Topik: Buruh

  • Suara Pedagang Pakaian Bekas soal Aturan Importir Purbaya: Kami Mau Jual Apa Lagi?

    Suara Pedagang Pakaian Bekas soal Aturan Importir Purbaya: Kami Mau Jual Apa Lagi?

    “Kalau saya secara pribadi sebagai warga negara yang baik, saya akan patuhi aturan pemerintah. Kalau memang melarang, kita ikuti,” ucap Iwan.

    “Cuma dengan catatan, kami pedagang sudah terlanjur berdagang puluhan tahun dan sudah turun-temurun jadi mata pencaharian,” tambahnya.

    Iwan menegaskan, pemerintah seharusnya memberikan jalan keluar, bukan sekadar melarang.

    “Kami minta juga solusinya bagaimana, harus ada itu. Kalau ada kebijakan, harus ada solusi. Sebenarnya pemerintah melarang dasarnya apa?,” katanya.

    Lebih jauh, Iwan menuding pelaku impor pakaian baru dari luar negeri justru menjadi penyebab utama matinya industri garmen lokal, bukan pedagang thrifting.

    “Kalau dasarnya dianggap merugikan garmen lokal, harus dicek dulu. Penyebab utamanya bukan thrifting, tapi pakaian baru impor dari China,” tukasnya.

    “Coba lihat grosir di pasar, pakaian baru itu banyak yang impor dari China dan Thailand, harganya malah lebih murah dari produk lokal,” sambung dia.

    Sementara itu, Darul Amri (36), pedagang lain yang juga menggantungkan hidup dari bisnis thrifting, menilai larangan impor pakaian bekas justru akan menghantam pelaku usaha kecil.

    “Rata-rata pedagang thrifting datang dari pekerja rumahan atau buruh bergaji pas-pasan yang berusaha mencari tambahan di tengah lapangan kerja yang terbatas,” kata Darul.

    Ia juga menyinggung adanya ketimpangan ekonomi dalam kebijakan ini.

    “Tentu ini pertanda buruk, bisa jadi ancaman bagi usaha kecil yang coba diruntuhkan oleh hegemoni politik dagang dengan kuasa negara. Harusnya Pak Purbaya melihat pedagang thrifting sebagai bentuk persaingan ekonomi yang sehat agar produk lokal bisa memperbaiki kualitas,” tambahnya.

  • Menaker sebut penyusunan regulasi UMP 2026 perhatikan kebutuhan hidup

    Menaker sebut penyusunan regulasi UMP 2026 perhatikan kebutuhan hidup

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan penyusunan regulasi terkait upah minimum provinsi (UMP) tahun 2026 memperhatikan pemenuhan kebutuhan hidup layak (KHL).

    Yassierli, dalam media briefing di Kantor Kemnaker RI, Jakarta, Selasa, mengatakan saat ini proses penyusunan regulasi UMP 2026 masih terus berlangsung.

    “UMP (sedang) progres, kita sedang menyiapkan regulasinya,” kata Menaker.

    Lebih lanjut, ia juga memastikan bahwa penyusunan regulasi ini berbasis pada Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168 dalam pengaturan kenaikan upah minimum.

    Dalam putusan tersebut, selain memperhatikan pemenuhan KHL, kenaikan UMP pun harus diperhitungkan berdasarkan nilai inflasi, serta pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu.

    Menaker melanjutkan, saat ini dialog sosial bersama para pemangku kepentingan terkait masih terus berjalan dan membahas kenaikan UMP tahun depan.

    “Kita sedang melakukan dialog sosial. Banyak masukan-masukan dari serikat pekerja, serikat buruh, kita terima semua. Depenas, Dewan Pengupahan Nasional, juga sedang bekerja. Hal ini dan seterusnya, untuk memfinalisasi regulasinya,” ujar Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) itu menambahkan.

    Namun, ia masih belum memberikan informasi lebih lanjut terkait berapa besaran angka kenaikan UMP tahun mendatang.

    Sebelumnya, Menaker Yassierli menyatakan harapan terkait rumusan kenaikan UMP 2026 bisa rampung pada November ini.

    “Sekarang masih di bulan Oktober. Kita target sesuai dengan timeline biasanya setiap tahun, ya, di bulan November itu baru nanti kita akan keluar dengan rumusan,” kata Menaker.

    Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengusulkan upah minimum tahun 2026 naik sebesar 8,5 persen sampai dengan 10,5 persen.

    “KSPI dan Partai Buruh mengusulkan upah minimum tahun 2026 naik sebesar 8,5 persen sampai dengan 10,5 persen,” katanya.

    Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 5 Tips Cepat Dapat Kerja bagi Korban PHK

    5 Tips Cepat Dapat Kerja bagi Korban PHK

    Jakarta

    Terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa jadi pengalaman menantang sekaligus sulit untuk dihadapi. Ketika tiba-tiba kena PHK, tak jarang seseorang akan resah dan bingung dengan nasib selanjutnya. Apalagi belum dapat pekerjaan sama sekali.

