Topik: bapokting

  • Bahlil sebut kenaikan PPN 12 persen tak pengaruhi harga BBM

    Bahlil sebut kenaikan PPN 12 persen tak pengaruhi harga BBM

    PPN untuk minyak, nggak ada isu, tidak ada isu, (harga) tetap

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen tidak akan mempengaruhi harga bahan bakar minyak (BBM).

    Bahlil dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis menyebutkan bahwa harga BBM tetap stabil dan tidak akan mengalami kenaikan akibat perubahan tarif PPN.

    “PPN untuk minyak, nggak ada isu, tidak ada isu, (harga) tetap,” kata Bahlil.

    Meski pun PPN 12 persen akan berlaku untuk sejumlah kebutuhan seperti listrik, Bahlil memastikan bahwa harga BBM tidak akan terpengaruh terhadap kebijakan tersebut. “Nggak ada (pengaruh harga usai kenaikan PPN 12 persen), nggak ada, nggak ada,” tegas Bahlil.

    Pemerintah resmi menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, penetapan PPN 12 persen sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

    “Sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang Harmoni Peraturan Perpajakan, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari (2025),” kata Airlangga dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi di Jakarta, Senin (16/12).

    Meskipun demikian, untuk barang dan jasa yang bersifat strategis, pemerintah tetap melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN. Airlangga merinci, pemerintah bakal memberikan fasilitas dengan membebaskan PPN untuk sebagian barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting).

    Adapun beberapa barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN yakni; beras, daging ayam ras, daging sapi, ikan bandeng/ikan bolu, ikan cakalang/ikan sisik, ikan kembung/ikan gembung/ikan banyar/ikan gembolo/ikan aso-aso, ikan tongkol/ikan ambu-ambu, ikan tuna, telur ayam ras, cabai hijau, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan gula pasir.

    Selain itu, tepung terigu, Minyakita, dan gula industri menjadi bahan pokok yang diberikan fasilitas berupa PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) 1 persen, yang artinya tarif PPN dikenakan tetap di 11 persen.

    “Stimulus ini untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama untuk kebutuhan pokok, dan secara khusus gula industri yang menopang industri pengolahan makanan minuman yang perannya terhadap industri pengolahan cukup tinggi, yaitu 36,3 persen, juga (PPN) tetap 11 persen. Kemudian juga akan ada bantuan pangan dan beras bagi desil 1 dan 2 ini sebesar 10 kg per bulan,” jelas Airlangga.

    Lebih lanjut, beberapa jasa yang bersifat strategis juga mendapatkan fasilitas pembebasan PPN dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2024.

    Jasa tersebut di antaranya jasa pendidikan, jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa angkutan umum, jasa keuangan, dan jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum.

    Sejumlah fasilitas perpajakan itu diusulkan pemerintah bersama dengan paket kebijakan insentif fiskal lainnya untuk tahun 2025 mendatang.

    Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa penetapan kebijakan perpajakan dilakukan dengan tetap memerhatikan azas keadilan, keberpihakan kepada masyarakat serta gotong royong.

    “Setiap tindakan untuk memungut (pajak) harus dilakukan berdasarkan undang-undang. Dan bagi kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi atau bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir. Ini azas keadilan yang akan kita coba terus. Tidak mungkin sempurna tapi kita coba mendekati untuk terus menyempurnakan dan memperbaiki,” ucap Sri Mulyani.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2024

  • Ratusan personel dikerahkan untuk amankan aksi tolak PPN 12 persen

    Ratusan personel dikerahkan untuk amankan aksi tolak PPN 12 persen

    Pengamanan aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat. ANTARA/HO-Polres Metro Jakarta Pusat

    Ratusan personel dikerahkan untuk amankan aksi tolak PPN 12 persen
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Kamis, 19 Desember 2024 – 11:13 WIB

    Elshinta.com – Kepolisian mengerahkan sedikitnya 820 personel gabungan guna mengamankan aksi menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen di Istana Negara, Jakarta Pusat.

