Topik: Bantuan Sosial

  • Stok Beras RI Melimpah, Jadi Ekspor?

    Stok Beras RI Melimpah, Jadi Ekspor?

    Jakarta

    Stok cadangan beras pemerintah saat ini menjadi tertinggi sepanjang sejarah sebesar 3,5 juta ton hingga 4 Mei 2025. Sementara, Presiden Prabowo Subianto sebelumnya memberikan restu untuk ekspor beras. Lantas, apakah ekspor beras jadi dilakukan?

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan pemerintah dapat melakukan dua hal untuk mengeluarkan stok beras yang ada sekarang. Pertama, melalui bantuan sosial dan kedua melalui ekspor beras.

    “Kan kalau untuk mengeluarkan stok yang ada, itu bisa untuk dalam bentuk bansos dan juga ekspor (beras),” kata Amran saat konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Senin (5/5/2025).

    Meski begitu, Amran menerangkan masih menunggu perintah Presiden Prabowo Subianto untuk memutuskannya. Amran memastikan akan mematuhi apapun yang diperintahkan Prabowo, baik itu ekspor beras maupun bansos.

    Menurut Amran, pembahasan mengenai hal itu akan ditindaklanjuti di pertemuan berikutnya. Namun demikian, Amran tidak membeberkan kapan pertemuan tersebut berlangsung.

    “Sekarang kita ikut perintah Bapak Presiden nanti. Kalau Bapak Presiden mengatakan ekspor, kita ekspor. Kalau itu domain kementerian lain. Kalau itu untuk menjadikan bansos, terserah. Kita ikut. Pokoknya apa perintah Bapak Presiden, kita ikut,” terang Amran.

    Seperti diketahui, Prabowo memberikan izin pengiriman beras atau ekspor ke negara lain dengan alasan memenuhi asas kemanusiaan. Bahkan dia bilang, saat beras diekspor, jangan terlalu banyak mencari untung, yang penting bisa balik modal sudah cukup.

    “Saya izinkan dan saya perintahkan, kirim beras ke mereka, dan kalau perlu, sekarang. Ini atas dasar kemanusiaan. Kita jangan terlalu cari untung besar, yang penting ongkos produksi, plus angkutan, plus administrasi kembali,” kata Prabowo saat peluncuran Gerakan Indonesia Menanam di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu (23/4).

    Menanggapi hal itu, Direktur Pengadaan Perum Bulog, Prihasto Setyanto mengatakan cadangan beras yang dimiliki Bulog saat ini melimpah. Untuk itu, Bulog menyatakan siap apabila diberikan penugasan untuk ekspor beras.

    “Kalau diperintahkan out ya, out kan gitu. Siap lah kan cadangannya banyak kok,” kata Prihasto saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (29/4).

    Simak video “Prabowo Sebut Produksi Jagung-Beras Melimpah, Tapi Gudang Terbatas” di sini:

    (acd/acd)

  • Konsumen Semakin Percaya dan Rajin Menabung pada April 2025 – Page 3

    Konsumen Semakin Percaya dan Rajin Menabung pada April 2025 – Page 3

    Sementara itu, hasil SKP LPS terkini juga menunjukkan penguatan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) pada April 2025. IKK April 2025 tercatat 103,1, meningkat sebesar 1,6 poin MoM. Perkembangan ini menunjukkan persepsi positif konsumen yang kembali menguat terhadap kondisi ekonomi nasional dan di wilayahnya.

    Penguatan juga terlihat pada dua komponen IKK, yaitu Indeks Situasi Saat Ini (ISSI) maupun Indeks Ekspektasi (IE). ISSI meningkat ke level 81,9 dari posisi Maret 2025 yang tercatat sebesar 79,3. Di samping itu, IE turut menguat ke level 118,9 dari 118,2 pada Maret 2025.

    Peningkatan optimisme konsumen pada April lalu antara lain disebabkan adanya penyaluran sejumlah bantuan sosial (bansos) pada awal triwulan II 2025 (Program Keluarga Harapan, Bantuan Pangan Non-Tunai, bantuan beras 10 kg, Program Indonesia Pintar), serta berhasilnya panen raya tanaman pangan (padi dan jagung).

    Selain itu, perbaikan infrastruktur umum menjelang hari raya lalu dan kenaikan harga sembako selama puasa dan Idulfitri yang lebih terjaga turut mendorong persepsi positif masyarakat pada ekonomi di wilayahnya.

    Sebagai gambaran, inflasi komponen makanan, minuman, dan tembakau pada bulan Ramadan tahun 2025 (Maret 2025) mencapai 1,2% MoM, atau lebih rendah dibandingkan inflasi pada Maret 2024 yang sebesar 1,4% MoM.

    Ditinjau berdasarkan pendapatan rumah tangga (RT), IKK pada mayoritas kelompok RT menguat pada April 2025 dan naik ke atas level 100. Peningkatan terbesar terjadi pada IKK kelompok RT berpendapatan hingga Rp1,5 juta/bulan (naik 7,3 poin).

    Sementara itu, IKK RT berpendapatan di atas Rp1,5 juta–Rp3 juta/bulan dan RT berpendapatan di atas Rp3 juta–Rp7 juta/bulan masing-masing meningkat sebesar 2,5 poin dan 0,3 poin. Adapun IKK RT berpendapatan lebih dari Rp7 juta menurun terbatas sebesar 0,7 poin.

  • Stok Beras RI Melimpah, Jadi Ekspor?

    Prabowo Minta Gudang Darurat Bulog Dibangun, Ini Bocoran Lokasinya

    Jakarta

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyampaikan pemerintah akan membangun gudang darurat beras milik Perum Bulog. Hal ini sesuai dengan instruksi dari Presiden Prabowo Subianto.

