Topik: Buruh

  • Viral PT Gudang Garam Disebut Lakukan PHK Massal, Bos Rokok Tetap Berjaya karena Beban Ditanggung Konsumen?

    Viral PT Gudang Garam Disebut Lakukan PHK Massal, Bos Rokok Tetap Berjaya karena Beban Ditanggung Konsumen?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Isu pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan buruh PT Gudang Garam Tbk ramai dibicarakan di platform X. (dulu Twitter).

    Salah satunya datang dari akun @WAHYU_UNIFORM yang menyebut bahwa kenaikan cukai rokok menjadi salah satu penyebab perusahaan mengambil langkah pemutusan hubungan kerja.

    “Pabrik Rokok Gudang Garam PHK Karyawan akibat cukai rokok yg terus naik di tengah daya beli menurun. Akibatnya peredaran rokok tanpa cukai merajalela. Boss rokok tetap berjaya, krn beban ditanggung konsumen. Tapi kesejahteraan karyawan sulit didapat,” tulis akun tersebut, dikutip Sabtu (6/9/2025).

    Dalam unggahan lain, akun itu juga menyertakan video berisi penjelasan soal beban cukai yang tinggi.

    Disebutkan, untuk satu bungkus rokok seharga Rp10 ribu, 75 persen atau sekitar Rp7.500 harus disetorkan ke negara.

    Sementara sisa Rp2.500 dibagi untuk biaya produksi, pembelian tembakau, peralatan, hingga upah pekerja.

    “Rokok ini kalau satu bungkus harganya Rp10.000 teman-teman sekalian sebelum ini diproduksi 75% kita harus udah bayar ke negara kalau Rp10.000 harganya rokok ini berarti kan Rp7.500 harus disetorkan negara baru buat rokok ini berarti yang ditinggalkan di public itu cuma Rp2.500 ini menjadi susah buat kami seikat pekerja untuk nego supaya kesejahteraan pekerja naik karena sisanya cuma sedikit gimana beli tobacco gimana beli peralatan dan seterusnya,” demikian narasi dalam video tersebut.

    Unggahan itu juga menjelaskan bahwa rokok kretek tangan (SKT) dinilai masih memiliki margin lebih besar karena pungutan negara berada di angka 45–50 persen.

  • Istana Buka Suara Soal Tindak Lanjut Tuntutan 17+8

    Istana Buka Suara Soal Tindak Lanjut Tuntutan 17+8

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah pusat memastikan akan menindaklanjuti tuntutan 17+8 yang belakangan ini disuarakan publik dan telah disampaikan secara resmi ke DPR. Kepastian itu disampaikan langsung oleh Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Juri Ardiantoro.

    “Udah, kan sudah diterima. Saya yang terima sama menteri. Semua ditindaklanjut,” kata Juri saat ditemui di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, dikutip dari detikcom, Sabtu (6/9/2025).

    Meski demikian, Juri tidak memerinci langkah maupun waktu tindak lanjut dari pemerintah. Ia menegaskan penjelasan terkait sudah disampaikan sebelumnya oleh menteri terkait.

    “Jangan tanya kapan. Udah, udah cukup. Kemarin kan sudah dijelasin sama Menteri,” tambahnya.

    Sebelumnya, pimpinan DPR juga telah menyampaikan sikap resmi terhadap tuntutan rakyat yang diberi tenggat hingga Jumat (5/9/2025). Dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan bahwa seluruh fraksi sepakat mengambil sejumlah langkah pengetatan anggaran.

    Kesepakatan itu dihasilkan dalam rapat konsultasi pimpinan DPR bersama seluruh fraksi yang dipimpin langsung Ketua DPR Puan Maharani pada Kamis (4/9/2025). Beberapa keputusan penting yang diambil antara lain penghentian tunjangan perumahan anggota DPR, moratorium kunjungan luar negeri kecuali menghadiri undangan kenegaraan, hingga pemangkasan berbagai tunjangan dan fasilitas dewan.

