Topik: Banjir ob

  • AHY Laporkan Progres Giant Sea Wall Pantura Jawa ke Prabowo

    AHY Laporkan Progres Giant Sea Wall Pantura Jawa ke Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan bahwa pembangunan Giant Sea Wall di Pantai Utara (Pantura) Jawa menjadi langkah esensial untuk melindungi jutaan masyarakat pesisir sekaligus kawasan industri strategis.

    Hal itu disampaikan AHY usai menghadiri rapat terbatas bersama bersama Kepala Badan Otorita Pengelola Pantura Jawa Didit Herdiawan untuk melaporkan perkembangan rencana pembangunan kepada Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (9/9/2025).

    “Proteksi Pantura Jawa ini bukan hanya perlu tetapi benar-benar sangat esensial dalam rangka menyelamatkan masyarakat pesisir yang terancam penurunan permukaan tanah, banjir rob, dan land subsidence. Selain itu juga melindungi kawasan industri strategis dan kawasan ekonomi khusus,” kata AHY.

    Menurut AHY, penetapan Badan Otorita khusus untuk Pantura Jawa menjadi momentum penting karena memberi mandat eksekutif yang fokus dalam penyusunan masterplan hingga eksekusi pembangunan.

    Koordinasi lintas kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, hingga kabupaten/kota akan menjadi kunci agar proyek berjalan efektif.

    Di hadapan Presiden Ke-8 RI itu, AHY menekankan bahwa pembangunan Giant Sea Wall akan mengedepankan pendekatan terintegrasi, menggabungkan tanggul laut, tanggul pantai, serta solusi berbasis alam seperti rehabilitasi mangrove.

    “Tidak semua harus dengan tanggul laut. Ada bagian-bagian yang lebih tepat menggunakan solusi natural, disesuaikan dengan kondisi daerah,” ujarnya.

    Terkait pendanaan, Kepala Badan Otorita telah memaparkan sejumlah skema pembiayaan yang kini masih dimatangkan. Pemerintah memastikan rancangan pendanaan akan tepat sasaran, efisien, dan mampu menjawab persoalan banjir rob secara menyeluruh.

    “Yang terpenting, kami ingin memastikan bahwa solusi yang dihadirkan benar-benar menjawab masalah dan memberi perlindungan bagi masyarakat serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkas AHY.

    Sebelumnya, Kepala Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) Rosan Roeslani mengatakan proyek pembangunan Giant Sea Wall atau tanggul laut raksasa menarik perhatian sejumlah investor internasional.

    Dia mengungkapkan minat investasi datang dari berbagai negara, termasuk China, Eropa, Belanda, hingga Jepang.

    “Terbuka kok [investasi], dari China, Eropa, Belanda, dari Jepang. Baik itu dari segi pilot project sampai konstruksinya,” ujar Rosan usai menemui Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (8/9/2025).

    Menurut Rosan, ada dua perusahaan besar asal China yang secara khusus menyatakan ketertarikan untuk ikut serta menggarap megaproyek tersebut.

    “Dua company besar dari China mau partisipasi. Mereka sudah sering membuat tanggul laut besar di China. Kita juga diajak lihat tanggul laut di Jepang oleh perusahaan di sana,” jelasnya.

    Rosan menambahkan, tindak lanjut atas minat investasi itu kini berada di tangan badan otorita yang mengelola proyek Giant Sea Wall. Terkait tahap konkret, Rosan menyebut sejumlah perusahaan sudah mengirimkan tim untuk melakukan penjajakan.

  • AHY Lapor ke Prabowo soal Tanggul Laut Raksasa, Ini Bocorannya

    AHY Lapor ke Prabowo soal Tanggul Laut Raksasa, Ini Bocorannya

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), bersama Kepala Badan Otorita Pengelola Pantai Utara Jawa (Pantura) Didit Herdiawan Ashaf melapor ke Presiden Prabowo Subianto terkait progres rencana pembangunan proyek tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall.

