Pintu Air Hilang Hingga Sedimentasi Parah, Ini Solusi BWS Sulawesi IV
Tim Redaksi
KENDARI, KOMPAS.com –
Sejumlah warga terdampak banjir di
Kelurahan Lepo-Lepo
, Kecamatan Baruga, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mensinyalir bencana banjir yang merendam pemukiman mereka sejak empat hari lalu disebabkan oleh hilangnya pintu keluar masuk tanggul
Sungai Wanggu
.
Pintu tanggul itu berfungsi untuk mengendalikan aliran air.
Sudirman (40), salah seorang warga RW 13 Kelurahan Lepo-Lepo, Kota Kendari, menerangkan bahwa pintu air yang menjadi pengatur aliran dari dan ke Sungai Wanggu kini tidak berfungsi, bahkan beberapa di antaranya hilang.
Apesnya lagi, kata Sudirman, beberapa pintu air diketahui hilang, sehingga aliran air dengan mudah merembes masuk ke kawasan pemukiman meski hujan yang turun tidak terlalu deras.
“Tanggulnya sebenarnya masih tinggi, sekitar dua meter dari permukaan air. Tetapi karena pintu airnya hilang dan tidak bisa menahan laju air, akhirnya air masuk ke rumah warga,” tutur Sudirman, Kamis (3/7/2025).
Selama enam tahun tinggal di Lepo-Lepo, lanjut Sudirman, baru kali ini banjir sampai masuk ke dalam rumahnya.
Padahal menurutnya, curah hujan beberapa hari terakhir belum tergolong ekstrem.
Warga meminta perhatian serius dari instansi berwenang, terutama dalam pemulihan fungsi pintu air di tanggul Sungai Wanggu, agar peristiwa serupa tidak kembali terjadi di musim penghujan mendatang.
“Kami harap pemerintah segera hadir, memberikan solusi dan penanganan. Jangan sampai banjir ini terus berulang. Harus ada mitigasi, entah itu perbaikan pintu air atau penguatan tanggul agar rumah-rumah warga tidak terus jadi korban,” harapnya.
Terpisah, Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Sulawesi IV Kendari, Andi Adi Umar Dani, mengonfirmasi perusakan dan hilangnya pintu air tanggul di Sungai Wanggu.
Kondisi ini berdasarkan hasil peninjauan langsung BWS Kendari bersama Wakil Wali Kota Kendari, Sudirman, belum lama ini.
Fakta di lokasi ditemukan pintu air tanggul milik pemerintah provinsi Sultra rusak bahkan hilang di Kelurahan Lepo-Lepo, Kendari.
“Yang rusak ada juga hilang pintu air tanggul punya provinsi. Dan ada juga pintu air masih terendam di belakang bakso Rahayu, Lepo-Lepo. Punya BWS ada 12 dan semuanya masih dalam kondisi baik dan berfungsi,” beber Adi Umar ditemui di kantornya, Rabu (2/7/2025).
Adi menyampaikan ada dua instansi yang membuat tanggul di Sungai Wanggu, yakni pemerintah pusat atau BWS Sulawesi IV Kendari dan pemerintah provinsi Sultra.
“Pintu air yang rusak dan hilang mau kami ganti dengan bahan viber, sudah diukur, tapi ternyata bukan punya kami. Kami tidak bisa memperbaiki pintu air yang rusak yang dibangun oleh provinsi, nanti bisa bermasalah,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Adi menjelaskan bahwa penyebab lain dari banjir adalah tingginya sedimentasi di Sungai Wanggu tersebut.
Ia mengaku pihaknya telah melakukan pengukuran sedimen dua hari lalu.
Hasil data batimetri sedimen di Sungai Wanggu menunjukkan bahwa muara sungai dipenuhi sedimen lumpur sehingga mempersempit penampung aliran Sungai Wanggu.
Akhirnya, saat debit air tinggi selama musim penghujan, limpasan air merembes ke kawasan pemukiman dan memicu banjir parah.
“Kita sudah lakukan batimetrik (ukur sedimentasi), memang sedimen di muara sangat memprihatinkan. Saat air laut surut pun di Teluk Kendari, Sungai Wanggu tetap masih kesulitan untuk menggelontorkan air banjirnya karena itu tadi sedimentasi di Sungai Wanggu itu sudah sangat tebal, terutama di bagian muara air,” ujarnya.
Masih kata Adi Umar, setiap sungai harus ada palung, namun hasil batimetrik di Sungai Wanggu ini hampir tidak ada palungnya, sudah tidak cekung, hampir datar, dan itulah yang menyebabkan air yang tadinya daya tampung sungai ini lebih besar, tapi karena ada sedimen sehingga lebih mudah air sungainya meluap.
