Topik: Buruh

  • Oligarkokrasi: Demokrasi Para Bandit

    Oligarkokrasi: Demokrasi Para Bandit

    OLEH: FIRMAN TENDRY MASENGI

       

    INDONESIA hari ini bukan lagi republik yang hidup dari cita-cita, melainkan pasar gelap kekuasaan tempat demokrasi dijual secara eceran dan hukum dilelang kepada penawar tertinggi. Kita masih menulis “negara hukum” dalam setiap pidato pejabat dan prasasti undang-undang, tapi itu hanya mantra kosong dari agama politik yang sudah kehilangan Tuhan-nya.

    Hukum tidak lagi menjadi lex suprema bagi keadilan, melainkan menjadi alat tawar-menawar bagi kuasa yang tumbuh di atas meja transaksi. Negeri ini bukan lagi republik, melainkan pasar loak moral, tempat hukum, suara rakyat, dan keadilan dinegosiasikan seperti barang bekas.

    Inilah masa ketika republik menjelma menjadi oligarkokrasi — perkawinan sesat antara kerakusan oligarki dan ritual demokrasi. Sebuah sistem busuk yang tetap memakai pakaian rakyat, tapi di dalamnya menyimpan perut para bandit.

    Oligarki Topeng Demokrasi

    Aristoteles pernah menulis bahwa oligarki adalah bentuk penyimpangan dari aristokrasi — kekuasaan yang seharusnya dijalankan oleh yang bijak, tapi justru dikuasai oleh yang berduit. Namun di Indonesia, penyimpangan itu sudah menjadi norma.

    Kita hidup dalam demokrasi kosmetik, di mana rakyat hanya menjadi figuran di panggung teater politik yang disutradarai oleh pemodal dan disiarkan oleh media yang sudah dibeli.

    Para politisi bicara soal “suara rakyat”, tapi yang mereka dengarkan hanyalah bisikan rekening donatur dan aroma proyek di koridor kekuasaan.

    Partai politik telah berubah menjadi korporasi politik, tempat loyalitas ditentukan bukan oleh ideologi, tapi oleh saldo. Mereka menukar idealisme dengan logistik, mengganti prinsip dengan proposal, dan menjual kedaulatan rakyat kepada sponsor.

    Dari rahim inilah lahir undang-undang cacat logika, regulasi yang memihak korporasi, serta kebijakan yang disusun bukan di parlemen, melainkan di ruang rapat direksi.

    Demokrasi kehilangan rasa malunya. Ia tidak lagi berbicara tentang keadilan, melainkan tentang harga untuk menunda kebangkrutan moral bangsa.

    Hukum: Pelacur Kekuasaan

    Dalam republik para bandit, hukum tidak lagi menjadi penjaga keadilan. Ia menjadi pelacur kekuasaan yang berganti wajah sesuai pesanan. Motto kuno salus populi suprema lex esto (keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi) telah diganti diam-diam menjadi lex mercatoria potentiae — hukum milik pasar kekuasaan.

    Penegakan hukum berjalan bukan atas dasar kebenaran, melainkan siapa yang paling mampu membeli kesalahan.

    Lembaga-lembaga hukum kita, dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah, banyak yang berubah menjadi buruh politik berkerah toga. Mereka bekerja bukan untuk menegakkan kebenaran, melainkan untuk mempercantik kebohongan dengan tinta legalitas. 

    Kasus besar dikebiri, koruptor disucikan, pelanggar HAM diberi panggung, dan kebenaran dibunuh secara administratif.

    Seperti dikatakan Achille Mbembe, inilah bentuk mutakhir dari necropolitics — kekuasaan yang menentukan siapa yang boleh hidup dalam hukum, dan siapa yang boleh dikubur di luar keadilan.

    Politik: Industri Kejahatan yang Dilegalkan

    Politik dalam sistem oligarkokrasi bukan lagi jalan pengabdian, melainkan industri kejahatan yang dilegalkan. Dari pembiayaan partai, jual beli tiket pencalonan, hingga proyek infrastruktur yang dikorupsi secara berjamaah — semuanya berputar dengan logika kapital. 

    Politik tidak lagi dipahami sebagai perjuangan ideologi, tapi sebagai bisnis dengan dividen kekuasaan dan return on investment.

    Hannah Arendt benar: “Revolusioner paling radikal sekalipun akan menjadi konservatif sehari setelah revolusinya berhasil.” 

    Para mantan reformis kini duduk di singgasana, menatap rakyat seperti statistik, dan menjadikan demokrasi sebagai merek dagang.

    Reformasi yang dulu berjanji membebaskan, kini menjadi merek politik yang digunakan untuk menjual ketakutan baru.

    Republik yang  Hilang Akal Sehat

    Ketika oligarki bertakhta di dalam demokrasi, republik kehilangan arah dan akal sehatnya. Institusi publik berubah menjadi mesin birokrasi tanpa hati, media menjadi corong penguasa, dan kampus menjadi ladang kompromi intelektual.

