Topik: Bantuan Sosial

  • PKH Tahap 2 Kapan Cair di Jawa Barat? Ini Penjelasannya

    PKH Tahap 2 Kapan Cair di Jawa Barat? Ini Penjelasannya

    PIKIRAN RAKYAT – Program Keluarga Harapan (PKH) merupakan salah satu bentuk bantuan sosial yang diberikan pemerintah kepada masyarakat yang memenuhi kriteria tertentu. Pencairan bantuan ini dilakukan dalam beberapa tahap setiap tahunnya.

    Untuk tahap kedua tahun 2025, pencairan di Jawa Barat dijadwalkan berlangsung pada bulan April, Mei, dan Juni 2025.

    Perubahan Data dari DTKS ke DTSE

    Sejak tahun 2025, pemerintah telah mengganti sistem Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dengan Data Tunggal Sosial Ekonomi (DTSE). Perubahan ini bertujuan untuk meningkatkan akurasi dalam penyaluran bansos agar benar-benar diterima oleh masyarakat yang membutuhkan.

    Oleh karena itu, penerima PKH tahap 2 harus memastikan bahwa data mereka sudah sesuai dalam sistem DTSE agar tidak mengalami kendala saat pencairan.

    Syarat Penerima Bantuan PKH dan BPNT Tahap 2 Tahun 2025

    Agar pencairan berjalan lancar, penerima manfaat perlu memenuhi beberapa persyaratan berikut:

    NIK Sesuai dengan Data Dukcapil

    Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang digunakan untuk pendaftaran bansos harus sesuai dengan data yang tercatat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Jika terjadi perbedaan data, pencairan dapat tertunda atau bahkan tidak diterima.

    Memiliki Komponen PKH yang Masih Berlaku

    Bantuan PKH diberikan berdasarkan kategori tertentu, seperti ibu hamil, anak usia sekolah, lansia, atau penyandang disabilitas berat. Jika dalam keluarga tidak lagi terdapat anggota yang memenuhi kriteria ini, bantuan dapat dihentikan.

    Data Penerima Valid dan Tidak Bermasalah

    Data penerima bantuan yang terdaftar di sistem DTSE dan rekening bank harus valid serta tidak mengalami kendala teknis. Masalah seperti rekening tidak aktif atau tidak sesuai dengan data bisa menghambat proses pencairan.

    Lolos Verifikasi Kelayakan

    Setiap penerima bansos harus melalui proses verifikasi rutin yang dilakukan melalui aplikasi SIKS-NG. Jika status penerima tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan, bantuan bisa dihentikan.

    Terdaftar sebagai SPM atau SI dalam SIKS-NG

    Status Surat Perintah Membayar (SPM) atau Siap Instruksi (SI) dalam aplikasi SIKS-NG menunjukkan bahwa data penerima sudah diverifikasi dan siap untuk diproses pencairannya. Jika status ini belum muncul, kemungkinan pencairan akan mengalami kendala.

    Proses Pencairan PKH Tahap 2 di Jawa Barat

    Pencairan bantuan PKH tahap 2 dilakukan secara bertahap selama April hingga Juni 2025. Penyaluran dana dilakukan melalui rekening penerima yang telah terdaftar, baik melalui Bank Himbara (BRI, BNI, Mandiri, dan BTN) maupun melalui kantor pos bagi penerima yang tidak memiliki rekening bank.

    Penerima manfaat disarankan untuk secara berkala mengecek status pencairan melalui aplikasi SIKS-NG atau informasi resmi dari Kementerian Sosial. Jika terjadi keterlambatan atau kendala dalam pencairan, penerima dapat menghubungi dinas sosial setempat untuk mendapatkan bantuan.

    Kebijakan Baru: Bansos Maksimal 5 Tahun

    Mulai 2025, Kementerian Sosial menetapkan aturan baru bahwa bansos reguler hanya dapat diterima maksimal selama lima tahun. Namun, kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas berat, ibu hamil, dan balita tetap bisa menerima bantuan lebih lama.

    Sedangkan bagi keluarga usia produktif, bantuan sosial akan dialihkan ke program pemberdayaan ekonomi guna meningkatkan kemandirian finansial mereka.

    Langkah yang Perlu Dilakukan Penerima PKH

    Agar pencairan PKH tahap 2 berjalan lancar, penerima manfaat perlu melakukan beberapa langkah berikut:

    Memastikan data kependudukan di Dukcapil sudah sesuai. Rutin mengecek status bansos di aplikasi SIKS-NG. Mengupdate data di DTSE jika ada perubahan dalam keluarga. Menghubungi dinas sosial setempat jika ada kendala dalam pencairan.

    Dengan memastikan seluruh persyaratan terpenuhi dan data sudah terverifikasi, pencairan bansos dapat berjalan dengan lancar sesuai jadwal yang telah ditentukan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Daya Beli Turun pada Momen Ramadan dan Jelang Lebaran, Ekonom Sebut Pekerja Lebih Milih Simpan THR

    Daya Beli Turun pada Momen Ramadan dan Jelang Lebaran, Ekonom Sebut Pekerja Lebih Milih Simpan THR

    JAKARTA – Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira Adhinegara menilai jika lebaran pada tahun ini pendapatan para pedagang kaki lima hingga UMKM menurun.

    Faktor penyebabnya yakni tunjangan hari raya (THR) yang diterima pekerja formal (swasta) lebih memilih untuk menyimpan ketimbang membelanjakannya. Bahkan, ada yang memutuskan untuk tidak mudik kali ini.

    “Dari pekerja yang formal pun itu pun kalau masih menerima THR ya, itu cenderung disimpan dulu THRnya. Karena pengeluaran pascalebaran ini masih besar, kemudian dia menggunakan THR itu untuk dana darurat. Kalau pascalebaran di-PHK bagaimana? Jadi banyak yang memutuskan untuk menunda mudik lebaran,” ujarnya kepada VOI, Sabtu, 29 Maret.