Selain itu, Kepala BWS Sulawesi IV menegaskan bahwa fungsi Kolam Retensi Boulevard Kota Kendari sudah bekerja optimal mengurangi dampak banjir di sekitar kawasan Sungai Wanggu.
Hal ini menjawab pernyataan masyarakat yang menyebutkan kolam retensi tidak berfungsi sebagai penangkal banjir di wilayah Lepo-Lepo.
Selang musim penghujan, BWS Sulawesi IV mencatat sudut elevasi Kolam Retensi jauh lebih tinggi daripada elevasi permukaan aliran Sungai Wanggu.
“Elevasi di kolam 1,95. Di Sungai Wanggu 1,00. Kolam retensi ini sifatnya hanya parkir sementara air,” terangnya lagi.
Adi memetakan begitu kompleksnya masalah yang menjadi penyebab banjir di Kota Kendari, mulai dari pembangunan perumahan yang masih mengabaikan RTRW, sedimentasi parah, tata kelola hulu aliran Sungai Wanggu di Kabupaten Konawe Selatan, hingga tindak kriminal pencurian pintu tanggul.
Untuk mengatasi banjir, BWS Sulawesi IV telah membuat kolam retensi, cekdam sebanyak 6, dan pintu-pintu air di tanggul Sungai Wanggu.
Sedangkan untuk sedimentasi, harus ada normalisasi sungai, tapi ini butuh biaya besar.
Selain itu, Pemprov Sultra akan menambah satu kolam retensi di kawasan Nanga-Nanga Kecamatan Baruga, Kendari, dengan daya tampung air 1,5 juta meter kubik.
“Luas lahan sekitar 50-an hektar. Sekarang masih dalam proses ganti rugi lahan, kalau di retensi Boulevard maksimal daya tampung hanya 445.000 meter kubik,” imbuhnya.
Untuk itu, ia mengajak semua pemangku kebijakan, baik Pemprov Sultra, Pemkot Kendari, dan Pemkab Konawe Selatan, untuk duduk bersama mencari solusi agar penanganan bencana banjir tidak terjadi lagi.
Diberitakan, bencana banjir yang dipicu oleh meluapnya Sungai Wanggu hingga merendam ratusan rumah dan memaksa ratusan orang di Kelurahan Lepo-Lepo, Kecamatan Baruga, Kota Kendari, mengungsi ke tenda darurat sejak Sabtu (28/6/2025) malam.
Berdasarkan data per hari ini, Rabu (2/7/2025), banjir berdampak pada sedikitnya 650 jiwa atau sekitar 183 kepala keluarga di Kota Kendari.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: Banjir
-
/data/photo/2025/07/03/68661594c128e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Pintu Air Hilang Hingga Sedimentasi Parah, Ini Solusi BWS Sulawesi IV Regional 3 Juli 2025
-

Bangunan bekas pabrik roti ambruk di Tebet akibat hujan lebat
Jakarta (ANTARA) – Sebuah bangunan bekas pabrik roti ambruk di Jalan Bukit Duri Tanjakan, Gang 1 RT012/RW012, Bukit Duri, Tebet akibat hujan lebat.
“Info dari bapak ketua RT 11 bahwa bangunan tersebut bukan rumah tempat tinggal melainkan eks pabrik roti yang sudah tidak dihuni,” kata Kepala Satgas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Korwil Jakarta Selatan Sukendar saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Sukendar mengatakan informasi tersebut didapatkan dari pihak kelurahan dan RT setempat.
Bekas pabrik roti itu merupakan bangunan tua yang ambruk saat hujan lebat.
“Untuk korban jiwa nihil,” tambahnya.
Hingga kini, sejumlah personel BPBD Jakarta Selatan dikerahkan ke lokasi untuk perkembangan terbaru.
Sebelumnya, BPBD DKI juga menangani pohon tumbang dan menimpa kios akibat hujan deras di Jalan Tebet Timur Dalam No 126, Tebet, Jakarta Selatan.
Selain menimpa kios, pohon tumbang itu juga mengenai tiang listrik dan sejumlah sepeda motor yang sedang terparkir di lokasi yang sama.
Akibatnya, arus lalu lintas di Jalan Tebet Timur Dalam sempat terhambat karena ruas jalan tertutup batang pohon yang melintang.
