Sekolah Gratis bagi Anak Jakarta Sudah di Depan Mata
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta mengumumkan bahwa semua siswa di Jakarta akan dapat menikmati fasilitas pendidikan tanpa biaya alias gratis.
Program ini diberikan kepada peserta didik di tingkat sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA) swasta.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan pendidikan yang lebih merata dan berkualitas khususnya bagi keluarga anak dengan latar belakang ekonomi tak mampu.
Pemprov Jakarta bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) telah membahas program tersebut.
Hasilnya, keduanya sepakat bahwa program sekolah gratis untuk siswa SD hingga SMA swasta di Jakarta akan dimulai pada Juli 2025.
“Sudah disepakati ke depan, sekolah gratis untuk di sekolah negeri, swasta,” ungkap Ketua DPRD Jakarta Khoirudin melalui siaran pers, Jumat (1/11/2024).
DPRD dan Pemprov Jakarta juga menyepakati nilai rancangan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Tahun 2025 sebesar Rp 91,1 triliun.
Kesepakatan itu ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Penjabat Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi dengan Khoirudin bersama tiga wakilnya, Ima Mahdiah, Rany Mauliani, dan Basri Baco.
Program sekolah gratis ini menyasar satuan pendidikan dengan
grade
C dan D, bukan A dan B yang sebagian besar siswanya berasal dari keluarga mampu.
Pemprov Jakarta telah mendata klasifikasi sekolah swasta yang akan diajak kerja sama dalam program sekolah swasta gratis.
Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Jakarta menyatakan akan menggandeng 2.900 sekolah swasta untuk berpartisipasi dalam program tersebut.
Di sisi lain, ada 495 sekolah swasta di Jakarta yang tidak diikutsertakan dalam program karena tidak menerima dana BOS dan termasuk sekolah elite.
Sebelum menggodok lebih jauh, Pemprov Jakarta telah meminta rekomendasi dari Kementerian Pendidikan agar pemilihan sekolah swasta dalam program ini tepat sasaran.
Pelaksana (Plt) Kepala Dinas Pendidikan Jakarta Purwosusilo menyatakan bahwa sekolah-sekolah yang ikut dalam program sekolah swasta gratis 2025 tidak boleh memungut biaya apa pun dari siswa.
“Konsep sekolah swasta gratis itu biaya pendidikannya ditanggung. Sekolah tidak boleh memungut biaya apa pun dari siswa,” ujar Purwo.
Wakil Ketua DPRD Jakarta Ima Mahdiah mengatakan, total anggaran untuk program sekolah swasta gratis dan bantuan biaya perlengkapan sekolah mencapai Rp 2,3 triliun.
Secara terperinci, Rp 1,6 triliun dialokasikan untuk program sekolah swasta gratis di Jakarta, dan Rp 700 miliar untuk bantuan perlengkapan sekolah.
“Anggaran Rp 1,6 triliun, tapi ada tambahan Rp 700 miliar untuk itu tadi. Nanti berupa bantuan seragam dan buku-buku juga, mungkin kita sebut KJP-nya juga,” ujar Ima.
Anggaran tambahan tersebut harus digunakan untuk kebutuhan pendidikan, seperti pembelian seragam dan alat-alat sekolah.
Ima tidak ingin KJP disalahgunakan kembali karena ditemukan kasus di lapangan bahwa KJP digunakan untuk membayar cicilan motor, membeli kebutuhan sembako, dan lain sebagainya.
“Itu banyak terjadi (disalahgunakan). Kami ingin mendidik masyarakat bahwa KJP itu sebenarnya untuk menunjang mereka di pendidikan,” ucapnya.
Siswa penerima program sekolah swasta gratis di Jakarta juga kemungkinan akan mendapatkan bantuan biaya perlengkapan sekolah.
Mekanisme pemberian bantuan sosial untuk perlengkapan sekolah ini masih dievaluasi.
“Mekanismenya masih dievaluasi terus, tapi kalau saran saya tetap pakai kartu, uangnya dialokasikan untuk seragam dan alat sekolah, enggak dipakai untuk yang lain,” kata Ima.
Ima mencontohkan, jika sebuah sekolah swasta memiliki kuota peserta didik sebanyak 200 dan 100 siswa dibiayai secara gratis maka hanya 100 siswa tersebut yang berhak mendapat bantuan.
Dengan demikian, siswa dari keluarga mampu tetap harus membayar biaya pendidikan sendiri tanpa bantuan dari pemerintah.
“(Yang mampu) tetap bayar, hanya yang tidak mampu kami akomodasi. Banyak yang kondisinya putus sekolah, yang ijazahnya tertahan itu yang diakomodasi,” tuturnya.