    AHY mengatakan kehadiran Giant Sea Wall sangat perlu untuk menyelamatkan masyarakat yang tinggal di pesisir Pantura Jawa. Mereka setiap saat disebut terancam bencana akibat penurunan permukaan tanah.

    “Proteksi Pantura Jawa ini bukan hanya perlu, tetapi benar-benar sangat esensial dalam rangka menyelamatkan masyarakat yang tinggal di pesisir Pantura Jawa yang setiap saat terancam bencana akibat penurunan permukaan tanah, land subsidence dan juga banjir rob. Termasuk kita ingin melindungi berbagai kawasan industri strategis dan kawasan ekonomi khusus yang juga banyak tergelar di pantai utara Jawa,” kata AHY di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (9/9/2025).

    Kepada Prabowo, AHY mengaku menyampaikan solusi yang sifatnya terintegrasi atau kombinasi antara pendekatan pembangunan tanggul pantai dan tanggul laut. Jadi tidak semua ada tanggul lautnya.

    Menurut AHY, secara geografis ada kontur tanah yang kondisinya sudah sangat buruk sehingga perlu adanya tanggul laut. Sementara yang dianggap tidak terlalu parah, cukup dengan penguatan tanggul pantai atau solusi yang lebih alami dengan mangrove.

    “Ini juga penting sehingga benar-benar sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Tidak semua harus ada tanggul lautnya, ada bagian-bagian yang bisa menggunakan solusi yang lebih natural, tetapi tentu ini akan disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi oleh berbagai daerah tadi,” jelas AHY.

    Lebih lanjut, AHY menyebut pihaknya terlebih dahulu akan melakukan harmonisasi sejumlah konsep yang sudah pernah dirumuskan oleh sejumlah kementerian dan lembaga (K/L).

    “Tentu setelah ada Badan Otorita, kami akan mengharmoniskan, mengsinkronisasi segala sesuatunya. Jadi studi yang melengkapi dan akan menghadirkan rencana induk yang komprehensif ini yang paling utama terlebih dahulu. Tentu itu juga akan dibackup dengan koordinasi-koordinasi yang tadi saya sampaikan dengan berbagai K/L dan pemerintah daerah,” imbuhnya.

    (aid/rrd)

  • AHY: Tanggul laut Pantura Jawa dikombinasikan dengan mangrove

    AHY: Tanggul laut Pantura Jawa dikombinasikan dengan mangrove

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan pembangunan tanggul laut di pantai utara (Pantura) Jawa akan dikombinasikan dengan solusi alami berupa penanaman mangrove sesuai kondisi geografis daerah.

    Hal itu disampaikan AHY usai dirinya bersama Kepala Badan Otorita Pengelola Pantai Utara Jawa (Pantura) Didit Herdiawan Ashaf dan jajaran melakukan rapat terbatas dengan Presiden RI Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.

    “Tadi ke depan di depan Bapak Presiden kami juga menyampaikan bahwa pada saatnya kita ingin menghadirkan solusi yang sifatnya terintegrasi, kombinasi antara pendekatan pembangunan tanggul, baik tanggul pantai maupun tanggul laut tapi juga solusi yang lebih alami contohnya dengan mangrove,” kata AHY usai pertemuan.

    Dia menjelaskan tidak semua kawasan pesisir di Pantura Jawa membutuhkan tanggul laut. Menurut AHY, pembangunan akan menyesuaikan kondisi wilayah, termasuk tingkat penurunan permukaan tanah (land subsidence) dan tingkat kerentanan terhadap banjir rob.

    “Jadi kalau melihat peta Jawa, pantura Jawa, kan tentu dengan konturnya secara geografis ada yang memang sudah sangat buruk kondisinya, land subsidence-nya buruk ya. Jadi mau tidak mau harus ada tanggul laut. Sekian kilometer di depan dari pantai. Tapi ada yang masih bisa dengan penguatan tanggul pantai,” ujarnya.

