Topik: Bantuan Sosial

  • BI Jakarta Buka Suara soal Viral Fenomena Rojali & Rohana

    BI Jakarta Buka Suara soal Viral Fenomena Rojali & Rohana

    Bisnis.com, JAKARTA – Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jakarta buka suara soal ramainya fenomena Rombongan Jarang Beli (Rojali) dan Rombongan Hanya Nanya (Rohana). Istilah tersebut kerap kali dikaitkan dengan turunnya daya beli masyarakat. Namun, benarkah demikian? 

    Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DKI Jakarta Iwan Setiawan tak menampik bahwa fenomena ‘Rojali & Rohana’ memang ramai di jagad media sosial.

    Meski demikian, dia mengatakan khusus di Jakarta, fenomena tersebut tidak berdampak besar terhadap ekonomi secara keseluruhan karena daya beli masyarakat Jakarta yang resilien.

    “Dari sisi purchasing power, Jakarta punya daya tahan atau resiliensi, masih cukup kuat,” katanya saat ditemui di Jakarta, Jumat (8/8/2025). 

    Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta merilis perekonomian Jakarta tumbuh sebesar 5,18% pada kuartal II/2025 (year on year/yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional di angka 5,12%.

    DKI Jakarta juga tercatat menjadi penyumbang tertinggi struktur perekonomian nasional pada kuartal II/2025, yakni sebesar 16,61%.

    Sementara itu, dia mengatakan sektor konsumsi rumah tangga Jakarta tetap tumbuh cukup tinggi Kuartal II/2025.

    Menurut Iwan, konsumsi rumah tangga Jakarta tumbuh kuat sebesar 5,13% (yoy), sedikit meskipun melambat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 5,36% yoy.

    “Konsumsi [rumah tangga Jakarta] masih di level lebih dari 5%, ini masih mendorong pertumbuhan karena pangsa konsumsi di Jakarta itu hampir 60%,” katanya.

    Sementara itu, dia mencatat konsumsi pemerintah pada kuartal II/2025 tumbuh 5,16% (yoy), melambat dari periode yang sama tahun lalu sebesar 9,22% (yoy), seiring normalisasi belanja pegawai dan belanja bansos setelah pada Triwulan I-2025.

    Di sisi lain, Iwan menuturkan hampir semua sektor utama lapangan usaha di Jakarta juga mencatatkan kinerja yang baik.

    Ekonomi Jakarta terutama ditopang oleh lapangan usaha perdagangan yang tumbuh 5,91% (yoy) lebih tinggi dari periode sebelumnya (4,35% yoy), didorong oleh meningkatnya aktivitas masyarakat terutama pada periode libur anak sekolah, cuti bersama dan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN). 

    Lapangan usaha informasi dan komunikasi juga tumbuh tinggi sebesar 5,65% (yoy) yang didorong oleh tetap tingginya penggunaan data dan internet serta jumlah penonton bioskop pada periode libur anak sekolah.

    Sedangkan lapangan usaha konstruksi, lapangan usaha jasa perusahaan, lapangan usaha akomodasi dan makan minum serta lapangan usaha transportasi.

    Pergudangan juga masih tumbuh tinggi didukung oleh tingginya aktivitas dan permintaan masyarakat pada periode libur anak sekolah, cuti bersama serta berlangsungnya HBKN seperti Paskah, Waisak, IduIAdha dan Tahun Baru Islam.

    Pertumbuhan Ekonomi RI Kuartal II/2025

    Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan kedua atau kuartal II/2025 sebesar 5,12% secara tahunan atau year on year (YoY) dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

    Moh. Edy Mahmud, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, menjelaskan bahwa produk domestik bruto atau PDB Indonesia atas dasar harga berlaku pada kuartal II/2025 mencapai Rp5.947 triliun. Lalu, PDB atas harga konstan mencapai Rp3.396,3 triliun.

    “Sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan 2/2025 bila dibandingkan dengan triwulan 2/2024 atrau secara YoY tumbuh sebesar 5,12%,” ujar Moh. Edy Mahmud, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS, di Gedung BPS, Jakarta, Selasa (5/8/2025).

    menjelaskan, kinerja perekonomian kuartal II/2025 masih ditopang oleh konsumsi masyarakat yang terjaga. Itu, jelasnya, terlihat dari indeks penjualan ritel (riil) dan impor barang konsumsi yang terus tumbuh secara tahunan.

    Kemudian, transaksi uang elektronik dari kartu debit dan kredit tumbuh 6,26%, sedangkan transaksi online atau elektronik tumbuh 7,55%.