    Namun saat terkena PHK, bukan berarti harapan untuk membuka lembar baru dan bekerja di perusahaan baru tidak ada sama sekali. Sebab ada beberapa langkah yang bisa diambil dalam menghadapi perubahan yang mendadak ini agar kita bisa bangkit setelah kena PHK.

    Berikut 5 cara untuk dapat pekerjaan baru dengan cepat saat terkena PHK:

    1. Persiapkan Diri Sebelum Terkena PHK

    Praktisi HR dan Konsultan Sumber Daya Manusia Audi Lumbantoruan mengatakan biasanya saat perusahaan melakukan PHK massal atau efisiensi, masalah ini akan disampaikan jauh-jauh hari. Biasanya 3-6 bulan sebelum efisiensi dilakukan.

    “Kalau masih ada waktu, yang artinya kita masih dikasih waktu 2-3 bulan ke depan, segera mungkin cari perusahaan yang baru, cari institusi baru yang bisa menampung kemampuan yang bersangkutan,” paparnya kepada detikcom, Selasa (28/10/2025).

    Dalam hal ini, Audi menyarankan untuk melamar ke bidang pekerjaan serupa atau setidaknya di ekosistem usaha yang sama. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat lamaran karena terhitung sebagai pelamar berpengalaman.

    Senada, Praktisi HR dan Ketua Ikatan SDM Profesional Indonesia (ISPI) Ivan Taufiza juga menyarankan pekerja untuk selalu mempersiapkan diri jika sewaktu-waktu terkena PHK. Salah satunya dengan terus mengirimkan lamaran kerja meski saat ini masih bekerja dengan baik diperusahaan.

    “Jadi, kita itu jangan melamar atau jangan cari pekerjaan pada saat kepepet, pada saat sudah mendesak atau emergency. Jadi, kalau bisa, ini saya pribadi, saya selalu bilang ke tim saya bahkan ke anak saya, hari pertama kerja, tetap saja melamar, tetap saja apply, tetap saja proses. Karena tadi, kita nggak tahu, mungkin karena satu dan lain hal kita nggak bisa lama di organisasi,” jelasnya.

    2. Jaga Networking

    Ivan Taufiza mengatakan sangat penting bagi pekerja untuk tetap menjaga hubungan dengan orang-orang yang menurutnya tahu dengan baik kinerja, perilaku, dan prestasi kita di perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk membudahkan

    “Contoh misalnya saya bagian accounting lah, mungkin ada salah satu pimpinan, bukan di accounting, misalnya pimpinan di operation, keluar atau pindah atau pensiun dan seterusnya, tapi dia tahu kinerja saya atau prestasi saya. Itu hubungan tetap dijaga. Karena kalau dia pindah ke tempat lain, itu pasti kalau perlu orang dia akan cari orang-orang yang dikenal,” terangnya.

    “Kebanyakan kalau kita tuh terbalik, kalau pimpinan atau rekan kerja pindah ke kompetitor misalnya, malah di-block, malah nggak mau dihubungi. Lah, kan yang berkompetisi itu kan perusahaannya, bukan orangnya,” jelas Ivan lagi.

    Di luar itu, menurutnya relasi ini bisa siapa saja termasuk anggota keluarga atau kenalan di asosiasi pekerjaan tertentu. Namun yang pasti, menurutnya banyak lowongan pekerjaan yang tidak disampaikan perusahaan secara terbuka, namun dari mulut ke mulut.

    3. Jangan Malu Bertanya

    Masih terkait dengan relasi, praktisi HR Audi Lumbantoruan menyarankan mereka yang terkena PHK untuk tidak malu mencari pekerjaan baru dengan menghubungi rekan atau kenalan lama.

    “Mau tak mau kita harus beritahu dulu apa yang bisa kita lakukan untuk bisa segera mendapatkan pekerjaan atau melamar ke perusahaan. Kita tanya pimpinan, teman, saudara, keluarga, ‘Mohon maaf saya mau tanya karena saya kebetulan dapat program untuk efisiensi, gimana saya bisa lamar ke perusahaan Anda?” ucapnya.

    4. Terus Mencoba

    Lebih lanjut Audi mengatakan saat mencari pekerjaan baru, yang bersangkutan jangan mudah putus asa saat lamarannya tak kunjung diterima. Sebab proses lamar pekerjaan ini memang sering kali memakan waktu dan tenaga.

    “Kita sudah harus berpikirannya saya bisa apply nerapa banyak jenis pekerjaan dalam satu hari. Mungkin 10, 20, tapi prinsipnya mau coba ya,” ucapnya.

    Karena hal ini jugalah, ia kembali menekankan pentingnya persiapan sebelum terkena PHK. Salah satunya dengan memiliki CV atau surat lamaran yang selalu siap untuk dikirim kapan saja, jika sewaktu-waktu ternyata terkena PHK.

    “At any time selalu punya CV yang siap dikirim, At any time bikin cover letter hang bagus gitu loh, dan sekarang kan semua sudah canggih,” tegas Audi.