    Dia menambahkan pada kawasan yang kondisi geografisnya masih memungkinkan, penanaman mangrove akan lebih efektif sekaligus efisien untuk melindungi masyarakat pesisir.

    “Nah ada juga yang tidak terlalu parah, justru dengan mangrove lebih bagus gitu, lebih efektif dan lebih efisien. Jadi nanti akan ada kombinasi,” kata AHY.

    Dalam kesempatan itu, AHY mengatakan proteksi Pantura Jawa ini sangat esensial dalam rangka menyelamatkan masyarakat di pesisir Pantura Jawa yang setiap saat terancam bencana akibat penurunan permukaan tanah hingga banjir rob.

    “Termasuk kita ingin melindungi berbagai kawasan industri strategis dan kawasan ekonomi khusus yang juga banyak tergelar di pantai utara Jawa,” ucap dia.

    Pewarta: Fathur Rochman
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • BMKG Jelaskan Gerhana Bulan di Kepri Terlihat Meski Langit Berawan

    BMKG Jelaskan Gerhana Bulan di Kepri Terlihat Meski Langit Berawan

    BATAM – Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Kelas I Hang Nadim Batam menjelaskan gerhana bulan merah (blood moon) masih dapat terlihat di langit Kepulauan Riau, meskipun langit saat ini tertutup oleh awan tipis.

    “Sebagian besar langit di Kepri berawan tipis, masih bisa ditembus oleh cahaya bulan,” kata Kepala BMKG Stasiun Hang Nadim Batam Ramlan dikonfirmasi di Batam, Antara, Minggu, 7 September malam.

    Gerhana bulan sudah bisa dipantau sejak pukul 17:00 WIB di seluruh wilayah Indonesia. Namun, untuk wilayah Kepri, khususnya di Kota Batam, hingga pukul 19:51 WIB langit masih diselimuti awan tipis.

    Menurut Ramlah, masyarakat Kepri dapat menikmati gerhana bulan merah di seluruh wilayah dari rentang waktu pukul 23:30 WIB sampai 01:30 WIB ketika gerhana bulan total terjadi.

    “Diseluruh Kepri (gerhana bulan) bisa dilihat asal tidak tertutup awan. Saat ini sebagian Kepri masih diselimuti awan tipis,” ujarnya.

    Dia menjelaskan fase gerhana total terjadi pada pukul 01:11 WIB, jika langit tidak tertutup awan, maka masyarakat Kepri dapat menyaksikan fenomena alam tersebut.

    Hingga pukul 23:23 WIB, langit di Kepri, khususnya Kota Batam masih berawan, namun cahaya bulan sudah tampak terang, memancarkan warga kuning terang, belum menampakkan warna merah.

    Ramlan mengatakan tidak ada peringatan dini tinggi gelombang atau banjir rob di wilayah pesisir Kepri selama terjadi gerhana bulan, karena pengaruhnya tidak signifikan.

    “Pengaruh terhadap perubahan tinggi muka laut tidak terlalu signifikan, karena kejadiannya pun tengah malam. Sementara ini, permukaan laut sore tadi sebagian besar surut air laut, sehingga mengalami sedikit pendangkalan,” kata Ramlan.

    Untuk wilayah waktu Indonesia Barat (WIB), gerhana bulan total ini dapat dilihat mulai pukul 22:28 WIB adalah fase gerhana penumbra dimulai, kemudian pukul 23:27 WIB gerhana parsial dimulai, pukul 00:30 WIB awal fase gerhana bulan total, pukul 01:11 WIB puncak gerhana bulan total, pukul 01:52 WIB akhir fase gerhana bulan total, pukul 02:56 WIB gerhana parsial berakhir dan 03:55 WIB gerhana penumbra berakhir.