    Edy juga memaparkan bahwa pertumbuhan itu turut ditopang oleh respons kebijakan pemerintah untuk mendukung aktivitas ekonomi masyarakat berupa stimulus ekonomi. Stimulus berupa diskon transportasi, bantuan sosial (bansos) serta bantuan subsidi upah (BSU) turut mendukung pertumbuhan.

    “Hasil dari respons kebijakan menopang triwulan II/2025, salah satunya kebijakan terkait dengan paket stimulus untuk menjaga daya beli berupa diskon transportasi, bansos, subsidi upah dan sebagainya,” ungkapnya pada konferensi pers di Gedung BPS, Jakarta, Selasa (5/8/2025).

    Kemudian, Edy turut menyebut jumlah penumpang angkutan rel atau mobilitas masyarakat mendorong juga aktivitas ekonomi khususnya pada hari besar keagamaan serta libur sekolah.

    Kemudian, realisasi investasi dalam negeri dan asing yang tumbuh 11,5%, serta pada saat yang sama belanja barang modal oleh pemerintah turut mendorong capaian pertumbuhan tersebut.

    Adapun, kebijakan dari sisi moneter seperti keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menahan suku bunga acuan menjadi 5,05% turut dinilai sebagai salah satu faktor pendukung.

  • Fakta-fakta Baru Dana Kasus CSR BI-OJK, Banyak Komisi XI DPR Terlibat

    Fakta-fakta Baru Dana Kasus CSR BI-OJK, Banyak Komisi XI DPR Terlibat

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami aliran dana CSR BI-OJK. Tersangka yang diperiksa KPK menyebutkan bahwa banyak anggota Komisi XI juga mendapatkan dana tersebut.

    Hal itu disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers penetapan tersangka terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) program CSR BI dan OJK

    “Bahwa menurut pengakuan tersangka ST, sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut,” kata Asep, Kamis (7/8/2025).

    Asep menekankan penyidik akan mengembangkan kasus tersebut untuk menemukan fakta-fakta baru. Adapun aliran dana CSR BI-OJK dibahas dalam rapat tertutup di DPR.
    “Tentunya kami akan mendalami keterangan dari saudara ST ini siapa saja yang menerima dana bantuan sosial dari Komisi XI ini,” jelas dia.

    Dari hasil penyidikan sementara, KPK menemukan ada dugaan korupsi dalam penyaluran dana CSR BI-OJK. Selain tersangka ST (Satori), KPK juga menetapkan HG (Heri Gunadi). Keduanya merupakan anggota Komisi XI periode 2019-2024. Mereka menggunakan uang untuk kebutuhan pribadi seperti membangun rumah makan hingga showroom.

    Asep menuturkan, HG diduga menerima Rp15,8 miliar yang digunakan untuk kebutuhan pribadi, seperti seperti pembangunan rumah, pengelolaan outlet minuman, hingga pembelian tanah dan kendaraan.

    Sementara total ST menerima uang Rp12,52 miliar. Uang itu digunakan untuk deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, hingga pembelian kendaraan.

    Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

    Selain itu, mereka juga dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHP.

  • Tersangka Kasus Korupsi CSR BI-OJK, Berakhir di DPR?

    Tersangka Kasus Korupsi CSR BI-OJK, Berakhir di DPR?

    Bisnis.com, JAKARTA – Tersangka kasus korupsi CSR Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai terkuak. KPK mendapati tersangka berasal dari anggota DPR yang menyelewengkan dana.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan penyidik sedang mengembangkan kasus tersebut untuk menemukan fakta-fakta baru. KPK menetapkan dua anggota DPR sebagai tersangka terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) program CSR BI dan OJK

    “Bahwa menurut pengakuan ST, sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut,” kata Asep, Kamis (7/8/2025).

    Temuan KPK adalah 2 anggota Komisi XI periode 2019-2024 ditetapkan tersangka terduga kasus pencucian uang yakni Heri Gunawan alias HG dan Satori alias ST. Mereka menggunakan uang untuk kebutuhan pribadi seperti membangun rumah makan hingga showroom.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan HG menerima total uang Rp15,58 miliar, sedangkan ST sebesar Rp12,52 miliar.

    “Penyidik telah menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup dan kemudian dua hari ke belakang menetapkan dua orang tersangka sebagai berikut yaitu HG anggota Komisi XI periode 2019-2024, kemudian ST anggota Komisi XI periode 2019-2024,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (7/8/2025).

