Topik: Bantuan Sosial

  • Mensos Bakal Cabut Bansos Penerima yang Rekeningnya Ada Transaksi Mencurigakan

    Mensos Bakal Cabut Bansos Penerima yang Rekeningnya Ada Transaksi Mencurigakan

    Mensos Bakal Cabut Bansos Penerima yang Rekeningnya Ada Transaksi Mencurigakan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau
    Gus Ipul
    memastikan akan menyetop
    bansos
    jika rekening
    penerima bansos
    terbukti ada penyimpangan, termasuk indikasi penyalahgunaan seperti transaksi mencurigakan.
    “Ya, jika memang tidak sesuai dengan data, ya pasti akan kita cabut,” ujar Gus Ipul di kantornya, Rabu (18/6/2025).
    Untuk itu, pihaknya melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang diperlukan untuk memastikan keabsahan rekening-rekening yang tercatat sebagai penerima bansos.
    “Supaya kita bisa tahu lebih jauh apakah rekening-rekening ini memang valid untuk menerima bantuan sosial. Atau mungkin ada hal-hal yang aneh yang perlu ditindaklanjuti,” ungkapnya.
    Ketika ditanya, apabila rekening tersebut terindikasi memiliki keterlibatan dalam aktivitas ilegal seperti judi online (judol), maka pihaknya akan mencabut bansos di periode berikutnya.
    “Kalau misal ada terindikasi seperti judol, kita akan tindaklanjuti dalam proses berikutnya. Tapi nanti kita lihat lebih jauh. Semua kemungkinan bisa kami tindaklanjuti,” tegasnya.
    Mensos juga mengingatkan masyarakat bahwa saat ini merupakan masa transisi penyaluran bansos tahap kedua.
    Oleh karena itu, ia meminta masyarakat untuk tetap bersabar dan melapor jika belum menerima bantuan.
    “Sering sekali ada yang bilang, ‘saya belum terima bansosnya’. Itu banyak sekali. Jadi pertama-tama saya ingin menyampaikan bahwa ini masa transisi,” tegasnya.
    Sebagai informasi, sebanyak 1.323.459 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) mengalami gagal salur dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) tahap kedua.
    Beberapa faktor yang menyebabkan penyaluran bansos tidak berhasil adalah rekening penerima tidak aktif, hingga ketidaksesuaian antara nama dan nomor rekening calon penerima.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mensos Bakal Cabut Bansos Penerima yang Rekeningnya Ada Transaksi Mencurigakan

    Ada Gagal Transfer Bansos, Kemensos Bakal Koordinasi ke Himbara-PPATK

    Ada Gagal Transfer Bansos, Kemensos Bakal Koordinasi ke Himbara-PPATK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau
    Gus Ipul
    melakukan koordinasi intensif dengan sejumlah lembaga terkait untuk menangani kasus
    gagal transfer
    dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) tahap kedua.
    “Nah, menyangkut hal-hal gagal transfer ini, kita terus berkoordinasi dengan
    Himbara
    dan kalau memang diperlukan kita akan koordinasi dengan
    PPATK
    ,” ujar Gus Ipul di kantornya, Jl Salemba Raya, Jakarta, Rabu (18/6/2025).
    Kemensos akan melakukan koordinasi denga Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
    Koordinasi itu diperlukan untuk memastikan keabsahan rekening-rekening yang tercatat sebagai penerima bansos.
    “Supaya kita bisa tahu lebih jauh apakah rekening-rekening ini memang valid untuk menerima bantuan sosial. Atau mungkin ada hal-hal yang aneh yang perlu ditindaklanjuti,” ungkapnya.
    Gus Ipul juga mendorong masyarakat untuk segera melapor jika merasa belum menerima bantuan yang seharusnya mereka dapatkan.
    Menurutnya, keterbukaan laporan dari masyarakat akan sangat membantu proses verifikasi dan penyaluran lanjutan.
    Selain itu, Kemensos juga akan mencocokkan data penerima dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Ekstensi Nasional (DTSEN) untuk memastikan akurasi penerima.
    “Tentu kita akan padankan nanti dengan DTSEN itu. Setelah dipadankan, kita akan koordinasi dengan lembaga-lembaga lain yang terkait,” jelas dia.
    Dia juga menegaskan bahwa jika terbukti rekening tersebut ditemukan adanya penyimpangan, termasuk indikasi penyalahgunaan seperti transaksi mencurigakan di rekening penerima.
    “Ya, jika memang tidak sesuai dengan data, ya pasti akan kita cabut,” ujar Gus Ipul.
    Ketika ditanya, apabila rekening tersebut terindikasi memiliki keterlibatan dalam aktivitas ilegal seperti judi online (judol), maka pihaknya akan mencabut
    bansos
    di periode berikutnya.
    “Kalau misal ada terindikasi seperti judol, kita akan tindaklanjuti dalam proses berikutnya. Tapi nanti kita lihat lebih jauh. Semua kemungkinan bisa kami tindaklanjuti,” tegasnya.
    Mensos juga mengingatkan masyarakat bahwa saat ini merupakan masa transisi penyaluran bansos tahap kedua.
    Oleh karena itu, ia meminta masyarakat untuk tetap bersabar dan melapor jika belum menerima bantuan.
    “Sering sekali ada yang bilang, ‘saya belum terima bansosnya’. Itu banyak sekali. Jadi pertama-tama saya ingin menyampaikan bahwa ini masa transisi,” tegasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ekonom AS Sarankan RI Terapkan Pajak Tarif Flat, Sri Mulyani Tak Setuju!