    Rakyat yang kritis dilabeli subversif, mahasiswa yang bersuara dikriminalisasi, dan pengacara yang jujur dikorbankan. Inilah republik yang membungkam nurani atas nama stabilitas.

    Satjipto Rahardjo pernah mengingatkan bahwa hukum seharusnya mengabdi kepada manusia. Tapi dalam oligarkokrasi, hukum mengabdi kepada tuan-tuan dengan jas mahal dan senyum palsu.

    Rule of law telah berubah menjadi rule by law — hukum digunakan bukan untuk mengontrol kekuasaan, melainkan untuk mengukuhkannya.

    Paradoks Masa Depan: Republik Tanpa Rakyat

    Jika keadaan ini dibiarkan, maka kita akan menyaksikan republik tanpa rakyat — negara tanpa warga, hukum tanpa keadilan, dan demokrasi tanpa jiwa. Pemilu menjadi ritual lima tahunan yang lebih mirip pesta syirik politik, tempat rakyat berdoa kepada berhala baru bernama elektabilitas.

    Negeri ini akan hidup dalam darurat moral permanen, di mana korupsi dianggap pintar, ketidakadilan dianggap realistis, dan kebohongan dianggap strategi.

    Indonesia akan terperangkap dalam fase post-democracy — demokrasi yang hidup hanya di konstitusi, tetapi mati di kenyataan. Sebuah republik yang berfungsi layaknya teater boneka, dengan aktor politik yang tertawa di depan kamera sementara tangan mereka mencuri di balik layar.

    Renaissance Politik dan Keberanian Sipil

    Mungkin belum terlambat. Sejarah selalu berpihak pada mereka yang berani menolak tunduk.

    Bangsa ini memerlukan renaissance politik — kebangkitan moral dan intelektual yang tidak lagi takut kepada kekuasaan.

    Politik harus direbut kembali dari tangan para bandit dan dikembalikan kepada rakyat yang lapar akan keadilan. Hukum harus berhenti menjadi perisai oligarki dan kembali menjadi ratio legis, bukan ratio bisnis. Negara harus berhenti menjadi pabrik kompromi; ia harus menjadi benteng keadilan sosial sebagaimana diperintahkan Pembukaan UUD 1945.

    Negara Tanpa Malu

    Jika oligarkokrasi adalah penyakit, maka kemarahan rakyat adalah penawarnya.

    Demokrasi tidak akan sembuh dari atas, karena puncak sudah busuk; ia hanya bisa disembuhkan dari bawah — dari suara rakyat yang menolak menjadi penonton.

    Negara ini harus kembali beradab, atau ia akan lenyap sebagai catatan kaki sejarah yang memalukan. 

    Negara tidak akan runtuh karena invasi, tapi karena kehilangan malu dan kehilangan makna.

    Karena ketika bandit menjadi negarawan, dan rakyat dipaksa diam, maka demokrasi telah resmi mati — diselenggarakan oleh mereka yang mengaku menyelamatkannya. 

    (Penulis adalah Advokat dan aktivis 98)

  • 3
                    
                        Ketika Anies dan Prabowo Saling Sindir, Gerindra Pasang Badan
                        Nasional