(Reporter: Firda Janati, Ruby Rachmadina | Editor: Akhdi Martin Pratama, Fitria Chusna Farisa, Irfan Maullana)
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: Bantuan Sosial
-
/data/photo/2021/01/25/600e439d01cad.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Sekolah Gratis bagi Anak Jakarta Sudah di Depan Mata Megapolitan 8 November 2024
-
Tunda Pengalihan Subsidi BBM ke BLT, Ini Alasannnya – Page 3
Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, menyebut melambatnya pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2024 sebesar 4,95 persen dikarenakan penurunan daya beli masyarakat.
Menarik ini jika kita melihat memang terjadi penurunan daya beli masyarakat dimana pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat. Artinya, daya beli masyarakat yang menurun tidak bisa dielakkan lagi oleh pemerintah. Dampaknya adalah pertumbuhan ekonomi melambat lagi dari 5,05 persen menjadi 4,95 persen,” kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Kamis (7/11/2024).
Dari sisi sektoral, penyediaan akomodasi dan makanan minuman, serta transportasi juga melambat. Ia melihat yang menguat justru industri pengolahan dan pertambangan. Menurutnya, industri pengolahan hasil tambang mempunyai pertumbuhan yang positif.
Maka dengan struktur ekonomi seperti itu, baginya, dimana daya beli masyarakat melambat, terutama di barang jadi seperti ke makanan dan minuman, maka pemerintah harus fokus terlebih dahulu dalam mengerek daya beli masyarakat terutama untuk kelas menengah.
“Kelas menengah ini yang biasanya ke kafe dan sebagainya, sudah mengurangi konsumsi tersebut karena sudah berkurang kemampuan membeli barang-barang bersifat leisure,” ujarnya.
Subsidi BBM ke BLT Kurang Tepat?
Nailul menyarankan Pemerintah agar tidak membuat kebijakan yang membuat kelas menengah semakin tertekan. Misalnya, kebijakan terkait dengan subsidi BBM harus dipertimbangkan ulang karena bisa menekan daya beli kela menengah.
“Bansos sebagai kompensasi kenaikan harga BBM, juga tidak dinikmati oleh kelas menengah,” pungkasnya.
-

Lingkaran Setan Pertumbuhan di Bawah 5% Jadi Ancaman, Apa Jalan Keluarnya?
Jakarta –
Pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal III 2024 yang melambat di bawah 5% disebut-sebut dapat menjadi lingkaran setan jika tidak ditangani dengan baik. Sebab melambatnya pertumbuhan ini diperkirakan dapat terus menggerus perekonomian Indonesia. Lantas apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini?
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, mengatakan salah satu cara paling efektif mengatasi permasalahan ini adalah dengan memperbaiki iklim investasi dalam negeri. Dengan begitu
Sebab menurutnya pertumbuhan investasi ini secara langsung dapat membuka lapangan pekerjaan baru. Di mana lapangan pekerjaan baru itu dapat menjadi sumber pemasukan masyarakat yang secara langsung dapat meningkatkan daya beli.
Kemudian peningkatan daya beli ini akan meningkatkan konsumsi masyarakat, dan peningkatan konsumsi ini dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Hingga pada akhirnya roda ekonomi RI akan terus berputar dalam siklus perbaikan.
“Pemerintah harus menjaga ketat ini lingkaran setan, kemiskinan bisa diputus. Ya itu dengan melalui investasi, harus ada upaya-upaya untuk mendorong peningkatan investasi yang pada akhirnya itu menciptakan lapangan kerja,” ucap Piter kepada detikcom, ditulis Kamis (7/11/2024).
“Dari lapangan kerja itu mendorong pertumbuhan konsumsi dan ujung-ujungnya pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu akan menjadi daya tarik investasi. Jadi memang pemerintah harus menciptakan iklim bagi investasi yang baik,” sambungnya.
Piter berpendapat salah upaya yang bisa dilakukan adalah melalui penyempurnaan regulasi ketenagakerjaan. Sebab pada akhirnya sistem tenaga kerja ini merupakan salah satu faktor yang sangat diperhitungkan para investor saat ingin menanamkan investasinya di RI.
“Makanya di zamannya pak Jokowi (masa pemerintahan Presiden Joko Widodo) itu, pak Jokowi ngotot banget mengeluarkan Undang-undang Cipta Kerja yang ujungnya itu sebenarnya di situ adalah di dalam rangka memperbaiki iklim investasi,” kata Piter.
Terkait keberadaan UU Cipta Kerja sebagai salah satu upaya perbaikan iklim investasi RI, Piter mengatakan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang merevisi atau mencabut sebagian aturan merupakan hal yang baik dan bisa menjadi peluang bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan.