    Amran menerangkan sesuai dengan perintah Prabowo, gudang darurat tersebut akan didirikan di daerah-daerah yang masih kekurangan gudang meskipun sudah menyewa. Amran pun menyebut sejumlah daerah yang berpotensi mengalami kondisi tersebut, seperti Aceh dan Nusa Tenggara Barat.

    “Sekarang yang diperintahkan oleh Bapak Presiden adalah membangun gudang di daerah-daerah yang betul-betul diperintahkan, daerah yang gudangnya sudah full, sudah sewa gudang, tapi masih kekurangan, contoh, Aceh dan NTB,” kata Amran saat konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Senin (5/52025).

    Amran menyebut saat ini Bulog sudah menyewa gudang dengan kapasitas 1,1 juta ton untuk menampung produksi petani. Terbaru, Bulog telah menyerap sebesar 1,8 juta ton setara beras dari petani. Hingga 4 Mei 2025, stok beras Bulog mencapai 3,5 juta ton.

    Saat ditanya lebih lanjut mengenai stok beras tersebut akan digelontorkan lewat bansos atau ekspor beras, Amran menerangkan akan dilakukan sesuai dengan instruksi dari Prabowo.

    “Sekarang kita ikut perintah Bapak Presiden nanti. Kalau Bapak Presiden mau katakan ekspor, kita ekspor. Kalau itu domain kementerian lain, kalau itu untuk menjadikan bansos, teruslah kita ikut. Pokoknya apa perintah Bapak Presiden, kita ikut. Kan kalau untuk mengeluarkan stok yang ada, itu bisa untuk dalam bentuk bansos, juga ekspor. Dua solusi itu. Kita tunggu perintah,” jelas Amran.

    Terkait anggaran gudang darurat, Amran enggan membeberkan lebih lanjut. Dia hanya memastikan anggaran tersebut berasal dari pemerintah.

    “(Anggarannya) dari pemerintah, (dan jumlahnya) sesuai kebutuhan,” imbuh Amran.

    Sebelumnya, Amran menyampaikan sebagai solusi jangka pendek untuk menampung hasil panen yang terus meningkat, Presiden Prabowo telah menginstruksikan pembangunan 25 ribu gudang improvisasi berbahan tahan lama di berbagai wilayah. Gudang-gudang ini dirancang untuk bertahan 5 hingga 10 tahun, sambil menunggu pembangunan gudang permanen di setiap desa.

    “Kita tidak pernah membayangkan sebelumnya gudang-gudang Bulog penuh seperti hari ini, hingga harus mencari tambahan gudang baru. Bahkan Bapak Presiden memerintahkan segera membuat gudang darurat agar Bulog mampu terus menyerap beras petani,” kata Amran dalam keterangannya, Minggu (4/5/2025).

    Tonton juga “Wamentan soal Beras Bulog Berkutu: Bisa Jadi Pakan Ternak” di sini:

    (acd/acd)

  • BPNT 2025 Cair! Rp 600 Ribu untuk 3 Bulan, Ini Syarat dan Cara Ceknya! – Page 3

    BPNT 2025 Cair! Rp 600 Ribu untuk 3 Bulan, Ini Syarat dan Cara Ceknya! – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) kembali disalurkan pemerintah untuk membantu keluarga kurang mampu memenuhi kebutuhan pangan. Pencairan tahap ketiga pada Mei 2025 ini dilaporkan mencapai Rp 600.000 per Keluarga Penerima Manfaat (KPM), mencakup tiga bulan sekaligus.

    Program ini menjangkau seluruh Indonesia, membantu jutaan keluarga melalui penyaluran dana elektronik lewat Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).

    Siapa yang berhak menerima BPNT?

    Program ini menargetkan Warga Negara Indonesia (WNI) miskin atau rentan miskin yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan memenuhi sejumlah kriteria. Kelompok rentan seperti ibu hamil, lansia, dan penyandang disabilitas menjadi prioritas pemerintah.

    Masyarakat tidak perlu mendaftar secara khusus karena penentuan penerima BPNT berdasarkan data DTKS.

    KPM yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) atau Data Terpadu Kesejahteraan Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) sebagai 25 persen penduduk termiskin berhak mendapatkan bantuan ini.

    Syaratnya, penerima harus Warga Negara Indonesia (WNI) dan memiliki Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP). Penting untuk diingat bahwa ASN, TNI, dan Polri tidak termasuk dalam kategori penerima BPNT.

    Bagaimana cara pencairan dana BPNT? Dana BPNT disalurkan melalui rekening bank yang telah ditunjuk, seperti BNI, BRI, BTN, dan Mandiri. KPM dapat mengecek status pencairan melalui situs resmi Kemensos atau aplikasi Cek Bansos.

  • Uji Coba Operasional PDN Ditargetkan Juni 2025, Dukung Ekosistem Digital Pemerintahan – Page 3

    Uji Coba Operasional PDN Ditargetkan Juni 2025, Dukung Ekosistem Digital Pemerintahan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Komdigi (Komunikasi dan Digital) menargetkan PDN (Pusat Data Nasional) bisa mulai diuji coba operasional pada Juni 2025. Kehadiran PDN diharapkan bisa menjadi fondasi layanan publik yang aman, efisien, dan transparan.

    Percepatan pembangunan PDN ini merupakan bagian dari upaya yang mendukung 8 Program Hasil Terbaik Terbaik Cepat (PHTC) Presiden dan 17 program prioritas nasional.

    Salah satu fokus utamanya adalah meningkatkan akuntabilitas penyaluran bansos dengan teknologi digital.

    “PDN adalah fondasi penting dalam memperkuat ekosistem digital pemerintahan. Kami bekerja sama dengan Bappenas dan kementerian terkait untuk memastikan sistem yang terintegrasi dan berkelanjutan,” tutur Menteri Komdigi Meutya Hafid dalam audiensi bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas seperti dikutip dari siaran pers yang diterima, Senin (5/5/2025).