    “Dalam rangka pengamanan aksi, sekaligus menyerahkan petisi warga yang menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen di Istana Negara dan sekitar, kami melibatkan 820 personel gabungan,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Polisi Susatyo Purnomo Condro di Jakarta, Kamis.

    Personel gabungan tersebut dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, TNI, Pemda DKI dan instansi terkait.

    Mereka nantinya akan ditempatkan di sejumlah titik sekitar bundaran Patung Kuda Monas hingga di depan Istana Negara.

    Selain itu, pengamanan juga dilakukan untuk mencegah massa aksi masuk ke dalam kawasan Istana Negara.

    Polisi memfokuskan pengamanan di kawasan Istana Negara sebanyak 108 personel, silang Monas Barat Daya sebanyak 32 personel, lalu di sekitaran Jalan Medan Merdeka Barat dan sekitar.

    Sedangkan penutupan atau pengalihan arus lalu lintas di sekitar bundaran Patung Kuda Monas dan beberapa lokasi lain bersifat situasional.

    Susatyo menyebut, rekayasa arus lalu lintas akan diberlakukan melihat perkembangan dinamika situasi di lapangan.

    Selain itu, Susatyo mengingatkan kepada seluruh personel yang terlibat pengamanan selalu bertindak persuasif, tidak memprovokasi dan terprovokasi, mengedepankan negosiasi, pelayanan yang humanis serta menjaga keamanan dan keselamatan.

    Susatyo juga mengimbau kepada para koordinator lapangan (korlap) dan orator untuk melakukan orasi dengan santun dan tidak memprovokasi massa.

    “Lakukan unjuk rasa dengan damai, tidak memaksakan kehendak, tidak anarkis dan tidak merusak fasilitas umum. Hormati dan hargai pengguna jalan yang lain yang akan melintas di bundaran Patung Kuda Monas dan beberapa lokasi lain,” ucap Susatyo.

    Lebih lanjut, Susatyo menyebut personel yang terlibat pengamanan tidak ada yang membawa senjata dan tetap menghargai massa aksi yang akan menyampaikan pendapatnya.

    Adapun aksi demo penolakan kenaikan PPN ini nampaknya akan dihadiri oleh sejumlah mahasiswa, buruh, bahkan K-popers.

    “#PajakMencekik! IKUT MENGGUGAT #TolakPPN12Persen Ikut turun ke depan Istana Negara membersamai kawan-kawan. Turut memanggil Kpopers Indonesia yang akan ikut terdampak dalam kenaikan pajak 12 persen,” tulis akun X @humaniesproject.

    Sebelumnya, Pemerintah resmi menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, penetapan PPN 12 persen sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

    “Sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang Harmoni Peraturan Perpajakan, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari (2025),” kata Airlangga dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi di Jakarta, Senin (16/12).

    Meskipun demikian, untuk barang dan jasa yang bersifat strategis, pemerintah tetap melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN.

    Airlangga merinci, pemerintah bakal memberikan fasilitas dengan membebaskan PPN untuk sebagian barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting).

    Sumber : Antara

  • Ratusan personel amankan aksi tolak PPN 12 persen di Istana Negara

    Ratusan personel amankan aksi tolak PPN 12 persen di Istana Negara

    Jakarta (ANTARA) – Kepolisian mengerahkan sedikitnya 820 personel gabungan guna mengamankan aksi menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen di Istana Negara, Jakarta Pusat.

    “Dalam rangka pengamanan aksi, sekaligus menyerahkan petisi warga yang menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen di Istana Negara dan sekitar, kami melibatkan 820 personel gabungan,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Polisi Susatyo Purnomo Condro di Jakarta, Kamis.

    Personel gabungan tersebut dari Polda Metro Jaya, Polres Metro Jakarta Pusat, TNI, Pemda DKI dan instansi terkait.

    Mereka nantinya akan ditempatkan di sejumlah titik sekitar bundaran Patung Kuda Monas hingga di depan Istana Negara.

    Selain itu, pengamanan juga dilakukan untuk mencegah massa aksi masuk ke dalam kawasan Istana Negara.

