Topik: Banjir

  • Kemenkes Kirim Obat-Nakes Bantu Korban Banjir-Longsor Aceh, Sumut, Sumbar

    Kemenkes Kirim Obat-Nakes Bantu Korban Banjir-Longsor Aceh, Sumut, Sumbar

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) memperkuat respons kesehatan akibat cuaca ekstrem yang memicu banjir, banjir bandang, angin puting beliung, dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

    Bencana alam yang terjadi pada 19-25 November tersebut berdampak pada puluhan ribu penduduk, mengganggu akses komunikasi, dan menghambat layanan kesehatan di sejumlah fasilitas.

    Sekretaris Jenderal Kemenkes Kunta Wibawa Dasa Nugraha, memastikan seluruh kebutuhan logistik prioritas telah dikirimkan dan siap ditambah sesuai kondisi di lapangan.

    “Logistik yang disediakan mencakup obat-obatan, pangan tambahan untuk balita dan ibu hamil, serta oxygen concentrator. Semua sudah kami kirimkan,” kata Kunta, dikutip dari lama Kemenkes RI, Sabtu (29/11/2025).

    Selain pengiriman logistik, Kemenkes juga berkoordinasi dengan dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota untuk menjamin keberlangsungan pelayanan kesehatan di posko pengungsian, fasilitas kesehatan, serta layanan mobile.

    Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Bayu Teja, menjelaskan bahwa sejak awal kejadian Kemenkes telah mengaktifkan langkah-langkah tanggap cepat guna memastikan kebutuhan medis masyarakat terpenuhi.

    “Bersama dinas kesehatan provinsi dan kabupaten, kami melakukan rapid health assessment untuk memetakan kebutuhan, memberikan layanan di posko pengungsian, serta mengoperasikan layanan kesehatan mobile di wilayah terdampak,” terang Bayu.

    Bayu menambahkan bahwa seluruh puskesmas dan rumah sakit telah disiagakan untuk melayani warga terdampak, didukung pengiriman obat-obatan dan bahan medis habis pakai.

    Respons Kemenkes turut diperkuat dengan penyaluran pangan tambahan bagi balita dan ibu hamil guna mencegah risiko gizi buruk selama masa tanggap darurat. Dukungan tenaga kesehatan juga ditingkatkan melalui mobilisasi tenaga cadangan kesehatan, dokter, perawat, tenaga kesehatan lingkungan, dan epidemiolog untuk membantu dinas kesehatan setempat.

    “Kami akan terus berkoordinasi dengan seluruh dinas kesehatan agar pelayanan kesehatan tetap berjalan dan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Menkes Pastikan Korban Longsor dan Banjir Sumut Dapat Layanan Kesehatan “
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/kna)

  • Kisah Betty Harap-Harap Cemas Menanti Kabar Ayah Ibu yang Rumahnya Kini Rata dengan Tanah di Tapteng

    Kisah Betty Harap-Harap Cemas Menanti Kabar Ayah Ibu yang Rumahnya Kini Rata dengan Tanah di Tapteng

    Sejak pagi hari bencana itu terjadi, Betty Siregar terus berjuang mencari kabar tentang kedua orang tuanya.

    Berulang kali ia menekan tombol panggilan, menghubungi siapa pun yang mungkin mengetahui keberadaan mereka. Namun jawaban yang datang justru semakin menambah rasa cemas.

    Ketika menghubungi kakak iparnya, Iin, ia mendapat kabar bahwa saudara laki-laki keduanya, David, saat itu sedang berusaha menjemput ayah dan ibunya. Namun usaha itu gagal dikarenakan jalan menuju rumah orang tuanya sudah terendam banjir.

    “Nggak bisa lewat, kendaraan pun nggak bisa,” kata Betty.

    David akhirnya kembali ke rumahnya, lalu menghubungi Betty sekitar pukul 09.50 WIB untuk meminta bantuan mencari informasi dari tetangga.

    Dari nomor ketua lingkungan yang berhasil didapatkan, Betty menerima kabar bahwa wilayah rumah orang tuanya telah dikepung banjir tinggi. Semua warga sudah mengungsi ke tempat lebih aman. Tetapi ketika ditanya apakah kedua orang tuanya ada di lokasi pengungsian, jawabannya tetap sama.

    “Nggak ada,” ucap Betty.