    Langkah DPR ini menjadi bagian dari jawaban atas “tuntutan 17+8” yang merupakan rangkuman dari tuntutan buruh, influencer, dan kelompok masyarakat sipil. Salah satu poin utama dalam tuntutan tersebut adalah agar pemerintah dan DPR menunjukkan komitmen nyata terhadap prinsip transparansi, efisiensi anggaran dewan.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Airlangga Pastikan Satgas PHK Segera Terealisasi, Aturan Sudah Diteken – Page 3

    Airlangga Pastikan Satgas PHK Segera Terealisasi, Aturan Sudah Diteken – Page 3

    Sebelumnya, Mensesneg Prasetyo Hadi menyampaikan pemerintah terus berkoordinasi dengan asosiasi buruh terkait tuntutan demo buruh untuk menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2026. Dalam hal ini, kata dia, Presiden Prabowo Subianto sudah menyetujui pembentukan Satgas PHK dan Dewan Kesejahteraan Buruh.

    “Selanjutnya nanti akan kita tindaklanjuti dengan kita akan berkumpul lagi bersama-sama dengan Kementerian Tenaga Kerja, kemudian bersama dengan teman-teman Serikat Buruh termasuk disitu kita juga melibatkan teman-teman Apindo, Kadin, dan seterusnya supaya satgas dan Dewan Kesejahteraan Buruh ini bisa segera bisa bekerja sebagaimana yang kita sudah sepakat di dalam diskusi-diskusi kita gitu,” tutur Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (28/8/2025).

    Pemerintah menampung tuntutan para buruh. Prasetyo berharap pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh dan Satgas PHK akan membuat komunikasi dengan para buruh dapat lebih intens.

    “Berkenaan dengan masalah hari ini teman-teman buruh menyampaikan aspirasi saya kira itu sesuatu hal yang lain ya, itu juga tidak ada masalah sebagai sebuah penyampaian aspirasi yang nanti justru kita berharap dengan sekarang terbentuk Dewan Kesejahteraan Buruh dan Satgas PHK itu akan bisa komunikasi jauh lebih intens,” pungkas Prasetyo.

  • Viral PHK Buruh Gudang Garam, Ekosistem Industri Tembakau RI Goyah – Page 3

    Viral PHK Buruh Gudang Garam, Ekosistem Industri Tembakau RI Goyah – Page 3

    Diberitakan sebelumnya, PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mencatat penurunan pendapatan dan laba sepanjang semester I 2025.

    Mengutip laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (31/7/2025), PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mengantongi pendapatan Rp 44,36 triliun hingga Juni 2025. Pendapatan turun 11,29% dari periode sama tahun sebelumnya, yaitu Rp 50,01 triliun.

    Biaya pokok pendapatan turun 9,72% dari Rp 44,95 triliun hingga semester I 2024 menjadi Rp 40,58 triliun. Namun, laba bruto susut 25,26% menjadi Rp 3,78 triliun hingga Juni 2025. Laba bruto periode sama tahun lalu tercatat Rp 5,06 triliun.

    Perusahaan mencatat laba usaha anjlok 68,16% dari Rp 1,61 triliun pada semester I 2024 menjadi Rp 513,71 miliar hingga Juni 2025.

  • Viral PHK Massal Gudang Garam, Serikat Buruh Buka Suara – Page 3

    Viral PHK Massal Gudang Garam, Serikat Buruh Buka Suara – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal akui kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap buruh PT Gudang Garam Tbk. Menyusul viralnya video sekelompok buruh pabrik rokok tersebut yang dinarasikan terkena PHK.

    Said Iqbal membenarkan adanya kabar tersebut. Meski demikian, dia masih akan mengecek detail PHK massal Gudang Garam ini lebih lanjut seperti berapa yang terkena PHK dan apakah hak-hak karyawan terpenuhi semua.

