badru itu menyulut kelompok demonstran lain untuk turut bernyanyi bersama. Penampilan Badru ditutup lewat lagu perjuangan Buruh Tani yang biasa menjadi anthem aksi massa.

    Kehadiran Badru dalam aksi unjuk rasa bukanlah kali pertama. Beberapa kali ia sempat tersorot kamera ikut dalam sejumlah aksi di Jakarta. Bahkan, ketika demonstrasi ricuh pada 25 Agustus 2025, Badru juga menjadi korban.

    Bocah viral, Muhammad Badru, menari di sela-sela unjuk rasa di halaman depan Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (5/9/2025). ANTARA/Asep Firmansyah

    Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.