    Tak berhenti di situ, Betty menelusuri siaran langsung di Facebook dari salah satu titik pengungsian di dekat rumah keluarganya. Dalam kolom komentar, ia menuliskan pertanyaan yang sama berulang-ulang

    “Ada bapak mama nggak? Ada Pendeta Siregar nggak?,” tanya Betty.

    Namun hasilnya tetap nihil. Beberapa warga yang memeriksa daftar nama memastikan bahwa kedua orang tuanya tidak terlihat di sana.

    Betty kembali mencoba menghubungi tetangga-tetangga lain. Satu panggilan akhirnya tersambung, memberikan sedikit harapan yang sayangnya kembali hilang. Tetangga tersebut juga mengatakan kedua orang tua Betty tidak ditemukan di pengungsian mana pun.

    Bahkan ada suara lain yang terdengar dalam percakapan itu, seorang tetangga yang nyeletuk bahwa terakhir kali mereka melihat kedua orang tua Betty, mereka masih berada di rumah. Namun kapan tepatnya itu terjadi, tak ada yang tahu.

    Sementara seluruh warga sudah mengungsi, keberadaan orang tua Betty tetap menjadi tanda tanya besar yang tak kunjung terjawab. Di tengah keterbatasan komunikasi, jalan tertutup, dan wilayah yang terisolasi, upayanya mencari informasi seakan menyusuri lorong gelap tanpa ujung pasti.

     

  • 1 Anggota Polda Riau Tewas Akbiat Longsor di Sumbar, 2 Hilang

    1 Anggota Polda Riau Tewas Akbiat Longsor di Sumbar, 2 Hilang

    Padang

    Kepolisian Daerah (Polda) Riau berduka. Dua personel Direktorat Reskrimum Polda Riau menjadi korban bencana alam banjir bandang dan longsor di Padang, Sumatera Barat.

    Kedua korban, yakni Brigadir Tri dan Ipda Angga. Brigadir Tri dilaporkan meninggal dunia, sementara Ipda Angga masih dalam pencarian Tim SAR.

    “Benar, yang sudah terkonfirmasi ditemukan jenazahnya Brigadir Tri Irwansyah, sementara Ipda Angga Mujafar masih dalam proses pencarian,” kata Kabid Humas Polda Riau Kombes Anom Karibianto, kepada wartawan, Sabtu (29/11/2025).

    Kedua korban sempat terjebak banjir bandang dan longsor di Jembatan Kembar, Kelurahan Silaing Bawah, Padang Panjang Barat, Kota Padang, pada Kamis (27/11) sekitar pukul 11.30 WIB.

    Jenazah Tri telah berhasil dievakuasi dan dibawa ke RS Bhayangkara Polda Sumatera Barat untuk proses identifikasi lebih lanjut. Sementara Ipda Angga Mufajar, hingga kini masih dalam proses pencarian dan diduga tertimbun material longsor serta lumpur.

    Selain Tri Irwansyah, dua orang lainnya dalam kendaraan tersebut yaitu Ipda Angga Mufajar dan seorang sopir masih dinyatakan hilang.

    Peristiwa terjadi ketika arus deras dari arah pegunungan membawa material lumpur, batu, dan potongan kayu dalam jumlah besar. Material yang terbawa longsor itu menyeret warga serta kendaraan yang melintas ke sungai.

    (mea/dhn)

  • Prabowo Cerita Ada Siswa Anak Jenderal Kurang Ajar ke Guru

    Prabowo Cerita Ada Siswa Anak Jenderal Kurang Ajar ke Guru

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto meminta guru untuk bersikap tegas dalam menghadapi murid di sekolah yang kurang ajar. Itulah top 3 news hari ini.

    Prabowo heran ada murid yang membalas teguran para guru dan merasa dirinya jagoan di sekolah.

    Prabowo menceritakan dirinya pernah menerima laporan soal murid sekolah di bawah naungan Kementerian Pertahanan yang berperilaku tidak sopan kepada gurunya dengan membanting pintu.

    Sementara itu, bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan sekitarnya sejak 24 November 2025 bukan hanya akibat curah hujan ekstrem.

    Para pakar Institut Teknologi Bandung (ITB) menyebut bencana besar ini terjadi karena interaksi tiga faktor: kondisi atmosfer yang sangat aktif, kerusakan lingkungan yang menurunkan daya resap tanah, serta melemahnya kapasitas tampung wilayah.