    “Kami baru dapat kabarnya telah terjadi PHK buruh rokok PT Gudang Garam, kita akan cek dulu,” kata Iqbal saat dikonfirmasi Liputan6.com, Sabtu (6/8/2025).

    Menurutnya, jika memang terdapat PHK dalam jumlah besar, bisa diartikan sebagai dampak dari anjloknya daya beli masyarakat. Sehingga berpengaruh pada lini produksi yang turut menurun.

    Selain itu, pasokan tembakau yang terbatas. Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Gudang Garam disebut telah berhenti menyerap tembakau lokal asal Temanggung. Hal ini turut jadi indikasi berkurangnya produksi.

    “Selamatkan industri rokok nasional, selamatkan puluhan ribu buruh terancam PHK. Tetap dijaga kampanye kesehatan. Ribuan buruh rokok PT Gudang Garam ter-PHK, dan puluhan ribu buruh lainnya juga akan ter-PHK seperti buruh tembakau, logistik, supir, pedagang kecil, suplier, pemilik kontrakan dan lainnya,” sambung Iqbal.

     

  • 4
                    
                        Viral Isu PHK Buruh Gudang Garam, Said Iqbal: Suplier hingga Pemilik Kontrakan Juga Akan Terdampak
                        Nasional

    4 Viral Isu PHK Buruh Gudang Garam, Said Iqbal: Suplier hingga Pemilik Kontrakan Juga Akan Terdampak Nasional

    Viral Isu PHK Buruh Gudang Garam, Said Iqbal: Suplier hingga Pemilik Kontrakan Juga Akan Terdampak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) buruh pabrik rokok PT Gudang Garam bisa berdampak luas.
    Tidak hanya buruh pabrik, pekerja di sektor lain yang menggantungkan hidup pada industri rokok juga bisa terdampak.
    “Ribuan buruh rokok PT Gudang Garam ter-PHK, dan puluhan ribu buruh lainnya juga akan ter-PHK seperti buruh tembakau, logistik, sopir, pedagang kecil, suplier, pemilik kontrakan, dan lain-lain. Bisa jadi ratusan ribu buruh berpotensi kehilangan pekerjaan,” kata Said kepada Kompas.com, Sabtu (6/9/2025).
    Said Iqbal mengaku baru mendengar kabar PHK itu dan baru akan mengecek kebenarannya. 
    Jika benar, KSPI meminta pemerintah pusat maupun daerah segera turun tangan untuk menyelamatkan industri rokok nasional dan melindungi para pekerja yang terancam kehilangan pekerjaan.
    “Tapi jangan seperti kasus PHK Sritex yang hanya janji manis, THR saja tidak dibayar,” kata dia.
    Media sosial sebelumnya diramaikan kabar PHK massal terhadap buruh pabrik rokok PT Gudang Garam di Tuban, Jawa Timur.
    Video pendek yang memperlihatkan suasana perpisahan para pekerja terdampak PHK menyebar luas dan memicu gelombang keprihatinan publik.
    Dalam rekaman itu, tampak puluhan karyawan saling berjabat tangan dengan suasana haru dan penuh kesedihan.
    Hingga Sabtu (6/9/2025), pihak PT Gudang Garam Tbk (GGRM) belum memberikan pernyataan resmi terkait kabar PHK massal ini.
    Ketidakjelasan tersebut membuat publik bertanya-tanya mengenai fakta sebenarnya di balik viralnya isu ini.
    Di tengah isu PHK, laporan keuangan semester I 2025 menunjukkan kinerja Gudang Garam memang mengalami penurunan tajam.
    Laba bersih hanya Rp 117,16 miliar, anjlok 87,34 persen dari Rp 925,5 miliar pada periode sama tahun sebelumnya. Pendapatan juga turun 11,4 persen menjadi Rp 44,36 triliun, sedangkan laba kotor terkoreksi menjadi Rp 3,7 triliun dari Rp 5,06 triliun di Juni 2024.
    Laba usaha ikut turun drastis ke Rp 513,7 miliar dari Rp 1,613 triliun pada periode sama tahun lalu. Beban lain meningkat, ditambah rugi kurs Rp 1,7 miliar setelah sebelumnya sempat mencatat laba Rp 39,3 miliar.
    Laporan keuangan tersebut menunjukkan kondisi Gudang Garam yang memang tidak sedang baik-baik saja sehingga diterpa isu PHK massal. Namun hingga kini, kabar PHK Gudang Garam belum dapat terkonfirmasi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Viral! Ribuan Buruh Rokok Gudang Garam Kena PHK Massal