    Ekonom AS Sarankan RI Terapkan Pajak Tarif Flat, Sri Mulyani Tak Setuju!

    Jakarta

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merespons saran dari ekonom senior Amerika Serikat (AS) Arthur Laffer agar Indonesia menerapkan skema pajak penghasilan dengan satu tarif (flat tax). Alih-alih setuju, kebijakan itu justru ditentang karena dinilai akan memberatkan masyarakat.

    Sri Mulyani mengatakan, skema tarif pajak progresif di Indonesia saat ini sudah memadai seperti PPh yang memiliki lima lapisan tarif. Jika sistem flat tax diterapkan, ia yakin banyak masyarakat tidak setuju karena kondisi pendapatan yang berbeda-beda.

    “Di Indonesia kita punya lima bracket of income tax. Saya tanya sama audience di sini, kalau yang sangat kaya dengan yang pendapatannya hanya di UMR, bayar pajaknya sama, setuju nggak?,” kata Sri Mulyani dalam acara CNBC Indonesia Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).

    “Saya hampir yakin semua bilang nggak setuju, tapi yang beliau (Arthur Laffer) sampaikan tadi begitu,” tambahnya.

    Sri Mulyani mencontohkan Indonesia membedakan tarif PPh sesuai dengan penghasilan wajib pajak. Ada lapisan tarif paling rendah 5% untuk penghasilan sampai Rp 60 juta per tahun, hingga paling tinggi 35% untuk wajib pajak yang memiliki penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun.

    “Pasti beda banget dengan yang di-advocate Pak Arthur Laffer karena kita yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar dengan yang pendapatannya Rp 60 juta rupiah per tahun, ya harusnya rate-nya beda, itu asas keadilan, distribusi,” ucap Sri Mulyani.

    Menurut Sri Mulyani, pendekatan fiskal Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara lain karena diatur oleh konstitusi dan memiliki fungsi yang lebih luas dari sekadar efisiensi pasar. Ia menegaskan bahwa kebijakan fiskal nasional dijalankan berdasarkan tiga fungsi utama yakni stabilisasi, distribusi dan alokasi.

    Sri Mulyani menjelaskan saat ekonomi melemah, pendapatan negara dari pajak akan turun secara alami karena keuntungan perusahaan menurun. Meski demikian, belanja negara tetap harus dipertahankan atau ditingkatkan terutama untuk perlindungan sosial dan pembangunan infrastruktur.

    “Kalau income perusahaan kecil atau merugi dia nggak bayar pajak sehingga pasti penerimaan pajaknya turun, sementara belanjanya nggak perlu harus ikut turun, kita pertahankan untuk bantuan sosial, perbaikan kesejahteraan, untuk memperbaiki jalan raya yang rusak, bahkan banyak sekali kemarin kita bikin subsidi upah. Itu semua dilakukan dalam konteks fungsi stabilisasi yaitu countercyclical,” jelas Sri Mulyani.

    Sebelumnya dalam kesempatan yang sama, ekonom senior AS Arthur Laffer menyarankan penerapan flat tax agar tidak mendiskriminasi satu kelompok dengan kelompok lainnya. Skema itu dinilai paling ideal untuk meningkatkan kinerja ekonomi suatu negara.

    “Saya tidak berkapasitas untuk berbicara tentang kebijakan khusus pemerintahan Anda, namun prinsip-prinsipnya yang menjadi kunci, Anda perlu memiliki (sistem) flat tax dengan tarif rendah dan berbasis luas,” katanya saat ditanya apa yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia untuk menunjang iklim investasi, bisnis dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

    “Sehingga Anda tidak mendiskriminasi orang-orang yang sukses. Anda perlu memilikinya (sistem flat tax), itu sangat, sangat penting,” lanjut mantan penasihat ekonomi Presiden AS Donald Trump itu.

    (aid/ara)

  • Iran Vs Israel Makin Panas, RI Mulai Antisipasi Dampaknya

    Iran Vs Israel Makin Panas, RI Mulai Antisipasi Dampaknya

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan dampak perang antara Iran dan Israel perlu langsung diantisipasi. Apalagi, salah satu dampak yang langsung terjadi yakni kenaikan harga minyak dalam satu hari mencapai 8%.

    Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengatakan untuk langkah antisipasi, pemerintah terus melakukan disiplin fiskal guna menjaga perekonomian nasional. Hal ini dibuktikan dengan menjaga Surat Berharga Negara (SBN) agar tetap menarik bagi investor.

    “SBN kita 10 tahun, year to date dari Januari sampai sekarang itu bukan naik suku bunganya, justru turun. Kenapa? Artinya dari sekian banyak pilihan emerging economy instrument yang bisa dipilih oleh investor global, Indonesia mengalami capital inflow instead of capital outflow,” kata dia dalam acara CNBC Indonesia Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).

    “Nah ini adalah lagi-lagi kita menjaga disiplin fiskal kita di tengah kondisi yang tidak pasti kita jaga resiliensinya,” tambahnya.

    Disiplin fiskal yang dilakukan ini juga untuk menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar negara mampu menghadapi ketidakpastian global. Febrio tidak menutup mata bahwa peperangan global ini akan berdampak pada perekonomian nasional.

    “Ketika kita dihadapkan pada kondisi tidak pasti, indikator yang langsung kita hadapi adalah IMF dan World Bank yang secara langsung merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia termasuk Indonesia. Tadi sudah ditunjukkan pagi-pagi oleh Bu Menteri kita direvisi salah satu yang direvisi menjadi 4,7% turun 0,4% dibandingkan koreksi sebelumnya,” ungkapnya.

    Meski begitu, pemerintah telah menyiapkan stimulus bagi masyarakat Indonesia agar tidak mendapat dampak langsung dari ketidakpastian global. Salah satu langkah menjaga perekonomian nasional, pemerintah memberikan stimulus kepada masyarakat sebesar Rp 24,4 triliun.

    Paket stimulus yang diberikan pemerintah juga sebagai langkah menjaga ekonomi masyarakat yang akan terdampak langsung dari kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump. Adapun stimulus yang diberikan pemerintah di antaranya diskon tiket transportasi, diskon tarif tol, diskon iuran JKK, Bantuan Subsidi Upah (BSU), dan tambahan bansos.

    “Nah dengan tantangan yang berat secara global ini kita harapkan kita bisa pertahankan resiliensi ekonomi kita dalam jangka pendek sambil nanti tetap akan tidak lose sight terhadap jangka menengah, jangka panjang yang mungkin nanti bisa kita lanjutkan pertanyaan berikutnya,” pungkasnya.

    (acd/acd)

  • Butterfly Effect Data Semu Perekonomian

    Butterfly Effect Data Semu Perekonomian

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang kembali marak di berbagai sektor pada 2024 dan awal 2025 bukanlah peristiwa biasa. Ini merupakan refleksi dari krisis struktural dalam sistem ketenagakerjaan dan perekonomian nasional.

    PHK sering dianggap keputusan logis atas tekanan pasar dan perlambatan ekonomi global. Namun, jika dicermati lebih dalam, gelombang PHK massal tidak berdiri sendiri. Kondisi ini datang bersamaan dengan tren yang jauh lebih mengkhawatirkan: penurunan produktivitas tenaga kerja dan tingginya rasio ICOR (Incremental Capital Output Ratio), yang menandakan rendahnya efisiensi investasi nasional.

    Kita tengah menghadapi kombinasi masalah sistemik yang membentuk bom waktu sosial-ekonomi. Jika tidak segera ditangani, ketiga indikator ini akan mengikis daya tahan nasional secara perlahan, memicu kemiskinan struktural, ketimpangan yang memburuk, dan bahkan potensi instabilitas keamanan.

    Produktivitas Menurun, Daya Saing Terancam

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Asian Productivity Organization mencatat bahwa pertumbuhan produktivitas tenaga kerja Indonesia pada akhir 2024 mengalami kontraksi –1,55 persen secara tahunan (YoY). Ini menjadi sinyal serius bahwa tenaga kerja kita, khususnya di sektor industri dan jasa, belum mampu beradaptasi terhadap tantangan dan kebutuhan pasar yang terus berubah. Dalam jangka panjang, tren ini akan menurunkan daya saing nasional.

    Selama hampir satu dekade terakhir, pertumbuhan produktivitas tenaga kerja Indonesia stagnan di kisaran 2,5 persen per tahun. Bandingkan dengan Vietnam yang mampu mempertahankan laju produktivitas di atas 5 persen.

    Lemahnya pertumbuhan ini antara lain disebabkan tingginya proporsi pekerja informal, rendahnya kualitas pendidikan vokasi, serta kurangnya reskilling dan upskilling yang adaptif terhadap teknologi baru.