    Asep menyebutkan HG dan ST mengantongi total uang yang berbeda. HG menerima Rp15,86 miliar, sedangkan ST Rp12,52 miliar. Uang korupsi CSR BI dan OJK, diduga digunakan untuk keperluan pribadi, bukan penyaluran kegiatan sosial sebagaimana ketentuan yang berlaku. 

    Lebih rinci, tersangka HG menggunakan dana tersebut untuk pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian mobil.

    Selanjutnya, ST menerima Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI.

    Asep menuturkan tersangka ST menggunakan uang kegiatan sosial untuk deposito pribadi, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan pembelian aset lainnya

    Meski telah menetapkan tersangka, Asep mengatakan penyidik masih melakukan pendalaman kasus karena diduga ada pihak-pihak lain yang terlibat.

    “Tentunya kami akan mendalami keterangan dari saudara ST ini siapa saja yang menerima dana bantuan sosial dari Komisi XI ini,” jelas dia.

    Adapun KPK menjerat tersangka dengan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo.

    Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    Kronologi Dana CSR BI dan OJK, Mengalir ke Yayasan Fiktif 

    Kejahatan korupsi terselubung ini bermula dari pembentukan Panitia Kerja (Panja) Komisi XI DPR untuk membahas pendapatan dan pengeluaran anggaran mitra kerja, termasuk BI dan OJK. Mereka membahas ini dalam rapat-rapat tertutup sejak 2020.

    Anehnya, sejak 2020, pembahasan dan kesepakatan penyaluran dana CSR dari OJK dan BI untuk kegiatan sosial juga lahir di dalam rapat tertutup. BI mengalokasikan sekitar 10 kegiatan per tahun, sedangkan OJK 18–24 kegiatan CSR. 

    Namun, menurut KPK, alokasi tersebut justru menjadi celah. HG dan ST diduga memanfaatkan yayasan yang mereka kelola—empat milik HG dan delapan milik ST—sebagai penampung dana. Proposal diajukan, dana dicairkan, lalu mengalir ke rekening pribadi atau rekening baru yang dibuka oleh staf kepercayaan mereka.

    “Uang yang seharusnya untuk memperbaiki rumah rakyat, pendidikan, atau kesehatan, malah digunakan untuk kepentingan pribadi,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Jakarta, Kamis (7/8/2025).

    Dari hasil penyidikan, HG menerima total Rp15,86 miliar, yang terdiri dari Rp6,26 miliar dari BI, Rp7,64 miliar dari OJK, dan Rp1,94 miliar dari mitra kerja lainnya.

    Uang ini digunakan HG untuk membangun rumah makan, membeli mobil, tanah, bangunan, hingga mengelola outlet minuman.

    ST, di sisi lain, mengantongi Rp12,52 miliar: Rp6,30 miliar dari BI, Rp5,14 miliar dari OJK, dan Rp1,04 miliar dari mitra kerja lain. Modusnya lebih rumit sebab dia meminta salah satu bank menyamarkan transaksi deposito sehingga pencairan tak terdeteksi di rekening koran.

    “Dana itu kemudian dipakai untuk membeli tanah, membangun showroom, hingga kendaraan bermotor,” ujar Asep. 

    KPK belum berhenti pada dua nama ini. Penyidik tengah menelusuri kemungkinan keterlibatan pejabat BI, OJK, dan anggota DPR lain. Sejumlah saksi sudah dipanggil, termasuk mantan pejabat BI, pejabat aktif OJK, dan anggota DPR dari berbagai fraksi.

    Bahkan, ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo sempat digeledah pada Desember 2024. Meski begitu, Perry hingga kini belum dipanggil untuk dimintai keterangan. BI sendiri menyatakan menghormati proses hukum dan berkomitmen mendukung penyidikan.

    “Kami akan mendalami peran gubernur BI, deputi gubernur, juga pihak OJK. Tidak menutup kemungkinan ada temuan tindak pidana korupsi lainnya,” kata Asep.

    Kasus ini menyoroti lemahnya pengawasan dana CSR di lembaga negara. Dana yang diharapkan menjadi motor kegiatan sosial ternyata rawan diselewengkan lewat pertanggungjawaban fiktif.

    Contoh yang diungkap KPK: satu proposal pengajuan dana PSBI senilai Rp250 juta untuk membangun 50 rumah rakyat, namun di lapangan hanya terbangun 8–10 unit. Sisa anggaran miliaran rupiah menguap.

