Topik: Banjir Bandang

  • BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Terjadi di Bojonegoro Saat Arus Balik Lebaran

    BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem Terjadi di Bojonegoro Saat Arus Balik Lebaran

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Cuaca ekstrem seperti diantaranya hujan lebat, angin kencang, hujan es, hingga puting beliung diperkirakan bakal melanda Kabupaten Bojonegoro. Hal itu diperkirakan berlangsung dari 3 hingga 12 April 2025 mendatang.

    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Juanda dalam rilis tertulisnya memprediksi, cuaca ekstrim yang terjadi bersamaan dengan arus balik lebaran itu selain Kabupaten Bojonegoro, juga melanda 31 kabupaten/kota di Jatim.

    BMKG Juanda menjelaskan, hal ini terjadi karena wilayah Jatim memasuki masa peralihan musim atau pancaroba sehingga potensi cuaca ekstrem masih dapat terjadi.

    Dengan adanya cuaca ekstrim tersebut, BMKG Juanda menghimbau masyarakat dan instansi terkait agar senantiasa waspada terhadap potensi cuaca ekstrem yang dapat menimbulkan dampak bencana, khususnya pada wilayah yang rentan terhadap banjir, banjir bandang, tanah longsor, jalan licin, pohon tumbang, serta berkurangnyajarak pandang.

    “Bagi para pemudik, kami menghimbau agar tidak memaksakan untuk melanjutkanperjalanan saat cuaca ekstrem berlangsung dan selalu mengutamakan keselamatan,” imbuhnya.

    Sementara itu, Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bojonegoro, Heru Wicaksi mengungkapkan, selama arus mudik hingga balik pada masa lebaran tahun 2025 ini, pihaknya telah memetakan sejumlah jalur rawan bencana.

    Salah satunya, yakni Jalan Raya Bojonegoro-Nganjuk. Di sepanjang jalan tersebut, dipenuhi dengan pohon-pohon yang menjulang tinggi. Sehingga, jika terjadi hujan lebat disertai angin kencang rawan terjadi pohon tumbang.

    “Jalur hutan (Bojonegoro-Nganjuk), Kecamatan Gondang biasa pohon tumbang. Tapi kita sudah komunikasi dengan Asper Asper Perhutani,” ungkap Heru, Jumat (4/4/2025).

    Heru menghimbau, bagi pengendara baik roda dua maupun empat, terlebih bagi pemudik agar berhati-hati saat mengendarai bila terjadi cuaca ekstrem, khususnya hujan lebat. Jika memasuki jalur hutan dan sekiranya akan turun hujan segera mencari tempat berhenti terlebih dahulu.

    “Jika terjadi hujan lebat, segera menepi dan mencari tempat yang dirasa aman,” pungkasnya. [lus/ted]

  • Cuaca Ekstrem! Kabupaten Ciamis Dilanda Tanah Longsor, Banjir dan Pohon Tumbang

    Cuaca Ekstrem! Kabupaten Ciamis Dilanda Tanah Longsor, Banjir dan Pohon Tumbang

    JABAR EKSPRES – Kabupaten Ciamis kembali dilanda serangkaian bencana alam dalam beberapa hari terakhir.

    Cuaca ekstrem yang melanda wilayah tersebut memicu tanah longsor, banjir, serta pohon tumbang di sejumlah kecamatan, mengakibatkan kerusakan infrastruktur dan mengancam keselamatan warga.

    Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ciamis, Ani Supiani mengatakan kondisi cuaca yang tidak stabil dengan intensitas hujan tinggi menjadi penyebab utama bencana ini.

    BACA JUGA: Dishub dan BPBD Kabupaten Bandung Petakan Jalur Mudik Rawan Bencana, Siapkan Hal Ini

    “Kami mengimbau masyarakat untuk tetap waspada, terutama yang tinggal di daerah rawan longsor dan banjir,” ujarnya, Kamis 3 April 2025.

    Salah satu bencana yang cukup parah terjadi di Dusun Sukamantri, RT 39 RW 10, Desa Neglasari, Kecamatan Pamarican, tanah longsor menutup akses jalan penghubung antara Pamarican (Ciamis) dan Langkaplancar (Pangandaran) di tiga titik berbeda.

    Akibatnya, arus transportasi terhambat dan petugas terpaksa menutup sementara ruas jalan tersebut. Warga setempat diminta mencari alternatif rute untuk menghindari lokasi bencana.

    “Kami melakukan penanganan dengan alat berat untuk membersihkan material longsoran. Proses evakuasi dan perbaikan memakan waktu beberapa hari,” jelas Ani.

    BACA JUGA: Pemerintah Siapkan Lahan untuk Permukiman Warga Terdampak Bencana Banjir Bandang di Cipatat KBB

    Sementara itu, di Kecamatan Lakbok, banjir melanda Dusun Kiarapayung, Desa Puloerang. Air dari Sungai Sukamelang meluap setelah hujan deras berlangsung berjam-jam, menggenangi pemukiman warga.

    Sebanyak 27 rumah terendam, dan sejumlah keluarga terpaksa mengungsi sementara.

    BPBD Ciamis bersama relawan telah mendirikan posko darurat untuk membantu korban. “Kami mendistribusikan bantuan logistik seperti makanan, selimut, dan obat-obatan bagi warga terdampak,” kata salah seorang relawan.