    Saat ini, PDN 1 disebut telah memasuki fase penting. Setelah melalui proses serah terima pada Maret 2025, kini fasilitas tersebut sedang menjalani asesmen keamanan dan operasional oleh BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara).

    Tak hanya PDN 1, pemerintah juga menyiapkan dua pusat data lainnya, yakni PDN 2 dan PDN 3. Keduanya akan dibangun dengan skema co-sharing yang kini sedang dalam tahap pembahasan, untuk mempercepat realisasi infrastruktur digital nasional.

    Di sisi lain, Menkomdigi saat ini juga masih menyoroti soal tantangan pada aspek cadangan operasional.

    “Saat ini, opsi cadangan masih mengandalkan PDN Sementara (PDNS), namun anggarannya belum tersedia. Jika tidak segera dianggarkan, ada risiko sistem berjalan tanpa cadangan, dan itu tidak ideal,” tuturnya menjelaskan.

    Kendati demikian, menurut Menkomdigi, pemerintah tetap berkomitmen menuntaskan pembangunan seluruh pusat data sebagai infrastruktur strategis yang menopang digitalisasi pemerintahan.

  • Polemik Wacana Vasektomi: Banyak Pihak Sentil Dedi Mulyadi, Ingatkan Haram hingga HAM – Halaman all

    Polemik Wacana Vasektomi: Banyak Pihak Sentil Dedi Mulyadi, Ingatkan Haram hingga HAM – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Wacana Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menjadikan vasektomi sebagai syarat penerima bantuan sosial (bansos) menuai kritikan dari  banyak pihak.

    Diketahui, Dedi berencana menjadikan vasektomi sebagai syarat penerima bansos untuk menekan angka kelahiran dan kemiskinan di Jawa Barat.

    “Untuk itu, (vasektomi) ya agar kelahirannya diatur dan angka kemiskinan turun, karena hari ini kan yang cenderung anaknya banyak itu cenderung orang miskin,” jelas Dedi, Selasa (29/4/2025).

    Dirangkum Tribunnews.com, berikut ini sederet pihak yang mengkritik wacana Dedi tersebut:

    1. MUI Tegaskan Haram

    Majelis Ulama Indonesia mengungkapkan pandangan syariat Islam mengenai vasektomi.

    Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Abdul Muiz Ali, mengatakan vasektomi menurut pandangan Islam, adalah hal yang dilarang.

    Sebab, secara prinsip, kata dia, vasektomi merupakan tindakan yang mengarah pada pemandulan.

    “Vasektomi secara prinsip adalah tindakan yang mengarah pada pemandulan, dan dalam pandangan syariat, hal itu dilarang,” jelas Abdul, Kamis (1/5/2025).

    Meski demikian, lanjut Abdul, dengan perkembangan teknologi, ada proses penyambungan kembali saluran sperma atau rekanalisasi.

    Merujuk dari hal itu, Abdul mengatakan hukum terkait vasektomi bisa menjadi berbeda dengan lima syarat tertentu.

    Vasektomi dilakukan untuk tujuan yang tidak menyalahi syariat Islam.
    Vasektomi tidak mengakibatkan kemandulan permanen.
    Ada jaminan medis, proses penyambungan kembali saluran sperma, bisa dilakukan dan fungsi reproduksi dapat pulih seperti semula.
    Vasektomi tidak menimbulkan mudharat bagi pelakunya.
    Vasektomi tidak dimasukkan ke dalam program kontrasepsi mantap.

    Abdul pun menegaskan, hingga saat ini, vasektomi masih diharamkan lantaran proses penyambungan kembali saluran sperma, tak bisa menjamin reproduksi berfungsi normal seperti sebelumnya.

    “Sampai saat ini, hukum keharaman vasektomi tetap berlaku. Sebab, rekanalisasi tidak 100 persen menjamin kembali normalnya saluran sperma. Karena, hingga hari ini, rekanalisasi masih susah dan tidak menjamin pengembalian fungsi seperti semula,” tegas Abdul.

    Abdul juga menyinggung biaya rekanalisasi yang jauh lebih mahal ketimbang vasektomi.

    Karena itu, MUI meminta kepada pemerintah agar tidak mengampanyekan vasektomi secara terbuka dan massal.

    “Pemerintah harus transparan dan objektif dalam sosialisasikan vasektomi, termasuk menjelaskan biaya rekanalisasi yang mahal dan potensi kegagalannya,” pungkasnya.

    2. Diingatkan agar Tak Terbuai Popularitas

    Ketua Umum Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ibaadurrahman YLPI Tegallega Sukabumi, Toto Izul Fatah, mengatakan ia dan tokoh di Jawa Barat, sepakat menilai wacana Dedi Mulyadi soal vasektomi, kebablasan dan tak dipikirkan secara matang.

    Toto pun meminta Dedi agar mempertimbangkan berbagai pandangan, termasuk dari organisasi keagamaan, seperti Muhammadiyah hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI).

    Hal itu, kata dia, agar Dedi tidak kebablasan dalam berbicara terkait kebijakan publik.

    “Saya dan sejumlah tokoh di Jawa Barat ikut menyesalkan pernyataan KDM (Kang Dedi Mulyadi) yang kebablasan, ceroboh, dan tidak dipikirkan secara matang, soal vasektomi jadi syarat penerima bansos,” kata Toto, Jumat (2/5/2025), dilansir TribunJabar.id.

    “KDM Jangan sampai terbuai popularitasinya di tengah warga Jabar yang sedang ‘demam KDM’, hingga merasa bebas bicara tanpa kendali,” tegas dia.

    Lebih lanjut, Toto kembali mengingatkan Dedi untuk mendengarkan masukan dari berbagai pihak, baik hukum maupun medis.