  • Catat Waktunya! Purworejo Berkesempatan Saksikan Fenomena Langka Gerhana Bulan Total
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        7 September 2025

    Catat Waktunya! Purworejo Berkesempatan Saksikan Fenomena Langka Gerhana Bulan Total Regional 7 September 2025

    Catat Waktunya! Purworejo Berkesempatan Saksikan Fenomena Langka Gerhana Bulan Total
    Tim Redaksi
    PURWOREJO, KOMPAS.com
    – Masyarakat Purworejo akan memiliki kesempatan langka menyaksikan gerhana bulan total (GBT) atau yang dikenal dengan sebutan blood moon pada Minggu (7/9/2025) malam hingga Senin (8/9/2025) dini hari.
    Peristiwa astronomi ini diperkirakan akan berlangsung dari pukul 22.26 WIB hingga 04.56 WIB, dengan puncak gerhana diperkirakan terjadi sekitar pukul 01.11 WIB.
    Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Purworejo, Wasit Diono, memberikan imbauan agar masyarakat dapat menikmati fenomena ini dengan aman dan tenang.
    Ia menegaskan bahwa Gerhana Bulan Total berbeda dengan Gerhana Matahari, sehingga masyarakat tidak memerlukan alat pelindung khusus untuk mengamati peristiwa ini, yang aman dilihat dengan mata telanjang.
    “Bulan akan tampak berwarna kemerahan akibat hamburan cahaya di atmosfer Bumi. Warna merah ini muncul karena cahaya biru tersaring, sehingga hanya cahaya merah yang sampai ke permukaan Bulan,” ujar Wasit dalam keterangan resminya pada Minggu (7/9/2025).
    Selain keindahan visualnya, momen ini juga dianggap sebagai kesempatan untuk meningkatkan minat generasi muda terhadap ilmu pengetahuan.
    Anak-anak dan pelajar dapat diajak untuk mengamati langit malam, mengenal fenomena astronomi, serta memahami dasar-dasar sains mengenai cahaya dan atmosfer.
    Menanggapi kekhawatiran sebagian masyarakat, BPBD menegaskan bahwa secara ilmiah, gerhana bulan tidak menimbulkan dampak geologis maupun bencana.
    “Tidak ada kaitan langsung antara fenomena ini dengan gempa bumi, tsunami, atau letusan gunung berapi,” tegas Wasit.
    Namun, BPBD mengingatkan bahwa ada kemungkinan kecil terjadinya kenaikan pasang air laut atau banjir rob, terutama di wilayah pesisir selatan Jawa.
    Tarikan gravitasi Bulan saat gerhana dapat memperkuat kondisi pasang.
    “Untuk wilayah pantai Purworejo yang dekat dengan Samudera Hindia, kami tetap akan memantau perkembangan pasang. Namun sejauh ini, peningkatannya masih dalam batas aman dan terkendali,” tambah Wasit.
    Fenomena Bulan merah juga memiliki nilai sosial, budaya, dan keagamaan.
    Dalam tradisi Islam, gerhana bulan sering menjadi momen pelaksanaan shalat gerhana (khusuf), sekaligus waktu untuk refleksi spiritual.
    Selain itu, warna bulan saat gerhana dapat mencerminkan kualitas atmosfer bumi, di mana semakin merah penampakannya, semakin tinggi pula tingkat partikel debu dan asap yang tersebar di atmosfer.
    Wasit mengajak masyarakat Purworejo memanfaatkan fenomena langka ini sebagai sarana edukasi dan momen kebersamaan keluarga.
    “Fenomena alam seperti ini tidak hanya indah, tetapi juga penuh makna. Mari kita saksikan bersama, sambil tetap menjaga keselamatan dan kelestarian lingkungan,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Fenomena Corn Moon Picu Banjir Rob di Sejumlah Wilayah NTB, Berikut Daftarnya

    Fenomena Corn Moon Picu Banjir Rob di Sejumlah Wilayah NTB, Berikut Daftarnya

    Sejumlah wilayah yang berpotensi terdampak banjir rob adalah Pulau Lombok meliputi Ampenan, Sekarbela, Gerung, Lembar, Pemenang, Jerowaru, dan Labuhan Lombok. Kemudian, Pulau Sumbawa meliputi pesisir Sumbawa, Labuhan Badas, Palibelo, Woha, Bolo, Langgudu, Soromandi, Sape, Rasanae Barat, Hu’u, dan Asakota.  