    Pengamat tata kelola publik menilai skema penyaluran melalui yayasan tanpa verifikasi independen membuat program CSR rentan menjadi “ladang basah” bagi oknum.

    “Tanpa transparansi dan kontrol publik, dana sosial bisa berubah menjadi dana pribadi,” ujar seorang akademisi.

  • Bancakan Dana CSR BI-OJK dan Bantahan Anggota Komisi XI soal Tuduhan Terima Uang
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Agustus 2025

    Bancakan Dana CSR BI-OJK dan Bantahan Anggota Komisi XI soal Tuduhan Terima Uang Nasional 9 Agustus 2025

    Bancakan Dana CSR BI-OJK dan Bantahan Anggota Komisi XI soal Tuduhan Terima Uang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pada Kamis (7/8/2025), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua Anggota DPR, yakni Heri Gunawan (HG) dan Satori (ST), sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2020-2023.
    Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menuturkan, perkara ini bermula dari Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK dan Pengaduan Masyarakat.
    Komisi XI DPR pernah membentuk Panitia Kerja (Panja) dan mengadakan rapat tertutup.
    Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Komisi XI memiliki beberapa mitra kerja, di antaranya BI dan OJK.
    “Adapun khusus terhadap BI dan OJK, Komisi XI memiliki kewenangan tambahan yaitu mewakili DPR memberikan persetujuan terhadap rencana anggaran masing-masing lembaga tersebut setiap tahunnya,” ujar Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis.
    KPK mengatakan, rapat tertutup menghasilkan sejumlah kesepakatan, di antaranya sebagai berikut:
    1. BI dan OJK memberikan dana program sosial kepada masing-masing anggota Komisi XI DPR RI dengan alokasi kuota yaitu dari BI sekitar 10 kegiatan per tahun dan OJK sekitar 18 sampai dengan 24 kegiatan per tahun.
    2. Dana program sosial diberikan kepada anggota Komisi XI DPR RI melalui yayasan yang dikelola oleh anggota DPR Komisi XI.
    3. Teknis pelaksanaan penyaluran dana bantuan sosial dibahas lebih lanjut oleh Tenaga Ahli (TA) dari masing-masing anggota DPR Komisi XI dan pelaksana dari BI dan OJK dalam rapat lanjutan.
    Kemudian, rapat lanjutan dilakukan untuk membahas beberapa hal, di antaranya jumlah yayasan, teknis pengajuan proposal, teknis pencairan uang, dokumen laporan pertanggungjawaban (LPJ), serta alokasi dana yang diperoleh dari setiap anggota DPR RI Komisi XI per tahunnya.
    Setelah rapat panja, Komisi XI DPR RI akan melaksanakan rapat kerja terkait persetujuan rencana anggaran.
    Dari rapat ini, Heri Gunawan dan Satori melancarkan aksinya.
    Heri disebut menugaskan tenaga ahli, sedangkan Satori menugaskan orang kepercayaannya.
    Heri mengajukan 4 yayasan, sementara Satori mengajukan 8 yayasan.
    Namun, keduanya tidak melaksanakan kegiatan sosial seperti yang disyaratkan dalam proposal.
    Asep mengatakan, Heri Gunawan diduga menerima uang Rp 15,86 miliar.
    Politikus Partai Gerindra ini disebut meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai.
    Rincian uang yang diterima Heri sebanyak Rp 6,26 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI, senilai Rp 7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, serta senilai Rp 1,94 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya.
    “HG (Heri Gunawan) menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, di antaranya pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” ujar dia.
    Sementara, Satori diduga menerima uang senilai Rp 12,52 miliar.
    Ia diduga melakukan pencucian uang dengan menggunakannya untuk keperluan pribadi.
    Dengan rincian, sejumlah Rp 6,30 miliar dari BI melalui kegiatan PSBI, senilai Rp 5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, serta sejumlah Rp 1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR RI lainnya.
    “Seperti deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, serta pembelian aset lainnya,” tutur dia.
    Perkara ini tidak berhenti di Heri dan Satori.
    KPK mendalami dugaan bahwa mayoritas Anggota Komisi XI DPR menerima CSR dari BI dan OJK untuk periode 2020-2023.
    Dugaan tersebut didalami KPK berangkat dari pengakuan Satori yang menyebut sebagian besar anggota Komisi XI DPR juga menerima dana tersebut.
    “Bahwa menurut pengakuan ST (Satori), sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut. KPK akan mendalami keterangan ST tersebut,” kata Asep.
    Menanggapi dugaan itu, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyatakan, pihaknya menghormati langkah KPK menetapkan Heri Gunawan dan Satori sebagai tersangka.
    “Kita hormati proses hukum yang sedang dijalankan oleh KPK terkait penetapan tersangka dua anggota DPR RI yang berkaitan dengan Program Sosial Bank Indonesia,” kata Misbakhun, Kamis malam.
    Namun, Misbakhun belum menjelaskan lebih lanjut apakah Komisi XI bakal memanggil BI dalam rapat di DPR RI untuk evaluasi atau penjelasan.
    Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Fraksi Golkar Melchias Markus Mekeng membantah dugaan tersebut.
    Mekeng mengeklaim bahwa anggaran CSR tidak pernah dibagikan kepada anggota Komisi XI DPR, tetapi langsung dibagikan kepada pihak yang meminta.
    “Jadi, anggaran CSR itu tidak dibagikan ke anggota. Itu dibagikan langsung kepada yang minta, misalnya rumah ibadah, gereja, masjid, atau UMKM. Anggota tidak pernah megang uang sama sekali,” ujar Mekeng, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (8/8/2025).
    Mekeng mengatakan, anggota hanya menyampaikan kepada Bank Indonesia terkait rumah ibadah yang membutuhkan dana untuk renovasi.
    “Itu diproses langsung oleh Bank Indonesia, uangnya langsung ke masjidnya. Jadi, enggak ada anggaran dikasih ke anggota,” sambung Mekeng.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mengejutkan! Tukang Sayur Jadi Penyelamat Ekonomi RI