    Investasi Mahal, Pertumbuhan Lambat

    Sementara itu, ICOR Indonesia pada awal 2025 masih berada di kisaran 6. Artinya, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen, dibutuhkan investasi hingga enam persen dari produk domestik bruto (PDB). Ini menunjukkan investasi yang digelontorkan, baik oleh pemerintah maupun sektor swasta, belum menghasilkan output ekonomi yang optimal.

    Sebagai perbandingan, negara-negara seperti Vietnam dan Thailand memiliki ICOR di kisaran 4–5. Tingginya ICOR Indonesia mencerminkan inefisiensi dalam pelaksanaan proyek-proyek publik, tumpang tindih kebijakan sektoral, serta minimnya adopsi teknologi dalam proses produksi.

    Produktivitas yang stagnan ditambah ICOR yang tinggi menciptakan paradoks pembangunan. Kita berinvestasi besar, tetapi pertumbuhan yang dihasilkan kecil. Sementara tekanan terhadap pembiayaan negara dan sektor keuangan semakin berat, terlebih dengan melambatnya penerimaan pajak dan meningkatnya belanja sosial.

    Gejala dan Dampak Domino

    PHK massal tidak hanya menyangkut persoalan ketenagakerjaan. Namun, mencerminkan dari gagalnya sistem produksi dalam menyerap dan mempertahankan tenaga kerja secara berkelanjutan. Akibatnya, beban negara meningkat karena harus menyalurkan bantuan sosial, tunjangan pengangguran, dan subsidi kebutuhan dasar.

    Pada Maret 2025, BPS mencatat bahwa angka kemiskinan naik menjadi 8,57 persen, namun dan Bank Dunia mengumumkan laporan bahwa tingkat kemiskinan Indonesia sebesar 68,3% (lebih baik dari Zimbabwe). Sebagian besar berasal dari rumah tangga dengan anggota usia produktif yang kehilangan pekerjaan tetap. Di sisi lain, PHK menimbulkan tekanan psikososial—stres, kecemasan, bahkan konflik keluarga—yang bisa menjalar menjadi masalah sosial yang lebih kompleks.

    Dalam skenario ekstrem, ketidakpuasan sosial akibat pengangguran dan ketimpangan ekonomi bisa menjadi lahan subur bagi radikalisasi, kriminalitas, dan konflik horizontal. Jika tidak diantisipasi, hal ini dapat menggoyahkan stabilitas sosial dan keamanan nasional.

    Peningkatan Produktivitas dan Inklusivitas

    Kita membutuhkan perubahan pendekatan. Pertama, pemerintah harus memperbesar investasi pada pendidikan vokasi dan pelatihan kerja yang sesuai kebutuhan industri. Reskilling dan upskilling tenaga kerja, terutama korban PHK, harus menjadi prioritas nasional.

    Kedua, efisiensi investasi publik harus ditingkatkan. Proyek-proyek besar harus dievaluasi tidak hanya dari sisi serapan anggaran, tetapi juga dari kontribusinya terhadap produktivitas dan nilai tambah ekonomi.

    Ketiga, insentif fiskal dan regulasi perlu diarahkan untuk mendorong perusahaan mempertahankan pekerja, misalnya melalui skema kerja fleksibel, pengurangan jam kerja, atau pelatihan internal. PHK seharusnya menjadi langkah terakhir, bukan pertama.

    Keempat, pemerintah daerah perlu mengembangkan diversifikasi ekonomi lokal yang berbasis potensi wilayah. Ketergantungan pada satu sektor atau industri membuat daerah rentan terhadap krisis. Sektor pertanian modern, perikanan berkelanjutan, pariwisata berbasis budaya, dan ekonomi digital dapat menjadi alternatif penciptaan lapangan kerja yang berdaya saing.

    Mengatasi Government Failure

    PHK massal, produktivitas yang melemah, dan ICOR yang tinggi adalah tiga gejala dari satu penyakit: rapuhnya struktur ekonomi yang terlalu bergantung pada pertumbuhan nominal dan kurang peduli pada kualitas pertumbuhan. Indonesia tidak bisa selamanya berharap pada ekspansi investasi dan konsumsi semata. Kita harus beralih ke strategi pembangunan yang produktif, efisien, dan inklusif.

    Pada Q1-2025 menjadi bukti adanya kegagalan Pemerintah (Government Failure) dalam mengorkestrasi pertumbuhan ekonomi yang hanya tumbuh sebesar 4,87% YoY. Berdasarkan berbagai perlambatan tersebut, tidak adanya seasonal event seperti hari raya keagamaan dan panen raya serta sebanyak 16 hari libur maka pada Q2-2025 diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan bergerak pada rentang 4,65 – 4,8%.

    Apabila Pemerintah tetap nyaman dengan rasionalisasi data perekonomian maka dapat dipastikan akan terjadinya butterfly effect pada perekonomian nasional ditengah dunia yang sedang bergejolak. Maka insentif yang lebih pro-pasar, dukungan pada inovasi, dan menciptakan kepastian dalam ekosistem perindustrian nasional sangat dibutuhkan. 