    Sebab, kata dia, setiap kebijakan pemerintah daerah, harus selalu sejalan dengan konstitusi yang telah disepakati bersama.

    “Penting bagi KDM untuk mendengarkan masukan dari berbagai pihak yang berkompeten, baik dari aspek hukum maupun medis,” pungkasnya.

    3. Cak Imin: Jangan Buat Aturan Sendiri

    POLEMIK WACANA VASEKTOMI – Wawancara Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (PM) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin di sela acara halal bihalal di rumah dinasnya di Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Minggu (20/4/2025) malam. (Tribunnews.com/Mario Christian Sumampow)

    Kritik terhadap Dedi Mulyadi terkait wacana vasektomi, juga dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.

    Ia mengingatkan Dedi sebagai Gubernur Jawa Barat, agar tidak membuat aturan sendiri.

    Apalagi, kata Cak Imin, aturan itu berbeda dari pemerintah pusat.

    “Tidak boleh bikin aturan sendiri,” tegas Cak Imin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Satu (3/5/2025).

    Ketua Umum PKB ini pun menekankan, tidak ada syarat vasektomi bagi penerima bansos.

    “Enggak ada. Enggak ada syarat itu (vasektomi bagi penerima bansos)” pungkasnya.

    4. DPR Sebut Ide Dedi Ide yang Kalap

    Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menilai wacana Dedi Mulyadi soal vasektomi, sebagai ide yang kalap.

    Sebab, kata dia, Komisi VIII sama sekali belum pernah membahas atau bahkan mengaitkan program bansos dengan kebijakan pengendalian kelahiran.

    Marwan menyebut, acuan utama terkait keluarga tak mampu, masih mengacu pada konstitusi di mana kesejahteraan fakir miskin merupakan tanggung jawab dan kewajiban negara.

    “Idenya Kang Dedi ini, ya mungkin ide kalap lah ya,” kata Marwan saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (4/5/2025).

    “Kalapnya itu karena terlalu berat beban kita mengenai urusan sosial. Angka kemiskinan dengan kemampuan kita untuk memberdayakan itu tidak sebanding. Maka, langkah-langkah kita untuk mencerdaskan anak bangsa dengan beban berat itu, ya rasa-rasanya kalap lah,” jelas dia.

    Marwan lantas mengingatkan, persoalan pengendalian kelahiran sudah menjadi urusan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

    Ia juga menyinggung soal suksesnya pengendalian kelahiran tanpa vasektomi, melainkan jargon dua anak cukup, seperi yang digaungkan saat Orde Baru.

    Karena itu, Marwan beranggapan, cara paling efektif untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat, akses permodalan, hingga penggunaan data yang akurat dan terintegrasi.

    5. Wamensos: Urusan Pemprov Jabar

    Di sisi lain, Wakil Menteri Sosial, Agus Jabo Priyono, tak banyak komentar mengenai wacana Dedi Mulyadi soal vasektomi.

    Ia menyerahkan usulan tersebut kepada Pemprov Jabar.

    Jabo menegaskan, Kementerian Sosial memiliki aturan dan mekanisma tersendiri dalam menyalurkan bansos.

    “Itu urusan pemerintah daerah Jawa Barat. Kemensos dalam memberikan bantuan ada aturan dan mekanisme sendiri,” ungkap Jabo di sela kunjungan di Pondok Modern Darussalam Gontor-Kampus 5 Darul Qiyam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pada Minggu (4/5/2025), dikutip dari Kompas.com.

    6. Mensos Ingatkan soal HAM

    POLEMIK WACANA VASEKTOMI – Menteri Sosial (Mensos), Saifullah Yusuf usai Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VIII DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (13/2/2024). (dok. Kemensos)

    Menteri Sosial, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul, menyebut kebijakan sosial seperti bansos, tidak bisa disertai syarat-syarat yang memaksa.

    Pasalnya, jelas Gus Ipul, hal tersebut akan melanggar hak asasi manusia (HAM) serta menyentuh sensitivitas budaya dan agama.

    “Kalau maksa ya enggak boleh. Itu hanya imbauan sifatnya. Saya lihatnya baru sebatas gagasan saja. Harus dihitung panjang dampaknya dari berbagai sudut pandang,” jelas Gus Ipul, Sabtu (3/5/2025).

    Ia mengingatkan, MUI telah mengeluarkan fatwa haram terkait pemaksaan vasektomi.

    Atas hal itu, Gus Ipul meminta Dedi untuk mengkaji wacana vasektomi lebih dalam, dengan mempertimbangkan berbagai sudut pandang, termasuk agama dan HAM.

    “Dari sudut pandang agama, sudut pandang HAM, dan dari sudut pandang manfaatnya. Sudut-sudut pandangnya kan banyak dan harus dipertimbangkan ya,” tegas dia.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Soal Vasektomi sebagai Syarat Bansos, Dedi Mulyadi Dinilai Kebablasan: Diminta Dengarkan Saran Ulama

    (Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Fransiskus Adhiyuda/Reza Deni/Rina Ayu, TribunJabar.id/Muhamad Syarif, Kompas.com/Egadia Birru)

  • Sentil Keras Dedi Mulyadi, Toto Izul Fatah: Jangan Terbuai Popularitas hingga Bicara Tak Terkendali – Halaman all

    Sentil Keras Dedi Mulyadi, Toto Izul Fatah: Jangan Terbuai Popularitas hingga Bicara Tak Terkendali – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Ketua Umum Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ibaadurrahman YLPI Tegallega Sukabumi, Toto Izul Fatah, menyentil keras Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, terkait wacana menjadikan vasektomi sebagai syarat penerima bantuan sosial (bansos).

    Ia dan tokoh di Jawa Barat, sepakat menilai wacana Dedi soal vasektomi itu kebablasan dan tak dipikirkan secara matang.