    Viral! Ribuan Buruh Rokok Gudang Garam Kena PHK Massal

    Jakarta

    Sebuah video yang memperlihatkan ribuan buruh rokok kena PHK viral di media sosial. Dalam narasinya, para buruh itu merupakan pekerja di PT Gudang Garam Tbk. Mereka terlihat sangat sedih, menangis, dan berpelukan satu sama lain.

    Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan telah menerima kabar tersebut dan sedang mengecek kebenarannya. Di video itu memperlihatkan para buruh memakai seragam merah berpadu biru dongker dengan logo Gudang Garam di bagian dada.

    “Bila benar terjadi PHK di PT Gudang Garam, ini membuktikan daya beli masyarakat masih rendah sehingga produk menurun. Produk rokoknya juga kurang mengikuti tren perubahan zaman dan kurang inovatif sehingga kurang dapat bersaing di pasaran,” jelas keterangan resmi Partai Buruh dan KSPI, Sabtu (6/9/2025).

    Partai Buruh KSPI menekankan dampak PHK tidak hanya akan dirasakan oleh buruh langsung. Puluhan ribu pekerja lain yang terkait industri rokok berpotensi kehilangan pekerjaan. Mereka mencakup pekerja di sektor logistik, pemasok, pedagang kecil, supir, hingga pemilik kontrakan.

    Partai Buruh dan KSPI memperingatkan pemerintah untuk mengambil langkah nyata, tidak hanya janji seperti kasus PHK di pabrik Sritex sebelumnya. “Pemerintah pusat dan daerah harus turun tangan, tapi jangan seperti kasus PHK Sritex yang hanya janji manis, THR saja tidak dibayar,” ujar siaran pers itu.

    Selain itu, kedua organisasi menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara industri dan kampanye kesehatan. Mereka menegaskan bahwa industri rokok nasional perlu dilindungi agar tetap bertahan, sambil memastikan ribuan buruh tidak kehilangan pekerjaan dan kehidupan mereka tetap stabil.

    Dampak PHK ini, menurut Partai Buruh dan KSPI, bisa lebih luas lagi. Jika tren ini berlanjut, ratusan ribu buruh dan pekerja terkait berpotensi terdampak. Hal ini mencakup seluruh rantai industri rokok, mulai dari petani tembakau, buruh produksi, distributor, pedagang, hingga sektor jasa terkait.

    Partai Buruh dan KSPI menegaskan pemerintah harus hadir dengan kebijakan yang konkret, tidak hanya janji retoris. Mereka menekankan perlunya koordinasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pelaku industri untuk mencari solusi yang menyeluruh. Mereka juga meminta pemerintah segera meninjau kebijakan cukai rokok.

    “Ditambah pajak cukai rokok makin mahal. Selamatkan industri rokok nasional, selamatkan puluhan ribu buruh terancam phk, tetap dijaga kampanye kesehatan,” jelas Partai Buruh dan KSPI.

    Saksikan juga Blak-blakan: Mau Dibawa ke Mana Partai Ka’bah?