  • 1.795 Lansia di Pacitan Terima Bantuan Tunai PKH Plus Tahap II Senilai Rp500 Ribu

    1.795 Lansia di Pacitan Terima Bantuan Tunai PKH Plus Tahap II Senilai Rp500 Ribu

    Pacitan (beritajatim.com) – Senyum bahagia terpancar dari ribuan lanjut usia (lansia) di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, usai menerima bantuan sosial tunai sebesar Rp500 ribu per orang. Bantuan tersebut merupakan bagian dari Program Keluarga Harapan (PKH) Plus Tahap II yang disalurkan oleh Dinas Sosial Kabupaten Pacitan.

    Total sebanyak 1.795 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) tercatat menerima bantuan dalam tahap ini, dengan total anggaran yang dikucurkan mencapai Rp897.500.000. Penyaluran dilakukan melalui Bank Jatim dan diawali dari dua kecamatan, yaitu Kecamatan Pacitan dan Kecamatan Arjosari. Penyaluran di kecamatan lainnya akan menyusul sesuai jadwal yang telah ditetapkan.

    “Penyaluran Tahap II dimulai di Kecamatan Pacitan dan Kecamatan Arjosari. Untuk kecamatan lain sesuai jadwal yang telah ditentukan,” ujar Plt. Sekretaris Dinas Sosial Kabupaten Pacitan, Luky Puspitosari, saat memantau jalannya kegiatan pada Rabu (18/6/2025).

    Luky berharap bantuan tersebut dapat meringankan beban ekonomi para lansia, terutama di tengah tekanan sosial dan ekonomi saat ini. Menurutnya, program PKH Plus menjadi bentuk nyata perlindungan sosial dari pemerintah daerah bagi kelompok rentan, khususnya lansia, agar mereka tetap dapat memenuhi kebutuhan dasar secara layak.

    Program ini merupakan inisiatif Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang diimplementasikan melalui pemerintah kabupaten/kota. Di Kabupaten Pacitan, seluruh penerima ditetapkan berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), hasil usulan masing-masing desa yang kemudian diverifikasi dan divalidasi oleh Dinas Sosial.

    Sebagai informasi, pada tahap I tahun 2025, jumlah penerima bantuan PKH Plus di Pacitan mencapai 1.869 orang, sementara tahap II ini melibatkan 1.795 orang. Bantuan tersebut diharapkan menjadi angin segar bagi para lansia yang selama ini hidup dalam keterbatasan ekonomi. [tri/beq]

  • Pemerintah telah salurkan belanja bansos Rp48,8 triliun per Mei 2025

    Pemerintah telah salurkan belanja bansos Rp48,8 triliun per Mei 2025

    Ilustrasi – Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa saat memberikan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat beberapa waktu lalu. ANTARA/HO-Biro Adpim Jatim

    Pemerintah telah salurkan belanja bansos Rp48,8 triliun per Mei 2025
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 17 Juni 2025 – 22:36 WIB

    Elshinta.com – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyalurkan belanja bantuan sosial (bansos) senilai Rp48,8 triliun per 31 Mei 2025, setara 32,6 persen dari target APBN.

    Realisasi itu melambat bila dibandingkan realisasi tahun lalu sebesar Rp70,5 triliun atau 46,3 persen dari target APBN.

    Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Juni 2025, di Jakarta, Selasa (17/6), menjelaskan perlambatan penyaluran bansos disebabkan oleh program triwulanan.

    “Sejumlah belanja memang belum terealisasi, karena memang belanjanya itu sifatnya tiga bulanan. Jadi, mungkin di bulan Maret dan April kemarin telah dibelanjakan, tapi pada Mei belum ada belanjanya lagi,” ujar dia.

    Namun, Wamenkeu mengatakan akan ada akselerasi penyaluran bansos pada Juni ini, termasuk belanja bansos yang datanya sedang diselaraskan dengan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) oleh Kementerian Sosial.

    “Kami cek juga dengan Kemensos. Sisa penyaluran bantuan sosial berupa Kartu Sembako maupun Program Keluarga Harapan (PKH) triwulan II-2025 akan diselesaikan di Juni ini, jadi memang belum terekam di bulan Mei,” ujar Suahasil.

    Untuk mengakselerasi penyaluran bansos, Pemerintah akan memperkuat kerja sama dengan bank Himbara.

    Penyaluran belanja negara terakselerasi pada Mei 2025, dengan realisasi Rp1.016,3 triliun atau 28,1 persen dari target Rp3.621,3 triliun. Meski nilai realisasi masih jauh dari target, mempertimbangkan paruh pertama tahun hampir berlalu, namun nilai itu meningkat sekitar Rp200 triliun dari realisasi April sebesar Rp806, 2 triliun.