    3 Ketika Anies dan Prabowo Saling Sindir, Gerindra Pasang Badan Nasional

    Ketika Anies dan Prabowo Saling Sindir, Gerindra Pasang Badan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Suasana politik Tanah Air kembali diwarnai saling sindir antara Presiden RI Prabowo Subianto dan lawannya pada Pilpres 2024, Anies Baswedan.
    Keduanya sama-sama melontarkan pernyataan yang membuat publik kembali mengingat ketegangan hubungan mereka dan dinamika di panggung Pilpres 2024.
    Kondisi tersebut bermula dari pernyataan Prabowo yang menyinggung kembali penilaian rendah yang pernah diberikan Anies kepada dirinya saat debat Pilpres 2024.
    Kala itu, Anies memberi nilai 11 dari 100 terhadap kinerja Prabowo sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode kedua.
    Bukan mengungkitnya dengan nada marah, Prabowo justru memilih berkelakar dan menjadikan isu tersebut sebagai candaan.
    Dia menegaskan tidak menyimpan dendam, bahkan menertawakan penilaian rendah itu.
    “Aku tuh terus terang saja loh, saya tuh enggak dendam sama Anies, enggak. Kalau dikasih nilai 11, saya enggak apa-apa tuh,” ujar Prabowo dalam penutupan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (29/9/2025).
    Pernyataan itu disambut tawa para hadirin.
    Bahkan, Prabowo melanjutkan dengan guyonan yang menyinggung peran “emak-emak” dalam kemenangannya di pilpres.
    “Eh bener loh, sebenernya dia yang bantu aku menang karena emak-emak kasihan. Iya kan?” kata Prabowo disambut tawa hadirin.
    Di balik gurauan itu, Prabowo pun menyelipkan pesan serius tentang kedewasaan berpolitik.
    Dia menekankan pentingnya menerima kekalahan dengan lapang dada, seraya menyinggung perjalanan panjangnya dalam lima kali kontestasi pemilihan umum.
    “Kalau mau belajar kalah, belajar dari Prabowo Subianto. Lima kali pemilihan, empat kali kalah,” ujarnya berkelakar.
    “Dua kali dukung gue, dua kali kalah, yang gue menang, lu enggak dukung lagi,” lanjutnya sambil tertawa.
    Sindiran itu tampaknya tak dibiarkan berlalu begitu saja.
    Dalam kesempatan berbeda, Anies menyinggung praktik pemerintahan Prabowo.
    Eks Gubernur DKI Jakarta itu menilai tata kelola birokrasi dan politik di era sekarang semakin jauh dari prinsip integritas dan meritokrasi.
    Menurut Anies, jabatan publik seharusnya diberikan berdasarkan kompetensi, bukan karena kedekatan politik atau kepentingan kekuasaan.
    “Banyak tanggung jawab publik hari ini diberikan bukan karena kompetensi, tapi karena koneksi. Kalau begini, kapan negeri ini bisa maju kalau tugas-tugas publik diberikan kepada orang-orang yang kompetensinya tidak nyambung, bahkan di bawah standar,” ujar Anies saat menjadi keynote speaker dalam Dialog Kebangsaan di Semarang, Rabu (8/10/2025).
    Anies menilai, sistem yang dibangun pemerintah saat ini tidak lagi berpihak pada kualitas sumber daya manusia dan profesionalisme.
    Oleh karena itu, dia pun menekankan pentingnya mengembalikan integritas sebagai dasar dalam tata kelola pemerintahan.
    “Kata kuncinya yang harus dikembalikan adalah integritas. Kita perlu wujud dari integritas itu dalam kebijakan yang mencerminkan rasa keadilan, termasuk kesederhanaan di dalam keseharian, terutama mereka-mereka yang jadi panutan di negeri ini,” ucapnya.
    Dalam kesempatan tersebut, Anies juga menyinggung lemahnya pengawasan ekonomi nasional.
    Menurutnya, masih banyak aktivitas ekonomi yang tidak tercatat atau underground economy, yang menunjukkan rapuhnya sistem pengawasan negara.
    “Menurut saya ini adalah salah satu masalah besar. Karena underground economy khususnya ada dua. Satu adalah kegiatan yang tinggal, dua ada kegiatan yang tidak dilaporkan,” kata Anies.
    Jajaran Partai Gerindra tak tinggal diam menanggapi sindiran Anies terhadap Presiden yang sekaligus ketua umumnya.
    Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta sekaligus Wakil Menteri Desa Ahmad Riza Patria menegaskan bahwa Prabowo tidak pernah mengedepankan koneksi dalam memilih pembantunya.
    Riza yang sempat menjadi wakil gubernur mendampingi Anies di DKI Jakarta menyebutkan, Prabowo selalu bersikap akomodatif dan berupaya merangkul semua pihak untuk berkontribusi bagi negara.
    “Semua partai Bapak Presiden ajak, semua ormas, semua organisasi, semua komunitas, pengusaha, bahkan mahasiswa, buruh, pekerja, perempuan, semua elemen masyarakat diajak terlibat aktif,” kata Riza di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis (9/10/2025).
    Menurut Riza, hal terpenting bukan pada siapa yang dipilih, tetapi pada hasil kerja nyata yang ditunjukkan.
    “Yang penting nanti kita lihat hasilnya apa, apa pendapat masyarakat. Semua program-program yang dibuat Bapak Presiden Prabowo untuk kepentingan rakyat dan bangsa,” ujarnya.
    Riza juga menegaskan bahwa setiap presiden memiliki gaya tersendiri dalam menyusun kabinetnya.
    Khusus Prabowo, kata Riza, memilih merangkul putra-putri bangsa yang terbaik untuk ikut berperan membangun bangsa dan negara.
    “Ya semua Presiden punya cara masing-masing menyusun kabinet. Jadi, itulah cara Bapak Presiden mengakomodir semua putra-putri terbaik untuk berbuat,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Buruh Harian Tewas di Dalam Sumur saat Perbaiki Mesin Air, Diduga Sesak Nafas karena Hirup Gas Beracun

    Buruh Harian Tewas di Dalam Sumur saat Perbaiki Mesin Air, Diduga Sesak Nafas karena Hirup Gas Beracun

    Liputan6.com, Jakarta – Abidin (43), seorang buruh harian lepas, ditemukan tak bernyawa setelah terjatuh ke dalam sumur di Perum Alam Layung Indah, Blok Ali 3 Nomor 3, Desa Cisande, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, saat memperbaiki mesin air.

    Peristiwa itu terjadi pada Kamis (9/10/2025) pagi. Korban diminta oleh pemilik rumah, Asep Kamilah, untuk memperbaiki mesin air yang rusak.

    Petugas Damkar Pos Cibadak, Yogi, membenarkan insiden ini dan menjelaskan kronologinya. Sekitar pukul 07.30 WIB, korban dan pemilik rumah mulai memperbaiki pompa air.