    Berita terpopuler lainnya di kanal News Liputan6.com adalah terkait Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi membantah keras terkait namanya disangkutpautkan dengan polemik Bandara PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), di Morowali, Sulawesi Tengah.

    Jokowi memastikan bahwa ia tidak pernah meresmikan Bandara IMIP Morowali.

    Lebih lanjut, mantan Presiden dua periode itu mengatakan bahwa yang diresmikan ketika menjabat sebagai Presiden RI itu bukan Bandara IMIP, melainkan Bandara Maleo yang terletak di Morowali.

    Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Jumat 28 November 2025:

    Presiden Prabowo Subianto menghadiri Puncak Peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2025 di Indonesia Arena, Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat 28 November 2025.

  • Gerak Lambat Pemerintah Tetapkan Darurat Bencana Nasional

    Gerak Lambat Pemerintah Tetapkan Darurat Bencana Nasional

    Bisnis.com, JAKARTA – Bencana alam yang terjadi hampir di seluruh Pulau Sumatra belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Jumlah orang meninggal terus bertambah.

    Ada tiga provinsi yang terkena banjir dan longsor yakni Aceh, Sumut, dan Sumbar. Padahal, bila dikalkulasikan ketiga provinsi ini lebih luas dari Pulau Jawa. Pemerintah berdalih bahwa akses yang sulit dijangkau dan jembatan putus menjadi kendala dalam memberikan bantuan.

    Pemerintah juga masih enggan menetapkan banjir di Sumatra menjadi bencana nasional.  Korban banjir masih banyak yang belum mendapatkan bantuan dan juga belum tersedianya tenda-tenda pengungsian yang memadai. Angka orang hilang masih terus bertambah, karena putusnya komunikasi selama 3 hari terakhir.

    Presiden Prabowo menjelaskan bahwa kondisi di lapangan masih menghadapi banyak tantangan, mulai dari akses yang terputus hingga cuaca yang tidak menentu. Dia mengatakan bahwa pemberian bantuan ke daerah bencana alam sangat berat. Sebab, akses banyak terputus.

    “Memang kondisinya sangat berat, banyak yang terputus, cuaca juga masih tidak memungkinkan. Kadang-kadang juga helikopter dan pesawat kita sulit untuk mendarat. Tadi pagi kita telah berangkatkan 3 pesawat Hercules C-130 dan 1 pesawat A-400. Untuk kesekian kalinya kita kirim bantuan dan terus-menerus kebutuhan mereka di lapangan kita dukung,” imbuhnya.

    Selain itu, Prabowo juga menyinggung pentingnya kesiapsiagaan bangsa dalam menghadapi tantangan global, termasuk perubahan iklim dan kerusakan lingkungan yang berpotensi memicu bencana.

    Prabowo mengatakan bahwa kerusakan lingkungan di Sumatra Utara telah memicu adanya banjir bandang, saat cuaca ekstrem di sebagian besar Pulau Sumatra. “Pemerintah bergerak cepat, kita dari hari-hari pertama sudah bereaksi, sudah mengirim bantuan dan reaksi melalui jalur darat dan udara,” ucapnya, Jumat (28/11/2025).

    Dia juga mengatakan bahwa dunia saat ini sedang menghadapi tantangan perubahan iklim, pemanasan global, kerusakan lingkungan, ini menjadi tantangan yang harus hadapi. Dia juga menegaskan agar terus menjaga hutan agar tidak terjadi bencana alam.

    Sebelumnya, Presiden Ke-8 RI memerintahkan percepatan penanganan tanggap darurat sejak hari pertama terjadi bencana alam di tiga provinsi yaitu Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.

    Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pratikno menyampaikan bahwa pemerintah memastikan seluruh unsur bergerak cepat untuk menjamin keselamatan warga dari bencana yang dipicu oleh fenomena cuaca ekstrem yang berdampak luas di sejumlah wilayah.

    “Jadi sejak hari pertama terjadinya bencana, Bapak Presiden sudah perintahkan kepada kami Tim BNPB langsung bergerak dibantu TNI-Polri, Pemda aktif, dan untuk tanggap darurat itu tenda-tenda pengungsian terus makanan segala kebutuhan sehari-hari sudah dikirim,” ujarnya.

    Menurut Pratikno, pengiriman bantuan mendesak kembali dilakukan atas arahan langsung Prabowo. Pemerintah menekankan pentingnya peralatan prioritas untuk mendukung efisiensi operasi tanggap darurat.