    5. Jangan Banyak Pilih-pilih

    Terakhir, menurut Audi jangan pilih-pilih pekerjaan saat lamaran diterima. Misalkan karena posisinya saat ini setingkat lebih rendah dari posisi sebelumnya, atau perusahaan tempatnya bekerja saat ini lebih kecil atau kurang memiliki nama seperti perusahaan sebelumnya.

    “Jangan Malu, jangan gengsi untuk mengambil pekerjaan selama kita masih belum dapat pekerjaan tetap,” ucap Audi.

    “Kalau misalnya dapat pekerjaan pertama, pertahankan saja dulu. Nanti kita kan bisa review, bisa evaluasi bagaimana ke depan pekerjaan ini bisa dipertahankan nggak, bisa kembangkan karier nggak?” paparnya.

    Lihat juga Video: Buruh Usul Pelatihan Vokasi untuk Pekerja yang Kena PHK

    (igo/fdl)

  • Kantor Lagi Efisiensi, Begini Cara biar Kamu Tak Jadi Korban PHK

    Kantor Lagi Efisiensi, Begini Cara biar Kamu Tak Jadi Korban PHK

    Jakarta

    PHK selalu merupakan momok bagi para pekerja. Tak sedikit perusahaan di berbagai sektor yang mengurangi jumlah pegawai alias efisiensi. Untuk itu, para pekerja wajib tahu cara agar tak menjadi target PHK saat ada pemangkasan.

    Praktisi HR dan Konsultan Sumber Daya Manusia, Audi Lumbantoruan, mengatakan biasanya efisiensi dilakukan saat kondisi perusahaan sedang tidak baik-baik saja, di mana beban operasional jauh lebih berat daripada seharusnya. Atau bisa jadi karena alasan lain seperti perusahaan itu dibeli atau diakuisisi oleh perusahaan lain.

    Menurutnya yang terpenting adalah bagaimana pekerja bisa mengetahui kondisi perusahaan dan penyebab efisiensi. Dengan begitu pekerja bisa menilai apakah efisiensi akan dilakukan untuk memangkas karyawan-karyawan yang tidak banyak berkontribusi terhadap perusahaan atau memang efisiensi untuk divisi tertentu, sehingga yang bersangkutan bisa menilai apakah dirinya berpotensi terkena PHK.

    “Jika masih mau bekerja di perusahaan itu fokusnya adalah bagaimana kita bisa memberikan kontribusi kepada perusahaan, bagaimana kita bekerja jadi karyawan yang efisien. Jadi kalau saya sebagai karyawan yang saya pikirkan adalah bagaimana saya masih dipertimbangkan sebagai karyawan di dalam perusahaan,” kata Audi kepada detikcom, Selasa (28/10/2025).

    Jika dirinya masih berpeluang terkena PHK dan belum ingin berpindah kerja, untuk tetap bisa bertahan yang bersangkutan perlu menunjukkan kinerja yang baik dengan memenuhi ekspektasi yang ada. Misalkan menyelesaikan tugas-tugas tepat waktu, sedikit kesalahan dalam pekerjaan, dan lain sebagainya.

    “Tapi kalau perusahaan sudah menuju ke bangkrut atau tidak bisa diselamatkan ya kita harus memiliki rencana mitigasi risiko,” tegasnya mengingatkan.

    Sementara itu, Praktisi HR dan Ketua Ikatan SDM Profesional Indonesia (ISPI) Ivan Taufiza berpendapat satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk tetap bertahan adalah dengan memberikan kinerja yang baik.

    Namun ia mengingatkan saat ini banyak perusahaan tak lagi mencari ‘loyalitas’ pekerja, begitu juga dengan karyawan saat ini. Pada akhirnya banyak perusahaan melakukan ‘bongkar-pasang’ karyawan sesuai kebutuhan saat itu.

    “Semuanya sudah berganti, sudah berubah, yang di-value sama perusahaan pun juga beda dengan yang di-value oleh karyawan sekarang. Kalau 15 tahun yang lalu, 20 tahun yang lalu yang di-value masa kerja, loyalitas, dan seterusnya, makanya panjang-panjang masa kerjanya. Kalau sekarang kan nggak,” terangnya.

    Untuk itu menurutnya alih-alih fokus dengan bagaimana cara bisa bertahan tak terkena PHK saat perusahaan melakukan efisiensi, ia menyarankan untuk tetap berkinerja baik agar jika dirinya memang ter-PHK, yang bersangkutan bisa dengan cepat mendapat pekerjaan baru karena memiliki riwayat kinerja yang baik.

    “Di perusahaan A, kerja bagus, perform well, jadi talent. Nah di perusahaan A di restructuring, tapi karena kinerja saya dan prestasi saya bagus, saya bisa mudah dapat job mungkin nanti di perusahaan B atau perusahaan C,” paparnya.