“Memang UU Cipta Kerja itu penolakannya ada banyak ya, termasuk kemarin yang dikabulkankan sebagian besar itu terkait dengan ketenagakerjaan ya. Ini memang harus diperbaiki, justru ini momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki supaya UU Cipta Kerja itu benar-benar menjadi momentum untuk memperbaiki iklim investasinya kita,” terang Piter.
“UU Cipta Kerja kita kan sudah disepakati, sudah disahkan sekian lama tapi kan dampaknya terhadap investasi kita kan masih minimal sekali, masih kecil. Dengan adanya keputusan MK pada saat tersebut ada momentum bagi pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja supaya aturan itu benar-benar bisa diterima dan kemudian bisa berdampak terhadap membaiknya iklim investasi di Indonesia,” pungkasnya.
Senada dengan itu, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad juga menyarankan pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi dalam negeri guna memutus lingkaran setan pelemahan ekonomi RI.
Sebab ia juga berpendapat dengan adanya investasi, lapangan pekerjaan baru bisa tercipta dan kondisi ini akan meningkatkan daya beli masyarakat. Peningkatan daya beli ini akan meningkatkan konsumsi, yang pada akhirnya akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan seterusnya.
Adapun menurutnya salah satu uapaya yang bisa dilakukan untuk mendorong iklim investasi ini salah satunya adalah dengan memperbaiki ICOR (Incremental Capital Output Ratio) sebagai parameter ekonomi makro yang menunjukkan perbandingan antara tambahan modal (investasi) dengan tambahan output (hasil).
“Saya kira memang harus banyak upaya untuk menambah investasi. Ya syarat investasi adalah menurunkan ICOR,” ucapnya.
Lebih lanjut, menurutnya pemerintah juga perlu menggenjot pertumbuhan ekonomi melalui faktor lain seperti infrastruktur dan peningkatan sumber daya manusia (SDM). Kemudian di luar itu Indonesia juga perlu meningkatkan kinerja ekspornya untuk menjaga produksi dalam negeri.
“Kedua saya kira harus banyak upaya meningkatkan ekonomi melalui infrastruktur dan sebagainya. Karena kan kalau fokusnya SDM itu jangka panjang, Infrastruktur juga jangan ditinggal,” jelas Tauhid.
“Nah yang ketiga memang mau tidak mau kita harus membuka ke ruang pasar ekspor jadi yang jauh lebih banyak dan lebih luas,” sambungnya.
Sementara itu Kepala Ekonom Permata Institute for Economic Research (PIER), Josua Pardede, menyebut ada beberapa langkah yang bisa dilakukan pemerintah untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.
Misalkan saja pembangunan infrastruktur yang berfokus pada sektor produktif seperti energi dan transportasi. Sebab menurutnya langkah ini dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya saing RI.
Kemudian menurutnya pemerintah juga bisa memberikan subsidi untuk sejumlah komoditas penting seperti pangan dan energi. Dengan begitu daya beli masyarakat khususnya mereka dari kelas menengah ke bawah dapat terjaga.
“Pemberian subsidi pada komoditas kebutuhan pokok seperti pangan dan energi untuk menjaga daya beli masyarakat, khususnya bagi kelas menengah bawah yang mengalami tekanan daya beli,” terang Josua.
Selain subsidi, Josua berpendapat pemerintah juga bisa memperkuat program bantuan sosial terhadap kelompok rentan untuk meningkatkan pendapatan atau pemberlakuan insentif tertentu yang dapat menjaga daya beli rumah tangga.
“Misalnya pemerintah bisa mempertimbangkan pengurangan pajak atas pengeluaran tertentu untuk mendorong konsumsi pada sektor yang mengalami kontraksi, seperti peralatan rumah tangga dan pakaian,” paparnya.
Di luar itu pemerintah juga bisa meningkatkan investasi di proyek-proyek infrastruktur strategis nasional yang dapat menggenjot laju pertumbuhan ekonomi secara nasional. Sebab langkah ini dapat secara langsung membuka lapangan kerja baru.
“Pemerintah dapat meningkatkan investasi di proyek-proyek infrastruktur strategis, seperti pembangunan ibu kota negara baru (IKN) dan infrastruktur pendukung lainnya, yang akan berdampak langsung pada sektor konstruksi dan menciptakan lapangan kerja,” jelas Josua.
Tonton Video: Potensi Pertumbuhan Ekonomi Awal Era Prabowo-Gibran
(fdl/fdl)


/data/photo/2024/10/22/67172c4e9f433.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2023/11/14/6553478c30ce1.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