    Fase purnama pada September 2025 yang mendapat julukan Corn Moon terjadi lantaran periode ini merupakan akhir musim panas hingga awal musim gugur yang bersamaan dengan waktu panen jagung di sebagian besar wilayah utara Amerika Serikat.  

    Fase purnama yang terjadi kali ini dibarengi gerhana bulan total yang bisa dilihat dari wilayah Afrika, Eropa, Asia, dan Australia.

    Di Kota Mataram, gerhana penumbra bisa disaksikan mulai pukul 23.28 Wita pada 7 September 2025. Gerhana sebagian terjadi mulai pukul 00.27 Wita pada 8 September 2025, gerhana penuh mulai pukul 01.30 Wita, gerhana maksimum mulai pukul 02.11 Wita, dan gerhana penuh berakhir pada 02.52 Wita.  

     

  • Proyek Giant Sea Wall Butuh Rp658 Triliun, Pakar Usul Pendanaan Campuran

    Proyek Giant Sea Wall Butuh Rp658 Triliun, Pakar Usul Pendanaan Campuran

    Bisnis.com, JAKARTA – Pembangunan infrastruktur Giant Sea Wall (GSW) atau tanggul laut raksasa di utara Jakarta diperkirakan membutuhkan dana sebesar US$40-US$42 miliar atau setara Rp658-Rp691 triliun. Butuh skema pendanaan inovatif untuk merealisasikannya. 

    Peneliti Universitas Sebelas Maret Anto Prabowo mengatakan dengan kebutuhan dana ratusan triliun itu mustahil untuk ditanggung APBN sepenuhnya, mengingat prioritas lain pada pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur nasional.

    “Solusinya adalah pembiayaan campuran [blended finance], memadukan dana publik, swasta, dan investor global melalui instrumen keuangan inovatif,” kata Anto dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (7/9/2025). 

    Berdasarkan penelitiannya bersama peneliti dari UNS, Amentis Institute dan Adam Smith Business School-University of Glasgow, Anto mengungkap sejumlah skema pembiayaan Jakarta Great Sea Wall yang dapat diterapkan. 

    Pertama, instrumen keuangan berupa green sukuk yang diterapkan sebagai obligasi syariah hijau untuk proyek ramah lingkungan. Pendanaan dari green sukuk ini berpotensi memiliki nilai mobilisasi hingga US$1-2 miliar per tahun. 

    Obligas hijau juga dinilai patuh terhadap prinsip Environment, Social, and Governance (ESG) yang akan menarik investor asal Timur Tengah dan global. 

    Kedua, pendanaan dari Asset Value Protection (AVP) yang dapat menjamin nilai aset tidak merosot akibat banjir dan subsidensi dengan potensi dana institusional (pensiun, sovereign fund). Instrumen ini sejenis asuransi nilai aset jangka panjang. 

    Ketiga, skema pembiayaan Viability Gap Funding (VGF) untuk menutup kesenjanagan pembiayaan untuk komponen sosial dan ekologis dengan potensi nilai mobilisasi US$500 juta-US$1 miliar yang dapat bersumber dari hibah APBN untuk relokasi dan rehabilitasi mangrove. 

    Keempat, instrumen Asset-Backed Securities (ABS) sebagai sekuritisasi dari arus kas reklamasi, pelabuhan, pajak properti dengan potensi nilai US$5-10 miliar yang dapat memberikan upfront capital dari revenue masa depan. 

    Kelima, Public-Private Partnership (PPP) berupa konsorsium swasta untuk konstruksi dan pengelolaan dengan nilai US$15 miliar, namun terdapat risiko terdistribusi antara publik dan swasta. 