    Toto pun meminta Dedi agar mempertimbangkan berbagai pandangan, termasuk dari organisasi keagamaan, seperti Muhammadiyah hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI).

    Hal itu, kata dia, agar Dedi tidak kebablasan dalam berbicara terkait kebijakan publik.

    “Saya dan sejumlah tokoh di Jawa Barat ikut menyesalkan pernyataan KDM (Kang Dedi Mulyadi) yang kebablasan, ceroboh, dan tidak dipikirkan secara matang, soal vasektomi jadi syarat penerima bansos,” kata Toto, Jumat (2/5/2025), dilansir TribunJabar.id.

    “KDM Jangan sampai terbuai popularitasinya di tengah warga Jabar yang sedang ‘demam KDM’, hingga merasa bebas bicara tanpa kendali,” tegas dia.

    Lebih lanjut, Toto kembali mengingatkan Dedi untuk mendengarkan masukan dari berbagai pihak, baik hukum maupun medis.

    Sebab, kata dia, setiap kebijakan pemerintah daerah, harus selalu sejalan dengan konstitusi yang telah disepakati bersama.

    “Penting bagi KDM untuk mendengarkan masukan dari berbagai pihak yang berkompeten, baik dari aspek hukum maupun medis,” pungkasnya.

    Cak Imin: Jangan Buat Aturan Sendiri

    Sentilan terhadap Dedi Mulyadi terkait wacana vasektomi, juga dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM), Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.

    Ia mengingatkan Dedi sebagai Gubernur Jawa Barat, agar tidak membuat aturan sendiri.

    Apalagi, kata Cak Imin, aturan itu berbeda dari pemerintah pusat.

    “Tidak boleh bikin aturan sendiri,” tegas Cak Imin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Satu (3/5/2025).

    Ketua Umum PKB ini pun menekankan, tidak ada syarat vasektomi bagi penerima bansos.

    “Enggak ada. Enggak ada syarat itu (vasektomi bagi penerima bansos)” pungkasnya.

    Sebelumnya, Dedi Mulyadi melontarkan wacana kebijakan vasektomi bagi penerima bansos.

    Wacana ini disampaikan Dedi sebab ia menyoroti banyaknya keluarga yang tak mampu memiliki banyak anak.

    Dedi tak ingin bantuan dari pemerintah hanya mengalir untuk keluarga yang sama dalam jangka waktu lama.

    Ia pun menyebut, ke depannya seluruh bantuan dari pemerinah akan diintegrasikan dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN).

    “Seluruh bantuan pemerintah nanti akan diintegrasikan dengan Keluarga Berencana. Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tapi negara menjamin keluarga itu-itu juga.”

    “Yang dapat beasiswa keluarga dia, yang kelahirannya dijamin keluarga dia, yang dapat bantuan perumahan keluarga dia, yang dapat bantuan pangan non-tunai keluarga dia. Nanti uang numpuk di satu keluarga,” urai Dedi, dilansir YouTube KompasTV, Rabu (30/4/2025).

    Lebih lanjut, Dedi menjelaskan mengapa bantuan dari pemerintah bisa terpusat pada keluarga yang sama.

    Selama ini, kata dia, banyak bantuan yang diterima keluarga tak mampu, seperti Program Indonesia Pintar (PIP) hingga perumahan sederhana.

    Ia juga menyinggung bantuan biaya melahirkan bagi ibu dari keluarga tak mampu.

    Kata Dedi, sekarang ini bantuan melahirkan sudah naik kelas, yakni dengan proses caesar.

    Sementara, biaya proses melahirkan dengan caesar bisa menelan biaya hingga Rp25 juta.

    “Karena variabelnya (bantuan yang diterima) banyak, dia dapat PIP, bantuan perumahan, besok lagi caesar.”

    “Ingat, keluarga yang tidak mampu hari ini melahirkannya naik kelas caesar, (biayanya) Rp25 juta,” jelas Dedi.

    Dedi pun menyayangkan jika uang senilai Rp25 juta diberikan kepada keluarga yang sama untuk bantuan melahirkan.

    Pasalnya, kata dia, uang tersebut jika dikumpulkan bisa digunakan untuk membangun rumah sederhana bagi keluarga tak mampu.

    “Masa harus terus-terusan Rp25 juta untuk melahirkan? Itu bisa buat bangun rumah,” katanya.

    Atas hal itu, Dedi pun mengimbau kepada keluarga tak mampu untuk berhenti memiliki banyak anak jika tak bisa menafkahi.

    “Makanya, berhentilah bikin anak kalau tidak sanggup menafkahi,” tegas dia.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Soal Vasektomi sebagai Syarat Bansos, Dedi Mulyadi Dinilai Kebablasan: Diminta Dengarkan Saran Ulama

    (Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Fransiskus Adhiyuda, TribunJabar.id/Muhamad Syarif)

  • Ramai Kritik Dedi Mulyadi Jadikan Vasektomi Syarat Dapat Bansos: Dianggap Haram hingga Langgar HAM

    Ramai Kritik Dedi Mulyadi Jadikan Vasektomi Syarat Dapat Bansos: Dianggap Haram hingga Langgar HAM