    Polisi memfokuskan pengamanan di kawasan Istana Negara sebanyak 108 personel, silang Monas Barat Daya sebanyak 32 personel, lalu di sekitaran Jalan Medan Merdeka Barat dan sekitar.

    Sedangkan penutupan atau pengalihan arus lalu lintas di sekitar bundaran Patung Kuda Monas dan beberapa lokasi lain bersifat situasional.

    Susatyo menyebut, rekayasa arus lalu lintas akan diberlakukan melihat perkembangan dinamika situasi di lapangan.

    Selain itu, Susatyo mengingatkan kepada seluruh personel yang terlibat pengamanan selalu bertindak persuasif, tidak memprovokasi dan terprovokasi, mengedepankan negosiasi, pelayanan yang humanis serta menjaga keamanan dan keselamatan.

    Susatyo juga mengimbau kepada para koordinator lapangan (korlap) dan orator untuk melakukan orasi dengan santun dan tidak memprovokasi massa.

    “Lakukan unjuk rasa dengan damai, tidak memaksakan kehendak, tidak anarkis dan tidak merusak fasilitas umum. Hormati dan hargai pengguna jalan yang lain yang akan melintas di bundaran Patung Kuda Monas dan beberapa lokasi lain,” ucap Susatyo.

    Lebih lanjut, Susatyo menyebut personel yang terlibat pengamanan tidak ada yang membawa senjata dan tetap menghargai massa aksi yang akan menyampaikan pendapatnya.

    Adapun aksi demo penolakan kenaikan PPN ini nampaknya akan dihadiri oleh sejumlah mahasiswa, buruh, bahkan K-popers.

    “#PajakMencekik! IKUT MENGGUGAT #TolakPPN12Persen Ikut turun ke depan Istana Negara membersamai kawan-kawan. Turut memanggil Kpopers Indonesia yang akan ikut terdampak dalam kenaikan pajak 12 persen,” tulis akun X @humaniesproject.

    Sebelumnya, Pemerintah resmi menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, penetapan PPN 12 persen sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

    “Sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang Harmoni Peraturan Perpajakan, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari (2025),” kata Airlangga dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi di Jakarta, Senin (16/12).

    Meskipun demikian, untuk barang dan jasa yang bersifat strategis, pemerintah tetap melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN.

    Airlangga merinci, pemerintah bakal memberikan fasilitas dengan membebaskan PPN untuk sebagian barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting).

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2024

  • BI: PPN 12% Bakal Kerek Inflasi 0,2%

    BI: PPN 12% Bakal Kerek Inflasi 0,2%

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia memproyeksikan kenaikan tarif PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 akan mendorong inflasi lebih besar 0,2% dari target bank sentral.

    Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Aida S. Budiman menyampaikan proyeksi tersebut berdasarkan hitungannya terhadap barang-barang yang kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan bobotnya terhadap porsi inflasi.

    Sejauh ini, selain objek PPN secara umum yang naik tarifnya, pemerintah juga akan mengenakan PPN 12% terhadap barang/jasa yang tergolong premium.

    “Hitungannya, ini mengakibatkan sekitar penambahan inflasi 0,2%. Apakah ini besar? Jawabanya tidak,” tuturnya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu (18/12/2024).

    Peningkatan yang terbatas tersebut artinya inflasi hanya akan naik sedikit dari target Bank Indonesia pada rentang 1,5% hingga 3,5% pada 2025.

    Alasannya, lanjut Aida, karena terdapat faktor lain yang berpengaruh dari sisi domestik maupun global. Seperti halnya penurunan harga komoditas global.

    Untuk itu, pihaknya bersama pemerintah akan terus melakukan sinergi antara pusat dan daerah untuk menjaga inflasi sesuak target, utamanya terhadap harga bergejolak atau volatile food. 

    Dorongan inflasi yang terbatas sama halnya dengan studi dampak PPN 12% terhadap produk domestik bruto (PDB). Aida menyebutkan efek kenaikan tarif pajak tersebut akan berdampak pada penurunan PDB sekitar 0,02% hingga 0,03%. 