    Mengejutkan! Tukang Sayur Jadi Penyelamat Ekonomi RI

    Jakarta

    Pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2025 tercatat sebesar 5,12%. Angka ini termasuk yang tertinggi di G20 dan ASEAN. Tapi siapa yang sebenarnya menopang pertumbuhan ini? Bukan korporasi, bukan gedung-gedung pencakar langit, termasuk konglomerat.

    Justru sektor informal, dalam arti paling sederhana, yakni para pelaku ekonomi seperti pedagang kaki lima, buruh harian, tukang sayur, dan warung makan yang menjadi tulang punggungnya.

    “Penjualan kendaraan, transaksi kartu kredit, impor barang tahan lama konsumen, semuanya melemah daripada sebelumnya. Tetapi konsumsi masyarakat justru menguat. Jadi saya pikir inilah yang membuat angka PDB tetap kuat pada kuartal Juni,” ujar Chief Economist Indonesia & India HSBC Global Research, Pranjul Bhandari, Jumat kemarin.

    Menurut Pranjul, sektor informal menyumbang 60% lapangan kerja dan 55% konsumsi nasional. Artinya, ketika sektor formal yang berisi para pekerja kantoran, bankir, CEO manufaktur dan eksekutif perusahaan besar, masih lesu. Para pelaku ekonomi kecil justru yang lebih menjaga ekonomi tetap hidup.

    “Kita melihat bahwa indikator sektor formal masih lemah, misalnya, penjualan mobil, alat rumah tangga, dan barang konsumsi tahan lama menurun. Tapi indikator sektor informal lebih kuat, belanja makanan, minuman, pakaian, dan barang-barang kebutuhan dasar lainnya mengalami peningkatan,” jelasnya.

    Kunci pertumbuhan ini ada pada pembelanjaan harian masyarakat kelas bawah dan menengah, yang sensitif terhadap harga dan cepat bereaksi pada perubahan daya beli. Daya beli ini membaik seiring inflasi yang rendah, naiknya hasil pertanian usai El Nino, dan bantuan sosial dari pemerintah.

    “Dengan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih longgar di 2025, apakah dampaknya sudah mulai terlihat? Menurut saya, ya,” ucap Pranjul.

    Ia mencatat bahwa defisit fiskal naik dari 1,6% PDB di 2023 menjadi sekitar 2,8% PDB di 2025, menunjukkan stimulus fiskal yang cukup besar di dua tahun terakhir. Namun, di sisi lain, sektor formal yang seharusnya bisa menjadi penggerak ekonomi jangka panjang masih stagnan. Ini karena korporasi besar masih enggan berinvestasi.

    “Bagaimana kita bisa mencapai pertumbuhan PDB yang lebih tinggi dalam beberapa kuartal mendatang atau mungkin beberapa tahun mendatang? Dan menurut saya, yang benar-benar dibutuhkan adalah peningkatan investasi korporasi,” tutur Pranjul.

