Cerita Warga Kebon Melati Terpaksa Buang Sampah ke Kali Krukut
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kondisi tumpukan sampah di bantaran Kali Krukut, Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat menjadi bagian kehidupan sehari-hari warga.
Bau menyengat, air kehitaman, dan aliran yang makin menyempit sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa perubahan berarti.
Di tengah kepadatan permukiman RT 15, RT 16, dan RT 17 RW 14, kebiasaan warga membuang
sampah
langsung ke kali masih terjadi.
Meski tempat sampah tersedia di titik tertentu, akses jalan yang sempit dan pengangkutan tidak rutin membuat warga tetap mengandalkan aliran air sebagai tempat pembuangan akhir.
Pakar lingkungan sekaligus dosen Universitas Indonesia (UI), Mahawan Karuniasa, menegaskan bahwa persoalan sampah di bantaran Kali Krukut tidak bisa dilihat hanya sebagai masalah perilaku warga.
“Permukiman padat, kumuh, dan kantong kemiskinan itu tidak datang tiba-tiba. Ini bukan fenomena spontan, tapi hasil proses panjang urbanisasi yang tidak terkendali,” kata Mahawan, Senin (25/11/2025).
Menurut dia, tekanan ekonomi di desa dan daya tarik kota membuat banyak pendatang menempati ruang-ruang marginal, seperti bantaran sungai dan tepian rel.
Tekanan hidup yang besar, tingginya biaya sewa, dan terbatasnya akses layanan dasar membuat warga bertahan di lokasi apa adanya.
“Ketika jumlah penduduk makin banyak, rumah-rumah makin padat, makin rapat, bahkan berdiri di atas sungai. Ini berimplikasi pada sanitasi dan kondisi lingkungan yang terdegradasi,” ujar Mahawan.
Ia menjelaskan, penyempitan sungai akibat bangunan dan sampah membuat fungsi hidrologis terganggu.
Sedimentasi meningkat karena limbah domestik masuk langsung ke badan air tanpa instalasi pengolahan.
“Risikonya banjir. Limpasan air yang tadinya normal berubah menjadi ancaman. Ditambah sampah dan limbah, kualitas air menurun, mengakibatkan risiko penyakit seperti diare, tipus, hingga penyakit kulit,” jelasnya.
Mahawan menolak anggapan sederhana bahwa warga malas membuang sampah pada tempatnya.
“Tidak serta merta karena budaya malas. Di wilayah-wilayah seperti ini, fasilitas pengelolaan sampah tidak berjalan baik,” kata dia.
“TPS jauh, tempat pembuangan sementara tidak memadai, pengangkutan tidak rutin. Masyarakat memilih lokasi yang menurut mereka paling mudah termasuk sungai,” lanjutnya.
Menurut Mahawan, solusi tidak bisa ditempuh hanya dengan sosialisasi atau penertiban.
“Relokasi terbatas tetap diperlukan, berbasis dialog. Tidak semua warga bisa dipindahkan jauh karena pekerjaan mereka dekat sini,” katanya.
Selain itu, sanitasi komunal, TPS 3R, penegakan aturan, hingga edukasi masyarakat perlu berjalan bersamaan.
“Ini persoalan struktural, tidak bisa seperti membalikkan tangan. Tapi harus dimulai. Keadilan layanan publik harus jadi prioritas,” ujar dia.
Mahawan menyebut hal ini sebagai konsekuensi besar dari tata ruang yang tidak berjalan dan fasilitas pengelolaan lingkungan yang minim.
“Selama sanitasi tidak dibenahi, TPS tidak disediakan, rumah berdiri di sempadan sungai, dan tidak ada penegakan aturan, kondisi begini akan terus berulang,” tegasnya.
Kompas.com menelusuri Jalan Awaludin II dan Kebon Pala III, yang mengarah ke permukiman padat di bantaran Kali Krukut.
Dari jalan kecil selebar dua sampai tiga meter, rumah-rumah warga berdiri rapat dengan material sederhana seperti seng, tripleks, dan papan lapuk.