    Proyeksi Aida tersebut nyatanya tidak jauh berbeda dengan pemerintah. 

    Sekretaris Menteri Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso pun melihat implementasi tarif PPN 12% pada tahun depan akan otomatis berdampak mendorong inflasi secara tahunan, tetapi secara terbatas. 

    Susi menyampaikan secara umum, melalui kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% terhadap barang maupun jasa, hanya akan mendorong inflasi sebesar 0,3% (year on year/YoY).

    “[Inflasi] tambahan 0,3% untuk year on year. Sekarang berapa? Kemarin 1,55% [November 2024], maka tambah 0,3%,” tuturnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (17/12/2024). 

    Berbeda dengan Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Askar Wahyudi yang melihat kenaikan tarif yang mendorong harga barang maupun jasa tersebut dapat mendorong tingkat inflasi hingga tembus 4,1% atau di atas target pemerintah dan BI. 

    “[Dengan PPN 12%] estimasi inflasi meningkat menjadi 4,1%,” ujarnya, Senin (16/12/2024).

    Mengacu perhitungannya, kenaikan PPN yang hanya dikecualikan terhadap tiga bapokting tersebut, akan menambah pengeluaran masyarakat.

    Seperti pengeluaran kelompok miskin berpotensi meningkat senilai Rp101.880 per bulan, sehingga memperburuk kondisi ekonomi mereka. Sementara itu, kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sejumlah Rp354.293 per bulan.

  • PPN 12 Persen Resmi Naik Januari 2025, Ini Daftar Paket Insentif yang Disiapkan Pemerintah

    PPN 12 Persen Resmi Naik Januari 2025, Ini Daftar Paket Insentif yang Disiapkan Pemerintah

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah memberikan paket insentif untuk bidang ekonomi, keadilan, dan kepentingan masyarakat seiring regulasi kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto belum lama ini.

    Kenaikan PPN sesuai dengan aturan yang sudah diresmikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam aturan tersebut mengamanatkan kenaikan PPN menjadi 11 persen pada 1 April 2022 dan 12 persen pada 1 Januari 2024.

    Lalu apa itu paket insentif? Berikut ini pengertian dan daftar penerima insentif.

    Paket Insentif
    Paket insentif untuk bidang ekonomi, keadilan, dan kepentingan masyarakat merupakan program pemerintah untuk meringankan beban masyarakat terhadap harga barang atau jasa yang akan naik karena PPN 12 persen. Pemerintah memproyeksikan jumlah PPN yang dibebaskan untuk insentif sebesar Rp 265,6 triliun. Jumlah ini di luar pembebasan PPN yang diberikan untuk barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat umum.

    Barang yang termasuk adalah beras, ikan, telur, sayur, gula konsumsi, susu segar, dan daging, sedangkan jasa yang termasuk adalah jasa angkutan umum, jasa keuangan, jasa tenaga kerja, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa asuransi, vaksin polio, buku, rusunami, rumah sederhana dan sangat sederhana, dan pemakaian listrik serta air minum.

    Daftar Penerima Paket Insentif
    Pemerintah mengklasifikasikan penerima insentif menjadi tiga golongan, yaitu insentif bagi rumah tangga, insentif bagi kelas menengah, dan insentif bagi dunia usaha.

    Insentif bagi Rumah Tangga
    Rumah tangga yang mendapatkan insentif adalah yang memiliki pendapatan rendah. Pemerintah memberikan stimulus dalam bentuk PPN ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 1 persen dari total PPN 12 persen untuk barang kebutuhan pokok dan barang penting (Bapokting), berupa tepung terigu, minyak goreng, dan gula industri.

    Selain dari stimulus tersebut, pemerintah juga memberikan bantuan berupa beras sebanyak 10 kilogram per bulan untuk masyarakat kelompok desil 1 dan 2 dengan total 16 juta penerima selama Januari dan Februari. Pemerintah juga memberikan diskon biaya listrik sebanyak 50 persen untuk pelanggan listrik dengan daya listrik terpasang hingga 2.200 VA selama Januari dan Februari 2025.

