Topik: BLBI

  • Prabowo Dinilai Punya PR Pengesahan RUU Perampasan dan BLBI

    Prabowo Dinilai Punya PR Pengesahan RUU Perampasan dan BLBI

    Surabaya (beritajatim.com) Pengamat hukum Dr. (Cand.) Hardjuno Wiwoho menyatakan bahwa pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi pekerjaan rumah (PR) penting bagi Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

    Selain program makan siang gratis, kata dia, dua PR besar yang masuk dalam program 100 hari pemerintahanya adalah pengesahan RUU Perampasan Asset menjadi UU dan penuntasan mega skandal korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

    “Saya kira, urgensi maupun semangat disahkannya RUU Perampasan Aset adalah bisa menumpas korupsi,” ujar Hardjuno, Jumat (26/4/2024).

    Menurutnya, RUU ini menjadi solusi untuk menyelamatkan uang negara yang dikorupsi dan dapat digunakan untuk mendanai program pemerintah, termasuk program makan siang gratis yang dijanjikan Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

    Hardjuno menjelaskan bahwa RUU Perampasan Aset memungkinkan perampasan aset pejabat negara dari pendapatan yang tidak wajar dan tidak dapat dibuktikan diperoleh secara sah.

    “Perampasan aset melalui RUU ini tidak memerlukan adanya bukti kesalahan dari pelaku kejahatan yang sulit dibuktikan dalam sidang pengadilan, sementara kerugian negara secara nyata yang telah terjadi,” jelasnya.

    Namun Hardjuno mengaku pengesahan RUU ini tidak mudah. Menurut dia, tarik ulur pengesahan RUU perampasan aset ini sangat kuat. Apalagi, banyak tangan politik yang bermain.

    “Mestinya semua komponen bangsa dan seluruh rakyat Indonesia mengawasi pembahasan RUU ini,” ujarnya.

    Hardjuno menambahkan, RUU ini juga dapat menjadi alat untuk menyelesaikan kasus BLBI yang masih menjadi kotak pandora yang belum terungkap secara terang benderang.

    “Kita berharap, pemerintahan baru ini bekerja maksimal mengejar para obligor dan debitur untuk menyelesaikan utangnya kepada negara,” ujar Mahasiswa Program Doktor Program Studi Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya ini.

    “Pemerintah mesti lebih tegas, tidak pandang bulu. Kalau asset pengemplang BLBI ini disita, saya kira bisa mempertebal APBN kita. Sehingga program apapun jenisnya bisa dieksekusi,” tambah dia.

    Hardjuno menegaskan bahwa pengesahan RUU Perampasan Aset harus segera dilakukan agar tidak ada kelompok tertentu yang memanfaatkannya sebagai gimik politik.

    “Mari semua anak bangsa, sama-sama mengawal seberapa serius mereka mendukung pengesahan RUU Perampasan Aset. Karena dari situ menjadi alat ukur keseriusan memberantas korupsi,” pungkas dia. [asg/but]

  • RUU Perampasan Aset Belum Disahkan, Padahal Penting

    RUU Perampasan Aset Belum Disahkan, Padahal Penting

    Surabaya (beritajatim.com) – Komitmen pemerintah dan DPR dalam agenda pemberantasan korupsi kembali diragukan publik. Pasalnya, Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU Perampasan Aset) yang diusulkan sejak 2012 masih belum disahkan hingga saat ini.

    Penundaan pengesahan RUU ini menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk pengamat hukum Dr. (Cand.) Hardjuno Wiwoho. Menurut dia, RUU ini penting untuk segera disahkan,

    “Karena RUU ini merupakan instrumen penting untuk memudahkan aparat penegak hukum dalam menegakkan keadilan dan mendukung agenda pemberantasan korupsi dan kejahatan ekonomi di tanah air,” tegas Hardjuno, Rabu (17/4/2024).

    Menurut Hardjuno, RUU Perampasan Aset menjadi instrumen hukum krusial untuk menyelesaikan benang kusut persoalan korupsi di Indonesia.

    “Dengan aturan ini, negara dapat merampas aset hasil korupsi tanpa menunggu pembuktian terlebih dahulu,” jelas Mahasiswa Program Doktor Program Studi Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya ini.

    Lebih lanjut, Hardjuno menjelaskan bahwa RUU Perampasan Aset merupakan mandat pasca Indonesia meratifikasi Konvensi PBB tentang UNCAC (UN Convention Against Corruption).

    “RUU ini penting untuk memberikan efek jera bagi para koruptor,” imbuhnya.

    Penundaan pengesahan RUU ini dinilai sebagai bentuk lemahnya komitmen pemerintah dan DPR dalam pemberantasan korupsi.

    “Rakyat Indonesia wajib menagih komitmen pemerintah dan DPR atas RUU ini. Kita harus terus menyuarakan, kapan RUU ini disahkan menjadi UU,” tegas Hardjuno.

    Hardjuno menambahkan bahwa RUU Perampasan Aset akan menjadi pengontrol perilaku korup para elit. “Kehadiran UU ini sangat strategis untuk mencegah mega korupsi seperti BLBI dan kasus timah yang merugikan rakyat,” jelasnya.

    “Kasus Harvey Moeis cs ini menjadi momentum untuk kembali mendesak pemerintah dan DPR segera disahkannya RUU Perampasan Aset ini,” pungkas Hardjuno. [asg/but]