    Lihat juga Video: Buruh Usul Pelatihan Vokasi untuk Pekerja yang Kena PHK

    (igo/fdl)

  • Pakai Seragam Sekolah, Tiga Pemuda Curi Motor Pekerja Bangunan di Masjid Syekh Yusuf Gowa

    Pakai Seragam Sekolah, Tiga Pemuda Curi Motor Pekerja Bangunan di Masjid Syekh Yusuf Gowa

    Liputan6.com, Jakarta – Tiga pemuda terekam kamera CCTV melakukan aksi pencurian sepeda motor di Masjid Syekh Yusuf, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Mirisnya, ketiga pemuda itu melakukan aksi pencurian mengenakan pakaian sekolah.

    Dalam rekaman video yang diterima Liputan6.com, dua pelajar di antaranya terlihat masih mengenakan seragam putih abu-abu, sementara seorang pelajar lainnya memakai kaus dan celana abu-abu.

    Awalnya, salah satu pelaku tampak memantau area sekitar masjid. Setelah dipastikan aman, ia kemudian memanggil dua temannya untuk beraksi.

    Setelah berhasil mengambil sepeda motor milik seorang buruh bangunan yang terparkir di area masjid, mereka dengan santai mendorong motor curian itu secara “stut” menggunakan motor yang sebelumnya mereka bawa.

    “Kejadiannya hari Rabu (22/10/2025) sekitar jam 10.35 Wita. Saat itu suasana di sekitar masjid memang sedang sepi, jemaah belum banyak datang,” kata petugas keamanan Masjid Syekh Yusuf, Aris, Senin (27/10/2025).

  • Pedagang di Makassar Bantah Purbaya: Pakaian Impor China yang Matikan Industri Lokal
                
                    
                        
                            Makassar
                        
                        28 Oktober 2025

    Pedagang di Makassar Bantah Purbaya: Pakaian Impor China yang Matikan Industri Lokal Makassar 28 Oktober 2025

    Pedagang di Makassar Bantah Purbaya: Pakaian Impor China yang Matikan Industri Lokal
    Editor
    MAKASSAR, KOMPAS.com
    – Sejumlah pedagang pakaian bekas di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), menilai Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa keliru karena menganggap impor pakaian bekas mengganggu industri garmen lokal.
    Para pedagang menilai penyebab utama lesunya industri pakaian dalam negeri justru berasal dari maraknya impor pakaian baru dari China dan Thailand, bukan dari usaha thrifting yang mereka jalankan selama bertahun-tahun.
    Salah satu pedagang pakaian bekas di Pasar Cakar Toddopuli, Makassar, Iwan (44), menilai kebijakan pelarangan impor pakaian bekas perlu dikaji ulang.
    Menurutnya, tudingan bahwa thrifting mematikan industri lokal tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan.
    “Kalau dasarnya dianggap merugikan garmen lokal, harus dicek diteliti dulu, ini kebijakan politik. Penyebab utamanya bukan thrifting sebenarnya, yang menyebabkan matinya garmen lokal itu pakaian baru impor dari China, jelas itu banyak masuk ke Indonesia,” ujar Iwan kepada Kompas.com, Senin (27/10/2025).
    Ia mengatakan, pakaian baru impor dari China dan Thailand dijual di pasaran dengan harga yang jauh lebih murah dibanding produk buatan industri dalam negeri.
    “Coba kita lihat grosir pasar, pakaian baru itu impor dari China dan Thailand itu harga lebih murah daripada barang industri dalam negeri,” tambahnya.
    Meski menolak dianggap sebagai penyebab lesunya industri lokal, Iwan menegaskan tetap akan mematuhi aturan pemerintah jika larangan impor pakaian bekas diberlakukan.
    Namun, ia meminta pemerintah menyiapkan solusi yang jelas bagi para pedagang kecil yang telah menggantungkan hidup dari usaha tersebut.
    “Kalau saya secara pribadi sebagai warga negara yang baik, saya akan ikuti patuhi aturan pemerintah, kalau memang melarang kita ikuti. Cuma dengan catatan kami pedagang sudah terlanjur berdagang, puluhan tahun dan sudah turun-temurun sudah jadi mata pencaharian,” ujarnya.
    “Tapi kami minta juga solusinya bagaimana, harus ada itu (solusi), kalau ada kebijakan harus ada solusi itu yang kami minta. Sebenarnya itu pemerintah melarang dasarnya apa?” lanjut Iwan.
    Pedagang lain, Hj Hartati (60), yang telah berjualan pakaian bekas selama dua dekade di Pasar Toddopuli, juga menyuarakan kekhawatiran serupa.
    Ia merasa akan sangat dirugikan jika impor pakaian bekas dilarang tanpa solusi alternatif.
    “Kami dirugikan, apalagi mau kami jual, dari dulu kami cuma jual cakar (pakaian bekas) ini, kalau tutup (dilarang) kami mau jual apa lagi?” ungkapnya.
    Hartati menegaskan bahwa seluruh modal usahanya berasal dari uang pribadi, bukan bantuan pemerintah.
    “Ini kita tidak dimodali pemerintah, ini modal sendiri ini penghidupan kita. Kalau nanti ada larangan kita mau bagaimana?, pemerintah bisa jamin kita tidak?. Harapan kami janganlah ditutup, kami minta solusi lah apalah solusinya,” ucap dia.
    Sementara itu, Darul Amri (36) menilai thrifting justru menjadi jalan bagi masyarakat kecil untuk bertahan hidup di tengah keterbatasan lapangan kerja.
    “Rata-rata pedagang thrifting datang dari pekerja rumahan atau buruh dengan gaji pas-pasan yang berusaha mencari tambahan di saat lapangan pekerjaan terbatas dan monopoli modal oleh pedagang besar,” ucap Darul.
    Menurutnya, kebijakan pelarangan impor pakaian bekas justru dapat mengancam keberlangsungan usaha kecil.
    “Tentu ini pertanda buruk, dan bisa jadi ancaman untuk sebuah usaha kecil yang coba diruntuhkan oleh hegemoni politik dagang dengan kuasa negara,” tambahnya.
    Diketahui, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tengah menyiapkan aturan baru untuk memberantas impor pakaian bekas ilegal.
    Purbaya menyebut aturan tersebut akan diterbitkan dalam waktu dekat dan akan memperketat pengawasan serta penindakan terhadap para importir pakaian bekas ilegal.
    Menurutnya, aturan yang berlaku saat ini masih lemah dari sisi sanksi, sehingga para pelaku masih berani memasukkan pakaian bekas dalam bentuk balpres.
    Sementara menunggu aturan baru diterbitkan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai disebut terus melakukan pengawasan di pelabuhan-pelabuhan yang menjadi pintu masuk barang impor.
    Langkah ini dilakukan agar pakaian bekas impor tidak mematikan usaha pakaian lokal, seiring dengan maraknya thrifting di Indonesia.
    (Penulis: Reza Rifaldi)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Rencana Pemberian Gelar Pahlawan Soeharto Dinilai Khianati Reformasi 98 dan Melanggar Hukum