    Belanja pemerintah pusat (BPP) tersalurkan sebesar Rp694,2 triliun (25,7 persen dari target), yang disalurkan melalui belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp325,7 triliun dan belanja non-K/L Rp368,5 triliun.

    Pendapatan negara tercatat sebesar Rp995,3 triliun atau 33,1 persen dari target APBN Rp3.005,1 triliun. Nilai itu melambat bila dibandingkan kinerja April. Pendapatan pada Mei bertambah senilai Rp184,8 triliun dalam sebulan, sedangkan pada April bertambah hampir Rp300 triliun.

    Dengan demikian, APBN mengalami defisit sebesar Rp21 triliun atau 0,09 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada Mei 2025.

    Sumber : Antara

  • Politik Adiluhung

    Politik Adiluhung

    Politik Adiluhung
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    DI KAMPUNG
    tua Jawa, politik dulu tidak disebut sebagai “kuasa”. Ia disebut sebagai
    pangreh
    —pemangku, pengayom. Bukan penguasa.
    Di sana,
    kekuasaan
    tidak berdiri di atas takut, tapi pada kesanggupan untuk halus, menimbang, dan mendengarkan.
    Dan dari sinilah mungkin kita bisa memulainya lagi: bahwa politik, dalam jati dirinya yang terdalam, pernah—dan seharusnya masih—adiluhung.
    Tidak kasar. Tidak memaksa. Tidak menyumpal mulut atau menutup pintu.
    Adiluhung bukan sekadar luhur. Ia juga halus. Ia punya tata, punya rasa, punya jeda. Dalam adiluhung, kuasa bukan tentang menang, tetapi tentang menahan. Dalam adiluhung, negara bukan semata mesin, tapi tubuh yang bernapas.
    Kita lupa bahwa politik, sejatinya, adalah cara paling manusiawi untuk mengelola perbedaan. Ia bukan perang. Bukan transaksi. Bukan seni tipu. Ia adalah seni kesepakatan: ruang tempat kehendak kolektif disampaikan dengan keluhuran, bukan kelicikan.
    Di dunia adiluhung, kekuasaan bukan sekadar kedudukan. Ia adalah laku. Sebuah cara berjalan. Cara bertindak. Bahkan cara diam.
    Seorang pemimpin tak cukup hanya membuat keputusan. Ia mesti mengukur getar tanah tempat ia berpijak. Ia tidak bertanya “apa yang mungkin?” tapi “apa yang pantas?”
    Di negeri yang sibuk dengan prosedur, kita lupa dengan rasa. Hukum bisa benar, tapi tidak bijak. Keputusan bisa legal, tapi tak berpihak. Aturan bisa ditegakkan, tapi melukai.
    Adiluhung mengajarkan bahwa politik bukan hanya tentang hasil, tapi juga tentang cara. Bukan hanya soal yang dikatakan, tapi juga cara mengatakan. Bukan hanya mengurus negara, tapi juga merawat manusia.
    Kita sering menyamakan wibawa dengan kekuasaan. Padahal dalam kebudayaan adiluhung, wibawa bukan dari volume suara. Ia dari kedalaman. Seorang raja besar bisa duduk diam, dan itu cukup untuk menggerakkan orang.
    Kini kita melihat kebalikannya. Politik menjadi panggung pencitraan. Suara harus keras. Gaya harus meledak. Pidato harus panjang. Keberpihakan harus diumumkan, bahkan dengan ancaman.
    Namun sesungguhnya, yang adiluhung tidak perlu dipamerkan.
    Ada pemimpin yang cukup berjalan perlahan, dan rakyat mengikutinya. Ada tokoh yang cukup berkata sedikit, tapi kita semua tersentuh olehnya. Bukan karena ia memaksa, tapi karena ia hadir dari kedalaman.
    Adiluhung tidak gaduh. Justru karena itu, ia memikat.
    Adiluhung juga mengajarkan kita tentang sesuatu yang kini makin langka: kepantasan. Bahwa ada hal-hal yang sebaiknya tidak dilakukan. Meski bisa, meski punya kuasa, meski diperbolehkan, tapi tidak pantas.
    Politik hari ini terlalu sering kehilangan rasa malu. Jabatan diraih tanpa pantas.
    Kekuasaan