Hingga pukul 20.00 WIB, BPBD DKI mencatat banjir masih terjadi di 15 RT Jakarta Selatan dan satu ruas jalan di Jakarta Pusat.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

BPBD DKI tangani pohon tumbang akibat hujan deras di Tebet
Jakarta (ANTARA) – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI menangani pohon tumbang dan menimpa kios akibat hujan deras di Jalan Tebet Timur Dalam No 126, Tebet, Jakarta Selatan.
“Pohon menimpa satu kios dan tiang listrik juga menimpa motor-motor yang terparkir. Lokasi kejadian berada di Jalan Tebet Timur Dalam No 126,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) BPBD DKI Jakarta, Mohamad Yohan kepada wartawan di Jakarta, Rabu.
Yohan mengatakan peristiwa itu terjadi pukul 17.00 WIB yang berawal dari angin kencang disertai hujan intensitas sedang. Kemudian, pohon mahoni yang sudah lapuk tumbang.
Selain menimpa kios, pohon tumbang itu juga mengenai tiang listrik dan sejumlah sepeda motor yang sedang terparkir di lokasi yang sama.
Akibatnya, arus lalu lintas di Jalan Tebet Timur Dalam sempat terhambat karena ruas jalan tertutup batang pohon yang melintang.
Petugas gabungan dari BPBD, Dinas Pertamanan dan PLN telah dikerahkan ke lokasi untuk mengevakuasi pohon tumbang dan tiang listrik yang roboh.
“Saat ini sudah dalam penanganan,” ujarnya.
Atas kejadian pohon tumbang tersebut, diperkirakan kerugian mencapai Rp25 juta.
Hingga pukul 20.00 WIB, BPBD DKI mencatat banjir masih terjadi di 15 RT Jakarta Selatan dan satu ruas jalan di Jakarta Pusat.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5263708/original/075971200_1750830216-WhatsApp-Image-2025-06-24-at-06.46.49.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kisah Fahmi, Pahlawan Kecil Simbol Kemanusiaan di Tengah Bencana Banjir Bandang Pohuwato
Liputan6.com, Pohuwato – Banjir bandang yang menerjang Desa Tuweya, Kecamatan Wanggarasi, Kabupaten Pohuwato pada Jumat malam, 21 Juni 2025, menyisakan luka mendalam. Dua nyawa melayang, belasan hewan ternak mati, puluhan rumah hancur, dan ratusan jiwa kehilangan tempat tinggal.
Di antara puing dan lumpur yang membenamkan harapan, hadir sosok tak terduga: Fahmi, seorang bocah sembilan tahun, yang menunjukkan bahwa kepedulian tidak mengenal usia.
Bukan relawan, bukan aparat, Fahmi hanyalah siswa kelas 3 SD Negeri 5 Wanggarasi. Namun kehadirannya di tengah lokasi bencana sejak pagi membuat banyak orang terdiam. Bukan karena tangis atau ratapannya, melainkan karena tindakannya yang sunyi, tulus, dan nyata.
Ia membersihkan lumpur dari ruang kelas sekolah, mengangkat ember berisi air, menyusun kembali meja dan kursi yang hancur. Tak ada yang menyuruhnya, tak ada imbalan. Ia hanya tahu bantu semampu yang bisa.
“Fahmi ikut bantu sejak pagi. Rumahnya memang tidak terdampak langsung, tapi dia langsung datang ke sini dan membantu warga,” kata Kepala Desa Tuweya, Daud Adam, di lokasi pengungsian.
Saat banyak orang menanti bantuan datang, Fahmi memilih bergerak. Saat kamera para wartawan sibuk menyorot tumpukan bantuan logistik, lensa mereka akhirnya beralih pada Fahmi yang tengah duduk di tepi jalan, menyantap sebungkus nasi dengan tangan penuh lumpur.
Ia tidak mengeluh, tidak bertanya mengapa bencana ini datang. Ia hanya melakukan apa yang menurutnya benar.
Nilai-nilai kemanusiaan itu gotong royong, empati, ketulusan bukan dia pelajari dari buku atau ruang kelas. Ia menyerapnya dari keseharian: dari orang tuanya yang bekerja serabutan, namun tak pernah abai ketika tetangga membutuhkan bantuan. Ia tumbuh di lingkungan yang menjadikan peduli sebagai kebiasaan, bukan kewajiban.
“Orang tuanya sederhana, tapi mereka selalu ada kalau warga butuh pertolongan. Fahmi hanya mengikuti teladan itu,” tambah Daud.