    Rencana Pemberian Gelar Pahlawan Soeharto Dinilai Khianati Reformasi 98 dan Melanggar Hukum

    Bisnis.com, JAKARTA — Rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto dinilai bakal mengkhianati reformasi 1998 dan melawan hukum.

    Direktur Eksekutif Lembaga Kajian demokrasi dan kebajikan publik Public Virtue Research Institute (PVRI), Muhammad Naziful Haq menolak rencana penetapan gelar pahlawan untuk Presiden ke-2 Soeharto 

    Menurutnya, jika gelar tersebut tetap diberikan, maka sama saja mengkhianati cita-cita kemerdekaan Indonesia. Hal ini tidak lepas dari historis Soeharto yang lekat dengan pelanggaran HAM, penyelewengan kekuasaan, hingga militeristik. 

    “Soeharto bukan bukan nominasi yang tepat. Secara historis, dia adalah bagian dari otoritarianisme masa lalu yang mengkhianati cita-cita kemerdekaan,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin (27/10/2025).

    Dia juga menyoroti usulan nama yang mendapatkan gelar pahlawan di mana dari 40 nama, 10 di antaranya berlatar belakang militer, 11 memiliki latar belakang elite agama, 19 lainnya dari berbagai latar. 

    Dia menilai, hal ini berkaitan erat dengan kepentingan politik antara para elite untuk memberikan gelar pahlawan.

    “Nominasi nama-nama pahlawan di satu sisi tidak lepas dari politik pengkultusan individu, namun di sisi lain mencerminkan kompromi antara aktor penguasa dan kelompok agama yang sedang diakomodasi,” ujarnya.

    Selain itu, menurut Peneliti PVRI, Alva Maldini usulan nama Soeharto seolah mencoba mengubur masalah-masalah yang terjadi masa itu. Terlebih, katanya, nama Marsinah dan Gus Dur masuk dalam usulan sebagai simbol kelompok buruh dan ikon demokrasi. 

    “Namun ketika dua nama ini bersanding dengan nama Suharto dalam situasi militerisme dan menyempitnya ruang sipil, ada risiko dua nama ini menjadi apologi untuk situasi saat ini atau bahkan tukar guling politik,” jelas Alva.

  • Ironi HAM di Balik Kertajati “In the Middle of Nowhere”

    Ironi HAM di Balik Kertajati “In the Middle of Nowhere”