    dibangun dengan kedekatan, bukan kepercayaan. Kita melihat orang-orang yang mengatur hidup orang lain, padahal tak sanggup mengatur nafsunya sendiri.
    Di masa adiluhung, malu adalah pagar. Dalam tata krama kekuasaan lama, bahkan bernafas terlalu keras di hadapan rakyat dianggap tidak pantas.
    Kini, yang dianggap pantas adalah yang bisa menang. Tidak peduli caranya. Padahal politik bukan hanya soal menang. Politik adalah panggung etik, bukan hanya strategi.
    Dunia modern memuja data. Adiluhung tidak bicara statistik. Ia bicara rasa.
    Ketika seorang pemimpin menolak bantuan karena “tidak etis”, itu bukan karena ia takut melanggar hukum. Karena ia tahu, rasa lebih dulu tahu mana yang boleh dan mana yang tidak.
    Rasa adalah sensor halus yang tak bisa digantikan regulasi. Ia mengajarkan bahwa tidak semua hal bisa diukur angka. Ada luka yang tak bisa dilihat. Ada harapan yang tak bisa dipetakan grafik. Ada harga diri rakyat yang tak bisa dibayar bansos.
    Dan justru di situlah seni politik menemukan bentuk terbaiknya: saat ia tidak hanya menghitung, tapi juga merasakan.
    Adiluhung juga adalah soal ingatan. Kita tidak membangun negeri ini dari kekosongan. Kita mewarisi banyak hal: nilai, tata, kebiasaan, bahkan cara bicara.
    Namun kini, banyak politisi bersikap seolah mereka penemu segalanya. Mereka berdiri tanpa akar, berbicara tanpa sejarah. Mereka bicara pembangunan tanpa tahu tanah siapa yang sedang mereka gusur.
    Politik adiluhung
    mengingatkan kita untuk tidak menyakiti masa lalu. Untuk tidak merendahkan tradisi hanya karena ia tidak cocok dengan logika pasar.
    Sebab bangsa yang kehilangan adab pada sejarahnya, hanya akan mengulang luka. Dan politik yang kehilangan akar, hanya akan tumbuh menjadi mesin kekuasaan tanpa arah.
    Dalam dunia yang penuh dendam dan caci, adiluhung memberi tawaran yang sederhana dan dalam: pemaafan.
    Politik seharusnya bukan tempat mengumpat, tapi tempat bertemu dan memaafkan. Tempat berbeda, tapi tidak bermusuhan. Tempat kalah, tapi tidak dihina. Tempat menang, tapi tidak pongah.
    Namun hari ini, debat publik sering jadi ladang kebencian. Kekalahan jadi bahan olok-olok. Kemenangan jadi panggung balas dendam.
    Kita lupa bahwa demokrasi bukan tentang siapa lawan, tapi siapa kawan sebangsa.
    Dalam dunia adiluhung, pemaafan bukan kelemahan. Ia keberanian tertinggi. Ia bentuk tertinggi dari kekuasaan yang sudah tidak lagi butuh pengakuan.
    Politik bisa menjadi kotor, tapi ia tak harus begitu. Ia bisa adiluhung—jika kita memilihnya demikian.
    Jika kita memilih kehalusan, bukan hanya kekuatan. Jika kita memilih tata, bukan hanya target. Jika kita memilih kepantasan, bukan hanya keuntungan.
    Politik adiluhung tidak datang dari sistem, tapi dari manusia. Dari cara kita melihat kekuasaan bukan sebagai milik, tapi sebagai amanat. Dari cara kita berbicara, berjalan, dan diam di ruang publik.
    Dan dari cara kita mengakui: bahwa dalam hidup bersama, yang paling sulit bukan membuat aturan, tapi menjaga rasa.
    Jika hari ini kita haus akan keteladanan, mungkin yang kita rindukan bukan sekadar pemimpin, tapi pamomong—mereka yang memimpin dengan hati, bukan hanya tangan.
    Sebab politik, dalam bentuk terbaiknya, bukan sekadar menang atau kalah. Tapi tentang apakah kita masih bisa hidup bersama, tanpa kehilangan kemanusiaan kita.
    Itulah adiluhung. Dan itulah politik yang seharusnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Keren, Jalan Sehat sambil Bersih-Bersih Tempat Ibadah dan Bagi Bansos