    Ditambah lagi jumlah pemudik tahun ini, diperkirakan turun sebesar 24 persen sehingga berdampak juga terhadap daya beli masyarakat.

    “Itu terkonfirmasi juga oleh surveinya Kemenhub jumlah arus mudiknya diperkirakan akan lebih rendah tahun ini. Jadi kalau lebarannya agak sepi bisa dibayangkan berapa banyak pengusaha-pengusaha di daerah yang gigit jari,” kata Bhima.

    Padahal Ramadan dan lebaran menurut Bhima, momen yang harus dimanfaatkan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun sejumlah kebijakan justru jadi pemicu lemahnya daya beli masyarakat. Salah satunya efisiensi anggaran belanja pemerintah.

    “Pemerintah jangan membuat kebijakan yang aneh-aneh yang mendistorsi daya beli termasuk efisiensi belanja pemerintah, jangan brutal kayak begini. Ini kena semua akhirnya. Banyak sektor di daerah terutama basis pariwisata pasti terdampak,” ucapnya.

    “Jadi, inilah sekarang yang membuat situasi kita khawatir karena lebaran dan Ramadan adalah momentum kenaikan konsumsi rumah tangga tertinggi dibandingkan bulan-bulan biasa. Kalau ini miss, Ramadan dan lebaran konsumsi rumah tangganya rendah efeknya pasti berpengaruh ke total pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun,” lanjut Bhima.

    Untuk mengatasi hal tersebut, Bhima mengusulkan agar pemerintah gencar menggelontorkan bantuan sosial (bansos) baik berupa uang maupun pangan. Kemudian, berlakukan kembali tarif diskon listrik hingga akhir tahun.

    “Kebijakan untuk melindungi daya beli masyarakat harus digelontorkan. Diskon tarif listrik itu mestinya harus sampai akhir tahun. Kemudian perlindungan sosialnya dipertebal, bansos tunai, bansos pangan penting tepat sasaran,” sarannya.

     

  • Kembali Fitrah dari Korupsi
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        29 Maret 2025

    Kembali Fitrah dari Korupsi Nasional 29 Maret 2025

    Kembali Fitrah dari Korupsi
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    RAMADHAN
    , bulan suci yang oleh banyak orang dianggap sebagai waktu untuk membersihkan diri, menahan hawa nafsu, dan menyaring nurani.
    Di saat jutaan orang menahan lapar dan dahaga sebagai bentuk pengendalian diri, sebagian pejabat negeri ini masih saja rakus, tega mencuri di meja makan rakyat.
    Di ruang-ruang kekuasaan, puasa tak selalu berarti puasa dari kerakusan. Ia tak menghalangi tangan-tangan kotor untuk mencuri, menyogok, dan menjarah uang negara.
    Kita menyaksikan ironi: di saat umat bersimpuh di masjid, ada pejabat yang justru menyusun strategi bancakan anggaran. Di saat masyarakat melafalkan doa dan menahan nafsu, ada pemimpin yang sibuk membagi jatah proyek.
    Ramadhan, mestinya, menjadi ruang kontemplasi bersama: untuk melihat ke dalam, untuk bertanya tentang tanggung jawab kekuasaan, dan untuk kembali kepada fitrah sebagai manusia dan sebagai bangsa.
    Namun, yang terjadi seringkali justru sebaliknya. Simbol-simbol kesalehan dipertontonkan, sementara substansi akhlak ditinggalkan.
    Yang tinggal hanya kosmetik: buka puasa mewah dengan rekanan proyek, sedekah dibarengi pencitraan, dan doa dipakai untuk menutupi kejahatan.
    Korupsi
    , dalam konteks kebangsaan kita hari ini, bukan sekadar pelanggaran hukum. Ia adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat.
    Dan lebih dari itu, ia adalah tindakan yang mencederai fitrah kemanusiaan: bahwa manusia sejatinya diberi akal untuk menjaga, bukan merusak; diberi amanah untuk melayani, bukan menjarah.
    Jika kita jujur, hampir tidak ada sektor yang bebas dari jeratan
    korupsi
    . Pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, bahkan dana untuk rumah ibadah—semuanya pernah dijamah. Modusnya makin canggih, pelakunya makin lihai, dan hukum sering kali tertinggal jauh di belakang.
    Yang lebih menyedihkan, korupsi tak lagi dipandang sebagai aib. Ia dianggap “wajar”, “risiko jabatan”, atau “bagian dari sistem”.
    Kita hidup dalam realitas yang menyedihkan, di mana pejabat yang jujur dianggap aneh, sementara yang korup dielu-elukan karena “berbagi” kepada konstituen. Ini bukan sekadar krisis integritas, tapi krisis cara pandang.
    Lihatlah bagaimana ironi demi ironi terus terjadi. Seorang pejabat yang tersandung korupsi, tampil tenang di depan kamera, tersenyum saat digiring petugas, dan dalam banyak kasus, tetap dihormati oleh lingkaran politiknya.
    Di luar penjara, para pendukungnya menyanyikan lagu “kriminalisasi”, “dizalimi”, atau “korban politik”. Begitu mudahnya simpati dialihkan, begitu lancarnya ingatan kolektif dikaburkan.
    Sementara itu, lembaga penegak hukum yang semestinya menjadi benteng terakhir, justru pelan-pelan kehilangan gigi.
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dulu digdaya, kini tak ubahnya lembaga administratif. UU KPK yang direvisi pada 2019 menjadi tonggak pelemahan yang sistematis.
    Penyidik-penyidik andal disingkirkan lewat tes yang absurd, dan kasus besar tak lagi digarap dengan daya dobrak seperti dulu.
    Kasus demi kasus pun menguap, atau selesai dengan hukuman ringan. Yang mencuri uang rakyat miliaran rupiah bisa tetap menikmati fasilitas kelas atas.
    Sementara rakyat kecil yang mencuri sandal atau handphone bisa berakhir dalam sel pengap dengan vonis bertahun-tahun. Di sinilah fitrah keadilan benar-benar dirusak.
    Lalu, bagaimana kita kembali kepada fitrah dari korupsi? Jawabannya tidak mudah, tapi juga tidak mustahil.
    Ia memerlukan tiga hal mendasar: pemimpin yang takut pada Tuhan dan hormat pada rakyat, sistem yang menutup celah bagi penyalahgunaan kekuasaan, dan masyarakat yang berani berkata tidak pada suap dan gratifikasi.
    Pertama-tama, kita butuh pemimpin yang menjadikan jabatan sebagai amanah, bukan alat dagang.
    Pemimpin yang tak menumpuk kekayaan selama menjabat. Yang tidak menjadikan proyek sebagai komoditas politik. Yang mengerti bahwa setiap rupiah dalam APBN adalah titipan penderitaan rakyat: petani yang membajak di bawah terik, buruh yang bekerja dari pagi hingga malam, pedagang kecil yang dihantam inflasi.
    Kita juga butuh sistem yang kuat—bukan hanya dari segi regulasi, tapi juga dari segi implementasi.
    Proyek digitalisasi, transparansi anggaran, pelaporan kekayaan pejabat, dan sistem meritokrasi harus dijalankan bukan karena donor asing, tapi karena kesadaran kolektif.
    Kita tak butuh sistem yang sempurna, tapi butuh keberanian untuk menegakkan aturan yang sudah ada.
    Dan yang paling penting: masyarakat harus aktif menjadi pengawas. Jangan diam saat melihat penyimpangan. Jangan ikut arus ketika diminta “uang pelicin”. Jangan bangga mengenal orang dalam.
    Kembali ke fitrah berarti menolak normalisasi korupsi dalam kehidupan sehari-hari.