    Ia menyebutkan bahwa saat ini banyak perusahaan lebih memilih menabung daripada berinvestasi. Padahal, investasi korporasi berpotensi memiliki multiplier effect yang besar, menciptakan lapangan kerja berkualitas, meningkatkan kapasitas produksi, hingga mengerek upah.

    “Dan ketika kita melihat investasi korporasi, kita menemukan bahwa investasinya tidak terlalu tinggi. Perusahaan-perusahaan (lebih memilih) menabung. Jadi ada banyak tabungan di luar sana, tetapi mereka tidak berinvestasi. Apa yang akan membuat korporasi berinvestasi? Itulah pertanyaan besar yang dihadapi Indonesia,” kata dia.

    Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi saat ini bukan ditarik oleh para CEO yang membangun pabrik atau memperluas bisnis. Tapi justru oleh ‘tukang sayur’ yang tetap berjualan di pagi hari, warung madura, ojek online, dan jutaan pekerja informal yang menggerakkan konsumsi dasar masyarakat.

    (fdl/fdl)

  • DKI serahkan bansos kepada 56.351 penerima baru tahun 2025

    DKI serahkan bansos kepada 56.351 penerima baru tahun 2025

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyerahkan kartu bantuan sosial kepada 56.351 penerima baru yang disalurkan melalui Kartu Anak Jakarta (KAJ), Kartu Lansia Jakarta (KLJ) dan Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta (KPDJ) tahun 2025.

    “Itulah yang menjadi prioritas dalam era kepemimpinan saya selain Kartu Jakarta Pintar, Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul, pemutihan ijazah dan Kartu Lansia, Anak Jakarta maupun Disabilitas,” ujar Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo di Balai Kota Jakarta, Jumat.

    Penerima bantuan sosial (bansos) baru ini akan menerima bantuan uang tunai sebesar Rp300 ribu per orang setiap bulannya.

    Dengan adanya tambahan penerima baru bansos di tiga golongan tersebut, maka total ada sebanyak 213.366 penerima manfaat bantuan Pemenuhan Kebutuhan Dasar (PKD) di tahun 2025.

    Selain bantuan uang tunai, mereka juga mendapatkan fasilitas gratis untuk menggunakan transportasi umum seperti Transjakarta dan MRT.

    Pram mengajak warga untuk memanfaatkan fasilitas tersebut agar mobilitas masyarakat Jakarta lebih baik.

    Pram berharap pemberian bantuan sosial dari Pemprov DKI Jakarta ini akan memberikan manfaat untuk masyarakat. “Mudah-mudahan ini akan bermanfaat, berguna,” kata Pram.

    Selain itu, Pram juga memberikan pesan kepada para penerima bansos agar tidak menggunakan dana bantuan untuk judi online atau judol.

    “Jangan sampai digunakan untuk judol. Enggak ada manfaatnya, yang ada adalah kerugian bagi saudara-saudara sekalian. Jadi sekali lagi, jangan digunakan untuk judol,” kata Pram.

    Pram menyampaikan harapannya agar Jakarta dapat menjadi rumah yang nyaman bagi seluruh warganya, terutama bagi keluarga yang kurang beruntung.

    Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta, Iqbal Akbarudin menjelaskan, penerima manfaat baru bansos PKD sebanyak 56.351 orang.

    Dengan rincian, 38.414 penerima Kartu Lansia Jakarta, 4.489 penerima Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta dan 13.448 penerima Kartu Anak Jakarta.

    “Sehingga dari kuota 219.252 penerima manfaat tahun 2025 ini telah tercapai 213.366 penerima manfaat,” kata Iqbal.

    Bansos yang diberikan, yaitu uang sebesar Rp300 ribu per bulan yang disalurkan melalui rekening masing-masing penerima manfaat.

    Penyaluran kartu ATM bagi penerima manfaat dilaksanakan pada 8-31 Agustus 2025 di seluruh wilayah kota administrasi dan Kabupaten Kepulauan Seribu.

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Daya beli masyarakat Jakarta kuat walau ada fenomena Rojali dan Rohana

    Daya beli masyarakat Jakarta kuat walau ada fenomena Rojali dan Rohana

    Jakarta (ANTARA) – Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta menanggapi fenomena Rombongan Jarang Beli (Rojali) dan Rombongan Hanya Nanya (Rohana) yang erat dikaitkan dengan turunnya daya beli masyarakat.

    Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DKI Jakarta Iwan Setiawan mengatakan, meski ramai di jagad media sosial, namun khusus di Jakarta, fenomena tersebut tidak berdampak besar terhadap ekonomi secara keseluruhan karena daya beli masyarakat Jakarta yang resilien.