    Keren, Jalan Sehat sambil Bersih-Bersih Tempat Ibadah dan Bagi Bansos

    Liputan6.com, Pemalang – Kegiatan jalan sehat yang menjadi bagian olahraga rutin Polres Pemalang setiap jumat menjadi tidak biasa, karena Kapolres Pemalang AKBP Eko Sunaryo bersama pejabat utama dan anggotanya juga melakukan kerja bakti bersih-bersih tempat ibadah di tengah rute, Jumat (13/6/2025).

    “Pagi ini, kami melaksanakan kerja bakti membersihkan tempat ibadah di Gereja Kristen Jawa Pemalang dan Masjid Jumhur Taman, kegiatan ini juga dilakukan bersama-sama dengan komponen masyarakat Kabupaten Pemalang,” kata Kapolres Pemalang.

    Kapolres Pemalang mengatakan, sejumlah komponen masyarakat yang turut hadir dalam jalan sehat dan bersih-bersih tempat ibadah. Mereka adalah Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), Organisasi Masyarakat (Ormas), pramuka dan Satuan Pengamanan (Satpam).

    “Harapannya, kegiatan ini dapat memperkuat sinergi Kepolisian Resor Pemalang dengan masyarakat, serta menjadikan Polri lebih dekat dengan masyarakat,” kata dia.

    Eko menjelaskan, kegiatan tersebut merupakan Bakti Religi Polres Pemalang, dalam rangka menyambut Hari Bhayangkara ke-79 tahun 2025.

    “Kegiatan ini juga dilaksanakan secara serentak oleh jajaran Polsek, di 40 tempat ibadah di seluruh wilayah hukum Polres Pemalang,” ujarnya.

    Pada kesempatan itu, Polres Pemalang juga membagikan bantuan sosial, yang telah diterima para pengurus tempat ibadah. “Semoga kegiatan ini bermanfaat, dan menjadikan tempat ibadah lebih nyaman dan khusyuk untuk kegiatan keagamaan,” kata Kapolres Pemalang.

    Pengurus Masjid Jumhur, Agus Hamid mengatakan, masyarakat menyambut baik adanya kegiatan bakti religi dan bakti sosial yang telah diselenggarakan Polres Pemalang.

    “Kami ucapkan terima kasih kepada jajaran Polres Pemalang, semoga dapat menjadi amal ibadah bagi seluruh anggota Kepolisian, dan kedepan sinergi dengan masyarakat dapat ditingkatkan” kata Agus Hamid.

     

    Jenazah Nelayan Dievakuasi dari Perairan Nusakambangan Cilacap

  • Sebanyak 5 Ribu Warga Magetan Tergolong Miskin Ekstrem

    Sebanyak 5 Ribu Warga Magetan Tergolong Miskin Ekstrem

    Magetan (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Magetan melalui Dinas Sosial terus memperkuat verifikasi dan validasi data kemiskinan ekstrem. Kepala Dinas Sosial Magetan, Parminto Budi Utomo, mengungkapkan bahwa data awal dari P3KE (Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem) yang bersumber dari BKKBN menunjukkan sekitar 16.000 warga masuk kategori tersebut pada tahun 2023 lalu. Namun, setelah diverifikasi di tingkat desa dan kelurahan, jumlahnya berkurang secara signifikan.

    “Sebenarnya di 2024 sempat di Kementerian Menko Pembangunan Manusia itu kan menyampaikan tapi enggak dirilis ya. Ada Jawa Timur itu ada lima kabupaten kalau enggak salah yang P3KE-nya nol gitu ya. 2024 ya. Tapi kami pun tidak menerima surat, tidak menerima rilis resmi dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia itu. Cuma ya akhirnya bersama Bappeda ya kami verifikasi lagi, hingga ternyata data riil 5.800 sekian itu,” ujar Parminto.

    Dari proses tersebut, Dinas Sosial bersama perangkat daerah lainnya menyandingkan data dengan DTKS dan hasil musyawarah desa. “Jadi 5.800 sekian menjadi 5.100 sekian. Jadi, sudah ada pengurangan ini,” katanya.

    Upaya pengentasan kemiskinan ekstrem menurutnya tidak dapat dilakukan Dinas Sosial sendiri, tetapi melibatkan berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Dinas Koperasi, Dinas Perdagangan, serta Dinas Peternakan.

    “Misalkan yang bersangkutan masuk KE sudah mendapatkan PKH misalkan tapi punya embrio usaha itu nanti bisa kami tautkan dengan Dinas Koperasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan atau mungkin juga punya usaha UMKM ternak misalkan ya, kami komunikasikan dengan Dinas Perternakan,” ujarnya.

    Menurut Parminto, selain bansos reguler seperti PKH dan sembako, pihaknya juga menyalurkan bantuan berupa alat budidaya, alat mobilitas bagi lansia, serta perlengkapan rumah terapi. Semua bantuan disesuaikan dengan kemampuan anggaran daerah.

    Ia juga menyinggung soal indikator penerima bantuan, terutama terkait jaminan kesehatan. “Kalau jaminan kesehatan yang minimal itu dihapus berarti yang bersangkutan dianggap mampu. Yang ini tentunya nanti di masyarakat akan terkejut ya yang dulunya terima jadi enggak terima.”

    Untuk penetapan kemiskinan ekstrem, acuan utamanya berasal dari data P3KE dan Peraturan Bupati, dengan indikator utama adalah pengeluaran di bawah garis kemiskinan, sekitar Rp400.000 sampai Rp500.000 per kapita per bulan.

    “Jadi garis kemiskinan itu pengeluaran per jiwa maksimal Rp400.000. Kalau anggota keluarga ada lima ya tinggal dikalikan aja. Nah, kalau keluarga itu sudah sudah berperahasilan UMR ya dia sudah di atas garis minimum. Karena sudah di atas garis itu tadi Rp400.000 per kapita per bulan,” jelasnya. [fiq/ian]