    Kita perlu menyadari bahwa korupsi bukan hanya soal kerugian negara. Ia merusak sendi-sendi kehidupan.
    Dana pendidikan yang dikorup membuat anak-anak putus sekolah. Dana kesehatan yang diselewengkan membuat warga tak mendapat layanan medis yang layak. Dana bansos yang dikorupsi berarti rakyat kelaparan di tengah pandemi.
    Dan semua itu bermula dari satu hal: nafsu. Nafsu untuk cepat kaya. Nafsu untuk berkuasa terus-menerus. Nafsu untuk mengalahkan semua pesaing tanpa etika.
    Ramadhan datang justru untuk mengajak kita melawan nafsu itu. Untuk mengingatkan bahwa kebahagiaan sejati tak lahir dari harta haram, tapi dari keberkahan yang diraih dengan jalan lurus.
    Sayangnya, pesan ini sering hanya bertahan selama sebulan. Begitu
    Idul Fitri
    tiba, sebagian pejabat kembali sibuk dengan proyek, tender, dan lobi. Uang kembali jadi kompas, bukan nilai. Dan fitrah yang baru saja diraih, hilang dalam sekejap.
    Kita, bangsa yang besar ini, sebenarnya memiliki semua syarat untuk bangkit. Kita punya agama yang kuat, budaya luhur, dan konstitusi yang menjunjung etika. 
    Namun semua itu tak berarti jika kita terus membiarkan korupsi merajalela. Jika kita membiarkan pelaku korupsi bebas melenggang, atau bahkan dipilih kembali dalam jabatan publik.
    Ramadhan harus menjadi momentum untuk membersihkan negeri ini dari penyakit lama yang menahun. Bukan hanya bersih dalam makna spiritual, tapi juga bersih dalam praktik politik, birokrasi, dan hukum.
    Kita tidak bisa berharap pada satu lembaga atau satu tokoh. Gerakan ini harus masif, menyentuh setiap sekolah, kantor pemerintahan, ruang sidang, hingga kampung-kampung.
    Setiap warga adalah bagian dari sistem yang bisa dibersihkan—atau dikotori—oleh pilihan-pilihan kecil mereka.
    Kembali fitrah dari korupsi adalah panggilan zaman. Ini bukan utopia, ini kebutuhan. Karena jika kita terus membiarkan korupsi menggerogoti sendi bangsa, maka cita-cita Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi angka di atas kertas.
    Kita bisa kaya, tapi tidak adil. Kita bisa maju, tapi tidak bermartabat.
    Saatnya kita bertanya dengan jujur: apakah kita masih punya rasa malu? Malu makan dari uang haram? Malu menyalahgunakan kekuasaan? Malu mencederai kepercayaan rakyat?
    Jika kita masih punya rasa malu, maka kita masih punya harapan. Dan dari rasa malu itu, semoga lahir keberanian untuk bersikap. Menolak suap. Membongkar kejahatan. Mengawal kebijakan.
    Dan memilih pemimpin yang tidak hanya tampan di baliho, tapi juga bersih di dompet dan hati.
    Ramadhan akan berlalu. Namun pertarungan melawan korupsi tak boleh berakhir. Kembali ke fitrah bukan hanya soal kembali ke masjid, tapi kembali ke hati nurani.
    Dan nurani yang bersih tahu bahwa mencuri uang rakyat, sekecil apapun, adalah kejahatan terhadap masa depan bangsa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Upaya Pram-Rano realisasikan janji untuk warga DKI

    Upaya Pram-Rano realisasikan janji untuk warga DKI

    Jakarta (ANTARA) – Sejak Oktober 2022, Jakarta tak memiliki sosok gubernur definitif setelah masa kepemimpinan Anies Baswedan berakhir. Kini, Jakarta telah memiliki pemimpin baru, yakni Pramono Anung Wibowo dan Rano Karno yang dilantik pada 20 Februari 2025.