    Ramai Kritik Dedi Mulyadi Jadikan Vasektomi Syarat Dapat Bansos: Dianggap Haram hingga Langgar HAM
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Usulan Gubernur Jawa Barat
    Dedi Mulyadi
    yang menjadikan program Keluarga Berencana (KB), khususnya
    vasektomi
    sebagai syarat menerima
    bantuan sosial
    (bansos) menuai polemik dan mendapat
    penolakan
    dari berbagai pihak.
    Untuk diketahui, ide tersebut diungkapkan Dedi dalam rapat koordinasi bidang kesejahteraan rakyat bertajuk “Gawé Rancagé Pak Kadés jeung Pak Lurah” di Pusdai Jawa Barat, Senin (28/4/2025).
    Dalam rapat itu, Dedi mewacanakan kepesertaan KB, khususnya KB pria, menjadi prasyarat masyarakat prasejahtera menerima berbagai program bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, mulai dari beasiswa pendidikan hingga bansos non-tunai.
    “Jadi seluruh bantuan pemerintah nanti akan diintegrasikan dengan KB. Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tapi negara menjamin keluarga itu-itu juga,” kata Dedi Mulyadi di hadapan para pejabat kementerian dan kepala daerah.
    Dedi menyatakan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk distribusi bansos yang lebih merata dan adil.
    Ia menilai selama ini bantuan banyak tertumpu pada keluarga miskin yang memiliki anak dalam jumlah besar.
    “Pak Menteri, saya tidak tahu kok rata-rata keluarga miskin itu anaknya banyak. Sementara orang kaya susah punya anak. Saya pernah menemukan satu keluarga punya 22 anak, punya 16 anak,” ucapnya.
    Dalam penjelasannya, Dedi juga menyebut fenomena keluarga kurang mampu yang justru memilih melahirkan dengan operasi sesar sebagai bentuk pengeluaran tidak efisien.
    “Uang segitu bisa untuk bangun rumah kan. Makanya berhentilah bikin anak kalau tidak sanggup, menafkahi dengan baik,” ujarnya.
    Dia menekankan bahwa KB pria dipilih karena metode kontrasepsi pada perempuan dinilai kerap bermasalah dan rentan tidak konsisten dilakukan.
    “Kenapa harus laki-laki? Karena misalnya nanti perempuannya banyak problem. Misalnya lupa minum pilnya atau lainnya,” kata Dedi.
    Di samping itu, Dedi menekankan bahwa program vasektomi adalah bentuk tanggung jawab pria terhadap keluarga.
    Ia berharap, suami atau ayah di keluarga prasejahtera bisa menjadi peserta KB.
    “Saya harapkan yang laki-lakinya, saya harapkan suaminya atau ayahnya yang ber-KB sebagai bentuk tanda tanggung jawab terhadap diri dan keluarganya, jangan terus-terusan dibebankan pada perempuan,” jelas Dedi.
    Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menegaskan bahwa tidak ada aturan vasektomi sebagai syarat penerima bansos.
    “Enggak ada, enggak ada. Enggak ada syarat itu,” tegas Muhaimin di Kompleks Parlemen, Sabtu (3/5/2025).
    Menurutnya, pemerintah telah memiliki regulasi penyalur bansos, termasuk di dalamnya kriteria masyarakat yang berhak menerima.
    Cak Imin mencontohkan ibu hamil, anak-anak, lansia, dan penyandang disabilitas yang masuk kategori penerima bansos pemerintah.
    Oleh karena itu, Cak Imin menegaskan bahwa aturan dan kriteria terkait bansos tidak boleh diubah atau ditambah secara sepihak.
    “Aturan enggak ada. Tidak boleh bikin aturan sendiri,” katanya.
    Senada dengan Cak Imin, Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau Gus Ipul juga menyatakan bahwa wacana tersebut perlu dipertimbangkan secara matang, termasuk dari sisi agama dan hak asasi manusia (HAM).
    “Kalau maksa, ya enggak boleh. Itu hanya imbauan sifatnya. Saya lihatnya baru sebatas gagasan saja,” kata Gus Ipul kepada Kompas.com, Sabtu (3/5/2025).
    Gus Ipul menegaskan, bansos diberikan sebagai bentuk perlindungan terhadap kelompok rentan dan tidak bisa dikaitkan dengan syarat yang menyentuh wilayah hak tubuh seseorang.
    “Program KB itu sendiri kan sudah lama berjalan, dan itu pun hanya berupa imbauan. Tidak ada unsur paksaan,” katanya.
    Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro turut mengkritik usulan tersebut.
    Menurutnya, menjadikan vasektomi sebagai syarat bansos berpotensi melanggar hak privasi warga negara.
    “Vasektomi apa yang dilakukan terhadap tubuh itu bagian dari hak asasi. Jadi sebaiknya tidak dipertukarkan dengan bantuan sosial atau hal-hal lain,” ujar Atnike di Jakarta, Jumat (2/5/2025).
    Dia menambahkan, pemaksaan tindakan medis seperti vasektomi, bahkan dalam konteks hukum pidana, tidak dibenarkan.
    Apalagi, jika itu dilakukan terhadap warga miskin demi menerima hak sosial mereka.
    “Pemaksaan KB saja itu kan pelanggaran HAM,” tegas Atnike.
    Penolakan
    terhadap ide Dedi Mulyadi juga datang dari kalangan organisasi keagamaan.
    Ketua Bidang Keagamaan PBNU, Ahmad Fahrur Rozi menyatakan bahwa pemaksaan vasektomi adalah tindakan yang bertentangan dengan ajaran Islam.
    “Kami tidak mendukung pemaksaan vasektomi untuk penerima bansos,” kata Gus Fahrur, Sabtu (3/5/2025).
    Menurutnya, mayoritas ulama mengharamkan metode vasektomi karena dianggap sebagai tindakan pemandulan permanen.
    “Karena vasektomi itu ulama masih berbeda pendapat dan mayoritas mengharamkan apabila mencegah kelahiran secara total,” ucapnya.
    Dia menambahkan, pemerintah seharusnya cukup menganjurkan KB tanpa memaksakan jenis kontrasepsi tertentu.
    “Saya kira ajaran ber-KB sudah cukup, tidak harus dipaksakan vasektomi,” ujarnya.
    Sementara itu, Ketua MUI Jawa Barat KH Rahmat Syafei menegaskan bahwa vasektomi bertentangan dengan syariat Islam, kecuali dalam kondisi tertentu yang mendesak secara medis.
    “Pada intinya vasektomi itu haram dan itu sesuai Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat pada 2012,” kata Rahmat, Jumat (2/5/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 6
                    