    “Tadi di disampaikan oleh Pak Seskab, alat komunikasi, perahu karet, kemudian genset listrik, itu hal yang juga sangat diperlukan untuk supaya pekerjaan-pekerjaan tanggap darurat ini semakin efisien. Tim PU [Pekerjaan Umum] juga bergerak, karena beberapa lokasi titik itu putus, mulai dari tanah longsor, kemudian jalan yang tertimbun, dan lain-lain, itu juga sudah bergerak,” kata Pratikno.

    Menurut Pratikno, fenomena cuaca ekstrem yang terjadi dipicu Siklon Tropis Senyar yang berdampak luas di sejumlah wilayah. Pemerintah telah mengaktivasi operasi modifikasi cuaca untuk mengurangi potensi hujan di daratan.

    “Perlu kita ketahui, ini adalah Siklon Tropis Senyar yang memang sangat dahsyat, tetapi menurut BMKG sudah mulai menurun, oleh karena itu kami juga melakukan operasi modifikasi cuaca. Sudah mulai bisa diterbangkan untuk mengurangi curah hujan di daratan, sehingga nanti curah hujan dibawa ke lautan. Ini juga dilakukan upaya-upaya semacam ini,” imbuhnya.

    Dalam kesempatan tersebut, Pratikno juga menyampaikan bahwa pemerintah mewaspadai potensi Siklon Tropis Koto yang berada di utara. Meski diharapkan tidak memasuki wilayah Indonesia, seluruh elemen diminta memperkuat kewaspadaan dan menjaga kesiapsiagaan.

    “Dan kemudian kami juga mengantisipasi karena ada Siklon Koto, tapi tempatnya di utara. Kami masih waspada, kami harapkan dia tidak akan masuk ke wilayah daratan Indonesia. Jadi sekali lagi, kami butuh dukungan dari semua pihak, rekan-rekan semuanya,” kata Pratikno.

  • Bencana sebagai Ujian Keberadaban
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        29 November 2025