    Insentif bagi Kelas Menengah
    Pemerintah juga memberikan insentif bagi kelas menengah dengan melanjutkan PPN DTP properti dengan harga rumah hingga Rp 5 miliar dengan pengenaan pajak dasar hingga Rp 2 miliar. Selain itu juga tetap menjalankan PPN DTP kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) atau electric vehicle (EV) untuk penyerahan EV mobil tertentu dan bus tertentu, pajak barang mewah atau PPnBM DTP KBLBB/EV untuk impor mobil tertentu dalam bentuk utuh, penyerahan EV mobil tertentu yang diproduksi di dalam negeri, dan pembebasan bea masuk EV completely built up (CBU).

    Selain itu, pemerintah juga memberikan PPnBM DTP untuk kendaraan bermotor yang menggunakan mesin hybrid, memberikan insentif PPh untuk pekerja sektor padat karya dengan gaji hingga Rp 10 juta per bulan, mengoptimalkan jaminan kehilangan pekerjaan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, dan diskon pembayaran untuk Jaminan Kesehatan Kerja (JKK) sebesar 50 persen untuk pekerja padat karya.

    Insentif bagi Dunia Usaha
    Bagi dunia usaha, pemerintah menyiapkan insentif berupa perpanjangan masa berlaku PPh final 0,5 persen hingga 2025 untuk wajib pajak orang pribadi (WP OP) usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sudah memanfaatkan tujuh tahun dan selesai pada 2024. UMKM yang memiliki pendapatan di bawah Rp 500 juta per tahun dibebaskan dari pajak tersebut. Pemerintah juga memberikan subsidi 5 persen untuk membiayai industri padat berupa revitalisasi alat atau mesin.

  • Pemerintah sebut insentif sokong kelas menengah hadapi PPN 12 persen

    Pemerintah sebut insentif sokong kelas menengah hadapi PPN 12 persen

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga saat ditemui di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusama, Jakarta, Selasa (17/12/2024). (ANTARA/Livia Kristianti)

    Pemerintah sebut insentif sokong kelas menengah hadapi PPN 12 persen
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Selasa, 17 Desember 2024 – 20:15 WIB

    Elshinta.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto menyebutkan kehadiran paket insentif yang diumumkan pemerintah menjelang pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen dapat menjadi penyokong daya bagi kelas menengah menghadapi perubahan pajak tersebut.

    “Pemerintah kemarin sudah mengeluarkan paket insentif untuk memperkuat daya dorong daripada kelas menengah Dan kemarin banyak insentif diberikan,” kata Airlangga saat ditemui di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusama, Jakarta, Selasa.

    Menurut Airlangga pemberlakuan PPN 12 persen merupakan kebijakan yang mengacu pada Undang-Undang yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Meski begitu, pemerintah melalui Kabinet Merah Putih berupaya agar pemberlakuan PPN 12 persen bisa berjalan dengan lancar lewat pemberian insentif berupa beberapa potongan harga untuk komoditas tertentu.

    Airlangga memberikan contoh seperti insentif 50 persen untuk 2.200 VA ke bawah menurutnya ada banyak rumah tangga yang akan terbantu lewat insentif tersebut.

    “Itu penerima manfaatnya itu mendekati 81,4 juta. Atau 97 persen dari pelanggan listrik. Nah itu sangat bisa menunjang daya konsumsi ke depan,” kata Airlangga.

    Sebelumnya, pada Senin (16/12) Pemerintah resmi menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

    “Sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang Harmoni Peraturan Perpajakan, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari (2025),” kata Airlangga dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi di Jakarta, Senin.

    Meskipun demikian, untuk barang dan jasa yang bersifat strategis, pemerintah tetap melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN. Airlangga merinci, pemerintah bakal memberikan fasilitas dengan membebaskan PPN untuk sebagian barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting).

    Adapun beberapa barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN yakni; beras, daging ayam ras, daging sapi, ikan bandeng/ikan bolu, ikan cakalang/ikan sisik, ikan kembung/ikan gembung/ikan banyar/ikan gembolo/ikan aso-aso, ikan tongkol/ikan ambu-ambu, ikan tuna, telur ayam ras, cabai hijau, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan gula pasir.