    “Saat mesin air ditarik ke atas, sambungan pipa paralon bagian bawah terlepas. Korban tanpa alat pelindung langsung turun ke dalam sumur untuk mengambil pipa yang terlepas,” kata Yogi.

    Nahas, tidak lama setelah berada di dalam sumur, korban mengeluh sesak napas. Pemilik rumah sempat mengingatkan korban untuk segera naik, tetapi korban terlanjur masuk ke dasar sumur dan tak sadarkan diri, diduga akibat menghirup gas beracun.

    Pemilik rumah, dan warga yang sedang berolahraga di sekitar lokasi segera berupaya menolong. 

    Salah satu relawan bahkan sempat mencoba turun, namun segera kembali karena merasa sesak dan hampir pingsan, menghentikan upaya penyelamatan mandiri.

     

  • Kerugian akibat kebakaran 10 bedeng di Kelapa Gading capai Rp30 juta

    Kerugian akibat kebakaran 10 bedeng di Kelapa Gading capai Rp30 juta

    Jakarta (ANTARA) –

    Suku Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu menyebutkan kerugian akibat kebakaran yang melanda 10 bedeng di Jalan Pelepah Raya, Komplek Pergudangan Perum Bulog, Kelapa Gading, Jakarta Utara, mencapai Rp30 juta.

    “Kami menaksir kerugian akibat kebakaran tersebut mencapai Rp30 juta dengan objek terbakar bedeng dengan luas 1.200 meter persegi (m2),” kata Kasiops Gulkarmat Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu Gatot Sulaeman di Jakarta, Kamis.

    Ia mengatakan kebakaran ini diduga terjadi akibat fenomena listrik sehingga menyebabkan bangunan tersebut ludes terbakar.

    Menurut keterangan saksi, kata dia, saat buruh sedang bekerja tiba-tiba ada penyalaan api di rumah bedeng pekerja dan api terus membesar melahap material yang mudah terbakar.

    “Api yang muncul langsung membesar dan warga meminta bantuan petugas Damkar,” kata dia.

    Gulkarmat mengerahkan 70 personel dan 14 unit mobil pemadam untuk memadamkan api yang membakar 10 bedeng tersebut.

    “Awal pemadaman dimulai pukul 13.54 WIB dan pemadaman diakhiri sekitar pukul 15.21 WIB. Saat ini situasi api sudah padam dan alhamdulillah tidak ada korban jiwa dan 30 jiwa terselamatkan,” kata Gatot.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • PDIP perkuat kapasitas kader beri pendampingan bagi pekerja migran

    PDIP perkuat kapasitas kader beri pendampingan bagi pekerja migran

    Jakarta (ANTARA) – Ketua DPP PDIP Bidang Tenaga Kerja dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Mercy Barends mengatakan PDIP telah menyusun sejumlah rekomendasi dan akan pembekalan kepada kadernya dalam memberikan perlindungan kepada pekerja Indonesia baik domestik maupun migran.

    Mercy menyebut PDIP perlu menegaskan posisi ideologinya dan hadir sebagai partai pro-pekerja serta menyiapkan Sistem Manajemen Kasus Tenaga Kerja dan Perlindungan Migran Indonesia (TKP2MI) terpadu berbasis struktural partai dengan membentuk sayap partai.

    “Melakukan penguatan kapasitas kader dan relawan partai sebagai pendamping dan paralegal TKP2MI serta melakukan fungsi integrasi secara secara kolaboratif lintas multi-pihak untuk fungsi advokasi, pendampingan dan pemulihan fisik, psikososial, hukum, pemberdayaan ekonomi dan administrasi secara holistik dan terpadu,” kata Mercy dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Hal itu disampaikan Mercy dalam lokakarya bertajuk Kajian Kritis: Regulasi, Layanan dan Diplomasi Tenaga Kerja Domestik dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Sekolah Partai Lenteng Agung.

    Dalam kesempatan itu Mercy juga mendorong kampanye publik dan reformasi kebijakan yang pro pekerja.

    Oleh karena itu, dia menambahkan kerja sama multi pihak sangat diharapkan dalam perlindungan pekerja, antara lain pemerintah, dunia usaha, serikat buruh termasuk partai politik.

    Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Eva Trisiana memaparkan sejumlah tantangan utama dalam ketenagakerjaan domestik.

    Dimana, ada soal pengangguran dan mismatch pendidikan-industri; dominasi sektor informal dan lemahnya jaminan sosial serta belum adanya UU khusus pekerja domestik karena RUU Pekerja Rumah Tangga belum disahkan, akibatnya perlindungan melemah.

    Tak hanya itu, dampak otomasi dan digitalisasi dunia kerja yang membuat kebutuhan tenaga kerja menjadi berkurang.

    “Layanan publik ketenagakerjaan dan mekanisme pengaduan belum optimal, sistem layanan belum terintegrasi untuk sektor informal,” ujarnya.

    Tak sampai di situ, Eva juga mengungkapkan arah transformasi kebijakan ketenagakerjaan nasional. Salah satunya, reformasi regulasi dan perlindungan pekerja domestik mulai dari penyusunan regulasi, perluasan jaminan sosial dan layanan publik ketenagakerjaan.