    Ironi HAM di Balik Kertajati “In the Middle of Nowhere”
    Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UNNES, Direktur Eksekutif Amnesty UNNES, dan Penulis
    BANDARA
    Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati dibangun dengan ambisi besar: menjadi simbol kemajuan dan pusat pertumbuhan ekonomi kawasan Rebana Metropolitan.
    Namun di balik landasan pacu sepanjang 3.000 meter dan terminal megah berbiaya Rp 2,6 triliun (
    Kompas.com
    , 26 Oktober 2025), tersimpan kisah kelam tentang penggusuran, ketidakadilan agraria, dan pelanggaran hak asasi manusia yang jarang dibicarakan.
    Di tempat yang kini disebut oleh Agus Harimurti Yudhoyono, Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan sebagai “in the middle of nowhere” — wilayah Majalengka yang disebutnya megah, tetapi sepi — dulu berdiri rumah, sawah, dan kehidupan para petani yang kini tersingkir.
    Sejak studi kelayakan pada 2003 hingga pembangunan dimulai pada 2014, proyek Kertajati menggusur sedikitnya 1.400 kepala keluarga di lima desa: Kertajati, Bantarjati, Sukakerta, Kertasari, dan Sukamulya (Project M, 2024; Independen.id, 5 Agustus 2024).
    Banyak dari mereka kehilangan hak atas tanah akibat status kepemilikan yang tidak jelas, proses kompensasi tak transparan, dan nilai ganti rugi yang jauh dari layak.
    Alih fungsi lahan pertanian ini mengakibatkan hilangnya sumber penghidupan ribuan warga.
    Penelitian Hidayat et al. (2017) menemukan bahwa konversi sawah untuk proyek Kertajati menyebabkan penurunan pendapatan usaha tani padi sebesar Rp 37,9 juta per hektar per tahun, serta hilangnya kesempatan kerja pertanian senilai Rp 12,2 juta per hektar per tahun.
    Dampak sosial-ekonomi ini mengancam hak-hak dasar warga sebagaimana dijamin Pasal 28H ayat (1) UUD NRI 1945, UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, dan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, yang menuntut adanya keadilan dan partisipasi warga terdampak.
    Ironi itu semakin kentara karena bandara yang dibangun dengan dalih “pembangunan nasional” justru sepi aktivitas.
    Kompas.com
    (29 Juni 2025) menunjukkan bahwa seluruh penerbangan domestik dihentikan sementara akibat rendahnya okupansi.
    Kini, Kertajati hanya melayani satu rute internasional reguler ke Singapura oleh maskapai Scoot, sementara PT BIJB menanggung kerugian hingga Rp 60 miliar per tahun (
    Kompas.com
    , 24 Oktober 2025).
    Pada saat infrastruktur menganggur, para petani bekas penghuni Sukamulya dan Kertajati masih terjerat utang, kehilangan lahan, dan sebagian bahkan menjadi buruh kasar di tanah yang dulu mereka miliki.
    Kertajati sejatinya merupakan cermin buram pembangunan yang kehilangan arah kemanusiaan.
    Di balik jargon “pemerataan” dan “pertumbuhan ekonomi,” negara abai terhadap hak rakyat atas tanah, lingkungan, dan kehidupan yang layak.
    Maka, istilah “in the middle of nowhere” sebetulnya bukan hanya menggambarkan lokasi bandara yang jauh dari kota, melainkan juga mencerminkan kosongnya nurani dalam kebijakan pembangunan yang tidak berpihak pada mereka yang paling terdampak — rakyat kecil di tanah sendiri.
    Kisah Kertajati menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur kerap dijalankan dengan mengorbankan hak warga yang paling rentan.
    Di Desa Sukamulya, Bantarjati, dan Kertasari — wilayah yang kini menjadi bagian dari kawasan Bandara Kertajati — para petani kehilangan tanah yang menjadi sumber penghidupan turun-temurun.
    Banyak di antara mereka tidak memiliki sertifikat karena sejarah penguasaan tanah di sana bersifat adat dan berbasis penggarapan.
    Ketika proyek Bandara Internasional Jawa Barat ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016, proses pengadaan tanah berjalan cepat, sementara ruang konsultasi publik dan negosiasi nyaris tidak ada.
    Laporan Project M (2024) dan Independen.id (2024) menunjukkan bahwa sebagian besar warga hanya menerima ganti rugi dalam bentuk uang tunai, tanpa opsi relokasi atau tanah pengganti sebagaimana dijamin oleh Pasal 36 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012.
    Bahkan, beberapa warga hanya memperoleh separuh nilai kompensasi karena tanah yang telah mereka tempati puluhan tahun tiba-tiba bersertifikat atas nama pihak lain.
    Ketidakjelasan status hukum tanah itu membuat mereka kehilangan hak atas ganti rugi penuh dan terjerat utang ketika berupaya membeli lahan baru.