    Selain itu, tepung terigu, Minyakita, dan gula industri menjadi bahan pokok yang diberikan fasilitas berupa PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) 1 persen, yang artinya tarif PPN dikenakan tetap di 11 persen.

    Sumber : Antara

  • Anak Buah Airlangga Prediksi PPN 12% Bakal Kerek Inflasi 0,3% YoY

    Anak Buah Airlangga Prediksi PPN 12% Bakal Kerek Inflasi 0,3% YoY

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Menteri Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menuturkan implementasi tarif PPN 12% pada tahun depan akan otomatis berdampak mendorong inflasi secara tahunan, tetapi secara terbatas. 

    Susi menyampaikan secara umum, melalui kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% terhadap barang maupun jasa, hanya akan mendorong inflasi sebesar 0,3% year on year (YoY). 

    “[Inflasi] tambahan 0,3% untuk year on year. Sekarang berapa? Kemarin 1,55% [November 2024], maka tambah 0,3%,” tuturnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (17/12/2024). 

    Mulai 1 Januari 2025, pemerintah akan resmi menerapkan PPN 12%, naik 1% dari sebelumnya 11%, kecuali untuk barang pokok penting (bapokting) seperti Minyak Kita, tepung terigu, dan gula industri yang tetap 11%. 

    Pemerintah juga akan menerapkan PPN 12% terhadap barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang tergolong mewah. Meski demikian, pemerintah masih menggodok daftar maupun rentang harga barang jasa yang tergolong mewah. 

    Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Ferry Irawan menuturkan pada dasarnya besaran inflasi akan bergantung pada komoditas dan bobotnya. 

    Mengingat bahan pokok dibebaskan dari PPN, maka inflasi hanya akan terdorong sebesar 0,3%. Sebagai contoh, beras yang merupakan bahan pokok memiliki bobot 3,43% terhadap inflasi. Sementara tarif listrik memiliki bobot tertinggi sebesar 4,89%.

    “Komponen ini [beras dan listrik] enggak kita kenakan PPN. Jadi, secara inflasi dia enggak akan mempengaruhi, gitu,” jelasnya. 

    Membandingkan dengan realisasi inflasi di masa kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022 lalu, terpantau ada kenaikan lebih dari 0,3%.  

    Pada Maret 2022, inflasi tercatat sebesar 2,64% YoY. Sementara pada April 2022, inflasi melonjak ke 3,47% atau meningkat 0,83%. 

    Sejak saat itu, inflasi terus mencatatkan kenaikan dan mencapai puncaknya ke level 5,95% ketika pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM pada September 2024. 

    Sementara itu, Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Askar Wahyudi melihat kenaikan tarif yang mendorong harga barang maupun jasa tersebut dapat mendorong tingkat inflasi hingga tembus 4,1%. “[Dengan PPN 12%] estimasi inflasi meningkat menjadi 4,1%,” ujarnya, Senin (16/12/2024). 

    Mengacu perhitungannya, kenaikan PPN yang hanya dikecualikan terhadap tiga bapokting tersebut, akan menambah pengeluaran masyarakat.

    Seperti pengeluaran kelompok miskin berpotensi meningkat senilai Rp101.880 per bulan, sehingga memperburuk kondisi ekonomi mereka. Sementara itu, kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sejumlah Rp354.293 per bulan. 

    Dampaknya, Media berpandangan hal ini akan memperburuk fenomena penurunan kelas menengah menjadi kelas menengah rentan.

  • Hadapi PPN 12 Persen, Menko Airlangga Sebut Pemberian Insentif Topang Kelas Menengah – Page 3

    Hadapi PPN 12 Persen, Menko Airlangga Sebut Pemberian Insentif Topang Kelas Menengah – Page 3

    Meskipun demikian, untuk barang dan jasa yang bersifat strategis, pemerintah tetap melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN.

    Airlangga merinci, pemerintah bakal memberikan fasilitas dengan membebaskan PPN untuk sebagian barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting).