Sebagian bangunan menjorok ke atas sungai, ditopang tiang-tiang kayu yang rapuh.
Di beberapa titik, pipa domestik terlihat langsung membuang limbah rumah tangga ke aliran kali.
Air kali berwarna hitam pekat, berbau menyengat, dan dipenuhi sampah plastik, kain bekas, potongan kayu, hingga styrofoam.
Anak-anak tampak bermain di tepian, duduk di antara tumpukan sampah sambil mengalirkan botol plastik layaknya perahu.
Motor-motor diparkir di teras rumah yang menjorok ke atas air, teras yang ditopang balok-balok keropos.
Di salah satu gang dalam, toilet umum tiga pintu berdiri dengan cat mengelupas.
Bagian dalamnya gelap, becek, dan pembuangannya langsung mengalir ke kali.
Toilet ini digunakan bergantian oleh beberapa kepala keluarga yang tidak memiliki fasilitas sanitasi mandiri.
Suryadi (43), warga RT 16 RW 14, mengatakan bahwa perilaku itu sudah mengakar sejak lama karena tidak ada sistem pengelolaan sampah yang benar-benar menjangkau wilayah mereka.
“Sampah kebanyakan dari warga, tapi kadang ada juga kiriman dari atas. Tempat sampah ada, tapi jauh dari gang sini. Petugas angkut juga jarang ke dalam,” ujarnya.
Karena situasi itu, ia menyebut sebagian warga memilih membuang sampah langsung ke kali sebagai metode tercepat.
“Banyak yang buang cepat ke kali, bukan karena mau, tapi karena kebiasaan dari dulu dan enggak ada pilihan lain. Orang berangkat kerja pagi-pagi, jadi buang di kali lebih gampang,” kata Suryadi.
Pengakuan serupa juga datang dari Rohmah (35), warga RT 17 RW 14, yang mengaku kerap menemui tumpukan sampah tepat di depan rumahnya setiap kali hujan membawa kiriman sampah dari bagian hulu.
“Iya, dari dulu sudah begini. Sampah warga banyak, tapi kalau hujan deras suka numpuk dari atas sana,” ujarnya.
Ia mengaku tidak setuju dengan praktik membuang sampah sembarangan, namun tekanan kondisi membuat beberapa warga tetap melakukannya.
“TPS jauh dan kecil. Kalau penuh, orang bingung mau buang ke mana. Kadang terpaksa buang ke kali, apalagi kalau malam,” tuturnya.
Sementara itu, Marlina (34), warga RT 15 RW 14, menilai masalah buang sampah ke kali bukan sekadar persoalan moralitas, tetapi keterbatasan ruang dan fasilitas.
“Kalau dibilang warga malas, ya enggak juga. TPS jauh, jalannya sempit. Kadang-kadang terpaksa, apalagi kalau malam,” katanya.
Ia menambahkan bahwa warga sebenarnya ingin lingkungan yang lebih bersih, tetapi sistem pengelolaan sampah yang tidak berjalan membuat perubahan sulit diwujudkan.
“Kami mau kok lingkungan bersih. Tapi kalau tempat sampahnya jauh dan enggak ada yang ngangkut rutin, ya pasti sampah numpuk. Akhirnya ya banyakan yang jatuhnya ke kali,” ucapnya.
Saat Kompas.com berada di lokasi, petugas SDA terlihat mengangkat lumpur hitam dengan alat berat kecil.
Ruang kerja mereka hanya beberapa meter dari dinding rumah warga yang menempel ke bibir kali.
Pengerukan dilakukan sepanjang 10 meter, sebagai upaya darurat untuk mengurangi sedimentasi.
Namun, tumpukan sampah yang terus datang dari permukiman membuat upaya ini tidak cukup.
“Kalau nggak dikeruk, air makin sempit. Tapi kalau warga masih buang sampah, ya balik lagi penuh,” kata Rahmat, petugas SDA.
Sedimentasi yang menumpuk mengurangi kedalaman kali, membuat aliran melambat dan memicu banjir di musim hujan.