    “Dari sisi ‘purchasing power’, Jakarta punya daya tahan atau resiliensi, masih cukup kuat,” katanya di Jakarta, Jumat.

    Kantor Perwakilan (Kpw) BI DKI Jakarta mencatat konsumsi rumah tangga tetap tumbuh cukup tinggi meski melambat pada Triwulan II 2025.

    Konsumsi rumah tangga tumbuh kuat sebesar 5,13 persen (secara tahunan/yoy), meskipun melambat dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 5,36 persen yoy.

    “Konsumsi masih di level lebih dari 5 persen, ini masih mendorong pertumbuhan karena pangsa konsumsi di Jakarta itu hampir 60 persen,” katanya.

    Sementara itu, konsumsi pemerintah pada triwulan II 2025 tumbuh 5,16 persen (yoy), melambat dari periode yang sama tahun lalu sebesar 9,22 persen (yoy), seiring normalisasi belanja pegawai dan belanja bansos setelah pada Triwulan I-2025.

    Di sisi lain, hampir semua sektor utama lapangan usaha di Jakarta juga mencatatkan kinerja yang baik.

    Ekonomi Jakarta terutama ditopang oleh lapangan usaha perdagangan yang tumbuh 5,91 persen (yoy) lebih tinggi dari periode sebelumnya (4,35 persen yoy), didorong oleh meningkatnya aktivitas masyarakat terutama pada periode libur anak sekolah, cuti bersama dan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).

    Lapangan usaha informasi dan komunikasi juga tumbuh tinggi sebesar 5,65 persen (yoy) yang didorong oleh tetap tingginya penggunaan data dan internet serta jumlah penonton bioskop pada periode libur anak sekolah.

    Sedangkan lapangan usaha konstruksi, lapangan usaha jasa perusahaan, lapangan usaha akomodasi dan makan minum serta lapangan usaha transportasi.

    Pergudangan juga masih tumbuh tinggi didukung oleh tingginya aktivitas dan permintaan masyarakat pada periode libur anak sekolah, cuti bersama serta berlangsungnya HBKN seperti Paskah, Waisak, IduI Adha dan Tahun Baru Islam.

    Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta merilis perekonomian Jakarta tumbuh sebesar 5,18 persen pada Triwulan II-2025 (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional di angka 5,12 persen.

    DKI Jakarta juga tercatat menjadi penyumbang tertinggi struktur perekonomian nasional pada triwulan II-2025 yakni sebesar 16,61 persen.

    Pewarta: Ade irma Junida
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ekonomi RI Masih Diselamatkan ‘Warung’, Bukan ‘Gedung Pencakar Langit’

    Ekonomi RI Masih Diselamatkan ‘Warung’, Bukan ‘Gedung Pencakar Langit’

    Jakarta

    HSBC Global Research menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 banyak ditopang dari sektor informal dibandingkan sektor formal. Sektor informal, meliputi berbagai jenis usaha yang tidak terdaftar secara resmi, seperti pedagang kaki lima, buruh harian lepas, hingga pekerja rumah tangga.

    Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 mencapai 5,12%. Angka ini menjadi tertinggi dalam dua tahun dan meningkat dari kuartal sebelumnya sebesar 4,87%.

    Chief Indonesia and India Economist HSBC Global Research, Pranjul Bhandari, mengatakan sektor informal memegang kontribusi besar terhadap lapangan kerja dan konsumsi nasional, masing-masing menyumbang 60% dan 55%.

    Sementara, sektor formal hanya menyumbang 40% tenaga kerja dan 45% terhadap konsumsi nasional. Sektor formal mencakup berbagai usaha yang terdaftar secara resmi, seperti perkantoran di sektor perbankan, manufaktur, kesehatan, hingga pendidikan.

    “Yang kami lihat di 2025, meskipun sektor formal belum menunjukkan perbaikan yang berarti, sektor informal justru mulai membaik,” katanya dalam acara Media Briefing yang disiarkan secara daring, Jumat (8/8/2025).

    Pranjul menjelaskan pertumbuhan sektor informal dapat membaik lantaran adanya pelonggaran kebijakan fiskal dan moneter yang mengalir ke konsumsi. Dengan begitu, dapat mendongkrak daya beli, terutama bagi masyarakat berpendapatan menengah ke bawah.