    Adapun beberapa barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN yakni; beras, daging ayam ras, daging sapi, ikan bandeng/ikan bolu, ikan cakalang/ikan sisik, ikan kembung/ikan gembung/ikan banyar/ikan gembolo/ikan aso-aso, ikan tongkol/ikan ambu-ambu, ikan tuna, telur ayam ras, cabai hijau, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan gula pasir.

    Selain itu, tepung terigu, Minyakita, dan gula industri menjadi bahan pokok yang diberikan fasilitas berupa PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) 1 persen, yang artinya tarif PPN dikenakan tetap di 11 persen.

     

  • Tetapkan PPN 12 persen, pemerintah siapkan paket stimulus ekonomi

    Tetapkan PPN 12 persen, pemerintah siapkan paket stimulus ekonomi

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Tetapkan PPN 12 persen, pemerintah siapkan paket stimulus ekonomi
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 16 Desember 2024 – 23:56 WIB

    Elshinta.com – Pemerintah telah menyiapkan sejumlah insentif berupa Paket Stimulus Ekonomi mengikuti penetapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen tahun depan.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa penetapan tarif PPN 12 persen yang bakal dimulai pada 1 Januari 2025 sesuai amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

    “Untuk itu, agar kesejahteraan masyarakat tetap terjaga, Pemerintah telah menyiapkan insentif berupa Paket Stimulus Ekonomi yang akan diberikan kepada berbagai kelas masyarakat,” kata Airlangga dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi: Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif & Berkelanjutan, yang digelar di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12).

    Airlangga mengatakan, bauran kebijakan itu dirancang dengan turut mempertimbangkan prinsip keadilan dan gotong royong. Pemerintah juga tetap memberikan fasilitas bebas PPN atau PPN tarif 0 persen berkenaan dengan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat umum dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak.

    Barang dan jasa tersebut termasuk bahan kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, gula konsumsi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum.

    Airlangga merinci, bagi kelompok rumah tangga berpendapatan rendah, stimulus yang diberikan berupa PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1 persen dari kebijakan PPN 12 persen untuk Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (Bapokting) yakni Minyakita, tepung terigu, dan gula industri, sehingga PPN yang dikenakan tetap sebesar 11 persen. Stimulus Bapokting itu cukup krusial guna menjaga daya beli masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok.

    Selain itu, Pemerintah juga merancang kebijakan Bantuan Pangan/Beras sebanyak 10 kilogram (kg) per bulan yang akan diberikan bagi masyarakat di desil 1 dan 2 sebanyak 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP) selama Januari-Februari 2025, dan pemberian diskon biaya listrik sebesar 50 persen selama dua bulan bagi pelanggan listrik dengan daya listrik terpasang hingga 2200 VA guna mengurangi beban pengeluaran rumah tangga.

    Kemudian, bagi masyarakat kelas menengah, berbagai stimulus kebijakan juga telah disiapkan Pemerintah untuk menjaga daya beli, dengan melanjutkan pemberian sejumlah insentif yang telah berlaku sebelumnya seperti PPN DTP Properti bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar dengan dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp2 miliar.

    PPN DTP kendaraan listrik (EV) atas penyerahan EV roda empat tertentu dan bus tertentu, Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM) DTP EV atas impor EV roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan EV roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri (Completely Knock Down/CKD), serta Pembebasan Bea Masuk EV CBU.

    Di samping itu, terdapat juga kebijakan baru yang akan diterapkan oleh Pemerintah untuk masyarakat kelas menengah, mulai dari pemberian PPnBM DTP Kendaraan Bermotor Hybrid, pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP untuk Pekerja di Sektor Padat Karya dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari BPJS Ketenagakerjaan sebagai buffer bagi para pekerja yang mengalami PHK, serta disko sebesar 50 persen atas pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) kepada sektor industri padat karya

    Lebih lanjut, Airlangga memaparkan bahwa beragam insentif tersebut tidak hanya ditujukan untuk menyasar masyarakat umum, melainkan juga disiapkan stimulus bagi dunia usaha, terutama untuk perlindungan kepada UMKM dan Industri Padat Karya yang merupakan backbone perekonomian nasional.