Fahmi tak mengenal istilah “pengabdian”, namun apa yang ia lakukan hari itu lebih lantang dari seribu pidato pejabat. Ia tak membawa nama organisasi, tak mengenakan rompi relawan, tak berbicara tentang harapan ia adalah harapan itu sendiri.
Di tengah retorika dan simpati yang kerap hanya menjadi konsumsi media sosial, Fahmi hadir sebagai tamparan. Ia tidak menuntut. Tidak menyalahkan. Ia hanya bergerak, diam-diam, tapi berdampak.
Kisah Fahmi bukan kisah sedih. Ia bukan korban. Ia adalah pelajaran. Tentang bagaimana menjadi manusia: bukan dari jabatan, bukan dari gelar, tapi dari kemauan untuk membantu meskipun kecil, dan bertindak meskipun sendiri.
Mungkin dunia tak akan mencatat namanya. Tapi bagi warga Tuweya, Fahmi telah menyalakan kembali api kemanusiaan yang nyaris padam.
Dan untuk kita semua yang kadang terlalu sibuk berbicara tanpa bertindak—Fahmi adalah pengingat, bahwa kemanusiaan tidak butuh panggung.
-
/data/photo/2025/06/16/684fd03dc2fa0.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
8 Transjakarta hingga MRT Siap-siap Kebanjiran Penumpang Megapolitan
Transjakarta hingga MRT Siap-siap Kebanjiran Penumpang
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Rencana pemerintah menaikkan tarif ojek online (
ojol
) sebesar 8 hingga 15 persen berpotensi mendorong pergeseran besar-besaran pola mobilitas warga, khususnya di ibu kota.
Warga mulai melirik moda
transportasi umum
seperti
Transjakarta
dan MRT sebagai alternatif yang lebih terjangkau.
Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa pengkajian soal kenaikan tarif ojol telah selesai dilakukan dan kini memasuki tahap diskusi dengan para aplikator.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Aan Suhanan, menyampaikan bahwa besaran tarif nantinya akan disesuaikan dengan tiga zona yang telah ditentukan.
“Kami sudah melakukan pengkajian, sudah final untuk perubahan tarif. Terutama roda dua, itu ada beberapa kenaikan,” ujar Aan dalam rapat bersama Komisi V DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/6/2025).
“Bervariasi kenaikan tersebut, ada 15 persen, ada 8 persen, tergantung dari zona yang kita tentukan. Ada tiga zona, zona I, zona II, dan zona III,” sambungnya.
Meskipun belum diberlakukan secara resmi, kabar kenaikan tarif ini langsung mengundang respons dari masyarakat pengguna ojol harian.
Banyak dari mereka yang mulai mempertimbangkan untuk beralih ke transportasi umum demi menekan pengeluaran.
Fani (25), karyawan swasta asal Jakarta Utara, termasuk salah satunya.
“Saya beralih ke alternatif lain pasti, seperti MRT dan juga Transjakarta,” katanya saat ditemui
Kompas.com
, Selasa (1/7/2025).
Fani mengaku, dengan tarif ojol saat ini saja ia sudah menghabiskan sekitar Rp 40.000 per hari untuk pergi dan pulang kerja.
Jika tarif naik, pengeluarannya bisa membengkak hingga Rp 50.000 per hari.
“Kenaikan tersebut mempengaruhi pengeluaran sehari-hari untuk moda transportasi bekerja,” ungkapnya.
Fani juga membandingkan ongkos ojol dengan tarif Transjakarta.
Dari tempat tinggalnya di kawasan Karet, Benhil menuju Sudirman, ia biasa membayar Rp 20.000 dengan ojol. Namun jika menggunakan Transjakarta, ia hanya dikenai Rp 3.500.
Kalaupun harus menambah perjalanan dengan ojol ke halte atau ke rumah, totalnya tetap lebih hemat.
“Saya kalau naik TJ hanya Rp 3.500, ditambah naik ojol sampai rumah Rp 7.000,” ujarnya.
Kendati demikian, Fani mengaku selama ini tetap mengandalkan ojol karena halte Transjakarta jauh dari rumah dan tempat kerjanya.
“Soalnya haltenya jauh, tidak terjangkau kalau jalan kaki. Tetapi kalau naik ojol kan sampai depan rumah,” imbuhnya.
Sikap serupa diungkapkan oleh Hukmana (30), warga lainnya yang juga mempertimbangkan untuk meninggalkan ojol demi Transjakarta atau MRT.
“Sudah bagus naik Transjakarta dan MRT murah. Ini malah ojol naik 15 persen. Jadi sama saja bohong,” keluhnya.