    Bencana sebagai Ujian Keberadaban Nasional 29 November 2025

    Bencana sebagai Ujian Keberadaban
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    BANGSA
    ini sudah terlalu lama mengukur kemajuan dari apa yang terlihat: deretan gedung pencakar langit, jalan tol yang seakan tak berujung, kawasan industri yang bekerja siang dan malam, serta angka investasi yang dipromosikan bak prestasi nasional.
    Namun, ada ukuran lain yang jauh lebih jujur: bagaimana negara melindungi warganya ketika bencana datang.
    Pada momen itulah keberadaban diuji tanpa dekorasi. Tidak ada panggung, tidak ada pencitraan, tidak ada ruang untuk slogan.
    Yang tersisa hanyalah pertanyaan paling mendasar: apakah negara menjalankan tugas pertamanya—melindungi manusia?
    Kemajuan sejati bukan hanya ketika bangsa membangun, tetapi ketika bangsa memastikan bahwa membangun tidak mengorbankan nyawa rakyatnya.
    Sejarah kita menghadapi bencana seperti kaset yang diputar ulang tanpa jeda. Ketika banjir tiba, ketika tanah melorot menghantam pemukiman, ketika asap menutup langit, kita kembali bersatu dalam empati.
    Para pemimpin datang, bantuan mengalir, rumah sementara dibangun, dan janji penanganan permanen disampaikan dengan penuh keyakinan.
    Namun, begitu air surut dan kamera televisi berhenti merekam duka, kehidupan perlahan kembali ke pola semula. Akar persoalan tidak disentuh, mitigasi tidak dibangun, tata ruang tidak dibenahi.
    Bangsa ini menangani luka, tetapi tidak mengobati sebab. Bencana menjadi siklus, bukan kejutan. Dan siklus adalah tanda bahwa kesalahan bukan datang dari alam, tetapi dari manusia yang enggan belajar.
    Bencana alam seringkali dibicarakan seolah-olah ia datang tanpa undangan, padahal banyak bencana sesungguhnya adalah buah dari tata kelola yang rapuh.
    Sungai dikerangkeng beton dan bangunan, lereng perbukitan dijadikan komoditas, rawa dan resapan air ditebus menjadi klaster perumahan, hutan ditebang untuk industri yang tidak pernah mengenal kata cukup.
    Pemerintah daerah berlomba mengeluarkan izin, sementara pemerintah pusat mengukur pembangunan dari seberapa besar pergerakan ekonomi, bukan seberapa aman manusia tinggal di dalamnya.
    Sebuah negara boleh membangun apa saja, tetapi selama mitigasi tidak menjadi nafas pembangunan, maka setiap pembangunan sesungguhnya sedang menunda tragedi.
    Negara yang hadir setelah bencana menyentuh hati; tetapi negara yang hadir sebelum bencana menyelamatkan nyawa — dan itu jauh lebih mulia.
    Pengungsi tidak menilai pejabat dari panjang pidato atau frekuensi konferensi pers, tetapi dari kecepatan mereka mendapatkan selimut, tempat tidur, air bersih, obat, dan kepastian hidup.
    Yang dibutuhkan negeri ini bukan pemimpin yang mahir berdiri di tengah reruntuhan, tetapi pemimpin yang berani memastikan tidak ada reruntuhan.
    Mitigasi bukan beban anggaran; ia adalah tabungan masa depan. Pembangunan embung jauh lebih penting daripada pembangunan panggung seremoni.
    Keberanian seorang pemimpin tidak diukur dari bagaimana ia tampil dalam krisis, melainkan dari bagaimana ia mencegah krisis itu terjadi.
    Sebelum jari kita menunjuk ke arah negara, cermin itu juga perlu diarahkan kepada masyarakat.
    Kita membanggakan modernitas, tetapi kita sendiri menyumbat saluran air dengan sampah rumah tangga.
    Kita geram ketika sungai meluap, tetapi diam ketika sungai dijadikan tempat pembuangan. Kita marah ketika
    longsor
    merenggut nyawa, tetapi acuh ketika pepohonan ditebang habis untuk memperluas permukiman.
    Kita lupa bahwa alam bukan pelayan pembangunan, melainkan fondasi keberadaan kita. Selama manusia memperlakukan alam sebagai objek eksploitasi tanpa batas, maka manusia sejatinya sedang menyiapkan tragedi berikutnya dengan tangannya sendiri.
    Di negeri ini, bencana tidak mengenai semua orang dengan skala yang sama. Mereka yang tinggal di bantaran sungai, lereng curam, daerah pesisir, bukan tinggal di sana karena tidak memahami bahaya, melainkan karena tidak punya pilihan.
    Mereka yang miskin membeli risiko; mereka yang mampu membeli keamanan. Maka bencana bukan hanya soal alam, tetapi soal ketimpangan.
    Ketika keselamatan menjadi hak istimewa dan risiko menjadi beban kaum kecil, maka tragedi kehilangan makna geografis dan mengambil wajah sosial.
    Negara hanya bisa disebut beradab apabila ia menempatkan mereka yang paling rentan sebagai pihak yang paling dilindungi — bukan paling akhir.
    Tidak benar jika kita disebut tidak punya pengetahuan. Peta kerawanan dibuat, kajian teknis disusun, peringatan dini diaktifkan, perangkat hukum tersedia.
    BMKG, BNPB, perguruan tinggi, lembaga riset telah menjalankan tugasnya. Namun, ilmu hanya berguna jika ia masuk ke meja kebijakan.
    Ketika riset hanya berhenti sebagai laporan, dan rekomendasi teknis hanya menjadi arsip rapat, maka bencana tinggal menunggu momentum untuk mempermalukan kita.
    Alam tidak akan pernah mengoreksi dirinya demi menyesuaikan keputusan politik. Politiklah yang harus menyesuaikan keputusannya dengan hukum alam.
    Negara yang ingin menutup babak duka harus lebih berani berpihak pada sains daripada pada kepentingan sesaat.
    Ada kecenderungan berulang setiap kali tragedi datang: menyalahkan alam. Kita menyebut banjir sebagai air yang “mengamuk”, tanah longsor sebagai bumi yang “murka”, dan gempa sebagai “hukuman”.
    Padahal alam tidak pernah marah tanpa sebab. Ia hanya menagih keseimbangan yang dirusak manusia.
    Dalam kebudayaan populer kita, sudah ada peringatan moral jauh sebelum bencana datang. Dalam salah satu karya musik legendaris negeri ini, ada refleksi yang menusuk: bahwa “mungkin Tuhan pun letih melihat tingkah manusia yang bangga berbuat salah, dan mungkin alam pun mulai enggan bersahabat dengan kita”.
    Ajakan untuk “bertanya pada rumput yang bergoyang” adalah metafora bahwa jawaban sudah tersedia di sekitar kita, hanya saja kita terlalu sombong untuk mendengarnya.
    Doa memang penting, tetapi doa tidak menggantikan mitigasi. Doa adalah permohonan, dan mitigasi adalah tanggung jawab. Ketika kita berdoa memohon keselamatan tetapi tetap mengulang perusakan, maka kita bukan memohon keselamatan — kita hanya memohon penundaan dari kehancuran yang kita ciptakan sendiri.
    Jika bangsa ini ingin keluar dari lingkaran luka yang berulang, satu keputusan fundamental diperlukan: menjadikan keselamatan manusia sebagai indikator pembangunan.
    Setiap izin pembangunan harus diuji dampaknya terhadap kehidupan, bukan hanya dampaknya terhadap perolehan modal.
    Tata ruang harus dilihat sebagai peta keselamatan, bukan sebagai peta kekuasaan kewilayahan.
    Pemerintah pusat dan daerah harus satu nalar dalam memandang ruang hidup. Bangsa ini sudah terlalu lama menjadikan bencana sebagai guru yang mengajar dengan air mata.
    Kini saatnya kebijakan yang mengajar dengan keberanian. Mitigasi harus menjadi budaya. Keamanan ekologis harus menjadi prioritas.
    Negara yang mencintai rakyat bukan negara yang cepat mengirim bantuan — tetapi negara yang membuat rakyat tak lagi menjadi korban.
    Bencana bukan sekadar fenomena alam. Ia adalah cermin keberadaban. Kita memang tidak bisa menghentikan hujan turun, tetapi kita bisa memastikan hujan tidak berubah menjadi kabar duka.
    Kita tidak bisa mengubah geografi, tetapi kita bisa mengubah tata kelola. Kita tidak bisa menghentikan air bah, tetapi kita bisa menghentikan kelalaian.
    Peradaban tidak diukur dari seberapa cepat kita membangun kembali yang runtuh, tetapi dari seberapa sungguh-sungguh kita mencegah keruntuhan berikutnya.
    Bangsa yang beradab bukan bangsa yang tidak pernah jatuh, melainkan bangsa yang belajar cukup dalam agar tidak jatuh di lubang yang sama dua kali.
    Bencana adalah ujian keberadaban. Kita belum lulus — tetapi kita masih bisa memilih untuk lulus.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pakar Soroti Potensi Lonjakan Penyakit di Aceh-Sumut Pasca Bencana Banjir