    “Peningkatan kualitas, keterampilan, dan martabat pekerja domestik,” jelasnya.

    Dalam menjawab tantangan pekerja domestik, Eva mengatakan strategi dan kolaborasi yang harus dilakukan baik pemerintah dan masyarakat diantaranya koordinasi lintas sektor dan pemerintahan daerah; partisipasi organisasi pekerja domestik dan LSM; integrasi data dan digitalisasi layanan dan tentunya peningkatan kapasitas fungsional pengantar kerja, pengawas dan mediator.

    Maka dari itu, dalam menjawab permasalahan pekerja domestik diperlukan transformasi kebijakan ketenagakerjaan nasional adalah langkah menuju keadilan sosial.

    “Kemnaker berkomitmen menyediakan pekerjaan layak, menjamin perlindungan sosial, dan meningkatkan martabat serta kesejahteraan tenaga kerja domestik,” kata Eva.

    Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Komnas HAM Anis Hidayat mengatakan bahwa hak setiap orang dengan bebas dan tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan yang menghormati hak fundamental dan martabat sebagai manusia.

    Serta, memberi pemasukan yang layak untuk diri dan keluarga, serta menjamin keamanan, kesehatan fisik dan mental, dan keselamatan.

    “Termasuk di dalamnya hak kolektif untuk berserikat, berunding, dan mendorong perlindungan sosial,” jelas Anis.

    Turut hadir dalam acara ini, Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto yang memberi sambutan serta anggota DPR RI TB Hasanuddin, Nico Siahaan, Wayan Sudirta, Pulung Agustanto dan Edy Wuryanto. Lalu, Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning dan Sri Rahayu.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • PDIP: Megawati minta pemulangan pekerja migran tak ditunda-tunda

    PDIP: Megawati minta pemulangan pekerja migran tak ditunda-tunda

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menegaskan komitmennya dalam perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang mendapat perlakukan tidak adil di luar negeri.

    Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan Presiden Kelima RI itu juga terus mempertegas mekanisme pemulangan PMI harus dilaksanakan dengan cepat. Pasalnya, perlindungan terhadap PMI yang menghadapi persoalan, tidak boleh ditunda-tunda dalam proses pemulangan.

    “Ibu Megawati mempertegas jika ada persoalan, proses pemulangan jangan ditunda-tunda,” kata Hasto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Hal itu diceritakan Hasto oleh saat membuka lokakarya bertajuk Kajian Kritis: Regulasi, Layanan dan Diplomasi Tenaga Kerja Domestik dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Sekolah Partai Lenteng Agung.

    Megawati juga mempertegas komitmennya terhadap aspek perlindungan PMI dengan menghadirkan Bidang Tenaga Kerja dan Perlindungan Pekeria Migran Indonesia dalam struktur Partai pada periode 2025-2030.

    Megawati bahkan rela turun langsung untuk memberikan perlindungan kepada PMI. Dimana, salah satunya kasus PMI di Rusia yang ditanganinya secara langsung demi memberikan perlindungan bagi warga negara Indonesia.

    “Berkaitan dengan seringnya persoalan yang dihadapi Buruh Migran Indonesia, Ibu Mega langsung turun tangan. Contoh terakhir di Rusia, Ibu Mega langsung menghubungi Wakil Dubes Rusia untuk Indonesia Veronika Novoselteva berkaitan dengan pemulangan warga Indonesia,” kata Hasto.

    Hasto juga menyampaikan pesan yang selalu disampaikan Megawati kepada seluruh kader PDI Perjuangan di seluruh Indonesia dan Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPPN) bahwa jalankan terus ideologi Pancasila sebagai pegangan dalam melindungi Pekerja Migran Indonesia.

    “Jalankan ideologi Pancasila dengan sebaik-baiknya dalam melindungi pekerja Indonesia. Karena sesuai ideologi Pancasila, dalam Konstitusi kita telah mengatakan dan sudah diatur bahwa setiap warga negara punya hak yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan,” jelas Hasto menyampaikan pesan Megawati.

    Lokakarya ini juga menghadirkan sejumlah nara sumber diantaranya, Sekretaris Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Eva Trisiana; Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayat; Ketua DPP PDIP Bidang Tenaga Kerja dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Mercy Barends serta perwakilan organisasi buruh.

    Turut hadir dalam acara ini, anggota DPR RI TB Hasanuddin, Nico Siahaan, Wayan Sudirta, Pulung Agustanto dan Edy Wuryanto. Lalu, Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning dan Sri Rahayu.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • PDIP Siap Bantu Pemerintah, Usulkan Ada Satuan Khusus untuk Lindungi Pekerja Migran Indonesia – Page 3

    PDIP Siap Bantu Pemerintah, Usulkan Ada Satuan Khusus untuk Lindungi Pekerja Migran Indonesia – Page 3

    Hasto pun mengingatkan pada cita-cita pendiri Indonesia, bahwa negara hadir untuk menjamin bekerjanya kemanusiaan dan keadilan sosial dan kehidupan yang layak bagi semua warga negaranya.