    Para peneliti menegaskan bahwa GSW adalah proyek multidimensi yang hanya bisa berhasil dengan tata kelola kolaboratif. 

    “GSW tidak bisa hanya mengandalkan APBN. Inovasi keuangan seperti Green Sukuk, Asset Value Protection, dan ABS menjadikan proyek ini bankable sekaligus inklusif. Namun, tanpa kolaborasi kuat antara pemerintah, swasta, dan regulator, investor tidak akan masuk,” ujarnya.

    Tak hanya itu, transparansi, tata kelola ESG, dan safeguards sosial-lingkungan adalah syarat mutlak agar proyek ini tidak hanya besar, tetapi juga adil. 

    Di samping itu, dia menilai proyek sebesar ini juga menuntut tata kelola polisentris yang melibatkan Kementerian Keuangan, Bappenas, OJK, Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF), serta Pemprov DKI Jakarta.

    Namun, Anto juga mengingatkan bahwa proyek sebesar ini tidak lepas dari risiko fiskal yang dapat membengkakan biaya, beban VGF yang berlebihan. Bagi investor, terdapat ketidakpastian regulasi, potensi elite capture, lemahnya governance.

    Dari sisi lingkungan, terdapat potensi kerusakan ekosistem laut, hilangnya biodiversitas dan secara sosial yang akan memicu relokasi komunitas pesisir tanpa kompensasi memadai dapat memicu konflik.

    “Karena itu, safeguards sosial dan lingkungan harus menjadi bagian integral, bukan pelengkap. Relokasi berbasis hak, kompensasi yang adil, serta rehabilitasi mangrove wajib dijalankan secara transparan dan akuntabel,” pungkasnya. 

    Tak dipungkiri, proyek GSW menjadi kebutuhan jika melihat Jakarta saat ini yang menghadapi kondisi unik yang disebut double exposure. Dari bawah, tanah Jakarta turun 10–25 cm per tahun akibat ekstraksi air tanah. Dari atas, kenaikan permukaan laut global memperburuk risiko banjir.

    Jika dibiarkan, sebagian besar Jakarta Utara dapat tenggelam pada 2050. Kerugian ekonomi dari banjir rob saat ini sudah menembus USD 300 juta per tahun dan berpotensi meningkat dua kali lipat dalam dua dekade. 

    Terlebih, Jakarta menyumbang 17% PDB nasional, stabilitas ekonomi Indonesia sangat terikat pada keberhasilan melindungi kota ini.

    Sebagai informasi, GSW dirancang sebagai sistem adaptasi pesisir terpadu, mencakup tanggul laut lepas pantai dan daratan untuk menahan banjir rob dan intrusi air laut, reservoir air tawar demi ketahanan pasokan air bersih.

    Tak hanya itu, proyek raksasa ini juga disebut akan meningkatkan drainase kota untuk mengurangi banjir dalam, ruang biru publik dan rehabilitasi mangrove sebagai solusi ekologi, dan zona ekonomi baru, perumahan, dan kawasan bisnis melalui reklamasi yang terkendali.

    “Dengan desain ini, GSW tidak hanya benteng pertahanan, tetapi juga motor transformasi perkotaan—mengubah kawasan pesisir yang rentan menjadi ruang hidup yang produktif, modern, dan berkelanjutan,” tuturnya. 

  • BMKG: Cuaca Indonesia Akhir Pekan Sabtu 6 September 2025, Mayoritas Diguyur Hujan – Page 3

    BMKG: Cuaca Indonesia Akhir Pekan Sabtu 6 September 2025, Mayoritas Diguyur Hujan – Page 3

    Kemudian, lanjut Satriana, untuk Pulau Sulawesi, cuaca diprakirakan berawan tebal di wilayah Makassar, hujan ringan untuk wilayah Manado dan Kendari, sedangkan Kota Palu dan Gorontalo turun hujan dengan intensitas sedang.