    Pakar Soroti Potensi Lonjakan Penyakit di Aceh-Sumut Pasca Bencana Banjir

    Jakarta

    Bencana banjir dan longsor yang terjadi di wilayah Aceh dan Sumatera Utara beberapa hari ke belakang menyita perhatian banyak pihak. Korban bencana kini harus bersiap menghadapi potensi penyakit menular dan memburuknya kondisi pasien penyakit tidak menular (PTM) di wilayah terdampak.

    Pakar kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan ada beberapa kelompok penyakit menular yang perlu menjadi perhatian, sehingga bisa diantisipasi oleh mereka yang ada di wilayah bencana, seperti:

    Penyakit yang ditularkan melalui air (water-borne diseases) seperti diare, hepatitis A, dan penyakit kulit.Penyakit yang ditularkan lewat makanan (foodborne diseases) akibat higienitas yang buruk, termasuk keracunan makanan.Penyakit paru dan pernapasan, misalnya ISPA dan pneumonia, yang mudah menular di lokasi pengungsian.Penyakit yang menular melalui kontak langsung antar-manusia, seperti infeksi kulit atau penyakit mata.

    “Keempat kelompok penyakit ini saling berkaitan. Dalam situasi bencana, penurunan kualitas air, sanitasi buruk, dan padatnya pengungsian membuat risiko penularan meningkat tajam,” beber pria yang sempat menjadi Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu, saat dihubungi detikcom Jumat (28/11/2025).

    Pada kondisi pasca-bencana, definisi kelompok rentan menurut Prof Tjandra tidak hanya para anak-anak, lansia, serta mereka dengan komorbid atau imunitas lemah.

    “Masyarakat umum yang rumah atau desanya terdampak dapat menjadi rentan pula terhadap berbagai penyakit,” jelasnya.