    Ketika Pramono dan Rano Karno terpilih untuk memimpin Jakarta, harapan besar masyarakat kini bersandar di pundak mereka. Janji-janji yang pernah terucap selama kampanye pun mulai disinggung kembali seiring berjalannya era pemerintahan baru di DKI Jakarta.

    Pada September 2024, pasangan Pram-Rano sempat berikrar untuk mengusung program yang menyasar masyarakat kelas menengah ke bawah. Mereka sepakat untuk tidak membuat program-program yang bersifat bombastis. Sebab mereka menilai program yang bersifat bombastis tak akan cukup untuk direalisasikan hingga lima tahun ke depan.

    Lebih lanjut, Pramono dan Doel memilih untuk fokus pada program yang nyata karena dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

    “Kami berdua tidak akan membuat proyek yang bersifat mercusuar. Tapi program-program yang betul-betul menyentuh rakyat secara langsung terutama kelas menengah bawah,” kata Pramono.

    Masalah perkotaan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat Jakarta memang sudah banyak, namun Pram dan Rano menyoroti kendala lalu lintas yang hampir dirasakan seluruh kelas masyarakat yang hidup di DKI, yakni kemacetan.

    Pram berjanji untuk menghadirkan Transjabodetabek sebagai solusi mengatasi kemacetan, karena Transjakarta dinilai tak cukup. Kehadiran Transjabodetabek digadang-gadang dapat mengurangi jumlah kendaraan pribadi dari wilayah aglomerasi yang masuk ke Jakarta.

    Gubernur DKI juga ingin menggratiskan ongkos MRT dan LRT kepada 15 golongan yang saat ini sudah gratis naik Transjakarta, antara lain: PNS Pemprov DKI dan pensiunan, Tenaga kontrak Pemprov DKI, siswa penerima KJP Plus, karyawan bergaji UMP melalui Bank DKI, penghuni rusunawa, tim penggerak PKK, penduduk ber-KTP Kep Seribu, penerima raskin domisili Jabodetabek, Anggota TNI-Polri, Veteran RI, penyandang disabilitas, lansia di atas 60 tahun, pengurus rumah ibadah, pendidik PAUD hingga juru pemantau jentik.

    Selain upaya untuk memudahkan mobilitas warganya, DKI juga menyoroti masalah sulitnya mencari pekerjaan.

    Untuk itu, Pram dan Rano berniat mengadakan job fair setiap tiga bulan sekali di setiap kecamatan Jakarta, memberi pelatihan kerja di balai latihan kerja yang diadakan di setiap kantor kecamatan, bimbingan kejuruan di balai latihan kerja dan mengarahkan sebagai konten kreator serta mempermudah syarat untuk melamar kerja bagi yang ingin menjadi Penanganan Prasarna dan Sarana Umum (PPSU).

    Dalam masalah kesehatan dan banjir, pasangan Pram dan Rano berjanji untuk memperbaiki puskesmas yang ada dan memberikan pelayanan yang baik, membangun Rumah Sakit Umum Daerah di Cakung, melanjutkan program sumur resapan yang sudah berjalan agar jumlahnya bertambah, normalisasi sungai untuk mengendalikan debit air serta percepatan pembangunan waduk untuk mengurangi debit air yang masuk ke Jakarta.

    Demi mengurangi polusi udara, Pemprov DKI ingin membuat ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta yang saat ini masih 5,2 persen menjadi 30 persen sesuai undang-undang, menambah armada dan transportasi umum di Jabodetabek, kemudian memasang alat monitor pengawasan di cerobong asap lalu memberikan sanksi untuk perusahaan yang tidak patuh.

    Tak hanya sederet janji tersebut, Pramono juga sempat mendeklarasikan janji lainnya saat melakukan “belanja masalah” ke masyarakat, di antaranya mengembalikan Kartu Jakarta Pintar (KJP) hingga Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU). Dia juga berjanji mengembalikan warga yang tergusur ke Kampung Susun Bayam.

    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menempelkan ponselnya ke mesin pemindai untuk membayar kereta Moda Raya Terpadu (MRT) di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Jumat (14/3/2025). Bank Indonesia meluncurkan layanan pembayaran QRIS Tap berbasis Near Field Communication (NFC) yang memungkinkan pengguna cukup menempelkan ponsel ke mesin pemindai saat membayar belanja, KRL dan MRT sebagai inovasi untuk semakin mempermudah pembayaran digital. ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/nym. (ANTARA FOTO/SULTHONY HASANUDDIN)

    Program Quick Win

    Usai terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta dengan perolehan suara 2.183.239 suara atau 50,7 persen, Pram dan Doel tak melupakan janjinya. Pramono bertekad merealisasikan 40 program yang sudah ia janjikan tersebut.

    Ke-40 program “Quick Wins” itu diprioritaskan Pramono dan Doel untuk direalisasikan dalam 100 hari kerja. Adapun 40 program “Quick Wins” antara lain:

    Pemutihan Ijazah; Gratis Transportasi Umum untuk Pemegang KJP; Penguatan JAKI sebagai Super Apps Pelayanan Publik; Home Service untuk Lansia Jakarta (Pasukan Putih); Pengembangan Transportasi Jabodetabek dan Kepulauan; Daycare di Perkantoran Pemerintah Provinsi; Gerakan Menanam Mangrove dan Vegetasi Pengendalian Polusi; Job Fair di 44 Kecamatan tiga bulan sekali; Balai Latihan Kerja di Kelurahan; Gerakan Masyarakat Punya APAR (GEMPAR); Road to Ulang Tahun Jakarta ke 500 tahun; Penguatan Rusun untuk Warga; dan Pengendalian Inflasi Pangan Menjelang Ramadan dan Idul Fitri. Pemutakhiran Data KJP dan KJMU sinkronisasi menuju Program Sekolah Gratis; Sarapan Pagi Gratis; Gratis Masuk Ancol, TMII, Monas dan Museum di Jakarta untuk Pemegang KJP; RSUD Cakung sebagai Rumah Sakit Berstandar Internasional; Gerak Cepat Penyelesaian Kampung Bayam dan Tanah Merah; Penuntasan RW kumuh; Pengembangan Kawasan TOD; Penguatan Blok M sebagai Sentra ASEAN; Gerakan Transportasi Aktif Bebas Emisi; Security CCTV di permukiman; Pemutakhiran Data dan Peningkatan Honorarium Jumantik, Operasional Dasawisma, Operasional Posyandu, dan OperasionalRT/RW PemutakhiranData dan Peningkatan Honorarium Jumantik, OperasionalDasawisma, Operasional Posyandu, dan Operasional RT/RW; Kemudahan Pendaftaran PPSU; Aktivasi Taman Kota 24 Jam; Aktivasi Balai Rakyat bersama Karang Taruna; Penyegaran JIS; dan Pengelolaan Sampah yang Berkelanjutan.​​​​​​​ Pemutakhiran data BPJS; Griya Kecamatan (Mix Used Development Kantor Kecamatan/ Pasar Jaya dengan Rumah Susun); Peningkatan Cakupan Layanan Air Bersih; Pemuktakhiran Data Warga Ber KTP dan tinggal di Jakarta; Ekosistem Pengendalian Banjir; Pengembangan SJUT (Sarana Jaringan UtilitasTerpadu); Menjamin supply pangan melalui contract farming; Anugerah Benyamin S (BErsih NYAMan INdah dan Sejahtera) Award untuk peningkatan daya tarik kota; Pemajuan Kebudayaan Betawi; Inisiasi Jakarta Collaboration Fund dan Revitalisasi Kalijodo.Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno (kanan) mendengarkan paparan Plt Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Ika Agustin Ningrum (kedua kanan) saat meninjau pengerukan Kali Mookervart, Cengkareng, Jakarta, Jumat (21/2/2025). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/nym. (ANTARA FOTO/SULTHONY HASANUDDIN)

    Realisasi janji

    Daftar panjang janji dari Pramono dan Rano ibarat utang yang harus ditunaikan kepada masyarakat Jakarta. Sebagai warga, tidak ada salahnya untuk memantau bagaimana upaya Pemprov DKI untuk menunaikan janji-janji tersebut.

    Meski baru di masa awal menjabat, namun upaya mereka untuk menepati janji mulai terlihat. Misalnya, Pramono merealisasikan pembangunan balai warga untuk membantu masyarakat agar punya tempat multifungsi seperti untuk acara menikah, khitan, atau acara-acara lainnya.

    Pada Kamis (27/3), Pramono meresmikan balai warga pertama di Ciganjur, Jakarta Selatan. Dia berharap, tempat itu benar-benar dapat mewadahi masyarakat untuk saling guyub.

    Beberapa waktu lalu, Pramono mengumumkan bahwa DKI Jakarta sudah membebaskan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) bagi rumah dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp2 miliar serta apartemen di bawah Rp650 juta.

    Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 281 Tahun 2025 yang ditandatangani pada 25 Maret 2025. Menurut Pramono, kebijakan itu memberikan manfaat besar bagi masyarakat kelas menengah ke bawah di Jakarta.

    Sebelum Ramadhan, Pramono dan Rano juga sempat mewujudkan janjinya memberikan sarapan gratis, kendati program itu dikaji ulang oleh Badan Gizi Nasional dan Pemprov DKI.

    Lalu pada awal Februari, Pramono telah menyerahkan kunci rumah susun (Rusun) Kampung Susun Bayam (KSB) kepada penghuni eks Kampung Bayam Madani, Jakarta Utara.

    Pramono juga sudah mencairkan dana bantuan sosial KJP Plus Tahap 1 pada 20 Maret lalu. Total penerima bantuan ini sebanyak 707.622 orang atau bertambah sekitar 126.000 dibanding tahun lalu.

    Pramono-Rano memberikan bansos pemenuhan kebutuhan dasar (PKD) kepada warga kelompok rentan melalui Kartu Lansia Jakarta (KLJ), Kartu Penyandang Disabilitas (KPDJ), dan Kartu Anak Jakarta (KAJ).

    Total penerima bansos PKD tahap pertama ini sebanyak 147.304 orang. Adapun rinciannya meliputi 117.784 penerima Kartu Lansia Jakarta (KLJ) bagi warga berusia minimal 60 tahun, 15.203 penerima Kartu Anak Jakarta (KAJ) bagi anak usia dini 0–6 tahun, serta 14.317 penerima Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta (KPDJ) bagi mereka yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, maupun sensorik. Besaran bansos KLJ, KAJ, dan KPDJ adalah Rp300.000 per bulan.

    Pada tahap pertama, bantuan diberikan selama tiga bulan, yaitu Januari, Februari, dan Maret, dengan total sebesar Rp900.000. Sedangkan, mulai April 2025, bantuan akan diberikan setiap bulan dengan nominal Rp300.000.

    Untuk persoalan sampah, Pramono telah meninjau langsung Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi dan Refuse Derived Fuel (RDF) Plant Jakarta untuk memeriksa langsung pengelolaan sampah di sana.

    Janji lainnya yang telah diwujudkan adalah soal PPSU. Pemprov DKI menyederhanakan syarat petugas PPSU yakni diperbolehkan untuk lulusan SD atau minimal bisa membaca dan menulis.

    Pemprov DKI berkomitmen untuk menyelesaikan program-program yang masih tersisa. Pram dan Rano bertekad, setelah Hari Raya Idul Fitri, mereka segera menjalankan program lain untuk memajukan Jakarta dan menyejahterakan warganya.