    “Waspadai potensi hujan yang dapat disertai dengan petir yang dapat terjadi di wilayah Mamuju,” tutur dia.

    Bergerak ke wilayah Indonesia bagian timur, sambung Satriana, cuaca di Kota Manokwari diprakirakan berawan tebal, sementara untuk Kota Ternate, Ambon, Sorong, Jayapura, Jayawijaya, dan Merauke diguyur hujan ringan.

    “Kota Nabire diprakirakan hujan dengan intensitas sedang,” ucap dia.

    Gelombang tinggi 2,5-4 meter juga diprakirakan terjadi di wilayah Samudera Hindia barat Kepulauan Mentawai hingga Bengkulu, Samudera Hindia barat Lampung dan Samudera Hindia selatan Bali hingga Nusa Tenggara Barat (NTB).

    “BMKG juga memperingatkan potensi banjir rob di wilayah Pesisir Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, dan Maluku,” tandas Satriana.

     

  • Ada Gerhana Bulan Total 7 September di RI, Awas Banjir di Lokasi Ini

    Ada Gerhana Bulan Total 7 September di RI, Awas Banjir di Lokasi Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Fenomena langit bakal menyapa Indonesia akhir pekan ini. Pada 7 September 2025 malam, masyarakat Indonesia bakal bisa melihat Gerhana Bulan Total (GBT).

    Gerhana Bulan bisa diamati mulai pukul 23:27:02 WIB tanggal 7 September 2025 mendatang. Sementara fase total bakal terjadi antara tengah malam 8 September 2025.

    “GBT (Gerhana Bulan Total) bisa teramati di Indonesia pada 7 Sep 2025 malam sampai dini hari 8 Sep 2025, mulai pukul 23.27.02 WIB sampai pk 02.56.26 WIB,” kata Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin kepada CNBC Indonesia, Kamis (4/9/2025).

    “Fase total terjadi pukul 00.30.31 sampai 01.52.47,” dia menambahkan.

    Dia menjelaskan tidak perlu alat khusus untuk melihat Gerhana Bulan Total. Jadi masyarakat bisa mengamatinya secara langsung.

    GBT sendiri kerap disebut sebagai blood moon atau bulan merah darah. Ini karena Bulan menjadi gelap karena bayangan Bumi.

    “Gerhana bulan total (GBT) sering disebut sbg blood moon atau bulan merah darah. Hal tersebut terjadi karena bulan tergelapi bayangan bumi. Namun bulan tdk gelap total, karena ada pembiasan matahari oleh atmosfer bumi. Hanya cahaya merah yg diteruskan karena cahaya biru dihamburkan oleh atmosfer bumi,” jelasnya.

    Thomas mengatakan dampak fenomena ini sama seperti saat fase Bulan purnama, yakni bakal ada pasang maksimum air laut. Dampak tersebut bisa berpotensi menyebabkan banjir rob pada daerah pesisir.

    “Dampaknya sama dengan dampak purnama umumnya, yaitu pasang maksimum yang berpotensi banjir rob,” ungkap Thomas.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tiga Kunci Sukses Pembangunan Giant Sea Wall menurut Para Peneliti

    Tiga Kunci Sukses Pembangunan Giant Sea Wall menurut Para Peneliti

    Bisnis.com, JAKARTA — Kolaborasi menjadi kunci dalam pembangunan Jakarta Great Sea Wall (Giant Sea Wall/GSW) atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).

    Hal itu menjadi kesimpulan dari hasil penelitian Anto Prabowo, peneliti Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Universitas Insan Pembangunan Indonesia yang berkolaborasi dengan peneliti dari UNS, Amentis Institute dan Adam Smith Business School, University of Glasgow, dalam acara The 2025 Sebelas Maret International Conference on Digital Economy (SMICDE) di Solo.

    Dalam penelitian tersebut, Anto memerinci bahwa keberhasilan proyek bernilai lebih dari US$40 miliar itu sangat bergantung pada tiga hal. Pertama adalah inovasi keuangan untuk mobilisasi dana tanpa membebani negara.