                        Gubernur Tanpa Ruang Dialog
                        Regional

    6 Gubernur Tanpa Ruang Dialog Regional

    Gubernur Tanpa Ruang Dialog
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    DALAM
    sunyi yang riuh oleh konten, seorang gubernur berbicara. Ia bicara bukan kepada DPRD, bukan kepada pendidik, bukan kepada orangtua yang resah di bawah tenda sekolah.
    Ia bicara kepada kamera. Dan dari kamera, kepada layar. Lalu, dari layar, kepada kita yang menonton, tanpa bisa menjawab.
    Demokrasi, kadang bukan tentang siapa yang paling lantang berbicara, tapi tentang siapa yang sungguh mau mendengar. Dan di Jawa Barat hari ini, suara-suara itu tak lagi punya ruang.
    Dedi Mulyadi
    bukan gubernur biasa. Ia datang dari rahim politik yang penuh kontradiksi. Dua periode ia menjabat Bupati Purwakarta, lalu melenggang ke Senayan sebagai anggota DPR RI dari Partai Golkar.
    Ia pernah memimpin DPD Golkar Jawa Barat, sebelum akhirnya pindah ke Partai Gerindra dan mendukung Prabowo Subianto dalam kontestasi nasional.
    Namun yang membuatnya menonjol bukan hanya langkah politiknya, melainkan caranya membangun panggung dari kamera, mikrofon, dan jutaan penonton yang mengenalnya dari layar, bukan dari ruang kebijakan.
    Dari situ, tumbuh kekuasaan yang lebih suka disetujui daripada didengar.
    Kisahnya dimulai dari sekolah. Tempat anak-anak membentuk masa depan, tempat guru mencetak harapan. Namun, di tangan kekuasaan yang percaya pada simbol ketegasan, sekolah menjadi objek pendisiplinan.
    Dedi melarang wisuda sekolah. Alasannya: membebani orangtua. Logika sosial yang masuk akal, dalam dunia yang mengukur beban dari pengeluaran.
    Namun, ia tak menyisakan ruang bagi diskusi. Tak bertanya pada anak-anak, apa arti kelulusan. Tak berdialog dengan orangtua, apakah mereka benar-benar tertekan atau justru bersyukur. Di sinilah yang hilang: ruang dialog.
    Tak lama kemudian, datang kebijakan baru. Anak-anak yang “nakal”—kata yang tak pernah didefinisikan secara adil—akan dikirim ke barak militer. Untuk dibina. Untuk dijinakkan. Untuk didisiplinkan oleh tangan negara yang berseragam.
    Saya mencoba membayangkan anak-anak itu. Anak yang tumbuh dalam keluarga pecah, yang lari ke jalan karena sekolah gagal menjadi rumah.
    Anak yang mencoba menyuarakan diri dalam bentuk amarah. Dan negara membalasnya dengan pelatihan fisik, bukan pelukan. Dengan barak, bukan konseling.
    Barak adalah simbol ketertiban. Tapi tak semua kekacauan bisa diobati dengan seragam. Tak semua kenakalan lahir dari kemauan. Kadang, ia lahir dari kesedihan yang tak punya nama.
    Pendidikan, bagi Dedi Mulyadi, adalah soal kontrol. Ia bicara tentang moral, tentang karakter, tentang disiplin. Ia lupa: pendidikan bukan sekadar mengatur tubuh, tapi juga membentuk jiwa. Dan jiwa tak bisa dijinakkan oleh algoritma TikTok atau format baris-berbaris.
    Ia memang berhasil menurunkan anggaran iklan provinsi dari Rp 50 miliar menjadi Rp 3 miliar. Iklan itu kini digantikan oleh dirinya sendiri. Ia adalah spanduk bergerak, narator tunggal dalam republik yang semakin sempit ruang bantahnya. Ia bicara tentang efisiensi, tapi menghapus keberagaman suara.
    Apakah pendidikan sedang dipimpin oleh algoritma? Apakah masa depan siswa ditentukan oleh impresi,
    likes
    , dan
    share
    ?
    Dalam satu babak berikutnya, ia menghapus dana hibah untuk pesantren. Alokasi yang sebelumnya Rp 153 miliar, menyusut drastis menjadi Rp 9,25 miliar. Alasannya: ketidakteraturan dan keinginan merapikan distribusi.
    Secara administratif, mungkin bisa dibenarkan. Namun secara sosiologis, itu mencabut denyut nadi dari lembaga yang selama ini menjadi sandaran pendidikan masyarakat kecil.
    Pesantren adalah ruang spiritual, sekaligus ruang sosial. Ia bukan hanya soal kitab, tapi juga soal dapur, soal hidup.
    Dan kebijakan ini, seperti sebelumnya, diambil tanpa musyawarah. Seolah-olah, kepercayaan publik bisa diatur lewat
    caption
    . Seolah-olah, lembaga pendidikan tradisional hanya beban anggaran. Seolah-olah, suara kiai dan santri tak lebih penting dari suara di kolom komentar.
    Ada yang berubah dalam politik hari ini. Dulu, rakyat menonton debat di parlemen. Kini, mereka menonton konten di TikTok. Dulu, kritik muncul dalam forum. Kini, kritik datang dari remaja bernama Aura Cinta yang berani beradu pendapat dengan sang gubernur.
    Dalam masyarakat yang makin visual, kritik bisa di-frame ulang. Suara bisa diedit. Ketegangan bisa dijadikan konten. Dan kekuasaan makin lihai menyulap perlawanan menjadi konsumsi.
    Dedi Mulyadi adalah arsitek dari panggung semacam itu. Ia tak butuh media. Ia adalah medianya sendiri. Ia tak butuh pembelaan. Ia punya jutaan penonton yang siap mengklik dan membela. 
    Namun di balik sorot kamera, kita tahu, ada birokrasi yang membeku. Ada lembaga yang kehilangan fungsi deliberatifnya.
    Puncaknya datang ketika ia mengusulkan vasektomi sebagai syarat menerima bansos. Insentif Rp 500.000 ditawarkan kepada pria miskin yang bersedia disterilisasi.
    Ini bukan lagi soal efisiensi. Ini soal pengendalian. Soal tubuh rakyat kecil yang dijadikan titik tekan dari program sosial.
    Dalam kebijakan ini, negara tidak hanya mengatur apa yang boleh dimiliki rakyat, tapi juga siapa yang boleh dilahirkan.
    Tubuh pria miskin menjadi medan baru untuk kekuasaan. Dalam nalar semacam ini, kemiskinan bukan persoalan struktural, tapi moral. Dan moral itu, seperti biasa, diukur oleh negara, ditentukan oleh elite.
    Apa yang terjadi pada demokrasi ketika bantuan sosial dikaitkan dengan sterilitas? Apakah rakyat miskin hanya layak dibantu jika mereka tunduk? Jika mereka menyerahkan tubuhnya?
    Dalam semua kontroversi ini, satu hal paling mencolok: ketiadaan ruang dialog. Tak ada dengar pendapat dengan guru sebelum larangan wisuda. Tak ada konsultasi dengan psikolog pendidikan sebelum program barak.
    Tak ada musyawarah dengan ulama sebelum dana pesantren dipotong. Tak ada audiensi dengan organisasi masyarakat sipil sebelum vasektomi diumumkan.
    Gubernur berbicara, tapi tidak mendengar. Gubernur tampil, tapi tidak hadir. Gubernur merekam, tapi tidak menyimak.
    Dan karena itu, publik merasa ditinggalkan. DPRD kehilangan fungsi kontrol. LSM kehilangan mitra kerja. Lembaga keagamaan kehilangan akses. Dan rakyat kecil kehilangan suara.
    Goethe pernah menulis, “Kita hanya mendengar apa yang sudah kita pahami.” Tapi kekuasaan yang terlalu yakin pada dirinya tak mau memahami, apalagi mendengar.
    Dedi Mulyadi adalah wajah baru dari populisme konten: tampak hangat, tampak merakyat, tapi sering tak menyisakan ruang bagi bantahan.
    Ia tampak berbicara kepada rakyat, tapi sejatinya sedang berbicara kepada dirinya sendiri—dengan gaya, dengan framing, dengan narasi yang dibentuk sepihak.
    Gubernur seperti ini bukan tak punya niat baik, tapi niat baik tanpa ruang dialog hanya akan melahirkan kehendak yang membabi buta.
    Dan ketika kehendak itu mencengkeram anak-anak, pesantren, dan tubuh rakyat miskin, maka yang lahir adalah kekuasaan yang tak kenal malu untuk memaksa.
    Di sinilah kita hari ini: di provinsi besar yang dipimpin dari layar kecil, dengan suara kecil yang tak diberi ruang untuk tumbuh.
    Dan mungkin, yang paling dibutuhkan hari ini bukan program baru, bukan larangan baru, bukan hukuman baru. Tapi kesediaan sederhana untuk mengatakan: “Mari kita bicara.”
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mensos soal Vasektomi Jadi Syarat Terima Bansos: Kita Perlu Waktu untuk Mencerna Idenya Kang Dedi – Page 3