Di tengah kondisi yang semakin runyam, warga memiliki satu harapan yang sama yaitu pengerukan dan
normalisasi kali
.
“Kalau aliran lancar, banjir bisa berkurang,” ujar Suryadi.
Sementara Marlina ingin ada perubahan nyata yang bisa dirasakan.
“Normalisasi penting. Biar air nggak diam dan bau. Kami juga maunya lingkungan bersih,” ucapnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: Banjir
-
/data/photo/2025/11/25/69249c43a2784.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Cerita Warga Kebon Melati Terpaksa Buang Sampah ke Kali Krukut Megapolitan 25 November 2025
-

Bupati Sidoarjo Tinjau Banjir di Waru: Pompa Dikerahkan, Bangunan Liar Bakal Ditertibkan
Sidoarjo (beritajatim.com) – Bupati Sidoarjo H. Subandi meninjau dua titik lokasi banjir di ruas jalan perbatasan Desa Tambaksawah dan Tambakrejo, Kecamatan Waru, yang terendam hingga setinggi lutut orang dewasa. Kondisi tersebut membuat akses warga terganggu dan berpotensi memasuki permukiman.
Dalam peninjauan bersama Kepala DPU BM SDA Dwi Eko Saptono dan Dandim 0816 Sidoarjo Letkol Czi Sobirin Setio Utomo, Subandi memastikan penanganan banjir dilakukan dengan cepat, tepat, dan efektif. Ia menegaskan bahwa langkah perbaikan harus menghadirkan solusi agar genangan tidak meluas.
Saat berdialog dengan warga, Subandi menyampaikan bahwa pompa portabel sudah dikerahkan untuk mempercepat penyedotan air. “Pompa portabel kita kerahkan untuk percepatan penyedotan air. Kondisi rumah pompa baik, dan jika ada kerusakan akan segera diperbaiki dan tidak terjadi banjir lagi,” ucapnya Selasa (25/11/2025).
Ia juga mengimbau masyarakat untuk berperan menjaga kebersihan lingkungan agar saluran air tetap berfungsi optimal. “Jangan membuang sampah ke saluran dan sungai agar aliran air tidak tersumbat,” pesannya.
Selain itu, Subandi menyoroti adanya bangunan yang berdiri di atas aliran dan bantaran sungai sehingga mempersempit jalannya air. “Sungai harus steril dari bangunan liar. Bangunan di atas bantaran sungai akan ditertibkan sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.
Langkah tersebut menjadi bagian dari upaya Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dalam memastikan penanganan banjir berlangsung sistematis dan memberikan perlindungan maksimal bagi masyarakat. [isa/beq]
-

Embung Lapangan Merah diharapkan mampu atasi banjir di Jagakarsa
Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan berharap agar Embung Lapangan Merah mampu mengatasi banjir di Jalan Kesatuan, RT 011/07, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa.
“Hari ini, saya monitoring seluruh fasilitas yang sudah ada di Embung Lapangan Merah, karena Insya Allah, dalam waktu dekat akan diresmikan oleh Bapak Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung,” kata Wali Kota Administrasi Jakarta Selatan Muhammad Anwar di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan pembangunan Embung Lapangan Merah itu bertujuan mengendalikan genangan di wilayah sekitarnya, serta memberikan ruang interaksi yang nyaman dan aman bagi warga.
Dengan kelengkapan fasilitas yang ada, kata dia, tentunya embung tersebut juga diharapkan dapat memberikan manfaat luas bagi masyarakat.
“Saya minta nantinya setelah dibuka dan telah berfungsi, masyarakat turut menjaganya dengan baik. Gunakan sesuai dengan fungsinya, jangan disalahgunakan untuk hal negatif,” ungkap Anwar.
Sementara itu, Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Selatan Santo menjelaskan Embung Lapangan Merah dengan total luas 8.261 meter persegi yang dibangun sejak April 2025 itu turut dilengkapi berbagai fasilitas menarik.