    Populasi Sehat Mudah Terinfeksi

    Perubahan lingkungan yang drastis, stres, kurang tidur, air bersih terbatas, hingga paparan dingin membuat populasi sehat sekalipun menjadi lebih mudah terinfeksi penyakit pasca-bencana.

    Ketersediaan air bersih menjadi faktor paling krusial dalam mencegah penyakit pascabencana.

    Pakar menegaskan risiko yang muncul tidak hanya penyakit yang secara klasik dikategorikan sebagai water-borne disease, tetapi juga penyakit lain yang mekanisme penularannya dipengaruhi sanitasi yang buruk.

    “Keempat jenis penyakit menular tadi perlu diantisipasi bersamaan. Krisis air bersih memperburuk banyak aspek, dari kebersihan makanan, higiene pribadi, hingga kualitas lingkungan,” kata Prof Tjandra.

    Bencana juga berpotensi memperparah kondisi mereka yang mengidap penyakit tidak menula, seperti:

    Diabetes, akibat pola makan dan minum yang tidak teraturPenyakit paru kronik (PPOK), yang dapat mengalami eksaserbasi akut karena lembap atau paparan debu serta hipertensi.Penyakit jantung, yang bisa kambuh akibat stres dan kurangnya obat rutin.

    “Situasi bencana dapat membuat pasien PTM tidak bisa mengakses obat atau kontrol rutin, sehingga risiko komplikasi meningkat,” ujar Prof Tjandra.

    Untuk mencegah kejadian luar biasa pasca-bencana, beberapa langkah prioritas bisa segera dilakukan, seperti penyediaan air bersih, sarana mandi-cuci-kakus, dan fasilitas cuci tangan memadai.

    Pengawasan ketat pada kebersihan dapur umum juga harus dilakukan, sejalan dengan pemberian ventilasi yang baik dan mengatur kepadatan korban di ruang pengungsian, serta tersedianya obat-obatan rutin pasien dengan penyakit kronik.

    “Upaya ini harus berjalan paralel dengan penanganan bencana. Dalam hitungan hari, penyakit bisa meningkat jika tidak segera diantisipasi,” tutup Prof Tjandra.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: Kasus Penyakit Kusta Indonesia Masuk 3 Besar Dunia”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/kna)

  • Zulkifli Hasan Dituding Jadi Penyebab Banjir Sumatera, Warganet Ungkit Momen Zulhas Diomeli Harrison Ford Soal Rusaknya Hutan

    Zulkifli Hasan Dituding Jadi Penyebab Banjir Sumatera, Warganet Ungkit Momen Zulhas Diomeli Harrison Ford Soal Rusaknya Hutan

  • Kemarin, Presiden soroti mark up hingga penanganan bencana di Sumatera

    Kemarin, Presiden soroti mark up hingga penanganan bencana di Sumatera

    Jakarta (ANTARA) – Beragam berita politik telah diwartakan Kantor Berita Antara. Berikut kami rangkum lima berita politik terpopuler kemarin yang layak dibaca kembali sebagai sumber informasi untuk mengawali pagi Anda.

    Prabowo soroti “mark up”: Jangan anggap kami bodoh

    Presiden RI Prabowo Subianto menyoroti praktik manipulasi anggaran yang masih terjadi di berbagai level kementerian maupun lembaga, terutama permainan harga dalam pengadaan barang dan jasa.

    Presiden, dalam agenda puncak peringatan Hari Guru Nasional 2025 di Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat, memperingatkan seluruh pimpinan agar memperketat pengawasan internal serta menghentikan praktik korupsi yang merugikan negara.

    “Saya minta menteri-menteri awasi anak buahmu, awasi pejabat-pejabatmu,” kata Presiden menegaskan.

    Selengkapnya klik di sini.

    Prabowo sebut pemerintah telah gerak cepat sejak awal bencana terjadi

    Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan pemerintah telah bereaksi dan bergerak cepat dalam mengirimkan bantuan sejak awal bencana banjir bandang dan longsor terjadi di tiga provinsi, yakni Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat.

    Saat menyampaikan sambutan pada Puncak Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2025 di Indonesia Arena Jakarta, Jumat, Presiden Prabowo menaruh perhatian terhadap korban terdampak bencana alam, dan meminta doa agar korban diringankan dari penderitaannya.