    Mensos soal Vasektomi Jadi Syarat Terima Bansos: Kita Perlu Waktu untuk Mencerna Idenya Kang Dedi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggulirkan program kepesertaan keluarga berencana (KB) melalui vasektomi. Hal itu disampaikan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi usai memimpin rapat bersama seluruh OPD lintas daerah di Balai Kota Depok.

    Terkait hal itu, Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengatakan, masih perlu waktu untuk mencermati ide dari Dedi Mulyadi tersebut.

    “Ya, kita perlu waktu untuk mencerna idenya Kang Dedi (Dedi Mulyadi) itu,” kata dia seperti dilansir dari Antara, Sabtu (3/5/2025).

    Gus Ipul menjelaskan, usulan perlunya vasektomi untuk pemberian bansos tersebut harus dipertimbangkan secara menyeluruh, mengingat bansos selama ini diberikan dalam kerangka perlindungan dan jaminan sosial.

    Bansos melalui Program Keluarga Harapan (PKH), kata dia, selama ini dirancang untuk membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan dasar sekaligus membuka jalan menuju kemandirian.

    “Memotivasi penerima bansos untuk bisa naik kelas, untuk bisa hidup lebih mandiri, untuk memiliki keterampilan dan membuka akses,” ungkap Gus Ipul.

    Dia menegaskan, Jika ingin menambahkan syarat baru dalam penyaluran bansos, tak bisa dilakukan secara sepihak mengingat banyak pertimbangan yang harus dikaji.

    “Kalau itu ditambahkan dengan syarat-syarat di luar rancangan program, harus kita diskusikan. Apalagi kalau kita mengambil keputusan dengan harus mempertimbangkan nilai-nilai agama, nilai-nilai HAM, dan pertimbangan lain,” jelas Gus Ipul.

    Soal adanya fatwa haram dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait vasektomi, dirinya tak menampik bahwa hal tersebut menjadi salah satu alasan perlunya pembahasan lintas sektor.

    “Makanya itu salah satunya, banyak. Ini harus dihitung secara bersama,” kata Gus Ipul.

    Gus Ipul juga mengingatkan, sebagian besar bansos dari pemerintah selama ini ditujukan untuk kebutuhan dasar masyarakat, seperti asupan gizi untuk ibu hamil dan anak-anak.

    “Ini harus diberikan untuk kebutuhan ibu hamil, untuk anak, bayi. Jadi, sudah jelas peruntukannya,” kata dia.