Fasilitas tersebut, antara lain jalur jogging (jogging track), pusat kebugaran (outdoor gym), area komposting, dek pemancingan, area bermain anak, taman, rumah ibadah dan sebagainya.
“Harapan kami, embung yang dilintasi Kali penghubung (Phb) UI ini dapat mengatasi permasalahan genangan yang terjadi di wilayah sekitarnya dan dapat bermanfaat bagi warga sekitar,” tutur Santo.
Data yang dihimpun ANTARA, Dinas SDA DKI Jakarta menganggarkan pembangunan embung di Jakarta Selatan sebesar Rp53 miliar pada 2025 melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Sementara itu, data Dinas SDA DKI menunjukkan sampai dengan saat ini, terdapat total 36 waduk, situ, embung dan empang di Jakarta Selatan.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Rr. Cornea Khairany
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Mengenal Infrastruktur AI RAN, Cara Kerja dan Manfaat
Bisnis.com, JAKARTA — PT Indosat Tbk. memperkenalkan infrastruktur Radio Access Network (RAN) berbasis kecerdasan buatan atau AI-RAN, hasil kolaborasi dengan Nokia dan NVIDIA. Lantas apa itu AI RAN dan manfaatnya?
AI RAN pertama kali diuji coba pada 12 November 2025 di Surabaya, sekaligus menjadikan Indosat sebagai operator pertama di Asia Tenggara yang menerapkan AI-RAN secara komersial. Indonesia juga menjadi negara ketiga di dunia yang menguji teknologi tersebut, setelah Amerika Serikat dan Jerman.
AI-RAN adalah pendekatan baru dalam jaringan seluler dengan menyisipkan kecerdasan buatan ke dalam fungsi RAN.
Teknologi ini memungkinkan optimalisasi pengelolaan spektrum, pengaturan daya, beamforming, prediksi trafik, hingga efisiensi energi jaringan.
Dalam arsitektur teknis 5G, modul AI dapat ditempatkan pada RAN Intelligent Controller, Centralized Unit, Distributed Unit, hingga edge computing yang berdekatan dengan base transceiver station (BTS).
Selama ini BTS identik dengan menara pemancar dan penerima sinyal yang digunakan ponsel untuk berkomunikasi. Kehadiran AI pada level BTS bukan berarti GPU komponen utama pemrosesan AI dipasang di menaranya.
GPU ditempatkan pada fasilitas edge compute di lokasi site BTS, beberapa meter dari perangkat radio. Dengan struktur yang sangat dekat dengan sumber trafik, pemrosesan AI terjadi secara real-time. Pendekatan ini dikenal sebagai AI on the Edge.
Secara teknis, model ini menjadi lompatan signifikan dibandingkan pemrosesan AI terpusat di pusat data.
Selama bertahun-tahun, hampir seluruh pemrosesan AI yakni teks, gambar, video, prediksi, maupun analitik dilakukan di pusat data atau komputasi awan yang jaraknya bisa ratusan kilometer dari pengguna.
Untuk aplikasi yang tidak membutuhkan respons cepat, hal tersebut tidak menjadi kendala. Namun, untuk layanan real-time seperti robot industri, monitoring pelabuhan, VR/AR pendidikan, hingga sistem keamanan publik, jeda beberapa milidetik dapat menghasilkan perbedaan besar.
Dengan AI yang berjalan di edge, latensi dapat ditekan drastis. Analoginya, jika GPU di pusat data adalah “presiden”, maka edge-AI di BTS adalah “kepala desa” yang mengambil keputusan langsung di lapangan, lebih cepat, dan lebih relevan.
AI-RAN juga memungkinkan jaringan bekerja lebih efisien. Misalnya, saat akhir pekan, kapasitas jaringan di pusat perbelanjaan dapat dinaikkan sebelum kepadatan terjadi.
Sebaliknya, saat trafik sepi, sistem dapat menurunkan daya pemancar atau menonaktifkan sebagian fungsi radio demi penghematan energi.