    “Pada saat sekarang, kita merasakan bahwa ada saudara-saudara kita yang mengalami duka, musibah akibat bencana alam yang terjadi di beberapa tempat di Nusantara kita ini, yang terakhir di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Tentunya kita berdoa agar mereka senantiasa dilindungi oleh Yang Mahakuasa, diringankan duka dan penderitaan mereka,” kata Prabowo.

    Selengkapnya klik di sini.

    Komisi V DPR desak status bencana di Sumatera jadi bencana nasional

    Komisi V DPR RI mendesak agar pemerintah meningkatkan status bencana yang terjadi di berbagai titik di Pulau Sumatera bagian utara menjadi berstatus Bencana Nasional.

    Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda menilai situasi kebencanaan yang terjadi saat ini sudah memenuhi lima indikator untuk bisa dinyatakan sebagai bencana nasional.

    “Yakni cakupan luasan wilayah terdampak, jumlah korban, tingkat kerusakan sarana prasarana, kerugian harta benda, hingga dampak sosial ekonomi bencana banjir bandang yang melanda,” kata Huda di Jakarta, Jumat.

    Selengkapnya klik di sini.

    Wamendagri dorong perbaikan permasalahan sosial di daerah perbatasan

    Wakil Menteri Dalam Negeri Akhmad Wiyagus mendorong semua pemangku kepentingan untuk terlibat aktif dalam menyelesaikan permasalahan sosial yang terjadi di wilayah perbatasan negara di Kalimantan Barat, mulai dari pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur, hingga pelayanan dasar.

    Ia mengatakan persoalan tersebut menjadi perhatian utama Presiden Prabowo Subianto dan akan segera dievaluasi untuk dicarikan solusi yang tepat.

    “Saya akan agendakan secara khusus dan ini akan kita kaji di Kemendagri, untuk intervensi ke daerah, karena salah satu fungsinya juga kita mengoordinasikan antar-kebijakan pemerintah pusat dengan daerah,” kata Wiyagus dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

    Selengkapnya klik di sini.

    TNI AL kirim empat KRI bantu evakuasi korban banjir Sumut dan Sumbar

    Kepala Dinas Penerangan TNI AL (Kadispenal) Laksamana Pertama TNI Tunggul mengatakan bahwa pihaknya mengerahkan empat Kapal Republik Indonesia (KRI) untuk membawa bantuan logistik dan membantu proses evakuasi korban banjir di wilayah Sumatera Utara dan Sumatera Barat.

    Tunggul saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Jumat, mengatakan kapal yang dikirim berupa KRI jenis rumah sakit hingga kapal patroli.

    “Kapal bantu rumah sakit KRI Soeharso-990, KRI Semarang-594 untuk mendukung pengiriman logistik, pergeseran pasukan, serta evakuasi,” kata Tunggul saat dikonfirmasi di Jakarta.

    Selengkapnya klik di sini.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Aspal Retak, Jalan Terbelah hingga Jembatan Putus

    Aspal Retak, Jalan Terbelah hingga Jembatan Putus

    Sementara itu di Sumatera Barat, dampak bencana tercatat lebih meluas hingga mencakup 13–14 kabupaten/kota. Daerah terdampak meliputi Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Agam, Pesisir Selatan, Solok, Kota Pariaman, Pasaman Barat, Bukittinggi, serta beberapa kota/kabupaten lain yang juga mengalami banjir, longsor, hingga kerusakan infrastruktur.

    Banyak rumah warga terendam, akses jalan terputus, dan sejumlah fasilitas publik rusak akibat intensitas hujan ekstrem. Pemerintah Provinsi Sumbar telah menetapkan status tanggap darurat mengingat cakupan bencana yang sangat luas.

    Terpisah, Wakil Gubernur Sumbar Vasko Ruseimy juga menyampaikan beberapa tantangan yang dihadapi di antaranya pembersihan material, akses komunikasi dan perbaikan darurat infrastrutkur vital.

    “Titik longsor di badan jalan yang amblas, pohon tumbang di beberapa kabupaten dan kota,” terang Vasko.

    Di Sumatera Utara, bencana terjadi serentak di sejumlah wilayah seperti Kota Sibolga, Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan.

    Derasnya hujan memicu banjir bandang hingga longsor yang merusak jembatan, menghambat akses jalan, dan menyebabkan ribuan warga harus mengungsi. Pemerintah Provinsi Sumut juga telah menetapkan status tanggap darurat untuk mempercepat penanganan.