    Editor: Alviansyah Pasaribu
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pengelolaan Dana Haji Dikelola secara Transparan dan Profesional

    Pengelolaan Dana Haji Dikelola secara Transparan dan Profesional


    PIKIRAN RAKYAT
    – Mengelola dana haji tidak bisa sembarangan. Butuh transparansi dan pengelolaan yang profesional dalam mengelola dana umat tersebut. Komitmen itulah yang ditegaskan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang selama ini mengelola dana haji secara transparan dan profesional.

    Dengan prinsip kehati-hatian, lembaga ini memastikan dana tabungan yang dipercayakan oleh calon jemaah haji dikelola dengan baik demi keberlangsungan ibadah haji di masa mendatang.

    Kepala Badan Pelaksana BPKH, Fadlul Imansyah, menegaskan bahwa seluruh pengelolaan dana dilakukan dengan mengutamakan prinsip syariah, kehati-hatian, dan akuntabilitas. “Kami selalu berupaya menjaga kepercayaan umat dengan mengelola dana haji secara profesional, transparan, dan berorientasi pada kemaslahatan jemaah,” ujarnya dalam keterangannya.

    Secara profesional, BPKH memiliki beberapa instrumen investasi yang digunakan untuk mengoptimalkan manfaat dana haji. Salah satunya adalah penempatan dana dalam bentuk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), deposito syariah, dan investasi langsung di sektor riil yang sesuai dengan prinsip syariah. “Kami memastikan seluruh investasi ini tidak hanya aman, tetapi juga memberikan manfaat bagi jemaah,” tambah Fadlul.

    Transparansi dan Akuntabilitas

    Dalam upaya meningkatkan transparansi, BPKH secara rutin melaporkan hasil pengelolaan dana haji kepada publik melalui berbagai kanal komunikasi, termasuk laporan tahunan dan portal resmi. Secara pengawasan, lembaga ini juga diawasi oleh berbagai pihak, termasuk Dewan Pengawas Syariah dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    “Setiap tahun, laporan keuangan kami diaudit secara independen dan terbuka untuk umum. Ini adalah bentuk akuntabilitas kami dalam menjaga dana haji,” kata Fadlul.

    Selain itu, BPKH juga telah mengembangkan sistem digitalisasi dalam pengelolaan dana sehingga jemaah dapat dengan mudah memantau perkembangan dana mereka. “Melalui platform digital, masyarakat bisa melihat bagaimana dana haji mereka dikelola dan dimanfaatkan,” jelasnya.

    Keberlanjutan dan Manfaat bagi Jemaah

    Hadirnya BPKH tidak hanya membuat tabungan haji sebagai simpanan untuk persiapan haji saja namun juga menjadi manfaat untuk sesama umat Islam (Dok. Pikiran Rakyat)

    BPKH tidak hanya bertanggung jawab dalam menjaga keberlanjutan dana haji, tetapi juga memastikan bahwa manfaat dari investasi yang dilakukan dapat dirasakan oleh calon jemaah. Salah satu wujud nyata adalah subsidi biaya haji yang terus diberikan setiap tahunnya.

    “Kami terus berupaya agar dana yang kami kelola dapat membantu menekan biaya haji, sehingga jemaah tidak terlalu terbebani,” ungkap Fadlul. 

    Menurutnya, keberlanjutan dana haji sangat penting agar generasi mendatang tetap bisa menjalankan ibadah haji dengan biaya yang terjangkau.

    “Kami juga perlu mengedukasi ke publik bahwa menabung haji bisa sejak kecil atau usia dini. Kalau dilihat saat ini, masa tunggu haji bisa mencapai 30 tahun,” ungkap Kepala BPKH saat berkunjung ke kantor Pikiran Rakyat beberapa waktu lalu.

    Di sisi lain, BPKH juga aktif dalam berbagai program kemaslahatan, seperti pemberdayaan ekonomi umat dan bantuan sosial berbasis keagamaan. “Kami ingin dana haji tidak hanya bermanfaat bagi mereka yang akan berangkat haji, tetapi juga bagi masyarakat luas,” katanya.

    Dukungan dari Menteri Agama

    Menteri Agama Nasaruddin Umar mengapresiasi keberadaan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang fokus dalam menghimpun, mengelola, mendayagunakan, dan menyalurkan dana haji untuk kepentingan umat.

    “Beliau-beliau ini (BPKH) adalah para pemikir umat yang selalu berusaha memberdayakan dana haji. Tidak bisa diingkari, banyak sekali bantuan yang telah disalurkan BPKH untuk penguatan umat,” kata Menag saat peluncuran Ramadhan Berkah BPKH di Jakarta, dikutip dari Antara.

    Ia menyoroti perubahan signifikan yang terjadi setelah terbentuknya BPKH. Sebelumnya, pengelolaan dana haji belum dikelola terstruktur dan profesional. Namun dengan kehadiran BPKH, potensi keuangan haji kini dikelola dengan lebih baik dan memberikan dampak yang lebih besar.

    “Sejak didirikan pada 26 Juli 2017, BPKH telah berhasil memperkuat umat melalui program-program terukur serta mengelola keuangan haji secara transparan dan akuntabel,” ujar Menag.

    Menurut Menag, umat Islam memiliki potensi besar, terutama dalam hal zakat. Data menunjukkan sekitar 87,2 persen umat Islam di Indonesia memiliki rekening di bank, baik dalam bentuk tabungan atau deposito.

    “Jika semua orang yang ber-KTP Islam menyimpan dananya di bank, apakah dalam bentuk tabungan atau deposito, maka pengumpulan zakat saja sudah mencapai angka 300 triliun per tahun,” kata Menag.

    Jumlah itu, menurutnya, cukup untuk membiayai 40 juta orang miskin di Indonesia, termasuk mereka yang tergolong miskin ekstrem.

    “Umat miskin mutlak di Indonesia ada sekitar 2,2 juta jiwa. Itu bukan jumlah yang sedikit,” katanya.