    (fdl/fdl)

  • Tanggapi Tuntutan 17+8, Menko Airlangga Sebut Satgas PHK sedang Diproses
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 September 2025

    Tanggapi Tuntutan 17+8, Menko Airlangga Sebut Satgas PHK sedang Diproses Nasional 6 September 2025

    Tanggapi Tuntutan 17+8, Menko Airlangga Sebut Satgas PHK sedang Diproses
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Airlangga Hartarto, menyebut satu poin dalam 17+8 Tuntutan Rakyat, yakni soal langkah darurat mencegah PHK massal, sedang dalam proses.
    “Satgas PHK kan hasil dari rapat dengan Pak Presiden sebelumnya dan lagi berproses,” kata Airlangga di Rawamangun, Jakarta Timur, Sabtu (6/9/2025).
    Airlangga mengatakan, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi disebut telah menandatangani terkait pembentukan Satgas PHK.
    “Kemarin Pak Setneg mengatakan itu sudah ditandatangani beliau,” tuturnya.
    Namun, Airlangga belum mengungkapkan kapan rencana pembentukan Satgas PHK tersebut direalisasikan.
    “Itu segera ya,” tandasnya.
    Sebagaimana diketahui, sejumlah aksi demonstrasi terjadi di berbagai daerah pada Agustus 2025.
    Aksi ini awalnya dipicu oleh protes terhadap adanya kenaikan tunjangan bagi anggota DPR RI serta sikap anggota Dewan merespons protes rakyat.
    Masyarakat juga mendesak sejumlah tuntutan kepada pemerintah hingga muncul istilah “17+8 Tuntutan Rakyat: Transparansi, Reformasi, Empati” yang diberi tenggat waktu hingga 5 September 2025.
    Dalam tuntutan itu, ada soal sektor ekonomi, yaitu pemerintah diminta memastikan upah layak bagi guru, tenaga kesehatan, buruh, hingga mitra ojek online; mengambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal dan melindungi buruh kontrak; serta membuka dialog dengan serikat buruh terkait upah minimum dan outsourcing.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Innova Tabrak Kios hingga Fuso di Bandar Lampung, 1 Tewas dan 6 Luka-Luka

    Innova Tabrak Kios hingga Fuso di Bandar Lampung, 1 Tewas dan 6 Luka-Luka

    Liputan6.com, Lampung – Kecelakaan maut terjadi di Jalan Yos Sudarso, tepatnya depan PT PLDA, Kelurahan Way Lunik, Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung pada Jumat 5 September 2025 sekitar pukul 03.30 WIB.

    Insiden tersebut menewaskan seorang penumpang dan melukai enam orang lainnya. Kasat Lantas Polresta Bandar Lampung Kompol Ridho Rafika mengonfirmasi peristiwa itu.

    “Benar, minibus Innova ini berisikan tujuh penumpang, satu meninggal dunia di RS Abdul Moeloek,” ujar Ridho, Sabtu (6/9/2025).

    Dia menjelaskan, mobil Toyota Innova hitam bernomor polisi BE 1733 GN yang dikemudikan SKG (23), mahasiswa asal Cianjur, melaju dari arah Garuntang menuju Pelabuhan Panjang.

    “Saat melintas di depan PT PLDA, pengemudi diduga tidak konsentrasi sehingga oleng ke kiri dan menabrak kios bensin milik warga,” ucap Ridho.

    Mobil terus melaju hingga akhirnya menghantam bagian belakang truk Fuso Mitsubishi oranye bernopol BE 9447 BH yang tengah melintas.

    Sopir truk sempat melanjutkan perjalanan ke kawasan Pelabuhan Panjang sebelum akhirnya ditemukan petugas.

    Polisi mencatat, pengemudi Innova SKG mengalami luka di wajah dan tangan. Penumpang lainnya, RSR (20) mahasiswa asal Bandung mengalami luka di kepala, AN (20) mahasiswa asal Riau mengalami luka di kepala dan telinga, RF (21) buruh asal Sumedang menderita luka di dahi, dagu, dan bibir bawah.