    Pasalnya, estimasi pembiayaan untuk proyek GSW mencapai US$40–US$42 miliar. Angka sebesar itu, tegasnya, mustahil ditanggung sepenuhnya APBN, mengingat prioritas lain pada pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur nasional.

    Menurutnya, inovasi keuangan seperti Green Sukuk, Asset Value Protection, dan ABS menjadikan proyek ini bankable sekaligus inklusif.

    “Solusinya adalah pembiayaan campuran (blended finance), memadukan dana publik, swasta, dan investor global melalui instrumen keuangan inovatif,” jelas Anto dalam rilis yang diterima Bisnis, Kamis (4/9/2025).

    Kedua, kolaborasi lintas sektor dengan tata kelola yang transparan. Musababnya, para peneliti juga menegaskan bahwa GSW adalah proyek multidimensi yang hanya bisa berhasil dengan tata kelola kolaboratif. 

    “Tanpa kolaborasi kuat antara pemerintah, swasta, dan regulator, investor tidak akan masuk.”

    Adapun, hal ketiga yang menjaga asa keberhasilan pembangunan GSW adalah safeguards sosial-ekologis yang memastikan pembangunan berkeadilan.

    Anto menjelaskan bahwa selain risiko fiskal dan investor, mega-proyek ini juga dihadapkan pada risiko lingkungan berupa potensi kerusakan ekosistem laut dan hilangnya biodiversitas serta risiko sosial. Risiko terakhir ini terkait dengan upaya merelokasi komunitas pesisir dengan memastikan kompensasi yang memadai guna menghindari konflik.

    Oleh karena itu, jelasnya, safeguards sosial dan lingkungan harus menjadi bagian integral, bukan pelengkap. Relokasi berbasis hak, kompensasi yang adil, serta rehabilitasi mangrove wajib dijalankan secara transparan dan akuntabel.

    “Transparansi, tata kelola ESG, dan safeguards sosial-lingkungan adalah syarat mutlak agar proyek ini tidak hanya besar, tetapi juga adil,” jelas Anto.

    Seperti diketahui, GWS menjadi megaproyek infrastruktur yang diluncurkan Pemerintah RI dan bukan sekadar tembok raksasa untuk menahan laut, melainkan strategi adaptasi terpadu yang menyatukan rekayasa teknik, pemulihan ekologi, inovasi pembiayaan, serta transformasi sosial-ekonomi.

    Sebab, Jakarta menghadapi kondisi unik yang disebut double exposure. Dari bawah, tanah Jakarta turun 10–25 cm per tahun akibat ekstraksi air tanah. Dari atas, kenaikan permukaan laut global memperburuk risiko banjir.

    Jika dibiarkan, sebagian besar Jakarta Utara dapat tenggelam pada 2050. Kerugian ekonomi dari banjir rob saat ini sudah menembus US$300 juta per tahun dan berpotensi meningkat dua kali lipat dalam dua dekade. 

    “Mengingat Jakarta menyumbang 17% PDB nasional, stabilitas ekonomi Indonesia sangat terikat pada keberhasilan melindungi kota ini,” jelas Anto.

    Untuk itu, GSW dirancang sebagai sistem adaptasi pesisir terpadu, mencakup tanggul laut lepas pantai dan daratan untuk menahan banjir rob dan intrusi air laut; reservoir air tawar demi ketahanan pasokan air bersih; peningkatan drainase kota untuk mengurangi banjir dalam; ruang biru publik dan rehabilitasi mangrove sebagai solusi ekologi; serta zona ekonomi baru, perumahan, dan kawasan bisnis melalui reklamasi yang terkendali.

    “Dengan desain ini, GSW tidak hanya benteng pertahanan, tetapi juga motor transformasi perkotaan—mengubah kawasan pesisir yang rentan menjadi ruang hidup yang produktif, modern, dan berkelanjutan.”