    Serikat Petani Majalengka (SPM) mencatat banyak petani akhirnya beralih profesi menjadi buruh kasar, kuli bangunan, atau pekerja migran karena kehilangan lahan garapan.
    Sebagian terjerat pinjaman dari bank maupun rentenir akibat biaya hidup yang meningkat dan hasil tani yang merosot.
    Fakta ini memperlihatkan bahwa proyek pembangunan yang mengklaim membawa kesejahteraan justru menciptakan ketimpangan struktural baru.
    Negara, alih-alih menjadi pelindung hak warga, tampil sebagai aktor yang mempercepat proses pemiskinan di pedesaan.
    Kertajati pun menjadi contoh nyata bagaimana pembangunan infrastruktur dapat melahirkan pelanggaran hak atas tanah, hak atas pekerjaan, dan hak atas kehidupan yang layak — tiga hak dasar yang termasuk dalam kategori hak ekonomi, sosial, dan budaya (Ekosob) menurut instrumen Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR) yang telah diaksesi Indonesia melalui UU No. 11 Tahun 2005.
    Dalam HAM, pelanggaran ini bukan sekadar akibat kebijakan teknokratis yang salah arah, tetapi juga bentuk kegagalan negara memenuhi kewajibannya untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak warga.
    Narasi resmi negara tentang Kertajati selalu dibungkus dengan optimisme: mendorong konektivitas, mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan menjadikan Majalengka bagian dari “kawasan masa depan” Jawa Barat.
    Namun, di balik jargon industrialisasi Rebana dan retorika kemajuan, terselip realitas sosial yang kontras — kemiskinan baru, kehilangan identitas agraris, dan keterasingan warga di tanah sendiri.
    Alih-alih membuka lapangan kerja bagi masyarakat lokal, kawasan industri dan bandara justru menutup akses mereka terhadap sumber penghidupan tradisional.
    Bahkan, ada warga yang istrinya terpaksa menjadi pekerja migran karena lahan sawah tergusur, menggambarkan wajah baru penderitaan di balik proyek strategis nasional.
    Jeratan utang ke bank dan rentenir menjadi keniscayaan ketika tanah — simbol kemandirian petani — berubah menjadi aset komersial bagi segelintir pihak.
    Ironi Kertajati tidak berdiri sendiri. Ia adalah potret dari model pembangunan yang mengukur kemajuan dengan beton dan aspal, bukan kesejahteraan rakyat.
    Negara tampak berkomitmen pada “pertumbuhan”, tetapi lalai terhadap “keadilan sosial”. Padahal, sebagaimana diingatkan oleh Pasal 33 UUD NRI 1945, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan, bukan untuk menyingkirkan yang lemah.
    Ketika tanah yang dulu memberi kehidupan kini hanya menjadi landasan pesawat, pertanyaan mendasar harus diajukan: untuk siapa pembangunan itu dijalankan?
    Jika warga lokal hanya menjadi penonton, atau bahkan korban, maka Kertajati bukanlah simbol kemajuan, melainkan monumen ketimpangan — sebuah “kemegahan di atas penderitaan.”
    Pemerintah kerap berdalih bahwa pengorbanan warga adalah “harga pembangunan”. Namun, dalam perspektif hak asasi manusia, logika semacam itu tidak dapat dibenarkan.
    Negara memiliki kewajiban konstitusional dan moral untuk memastikan bahwa setiap kebijakan pembangunan menghormati, melindungi, dan memenuhi hak warga — bukan sebaliknya.
    Pun, Pasal 28I ayat (4) UUD NRI 1945 secara tegas menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
    Artinya, setiap bentuk penggusuran, ketimpangan kompensasi, dan hilangnya mata pencaharian tanpa pemulihan yang adil adalah bentuk pelanggaran terhadap tanggung jawab itu.
    Jika melihat Kertajati, pelanggaran HAM tidak hanya terjadi secara individual, tetapi bersifat struktural dan sistemik.
    Negara gagal menghadirkan mekanisme partisipatif dalam pengambilan keputusan, gagal memberikan ganti rugi yang layak, dan gagal menyediakan alternatif kehidupan berkelanjutan bagi warga tergusur.
    Lebih dari itu, pemerintah justru membiarkan proyek strategis nasional menjadi ladang bagi akumulasi kapital, bukan kesejahteraan sosial.
    Kertajati seharusnya menjadi pengingat bahwa pembangunan yang meminggirkan rakyat kecil bukanlah kemajuan, melainkan kemunduran kemanusiaan.
    “In the middle of nowhere” akhirnya bukan sekadar kiasan geografis — melainkan metafora moral bagi negara yang kehilangan arah dalam menegakkan keadilan.
    Di tanah yang dulu hijau oleh padi dan kehidupan, kini berdiri bandara megah di atas luka — dan di sanalah, nurani pembangunan seolah ikut hilang di tengah-tengah “nowhere.”
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jaringan Kiai Santri Usulkan 2 Nama Ulama Jadi Pahlawan Nasional
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        27 Oktober 2025