    Sementara RN, warga Bandar Lampung mengalami sesak di dada, TN (35), wiraswasta asal Bandar Lampung mengalami memar di wajah dan kaki, sedangkan DN, seorang perempuan asal Bandar Lampung, mengalami luka berat di kepala dan meninggal dunia di RSUD Abdul Moeloek.

    “Kerugian materiil akibat kecelakaan ini ditaksir mencapai Rp50 juta, meliputi kerusakan kios bensin dan kendaraan,” terang Ridho.

     

    Insiden kecelakaan terjadi di Tol Wiyoto Wiyono pada Minggu (19/1/2025). Kecelakaan bermula dari mobil Avanza yang memiliki masalah mesin, berhenti di tepi jalan. Sopir dan penumpang yang panik justru meninggalkan mobil saat mesin mobil meraung.

  • KRIS dan Janji Ekuitas Layanan Kesehatan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 September 2025

    KRIS dan Janji Ekuitas Layanan Kesehatan Nasional 6 September 2025

    KRIS dan Janji Ekuitas Layanan Kesehatan
    Profesor di Unika Atmajaya, Full Member Sigma Xi, The Scientific Research Honor Society, Magister Hukum di IBLAM School of Law dan Doktor Hukum di Universitas Pelita Harapan
    TINGKAT
    kepuasan publik terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kini berada pada posisi relatif tinggi.
    Survei terbaru menunjukkan tujuh dari sepuluh peserta menyatakan puas terhadap layanan yang mereka terima.
    Bahkan, hanya segelintir yang belum pernah memanfaatkan fasilitas kesehatan melalui kartu BPJS Kesehatan.
    Angka ini menegaskan bahwa legitimasi sosial program JKN cukup kuat. Bagi masyarakat luas, JKN bukan sekadar program pemerintah, melainkan pelindung konkret, jaring pengaman ketika risiko kesehatan mengancam rumah tangga.
    Kartu ini menjelma simbol solidaritas nasional: buruh, petani, pedagang, hingga pegawai, semua berada dalam satu sistem gotong royong yang sama.
    Namun, di tengah apresiasi itu, publik dihadapkan pada wacana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang memicu diskusi sengit.
    Tujuan KRIS sejatinya mulia: menstandarkan kualitas minimum ruang rawat inap sehingga setiap pasien, tanpa memandang kelas kepesertaan, tidak dirawat di bawah ambang mutu.
     
    Negara ingin memastikan tidak ada lagi warga yang harus berbaring di ruangan sempit tanpa privasi atau tanpa akses oksigen memadai.
    Namun, gagasan ini justru menimbulkan tafsir beragam. Sebagian pejabat menyebut KRIS berarti penghapusan kelas menjadi satu standar tunggal.
    Sebagian lain menegaskan kelas tetap ada, hanya saja setiap kelas wajib memenuhi dua belas kriteria dasar, seperti jarak antarbed, ketersediaan kamar mandi, hingga suhu ruangan yang stabil.
    Ambiguitas inilah yang menimbulkan kebingungan publik. Peserta kelas tiga cenderung mendukung karena berharap mutu meningkat, sementara peserta kelas satu khawatir kehilangan kenyamanan yang selama ini dianggap haknya.
    Masalah mendasar terletak pada makna “standar”. Dalam teori keadilan sosial, standar minimum adalah pagar bawah yang wajib dijaga negara, bukan seragam yang memaksa semua orang sama.
    Standar minimum memastikan keselamatan, privasi, dan martabat dasar, tetapi tidak meniadakan ruang bagi pilihan tambahan.
    Sayangnya, komunikasi publik gagal menjelaskan hal ini dengan gamblang. Alhasil, muncul persepsi bahwa KRIS akan menghapus diferensiasi, bukan memperbaiki mutu.
    Padahal, di banyak negara, standardisasi pelayanan dasar justru menjadi kunci keberhasilan sistem jaminan kesehatan.
    Inggris dengan National Health Service (NHS) menetapkan standar minimum perawatan, tetapi tetap memberi ruang pilihan layanan tambahan bagi mereka yang membayar lebih.
    Thailand dengan Universal Coverage Scheme juga menjaga standar dasar, sehingga tidak ada warga miskin yang tertinggal.
    Indonesia seharusnya belajar bahwa standar bukan ancaman, melainkan instrumen pemerataan.
    Kesiapan infrastruktur menjadi tantangan lain. Tidak semua rumah sakit berada pada titik yang sama.
    Rumah sakit rujukan nasional di kota besar mungkin sudah memenuhi hampir seluruh kriteria, tetapi banyak rumah sakit daerah masih tertinggal.
     