    “Produksi pertanian juga kuat. Setelah periode El Nino, kini kita masuk ke periode La Nina, dan itu mendukung hasil pertanian serta upah petani. Ditambah lagi, ada peningkatan belanja bantuan sosial dari pemerintah,” katanya.

    “Kita melihat bahwa indikator sektor formal masih lemah, misalnya, penjualan mobil, alat rumah tangga, dan barang konsumsi tahan lama menurun. Tapi indikator sektor informal lebih kuat, belanja makanan, minuman, pakaian, dan barang-barang kebutuhan dasar lainnya mengalami peningkatan,” terang dia.

    (rea/fdl)

  • Anggota DPR Bangun Rumah Makan hingga Showroom Pakai Dana CSR BI-OJK

    Anggota DPR Bangun Rumah Makan hingga Showroom Pakai Dana CSR BI-OJK

    Bisnis.com, JAKARTA – Dua anggota Komisi XI periode 2019-2024 ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kasus pencucian uang kegiatan sosial BI dan OJK. Uang digunakan untuk kebutuhan pribadi seperti membangun rumah makan hingga showroom.

    Mereka adalah Heri Gunawan alias HG dan Satori alias ST. Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan HG menerima total uang Rp15,58 miliar, sedangkan ST sebesar Rp12,52 miliar.

    “Penyidik telah menemukan sekurang-sekurangnya dua alat bukti yang cukup dan kemudian dua hari ke belakang menetapkan dua orang tersangka sebagai berikut yaitu HG anggota Komisi XI periode 2019-2024, kemudian ST anggota Komisi XI periode 2019-2024,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (7/8/2025).

    Secara rinci Asep menyampaikan perolehan dana tersebut. HG menerima Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DRP RI lainnya.

    Asep menjelaskan HG menggunakan dana tersebut untuk pembangunan rumah makan, pengelolaan outlet minuman, pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian mobil.

    Selanjutnya, ST menerima Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI.

    Asep menuturkan tersangka ST menggunakan uang kegiatan sosial untuk deposito pribadi, pembelian tanah, pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan pembelian aset lainnya

    Meski telah menetapkan tersangka, Asep mengatakan penyidik masih melakukan pendalaman kasus karena diduga ada pihak-pihak lain yang terlibat.

    “Tentunya kami akan mendalami keterangan dari saudara ST ini siapa saja yang menerima dana bantuan sosial dari Komisi XI ini,” jelas dia.

    Adapun, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo memanggil eks Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia berinisal EH dan Deputi Direktur Departemen Hukum Bank Indonesia berinisial IRW, yang diperiksa sebagai saksi untuk mendalami kasus tersebut pada Jumat (8/8/2025).

  • KPK Dalami Kasus Korupsi CSR BI-OJK, Satu Petinggi Dipanggil jadi Saksi

    KPK Dalami Kasus Korupsi CSR BI-OJK, Satu Petinggi Dipanggil jadi Saksi

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil eks Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia berinisal EH dan Deputi Direktur Departemen Hukum Bank Indonesia berinisial IRW.

    EH dan IRW diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

    “Dalam lanjutan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan dana Bantuan Sosial Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hari ini Penyidik menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi Sdr. EH eks Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, dan Sdr. IRW Deputi Direktur Departemen Hukum Bank Indonesia,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangan tertulis, Jumat (8/8/2025).

    Budi menjelaskan pemeriksaan akan dilakukan di Gedung KPK merah putih. Budi belum merincikan pada jam berapa para saksi akan diperiksa KPK.

    Pemeriksaan ini bisa menjadi babak baru dalam mengungkapkan fakta pada kasus CSR BI dan OJK. Kemarin, Kamis (7/8/2025) KPK telah menetapkan HG dan ST selaku anggota Komisi XI DPR RI periode 2019-2024 yang diduga melakukan pencucian uang kegiatan sosial CSR tersebut.

    “Penyidik telah menemukan sekurang-sekurangnya dua alat bukti yang cukup dan kemudian dua hari ke belakang menetapkan dua orang tersangka sebagai berikut yaitu HG anggota Komisi XI periode 2019-2024, kemudian ST anggota Komisi XI periode 2019-2024,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (7/8/2025).

    Asep menyebutkan HG dan ST mengantongi total uang yang berbeda. HG menerima Rp15,86 miliar, sedangkan ST Rp12,52 miliar. Uang tersebut diduga digunakan untuk keperluan pribadi, bukan penyaluran kegiatan sosial sebagaimana ketentuan yang berlaku. 

    Adapun KPK menjerat tersangka dengan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo.

    Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.