    “Ini yang harus kita sentuh dengan mengingatkan kembali bahwa pada dasarnya republik ini dibangun dengan suatu cita-cita besar, cita-cita keadilan sosial. Cita-cita di mana dalam demokratisasi ekonomi harus memastikan setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan penghidupan yang layak secara kemanusiaan atas pekerjaannya,” kata dia.

    Adapun turut hadir, Sekretaris Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Eva Trisiana; Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayat; Ketua DPP PDIP Bidang Tenaga Kerja dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Mercy Barends serta perwakilan organisasi buruh.

    Selain itu, ada juga sejumlah Anggota DPR seperti TB Hasanuddin, Nico Siahaan, Wayan Sudirta, Pulung Agustanto dan Edy Wuryanto. Lalu, Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning dan Sri Rahayu.   

  • PDIP tekankan pendekatan ideologis dalam Perlindungan Pekerja

    PDIP tekankan pendekatan ideologis dalam Perlindungan Pekerja

    Kami bisa membantu pemerintah untuk mengaktifasi kader-kader PDI Perjuangan yang juga berada di seluruh dunia. Bahkan kita bisa mendirikan semacam komite kerja atau semacam task force untuk melindungi buruh-buruh migran

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa partainya menekankan masalah perlindungan pekerja lebih dari sekadar persoalan teknis, pelanggaran hukum atau hak asasi manusia (HAM) semata, melainkan sebagai persoalan ideologis.

    Hal itu disampaikannya menyoroti berbagai persoalan serius yang dihadapi oleh Tenaga Kerja Indonesia (TKI), baik domestik maupun migran.

    “Kita melihat berbagai persoalan yang terjadi, seperti penempatan ilegal dan perdagangan orang, kekerasan fisik dan psikis, tidak digaji sesuai dengan kontrak, dokumen kerja palsu atau disiksa oleh majikan,” kata Hasto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Hal itu disampaikan Hasto dalam workshop bertajuk Kajian Kritis: Regulasi, Layanan dan Diplomasi Tenaga Kerja Domestik dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

    Acara yang digelar di Sekolah Partai PDIP Lenteng Agung, Jakarta ini turut diikuti oleh Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, kader partai hingga perwakilan dari pemerintah yakni Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) serta Komnas HAM.

    Hasto menambahkan berbagai tragedi kemanusiaan terkait pekerja menggugah perasaan semua pihak untuk melindungi pekerja Indonesia. Oleh karena itu, Hasto menegaskan bahwa PDIP memiliki tanggung jawab konstitusional untuk melindungi seluruh bangsa Indonesia.

    Pria kelahiran Yogyakarta itu menyebut peran Dewan Pimpinan Luar Negeri (DPLN) PDIP yang dapat membantu pemerintah dalam melindungi buruh migran yang berada di berbagai negara.

    Untuk memperkuat perlindungan, Hasto mengusulkan pembentukan satuan tugas khusus.

    “Kami bisa membantu pemerintah untuk mengaktifasi kader-kader PDI Perjuangan yang juga berada di seluruh dunia. Bahkan kita bisa mendirikan semacam komite kerja atau semacam task force untuk melindungi buruh-buruh migran,” jelas Hasto.

    Hasto pun mengingatkan kembali pada cita-cita pendirian Republik Indonesia, bahwa negara hadir untuk menjamin bekerjanya kemanusiaan dan keadilan sosial dan kehidupan yang layak bagi semua warga negaranya.

    “Ini yang harus kita sentuh dengan mengingatkan kembali bahwa pada dasarnya Republik ini dibangun dengan suatu cita-cita besar, cita-cita keadilan sosial. Cita-cita di mana dalam demokratisasi ekonomi harus memastikan setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan penghidupan yang layak secara kemanusiaan atas pekerjaannya,” kata Hasto.

    Langkah pembentukan taskforce perlindungan pekerja migran ini diharapkan dapat menjadi aksi nyata PDIP dalam menyelesaikan masalah-masalah aktual yang dihadapi pekerja migran Indonesia, terutama di wilayah-wilayah rawan seperti perbatasan Thailand dan Kamboja, sekaligus mengingatkan pemerintah akan mandat konstitusionalnya.

    Workshop ini juga menghadirkan sejumlah nara sumber diantaranya, Sekretaris Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan, Eva Trisiana; Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayat; Ketua DPP PDIP Bidang Tenaga Kerja dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Mercy Barends serta perwakilan organisasi buruh.

    Turut hadir dalam acara ini, anggota DPR RI TB Hasanuddin, Nico Siahaan, Wayan Sudirta, Pulung Agustanto dan Edy Wuryanto. Lalu, Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning dan Sri Rahayu.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ironi Warga RI: Lapangan Kerja Terbatas, PHK Datang Silih Berganti

    Ironi Warga RI: Lapangan Kerja Terbatas, PHK Datang Silih Berganti

    Bisnis.com, JAKARTA – Survei Bank Indonesia (BI) mencatat indeks keyakinan konsumen terendah sejak 3 tahun terakhir. Rendahnya keyakinan konsumen itu terjadi karena masyakarat mulai pesimistis terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan.