Pada skala nasional, langkah ini berpotensi menurunkan biaya operasional secara signifikan. Dari sisi keamanan, pemrosesan di edge memastikan data sensitif tidak perlu keluar dari area jaringan lokal.
Lebih jauh, penerapan AI-RAN menyiapkan Indonesia untuk memperkuat talenta digital lokal dan menciptakan inovasi berbasis kebutuhan domestik.
Pemerintah dapat mengadopsinya untuk solusi kota pintar (smart city), seperti CCTV jalan raya yang mendeteksi kecelakaan dalam hitungan detik, lampu lalu lintas yang menyesuaikan kepadatan kendaraan, sensor banjir real-time, serta pengelolaan energi yang lebih efisien.
Di sektor industri, manufaktur dapat memanfaatkan kamera berbasis edge-AI untuk mendeteksi cacat produk dalam milidetik.
Pelabuhan bisa mengoptimalkan aktivitas bongkar muat dengan analitik real-time, sementara sektor pertanian dapat mengandalkan sensor dan drone yang memproses data langsung di area perkebunan.
Dengan ribuan site BTS yang tersebar di seluruh Indonesia, teknologi AI on the Edge berpotensi menjadi jaringan “node kecerdasan” baru.
Jika diperluas secara nasional, Indonesia dapat memiliki jaringan saraf digital terdistribusi dari Sumatra hingga Papua. Komputasi awan tetap berfungsi sebagai “otak besar”, namun edge menjadi jutaan “neuron” yang bekerja dekat aktivitas ekonomi masyarakat.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2726935/original/050311100_1549974839-20190212-Tanggul-Laut-Kali-Adem-Iqbal2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Garap Tanggul Pengaman Pantai NCICD, Brantas Abipraya Jamin Tak Ada Kecelakaan Kerja
Liputan6.com, Jakarta PT Brantas Abipraya (Persero) terus menggarap Proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Pembangunan Tanggul Pengaman Pantai NCICD Fase A Lokasi 1 Paket 1 yang berlokasi di Ancol Barat – Sunda Kelapa Jakarta Utara ini menjadi upaya mitigasi banjir rob di DKI Jakarta.
Sejalan dengan itu, Brantas Abipraya juga meningkatkan kompetensi tenaga kerja serta memperkuat penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di lingkungan proyek lewat kegiatan Sertifikasi Kompetensi Kerja (SKK) dan Sertifikasi K3.
Sertifikasi ini berlaku bagi seluruh pekerja yang terlibat dalam pelaksanaan proyek yang sedang digarap BUMN konstruksi ini, yaitu NCICD.
Dengan menggandeng Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) GATENSI, juga Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) dan LSP GATAKSINDO, program sertifikasi SKK dan K3 ini melibatkan 47 tenaga kerja dari berbagai posisi dengan jenjang 3-9 untuk memastikan setiap personel proyek memiliki kompetensi sesuai standar nasional sekaligus memahami prosedur keselamatan kerja yang berlaku.
“Penyelenggaraan sertifikasi SKK dan K3 ini merupakan komitmen kami untuk memastikan bahwa seluruh tenaga kerja memiliki keahlian dan kesadaran K3 yang memadai,” ujar Sekretaris Perusahaan Brantas Abipraya Dian Sovana, Selasa (25/11/2025).
Ditambahkan Dian Sovana, dengan adanya sertifikasi ini Brantas Abipraya ingin memberikan jaminan bahwa proyek berjalan dengan aman, berkualitas, dan sesuai regulasi.
Sebagai informasi, dengan mengantongi Sertifikasi SKK dapat menilai kemampuan teknis pekerja berdasarkan standar kompetensi nasional, sementara sertifikasi K3 berfokus pada pemahaman pekerja terkait penerapan prosedur keselamatan, mengidentifikasi bahaya, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), dan respons terhadap keadaan darurat.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5423676/original/047119600_1764071917-longsor_pasaman.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5422832/original/080960600_1764045754-Banjir_Padang_Pariaman.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5422798/original/096709800_1764044902-Padang_Sumbar.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)