Menurut perhitungan Hukmana, dengan kombinasi Transjakarta dan MRT, ia hanya perlu mengeluarkan biaya Rp 25.000 per hari untuk perjalanan pulang-pergi ke kantornya.
“Kalau naik Busway sekalian MRT, sehari Rp 25.000, itu sudah pulang pergi,” ujarnya.
Bila rencana ini benar-benar diterapkan, bukan tidak mungkin operator transportasi umum seperti Transjakarta, MRT, dan LRT diperkirakan akan mengalami lonjakan penumpang dalam waktu dekat.
Sebaliknya, para pengemudi ojol mungkin akan menghadapi penurunan permintaan, kecuali jika aplikator dan pemerintah mampu menjelaskan urgensi kebijakan ini secara komprehensif kepada publik.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/05/26/6833fae7ca5a9.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Permendag 8/2024 Dicabut, Anggota DPR: UMKM Bisa Terhimpit Barang Impor Murah
Permendag 8/2024 Dicabut, Anggota DPR: UMKM Bisa Terhimpit Barang Impor Murah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Anggota Komisi VII DPR Beniyanto merespons pencabutan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang menuai perhatian luas, terutama dari pelaku industri dan pelaku
UMKM
.
Beniyanto mengingatkan agar setiap langkah deregulasi yang diambil tetap berada dalam koridor pembangunan nasional, khususnya
hilirisasi industri
dan pemberdayaan UMKM.
“Setiap kebijakan deregulasi tidak boleh hanya berorientasi pada pelonggaran perdagangan. Ia harus sejalan dengan arah besar pembangunan nasional:
hilirisasi industri
dan pemberdayaan UMKM,” kata Beniyanto, dalam keterangannya, Selasa (1/7/2025).
Beniyanto menuturkan, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 sebelumnya mengatur mekanisme impor barang tertentu, termasuk pengawasan dan pembatasan produk yang berpotensi menyaingi produksi dalam negeri.
Pencabutan regulasi ini, kata dia, berisiko membuka keran impor secara berlebihan tanpa mekanisme pengendalian yang memadai.
“Ketika produk luar masuk tanpa filter yang tepat, UMKM sebagai tulang punggung ekonomi nasional bisa terhimpit oleh banjir barang impor yang murah namun masif,” ujar dia.
Beniyanto pun menekankan bahwa hilirisasi bukan sekadar jargon, melainkan strategi fundamental untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam, menciptakan lapangan kerja, serta mendorong daya saing industri nasional.
Oleh karena itu, dia menekankan, deregulasi harus dilandasi oleh pendekatan lintas sektor yang mempertimbangkan keterkaitan antara perdagangan, industri, energi, dan teknologi.
“Komisi VII DPR RI terus mendorong koordinasi yang lebih kuat antarkementerian, agar kebijakan perdagangan tidak berjalan sendiri dan malah kontraproduktif terhadap arah kebijakan industri nasional,” kata dia.
Ia menilai, pemerintah perlu melakukan evaluasi ulang terhadap pencabutan Permendag 8/2024 agar tidak melemahkan posisi industri nasional, terutama pelaku UMKM yang sedang berjuang pulih pasca pandemi.
“Deregulasi tidak boleh hanya menjadi instrumen pelonggaran pasar. Ia harus diarahkan untuk menciptakan ekosistem industri yang sehat dan kompetitif,” imbuh Beniyanto.
“Transparansi dan keberpihakan pada kepentingan nasional harus menjadi fondasi utama dalam setiap proses deregulasi,” sambung dia.
Sebelumnya, pemerintah resmi merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Perubahan tersebut diumumkan secara resmi oleh pemerintah per Senin (30/6/2025).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengatakan, revisi Permendag 8/2024 berdasarkan arahan Presiden Prabowo Subianto.
Setelah itu, proses penyusunan revisi dilakukan dengan usulan dari kementerian dan lembaga (K/L), asosiasi,
stakeholder
terkait, kajian dampak analisis, serta rapat kerja teknis.
Dari proses tersebut, dilakukan perubahan terhadap larangan dan pembatasan impor (lartas impor) sepuluh komoditas utama.
Artinya, sepuluh komoditas ini mendapatkan relaksasi dari pemerintah.
“Oleh karena itu seluruhnya telah dilaksanakan dan perubahan lartas (impor) itu mencakup relaksasi komoditas, dan untuk detailnya kami persilakan kepada Pak Menteri Perdagangan (Mendag),” ujar Airlangga, saat konferensi pers di gedung Kementerian Perdagangan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.