    Perpanjangan masa transisi hingga Desember 2025, adalah langkah realistis, tetapi waktu tanpa peta jalan jelas hanya berarti penundaan.
    Penerapan KRIS harus dibagi dalam tahapan yang transparan. Kriteria yang menyangkut keselamatan pasien—seperti akses oksigen, privasi, dan sanitasi—harus dipenuhi lebih dulu, sedangkan kriteria tambahan dapat menyusul.
    Tanpa pembagian prioritas, standardisasi hanya akan menjadi beban yang membingungkan.
    Persoalan biaya tidak kalah penting. Renovasi ruang, penyediaan peralatan, dan pelatihan tenaga memerlukan investasi besar.
    Rumah sakit swasta dan daerah sering kali kesulitan menanggung beban tersebut. Jika tidak ada dukungan pembiayaan proporsional, maka risiko penurunan kapasitas layanan akan muncul.
    Rumah sakit bisa mengurangi jumlah tempat tidur atau memperketat penerimaan pasien. Lebih buruk lagi, muncul praktik defensif: pasien dipulangkan lebih cepat, penanganan ditunda, atau layanan dipersulit.
    Beberapa kasus pasien yang dikembalikan ke rumah meski kondisi klinisnya belum stabil adalah peringatan bahwa garis merah pelayanan harus dijaga. Nyawa tidak boleh tunduk pada prosedur klaim.
    Transformasi digital yang selama ini dipromosikan sebagai solusi birokrasi pun belum menjawab masalah mendasar.
    Antrean daring masih tidak memotong waktu tunggu. Rujukan elektronik kerap gagal menjamin kepastian slot rumah sakit lanjutan.
    Aplikasi digital justru membebani pasien yang tidak terbiasa dengan teknologi atau tinggal di daerah dengan jaringan internet terbatas.
    Digitalisasi seharusnya diukur dari manfaat yang dirasakan pasien: lebih cepat, lebih jelas, lebih mudah.
    Jika aplikasi hanya memindahkan antrean dari loket ke layar tanpa mengurangi kerumitan, maka digitalisasi tidak lebih dari ilusi modernisasi.
    Implikasi dari persoalan ini tidak ringan. Ambiguitas definisi KRIS akan melahirkan ketidakpastian implementasi di lapangan.
    Rumah sakit akan menafsirkan aturan sesuai kapasitas masing-masing, sehingga tercipta ketidakmerataan baru, bukan hilangnya ketidakadilan lama.
    Ketidakjelasan pembiayaan akan menekan rumah sakit hingga mengorbankan akses pasien. Digitalisasi yang tidak efektif akan meningkatkan frustrasi warga, terutama generasi muda yang terbiasa dengan layanan cepat.
    Semua ini bermuara pada satu risiko paling serius: hilangnya kepercayaan publik. Padahal, kepercayaan adalah fondasi jaminan sosial.
    Tanpa kepercayaan, iuran dipandang sebagai beban, bukan gotong royong. Tanpa kepercayaan, klaim dipandang sebagai sengketa, bukan kontrak. Tanpa kepercayaan, pelayanan dipandang sebagai formalitas, bukan penyelamatan.
    Karena itu, ada beberapa langkah yang harus segera ditempuh. Pertama, pemerintah perlu menyampaikan narasi tunggal tentang KRIS, dengan ilustrasi nyata bagaimana ruang rawat akan berubah. Visualisasi sederhana lebih meyakinkan daripada jargon abstrak.