    Jaringan Kiai Santri Usulkan 2 Nama Ulama Jadi Pahlawan Nasional Surabaya 27 Oktober 2025

    Jaringan Kiai Santri Usulkan 2 Nama Ulama Jadi Pahlawan Nasional
    Tim Redaksi
    SURABAYA, KOMPAS.com
    – Jaringan Kiai Santri Nasional (JKSN) meminta Presiden Prabowo Subianto memberikan gelar Pahlawan Nasional tahun ini kepada 2 ulama yang disebut memiliki peran aktif pada perang kemerdekaan.
    Keduanya adalah KH Abbas Abdul Jamil yang dikenal populer dengan nama Kiai Abbas Buntet asal Cirebon, Jawa Barat dan KH Yusuf Hasyim yang pupuler dengan nama Pak Ud asal Jombang, Jawa Timur.
    Ketua JKSN KH Asep Saifudin Chalim mengatakan, kedua nama ulama tersebut menurut data dari Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Tingkat Pusat (TP2GP), merupajan nama yang paling kredibel dan memenuhi syarat untuk diberi gelar pahlawan nasional.
    “Berdasarkan kajian dan sumber-sumber primer, nama Kiai Abbas Buntet dan Pak Ud punya kredibilitas untuk diberi gelar Pahlawan Nasional,” katanya usai Halaqoh Ulama di Surabaya, Minggu (26/10/2025) malam.
    Ia mengatakan, Indonesia yang kini dipimpin Presiden Prabowo merupakan bangsa yang menghargai jasa pahlawannya.
    “Karena itu kami berharap, berapa pun nama yang diusulkan jadi pahlawan nasional kepada presiden, 2 nama tersebut setidaknya bisa masuk karena ukuran jasanya sudah jelas,” ujar Pengasuh Ponpes Amanatul Ummah Mojokerto ini.
    Menurut dia, Pak Ud yang merupakan putra bungsu pendiri Nahdatul Ulama KH Hasyim Asy’ari merupakan tokoh kemerdekaan di Jombang, gerakan penumpasan G30S PKI, serta tokoh pesantren yang menjaga nilai-nilai pancasila.
    “Sedangkan Kiai Abbas Buntet adalah tokoh ulama yang menentukan hari, tanggal dan waktu serangan 10 November saat perang di Surabaya,” kata dia. 
    Dari 4 nama calon pahlawan nasional yang diusulkan tahun ini, kedua nama tersebut didukung lebih dari 70 sumber primer.
    “Untuk Kiai Abbas Buntet ada 76 sumber primer dan Pak Ud 74 sumber primer. Ini sudah cukup untuk ukuran kredibel,” ujar dia.
    Kementerian Sosial mengusulkan 40 nama untuk diberikan gelar pahlawan nasional kepada Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) yang dipimpin Fadli Zon.
    Ke-40 nama tersebut telah melewati proses yang panjang dan dinyatakan memenuhi persyaratan untuk sebagai calon pahlawan nasional.
    Kiai Abbas Buntet adalah 2 dari 4 nama usulan tahun ini bersama tokoh buruh Marsinah dan Demmatande dari Sulawesi Barat.
    Selain itu, ada 16 nama usulan tunda 2024 serta 20 nama yang diajukan kembali karena memenuhi syarat. Sebanyak 20 nama dimaksud pernah diusulkan pada periode 2011-20203.
    Dari 20 nama itu, ada mantan Presiden Soeharto dan mantan Presiden KH Abdurahman Wahid serta Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan.
     
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jabatan Strategis Justru Diisi Pihak China

    Jabatan Strategis Justru Diisi Pihak China

    GELORA.CO –  Polemik proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh kembali mencuat setelah PT KAI mengungkap bahwa pembayaran bunga utang proyek tersebut telah mencapai Rp2 triliun, sementara pemasukan tiket hanya sekitar Rp5 triliun.

    Situasi makin memanas ketika Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak akan menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menutup utang proyek yang kini membengkak hingga Rp116 triliun.

    Menanggapi hal itu, Mahfud MD kembali mengingatkan dugaan adanya praktik mark up dalam proyek KCIC yang dikutip dari pandangan pengamat kebijakan publik Agus Pambagio dan pengamat ekonomi Anthony Budiawan.

    Dalam video di kanal YouTube resminya pada Jumat malam, 24 Oktober 2025, Mahfud menyebut meski Whoosh beroperasi di Indonesia, proyek tersebut masih didominasi oleh pihak China.

    “Dalam proyek itu, saham Indonesia memang lebih besar, yakni 60 persen, sementara China 40 persen. Tapi posisi strategis justru banyak diisi ekspatriat China,” ujar Mahfud.

    Mahfud memaparkan bahwa jabatan penting seperti presiden komisaris, direktur keuangan, dan direktur teknik didominasi oleh pihak China.

    “Indonesia justru menanggung utang besar, sementara China sudah mulai mendapat keuntungan,” tambahnya.

    Mengutip data riset thepeoplesmap.net, Mahfud menyebut seharusnya ada 24 ribu pekerja lokal dari total 39 ribu tenaga kerja yang diserap.

    Namun, kenyataannya sebagian besar posisi manajerial diisi ekspatriat China, sedangkan pekerja lokal hanya menempati posisi buruh.

    Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyatakan proyek Whoosh memberikan dampak positif terhadap ekonomi Indonesia.

    “Kereta cepat ini telah melayani lebih dari 11,7 juta penumpang dan terus membuka lapangan kerja bagi masyarakat lokal,” kata Guo Jiakun pada 20 Oktober 2025.

    Guo juga menegaskan bahwa kerja sama antara Indonesia dan China akan terus diperkuat demi pengoperasian Whoosh yang lebih efisien dan stabil.

    “China siap bekerja sama dengan Indonesia untuk memastikan pengoperasian berkualitas tinggi dan mendorong pembangunan ekonomi di sepanjang jalur kereta cepat,” ujarnya.

    Terkait utang jumbo proyek Whoosh, pihak Danantara mengonfirmasi akan melakukan restrukturisasi pembayaran dengan tenor hingga 40 tahun dan berencana melakukan negosiasi lanjutan ke China dalam waktu dekat.***