    Menag mengusulkan agar BPKH dapat berkolaborasi dengan lembaga lain seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk memberdayakan potensi zakat. Pernyataan tersebut tak terlepas dari kapasitas dan rekam jejak BPKH dalam mengelola besarnya dana haji secara transparan dan profesional.

    “Di samping zakat, ada potensi umat yang lain. Mungkin nanti BPKH bisa berkolaborasi dengan Baznas atau lembaga lain supaya pundi-pundi umat ini dapat diberdayakan secara bersama-sama. Dengan begitu, pengeluaran kita bisa lebih terarah dan produktif,” pungkas Nasaruddin Umar.***

     

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Cerita Aan Saat Terima Bansos dari Siswa Setukpa Lemdiklat Polri Sukabumi

    Cerita Aan Saat Terima Bansos dari Siswa Setukpa Lemdiklat Polri Sukabumi

    Liputan6.com, Sukabumi – Siswa Sekolah Pembentukan Perwira (Setukpa) Lemdiklat Polri Angkatan 54 Tahun 2025 Gelombang 1 menggelar kegiatan bakti sosial dengan menyalurkan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat di Kota dan Kabupaten Sukabumi. 

    Kegiatan ini dipusatkan di Kantor Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi, dan di kantor Desa Cidadap, Kecamatan Simpenan Kabupaten Sukabumi, pada Sabtu (22/3/2025).

    Salah seorang warga, Aan (60), mengungkapkan rasa terima kasihnya atas bantuan sosial yang diberikan. Seraya menahan tangis, ia pun mengucapkan harapan kebaikan yang sama kepada pihak kepolisian. “Sembako, kue, sama mie, ya alhamdulillah, jazakallah, terima kasih banyak, mudah-mudahan diganti lagi rezekinya lebih dari ini panjang umur banyak rezeki mudah mudahan rezekinya selalu dibesarkan untuk pak polisi, bapak kepala polisi, senang banget, iya membantu,” ujar Aan.

    Aan juga mengeluhkan kondisi harga sembako yang tinggi, terutama beras. Ia tinggal bersama cucu, anak, dan suaminya yang berjumlah 4 orang. Ia menuturkan bahwa bantuan ini sangat membantu meringankan beban hidupnya. Terlebih di tengah kondisi suaminya yang sedang sakit. “Iya mahal banget khususnya beras, beras 1 kg itu ada yang Rp18 ribu ada yang Rp20 ribu, iya alhamdulillah terbantu. Tinggal sama cucu sama anak suami, 4 orang, sehari seliter setengah, kalau puasa ini pada makan kalau sehari-hari mah lebih cuman makan doang, enggak jajan apa-apa, ada yang satu kan enggak kerja,” ungkapnya.

  • 4 Daftar Bansos yang Cair hingga 27 Maret 2025 Jelang Lebaran

    4 Daftar Bansos yang Cair hingga 27 Maret 2025 Jelang Lebaran

    JABAR EKSPRES – Menjelang Hari Raya Idul Fitri 2025, kabar gembira datang bagi para Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Pemerintah dikabarkan akan mencairkan beberapa jenis bantuan sosial (bansos) hingga 27 Maret 2025. Pencairan ini dilakukan sebelum cuti bersama yang dimulai pada 28 Maret 2025, sehingga KPM dapat memanfaatkan dana tersebut untuk persiapan Lebaran.

    Setidaknya ada empat jenis bansos yang akan dicairkan, di antaranya Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), Program Indonesia Pintar (PIP), dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa. Berikut rincian lengkapnya:

    Program Keluarga Harapan (PKH)

    PKH menjadi salah satu bantuan yang paling ditunggu oleh masyarakat. Bantuan ini diberikan kepada KPM yang telah melalui proses validasi pada November-Desember 2024. Nominal bantuan yang akan diterima bervariasi, mulai dari Rp225 ribu hingga Rp600 ribu, tergantung pada kategori penerima manfaat.

    Baca juga : Update Pencairan Bansos PKH dan BPNT 

    Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT)

    BPNT juga masuk dalam daftar bansos yang akan cair hingga 27 Maret 2025. Setiap KPM akan menerima bantuan sebesar Rp600 ribu. Dana ini dapat digunakan untuk membeli kebutuhan pokok, sehingga sangat membantu masyarakat dalam mempersiapkan kebutuhan selama Ramadan dan Idul Fitri.

    Program Indonesia Pintar (PIP)

    Bantuan PIP diperuntukkan bagi siswa dari jenjang SD hingga SMA/SMK sederajat yang telah melakukan aktivasi rekening SimPel. Besaran bantuan yang diterima berbeda sesuai dengan jenjang pendidikan:

    Siswa SD: Rp225.000Siswa SMP: Rp375.000Siswa SMA/SMK: Rp900.000

    Bantuan ini bertujuan untuk meringankan beban pendidikan bagi keluarga kurang mampu, terutama dalam menghadapi tahun ajaran baru.

    Baca juga : Cek 3 Kelompok KPM Ini Bisa Dapat Bansos PKH dan BPNT

    BLT Dana Desa

    Bantuan ini diberikan kepada KPM dengan nominal Rp300 ribu per bulan. Biasanya, BLT Dana Desa dicairkan sekaligus untuk tiga bulan, sehingga penerima manfaat akan mendapatkan Rp900 ribu. Namun, Kementerian Sosial telah membuat aturan baru terkait bantuan ini, di mana KPM hanya bisa menerima BLT Dana Desa maksimal selama lima tahun.

    Pengecualian diberikan bagi lansia, penyandang disabilitas berat, ibu hamil, dan anak balita yang tetap bisa menerima bantuan tanpa batas waktu. Sementara itu, KPM yang berada dalam usia produktif akan dialihkan ke program pemberdayaan agar bisa lebih mandiri secara ekonomi.