    Indeks ketersediaan lapangan kerja menjadi satu-satunya indikator yang berada di zona pesimis atau di bawah nilai acuan di level 92.

    Sementara itu, investasi yang digembar-gemborkan naik ternyata cukup lamban dalam menyerap tenaga kerja. Padahal, kalau merujuk kepada pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli belum lama ini, ada sekitar 7 juta warga negara Indonesia yang menganggur, belum lagi hingga Agustus 2025 lalu sekitar 44.333 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja PHK.

    Di sisi lain, alih-alih menciptakan lapangan kerja baru, pemerintah justru hanya menyediakan program magang bukan kepada mahasiswa tetapi kepada lulusan fresh graduate. Berbagai program deregulasi yang dimulai dari pemberlakukan Online Single Submission (OSS), implementasi Undang-undang Cipta Kerja, hingga berbagai kemudahan dari aspek fiskal, tidak mampu sepenuhnya menyerap angkatan kerja yang tersedia.

    Ironisnya, dari sekitar 7 jutaan pengangguran, kalau merunut pernyataan Menaker Yassierli, 1 juta di antaranya berstatus sebagai sarjana.

    Persoalan semakin pelik kalau melihat struktur tenaga kerja setidaknya sampai Februari 2025 lalu. Pekerja informal tetap mendominasi angkatan kerja Indonesia. Masih merujuk data BPS, statistik juga menunjukkan bahwa sebanyak 86,58 juta orang bekerja di sektor informal dari total angkatan kerja sebanyak 153,05 juta orang. Itu artinya, hampir 60% orang bekerja di Indonesia berada di sektor informal.

    Sebaliknya, pada periode tersebut juga, hanya 59,19 juta orang yang bekerja di sektor formal atau sebesar 40,60% dari total angkatan kerja. 

    Besaran persentase pekerja sektor informal pun naik dari periode Februari 2024 atau setahun sebelumnya, yakni dari 59,17%. Bahkan, pada Februari 2023 sempat menyentuh 60,12%. 

    Adapun kalau melihat data secara lebih rinci, jika dibandingkan dengan Februari 2024, jumlah pekerja yang berstatus sebagai buruh, pegawai atau karyawan juga mengalami penurunan secara persentase. Sekadar contoh, pada Februari 2025 lalu jumlah penduduk yang berstatus sebagai buruh, pegawai dan karyawan hanya sebesar 37,08%, turun dibandingkan Febuari 2024 yang tercatat sebesar 37,31%.

    1 dari 7 Anak Muda Menganggur

    Sementara itu, laporan Bank Dunia (World Bank) menyebut generasi muda Asia kesulitan mendapatkan pekerjaan layak termasuk di Indonesia, dengan banyak yang terjebak di sektor informal berproduktivitas rendah. 

    Dalam laporan pembaruan ekonomi regional yang dirilis Selasa (7/10/2025), Bank Dunia mencatat adanya kesenjangan signifikan antara pekerja muda dan berpengalaman di sejumlah negara Asia. 

    Laporan tersebut memaparkan, di China dan Indonesia, satu dari tujuh anak muda masih menganggur. Lembaga tersebut juga memperingatkan bahwa jumlah penduduk yang rentan jatuh ke jurang kemiskinan kini lebih besar dibandingkan kelas menengah di sebagian besar negara.

    “Secara umum tingkat ketenagakerjaan tinggi, tetapi anak muda kesulitan menemukan pekerjaan. Sebagian besar masyarakat di Asia yang mencari kerja memang mendapatkannya, namun banyak yang terjebak di sektor informal atau berproduktivitas rendah,” tulis Bank Dunia.

    Partisipasi angkatan kerja juga masih rendah di negara-negara Pasifik dan di kalangan perempuan. 

    Data yang dipaparkan oleh Bank Dunia itu juga sejalan dengan data BPS, bahwa jumlah penduduk di usaia produktif misalnya 15 -59 tahun mewakili 19,2% dari total tingkat pengangguran terbuka.

    Apa Kata Pengamat?

    Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas Syafruddin Karimi mengaku tidak heran dengan perkembangan turunnya keyakinan konsumen yang salah satunya dipicu oleh pesimisme terhadap ketersediaan lapangan kerja. 

    “IKK jatuh ke kisaran 115 karena mesin ekspektasi rumah tangga tertekan dari tiga sisi sekaligus: harga pangan merangkak, pasar kerja terasa sepi, dan porsi cicilan menyita pendapatan,” ujar Syafruddin kepada Bisnis, Rabu (8/10).

    Dia menjelaskan banyak laporan terdahulu yang sudah menunjukkan sinyal pelemahan ekonomi. Contohnya, IKK Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merosot ke 90,5 pada September 2025 dengan alasan “harga sembako naik” dan “kondisi kerja sulit”.

    Selain itu, Bank Indonesia sudah memberi peringatan sejak Agustus: IKK turun ke 117,2, sedangkan Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLK) berada di zona pesimis di sekitar 93, yang menandai persepsi bahwa lowongan menyempit.