    Kedua, implementasi harus berbasis prioritas. Kriteria yang menyangkut keselamatan harus segera terpenuhi, sementara aspek lain dapat menyusul.
    Ketiga, pembiayaan transisi harus adil. Rumah sakit yang berhasil memenuhi standar layak diberi insentif, sementara yang tertinggal perlu mendapat pendampingan, bukan sanksi yang menutup layanan.
    Keempat, prosedur “zero denial” harus ditegaskan: tidak ada pasien ditolak pada kondisi darurat, tidak ada pasien dipulangkan sebelum stabil.
    Kelima, digitalisasi harus berorientasi hasil: mempercepat waktu, memperjelas rujukan, dan meningkatkan transparansi antrean. Jika aplikasi tidak memenuhi tujuan itu, lebih baik disederhanakan.
    Selain itu, penting untuk melihat KRIS bukan hanya sebagai kebijakan teknis, melainkan sebagai cermin politik kesehatan.
    Sebagai negara dengan penduduk hampir 280 juta jiwa, Indonesia sedang membangun narasi bahwa kesehatannya dijamin oleh solidaritas nasional.
    Bila kebijakan ini gagal dikomunikasikan dan dilaksanakan, yang rusak bukan hanya layanan rumah sakit, melainkan legitimasi negara di mata rakyat.
    Publik menilai negara bukan dari teks undang-undang, melainkan dari pengalaman di meja registrasi, dari sikap perawat di ruang tunggu, dari ketersediaan oksigen di ruang rawat.
    Keadilan sosial tidak diuji di ruang sidang, tetapi di ruang gawat darurat.
    Kita juga perlu belajar dari sejarah. Sejak JKN diluncurkan pada 2014, banyak kritik diarahkan pada defisit keuangan, birokrasi klaim, dan keterlambatan pembayaran rumah sakit.
    Namun, seiring waktu, sistem ini berkembang menjadi instrumen penting pemerataan kesehatan.
    Tantangan kini bukan sekadar menjaga kelangsungan finansial, melainkan memperkuat kualitas.
    KRIS adalah kesempatan untuk mengubah wajah JKN dari sekadar jaminan biaya menjadi jaminan mutu. Namun, kesempatan ini bisa berubah menjadi bumerang jika salah ditangani.
    Pada akhirnya, KRIS bukan sekadar soal kelas rawat inap, melainkan soal martabat. Standar minimum yang ditegakkan dengan konsisten adalah janji negara bahwa tidak ada warga yang dirawat di bawah garis kemanusiaan.
    Standar yang baik tidak menurunkan yang sudah baik, tetapi mengangkat yang tertinggal. Ia bukan seragam yang menghapus perbedaan, melainkan fondasi yang memastikan semua orang diperlakukan layak.
    Bila dijalankan dengan arah yang jelas, pembiayaan adil, komunikasi jujur, dan etika pelayanan yang memprioritaskan keselamatan, KRIS akan dikenang sebagai tonggak pemerataan, bukan ancaman kenyamanan.
    Standar, pada akhirnya, adalah janji. Janji bahwa di ruang rawat yang terang, dengan partisi yang menjaga privasi, oksigen yang selalu tersedia, panggilan perawat yang segera dijawab, dan kamar mandi yang memadai, negara hadir bukan sekadar sebagai pengawas, tetapi sebagai penopang.
    Dan ketika pasien pulang dengan tubuh yang pulih dan hati yang lega, kebijakan itu menemukan arti sejatinya: bukan di lembar peraturan, tetapi di kehidupan yang kembali utuh.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.