  • KPK Segera Lanjutkan Pemeriksaan Saksi Kasus Bansos Presiden

    KPK Segera Lanjutkan Pemeriksaan Saksi Kasus Bansos Presiden

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan segera memulai pemeriksaan sejumlah saksi pada kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) Presiden Covid-19. 

    Pada Kamis (27/3/2025), Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyebut satgas penyidikan yang menangani kasus itu saat ini masih fokus untuk menuntaskan perkara lain di mana para tersangkanya sudah ditahan dengan keterbatasan waktu penahanan. 

    Sementara itu, KPK saat ini baru menetapkan satu orang tersangka di kasus bansos presiden yakni Direktur Mitra Energi Persada (MEP) sekaligus Ketua Tim Penasihat PT Primalayan Teknologi Persada (PTP) Ivo Wongkaren. Ivo sudah menjalani masa kurungan berkaitan dengan kasus lain yakni korupsi penyaluran bansos PKH.

    “Tentunya dalam waktu tidak lama lagi, kita akan melakukan proses berkelanjutan, termasuk salah satunya pemeriksaan saksi-saksi di perkara tersebut [bansos presiden],” ujar Tessa kepada wartawan, dikutip Jumat (28/3/2025). 

    Saat ini, terang Tessa, KPK belum menetapkan pihak lain sebagai tersangka. 

    Pada kasus tersebut, komisi antirasuah menduga terdapat sekitar 6 juta paket bansos bentuk sembako presiden yang dikorupsi pada saat pandemi Covid-19. Total 6 juta paket itu terdiri dari paket sembako presiden yang disalurkan pada tahap 3, 5 dan 6. Masing-masih tahap itu berisi 2 juta paket sembako.

    Penyidikan kasus bansos presiden itu merupakan pengembangan perkara dari kasus suap pengadaan bansos yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Alat bukti terkait bansos presiden ditemukan ketika melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada kasus Juliari 2020 lalu.  

    Pada kasus bansos presiden, KPK menyebut potensi kerugian keuangan negara yang ada mencapai sekitar Rp250 miliar dari total nilai proyek pengadaan sekitar Rp900 miliar dari anggaran Kementerian Sosial (Kemensos). Penyidik menduga kerugian keuangan negara itu terjadi saat pengadaan bansos presiden 2020 lalu di wilayah Jabodetabek. 

  • Info Bansos KLJ, KAJ, KPDJ Bakal Cair Awal April 2025, Cair Setiap Bulan Rp300.000

    Info Bansos KLJ, KAJ, KPDJ Bakal Cair Awal April 2025, Cair Setiap Bulan Rp300.000

  • Asosiasi hilir sawit-Forwatan berbagi manfaat produk turunan sawit

    Asosiasi hilir sawit-Forwatan berbagi manfaat produk turunan sawit

    Selain mendistribusikan bantuan sosial, kegiatan ini sekaligus menjadi sarana penyampaian informasi positif sawit kepada masyarakat.

    Jakarta (ANTARA) – Tiga asosiasi hilir sawit menggandeng Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) membagikan bantuan sosial berupa produk turunan sawit kepada pesantren dan yayasan yatim piatu menjelang Hari Raya Idul Fitri 2025.

    Ketiga asosiasi tersebut, yakni Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Asosiasi Produsen Oleochemical Indonesia (APOLIN), dan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI).

    Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga mengapresiasi kegiatan bakti sosial yang telah dijalankan selama ini, karena menunjukkan kontribusi dan manfaat positif produk hilir sawit bagi masyarakat.

    “Selain mendistribusikan bantuan sosial, kegiatan ini sekaligus menjadi sarana penyampaian informasi positif sawit kepada masyarakat,” ujar Sahat dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis.

    Bantuan bahan pangan yang diserahkan kepada tiga yayasan yatim piatu dan pesantren yang tersebar di Jakarta, Bogor, dan Depok, antara lain minyak goreng dan makanan yang mengandung produk turunan sawit.

    Penyerahan bantuan dilakukan secara simbolis oleh Ketua Forwatan Yuwono Ibnu Nugroho kepada pengelola Panti Asuhan Riyadhush Sholihin Kebayunan KH Bahruddin bersama 60 santrinya di Depok, Jawa Barat pada 21 Maret 2025 lalu.

    Bantuan juga diserahkan ke lembaga lain, yaitu Pesantren Yatim dan Dhuafa Assa’adah (Jakarta Selatan) dan Dompet Yatim dan Dhuafa (Depok).

    Sahat menambahkan Indonesia menerima banyak manfaat dari penggunaan sawit untuk kebutuhan pangan dan energi. Saat ini, terdapat 158 jenis produk turunan yang telah dihasilkan Indonesia sebagai produsen sawit terbesar di dunia.

    Sektor ini menyumbang devisa ekspor hingga 28,45 miliar dolar AS setara dengan Rp455 triliun, nilai ekspor tersebut didominasi oleh produk turunan kelapa sawit, dengan sekitar 93,5 persen volume ekspor merupakan produk olahan minyak sawit.

    “Semua produk tersebut menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dan mendukung kebutuhan sehari-hari. Jadi produk turunan sawit berkontribusi bagi perekonomian negara dan ekspor,” ujarnya pula.

    Ibnu Nugroho menambahkan kegiatan bakti sosial tersebut sekaligus memperkenalkan kebaikan produk turunan sawit kepada masyarakat, sehingga isu negatif seputar sawit dapat dicegah.

    Saat ini, katanya lagi, banyak informasi negatif atau hoaks mengenai sawit yang menyebar di masyarakat dengan tujuan membangun kebencian terhadap produk sawit.

    “Di sinilah peranan media mencegah beredarnya informasi hoaks dan negatif yang dapat mengganggu sektor industri hilir sawit. Jadi kami tegaskan bahwa sawit adalah produk asli Indonesia yang bermanfaat bagi bangsa ini,” ujarnya.

    Pewarta: Subagyo
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025