    Pada saat yang sama, sambungnya, porsi pendapatan yang tersedot cicilan meningkat, sehingga rumah tangga menahan belanja besar. “Kombinasi tekanan biaya hidup, akses kerja yang dirasa makin sulit, dan ruang belanja yang mengecil mendorong konsumen menilai masa kini berat dan masa depan belum meyakinkan—cukup untuk menyeret IKK ke titik terendah dalam sekitar 3,5 tahun,” jelas Syafruddin.

    Dalam IKK, salah satu komponen yang dinilai adalah ekspektasi ketersediaan lapangan kerja. Sejak Mei 2025, indeks ketersediaan lapangan kerja (IKLK) terus berada di zona pesimis atau di bawah nilai acuan.

    IKLK berada di level 92 pada September 2025. Angka itu turun dari bulan sebelumnya atau Agustus 2025, yang berada di level 93,2. Padahal, pemerintah telah meluncurkan berbagai program stimulus untuk menjaga daya beli dan menciptakan lapangan kerja, seperti program magang fresh graduate, pajak penghasilan karyawan ditanggung pemerintah (PPh 21 DTP) untuk sektor pariwisata dan padat karya, iuran JKK dan JKM untuk lepas, hingga Padat Karya Tunai.

    Syafruddin menilai program-program tersebut belum mengangkat ekspektasi ketersediaan kerja secara signifikan karena sebagian besar stimulus masih bersifat mereduksi biaya dan menyerap tenaga kerja sementara, bukan menambah pesanan produksi yang memicu perekrutan permanen.

    Dia mencontohkan, program Padat Karya Tunai memang membantu masyarakat berpendapatan rendah, tetapi bersifat harian dan jangka pendek sehingga tidak cukup kuat untuk mengubah persepsi peluang kerja di masyarakat. Begitu pula insentif PPh 21 DTP dan diskon iuran JKK/JKM yang menurunkan beban perusahaan dan pekerja, namun dinilai tidak otomatis mendorong peningkatan permintaan tenaga kerja.

    “Tanpa lonjakan order yang jelas—entah dari ekspor, pariwisata, pengadaan pemerintah yang membeli output UKM, atau proyek bernilai tambah—perusahaan cenderung menunda kontrak baru. Hasilnya, publik masih membaca sinyal pasar kerja sebagai ‘ketat,’ dan IKLK bertahan di bawah 100 walau stimulus diumumkan,” tutup Syafruddin.

  • Pamit Ngarit, Lansia di Bondowoso Meninggal Dunia di Sawah Miliknya

    Pamit Ngarit, Lansia di Bondowoso Meninggal Dunia di Sawah Miliknya

    Bondowoso (beritajatim.com) – Seorang pria lanjut usia di Bondowoso ditemukan meninggal dunia di area persawahan miliknya setelah pamit ngarit atau mencari rumput sejak pagi. Peristiwa itu terjadi di Dusun Sekolahan, Desa Kembang, Kecamatan Bondowoso, Selasa (7/10/2025) sore.

    Korban diketahui bernama Tola’i (76), seorang buruh tani setempat. Ia ditemukan dalam posisi terlentang dan sudah tidak bernyawa di sawah miliknya sekitar pukul 17.50 WIB.

    Kasi Humas Polres Bondowoso, Iptu Boby Dwi Siswanto, membenarkan kejadian tersebut. “Benar, seorang warga Desa Kembang atas nama Tola’i ditemukan meninggal dunia di sawah miliknya. Petugas Polsek Bondowoso Kota sudah melakukan pemeriksaan di lokasi,” ujarnya, Rabu (8/10/2025).

    Berdasarkan keterangan saksi yang juga istri korban, Rahmatun (54), korban berpamitan dari rumah sekitar pukul 09.00 WIB untuk mencari rumput. Namun hingga sore hari tak kunjung pulang. “Sekitar pukul 17.30 WIB, saksi menyusul ke sawah dan menemukan korban sudah dalam keadaan meninggal dunia,” jelas Iptu Boby.

    Warga yang mengetahui kejadian itu segera mengevakuasi jenazah korban ke rumah duka. Kepala dusun setempat kemudian menghubungi Bhabinkamtibmas Desa Kembang, Aiptu Putu Sudaryanto, untuk melaporkan kejadian tersebut.

    Petugas Polsek Bondowoso Kota, termasuk Kapolsek, Wakapolsek, Ps. Kanit Reskrim, Bhabinkamtibmas, dan SPKT, langsung mendatangi lokasi guna melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) serta pemeriksaan awal.

    “Dari hasil pemeriksaan sementara, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban. Diduga korban meninggal dunia karena kelelahan atau faktor kesehatan saat bekerja di sawah,” terang Iptu Boby.

    Jenazah korban telah diserahkan kepada pihak keluarga untuk dimakamkan. “Polisi telah melakukan pemeriksaan di lokasi dan berkoordinasi dengan keluarga. Kami turut berbelasungkawa atas peristiwa ini,” pungkasnya. [awi/beq]