    “Insentif tersebut berupa Perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 persen sampai dengan tahun 2025 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM yang telah memanfaatkan selama tujuh tahun dan berakhir di tahun 2024,” jelasnya.

    Untuk UMKM dengan omzet dibawah Rp500 juta per tahun sepenuhnya dibebaskan dari pengenaan PPh tersebut.

    Pemerintah juga menyiapkan Pembiayaan Industri Padat Karya untuk revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas dengan skema subsidi bunga sebesar 5 persen.

    “Sekali lagi kami sampaikan bahwa Paket Kebijakan Ekonomi ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha terutama UMKM dan industri padat karya, dan menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok, serta sekaligus dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkasnya.

    Sejalan dengan azas keadilan dan gotong royong, atas barang dan jasa mewah yang dikonsumsi masyarakat mampu yang sebelumnya tidak dikenakan PPN seperti bahan makanan premium seperti antara lain beras, buah-buahan, ikan dan daging premium, pelayanan kesehatan medis premium, jasa pendidikan premium, dan listrik pelanggan rumah tangga sebesar 3500 VA-6600 VA, dalam paket kebijakan ekonomi ini akan dikenakan PPN 12 persen.

    Sumber : Antara

  • Masyarakat Segera Dibebani Pajak 12 Persen Mulai 1 Januari 2025

    Masyarakat Segera Dibebani Pajak 12 Persen Mulai 1 Januari 2025

    ERA.id – Pemerintah resmi menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, penetapan PPN 12 persen sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

    “Sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang Harmoni Peraturan Perpajakan, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari (2025),” kata Airlangga dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi di Jakarta, Senin (16/12/2024).

    Meskipun demikian, untuk barang dan jasa yang bersifat strategis, pemerintah tetap melanjutkan pemberian fasilitas pembebasan dari pengenaan PPN.

    Airlangga merinci pemerintah bakal memberikan fasilitas dengan membebaskan PPN untuk sebagian barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting).

    Adapun beberapa barang kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN yakni; beras, daging ayam ras, daging sapi, ikan bandeng/ikan bolu, ikan cakalang/ikan sisik, ikan kembung/ikan gembung/ikan banyar/ikan gembolo/ikan aso-aso, ikan tongkol/ikan ambu-ambu, ikan tuna, telur ayam ras, cabai hijau, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan gula pasir.

    Selain itu, tepung terigu, Minyakita, dan gula industri menjadi bahan pokok yang diberikan fasilitas berupa PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) 1 persen, yang artinya tarif PPN dikenakan tetap di 11 persen.

    “Stimulus ini untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama untuk kebutuhan pokok, dan secara khusus, gula industri yang menopang industri pengolahan makanan minuman yang perannya terhadap industri pengolahan cukup tinggi, yaitu 36,3 persen, juga (PPN) tetap 11 persen. Kemudian juga akan ada bantuan pangan dan beras bagi desil 1 dan 2 ini sebesar 10 kg per bulan,” jelas Airlangga.

    Lebih lanjut, beberapa jasa yang bersifat strategis juga mendapatkan fasilitas pembebasan PPN dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2024.

    Jasa tersebut di antaranya jasa pendidikan, jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa angkutan umum, jasa keuangan, dan jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum.

    Sejumlah fasilitas perpajakan itu diusulkan pemerintah bersama dengan paket kebijakan insentif fiskal lainnya untuk tahun 2025 mendatang.

    Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa penetapan kebijakan perpajakan dilakukan dengan tetap memerhatikan azas keadilan, keberpihakan kepada masyarakat, serta gotong royong.

    “Setiap tindakan untuk memungut (pajak) harus dilakukan berdasarkan undang-undang. Dan bagi kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi atau bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir. Ini azas keadilan yang akan kita coba terus. Tidak mungkin sempurna tapi kita coba mendekati untuk terus menyempurnakan dan memperbaiki,” ucap Sri Mulyani.