    BACA JUGA: Pemkab Bandung Imbau Warga Waspadai Potensi Bencana Hidrometeorologi Akibat Cuaca Ekstrem

    Bencana lain terjadi di Kecamatan Banjaranyar dan Cisaga, di mana dua pohon besar tumbang akibat angin kencang. Di Dusun Pongporang, RT 013 RW 004, Desa Sindangrasa, Kecamatan Banjaranyar, sebuah pohon menimpa rumah milik Ma’mun.

    Sementara di Dusun Cisagakolot, RT 002 RW 014, Desa Mekarmukti, Kecamatan Cisaga, pohon tumbang menghancurkan bagian rumah Karman.

  • Duka Warga Yogyakarta, Jambi, dan Papua Dihantam Banjir saat Lebaran

    Duka Warga Yogyakarta, Jambi, dan Papua Dihantam Banjir saat Lebaran

    PIKIRAN RAKYAT – Di tengah semaraknya perayaan Idul Fitri di sebagian besar wilayah Indonesia, sekelompok warga menyambut Lebaran dalam keadaan duka akibat hantaman banjir. Itulah yang dirasakan warga Jambi, Yogyakarta, dan Papua.

    Padahal, berbagai jenis makanan dan cemilan kering khas Lebaran, serta minuman kemasan telah tersusun rapi di ruang tamu. Perabot rumah juga sudah ditata sedemikan rupa agar membuat nyaman sanak saudara yang akan datang.

    Warga Kelurahan Simpang III Sipin, Kota Baru, Jambi, Desmayati (54) pun berharap keluarga besarnya yang datang akan merasa nyaman dan bahagia saat merayakan Lebaran di rumahnya. Namun, harapan itu sirna.

    Semangat merayakan Lebaran bersama keluarga yang datang dari Sumatra Barat dan Lampung seketika berubah jadi kepanikan. Rumah yang telah dihuni lebih dari 25 tahun itu diserang banjir untuk kali pertama pada Minggu 30 Maret 2025.

    “Keramik belakang jebol, hancur. Lalu masuk airnya. Tidak bisa disetop lagi, kayak bom. Air masuk dari belakang karena ada parit kecil,” kata Desmayati di Jambi, Senin 31 Maret 2025.

    Dia menuturkan, air tidak henti-hentinyya memasuki rumah hingga setinggi pinggang orang dewasa. Dia dan keluarganya pun berusaha menyelamatkan barang-barang yang bisa diselamatkan.

    Akan tetapi, derasnya air mengakibatkan lemari rusak, pakaian basah, dan sejumlah barang elektronik rusak. Air sempat surut sebentar, tetapi keesokan paginya hujan kembali datang. Rumah Desmayati pun dilanda banjir lagi.

    Dia dan keluarganya tidak bisa mengikuti salat Idul Fitri. Lagi pula, mereka tidak memiliki pakaian yang layak dan bersih untuk beribadah karena telah dilumuri lumpur banjir. Bukan hanya itu, anggota keluarga yang berasal dari luar kota pun batal ke rumahnya.

    “Suasana Lebaran yang menyedihkan. Kita sudah siapkan kue. Sudah siap yang lain, tetapi tamu tidak bisa datang ke sini karena genangan air seperti ini,” ujar Desmayati.

    Banjir Jambi: Tak Ada Lebaran yang Meriah

    Duka yang sama juga dirasakan Misrina Suryani (33), warga Kelurahan Simpang IV Sipin, Jambi. Dia dan suami telah membersihkan rumahnya yang diserang banjir pada Minggu 30 Maret 2025.

    Dia berharap bisa menerima tamu esok harinya, saat Idul Fitri. Namun, banjir kembali datang.

    “Kemarin bersih-bersih nian, mau Lebaran. Sudah disterilkan, tetapi hari ini banjir lagi. Kue-kue sudah siap. Masak lontong, ketupat di meja makan. Dua hari kami kebanjiran. Ini memang tertinggi sepanjang sejarah banjir,” tutur Misirna Suryani.

    Ketua RT di Kelurahan Simpang III Sipi, Rozjiman mengatakan bahwa terdapat 25 rumah yang terdampak banjir di wilayahnya.

    “Di hari bahagia ini mestinya menghadapi bahagia juga. Tetapi malah menghadapi situasi ini. Sudah surut, datang lagi air. Masuk ke rumahnya. Ini kan tidak kondusif. Tidak merasakan Lebaran yang meriah,” ujarnya.

    Banjir di Kota Jambi juga mengakibatkan satu orang meninggal dunia pada Minggu 30 Maret 2025.

    “Lantai bangunan (kamar mandi yang membelakangi anak sungai runtuh) menimpah korban, dan korban langsung tertimbun,” kata Mustari, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan Kota Jambi.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa banjir yang berlangsung selama dua hari ini terjadi di 23 kelurahan dalam delapan kecamatan. Penyebab banjir berbeda-beda di setiap wilayah, seperti drainase yang kurang memadai, sedimentasi pada drainase, penumpukan sampah, dan minimnya titik resapan air.

    Banjir Yogyakarta: Semangat Lebaran yang Hilang

    Suasana sore Hari Raya Idul Fitri 2025 di Dusun Nogosari 1 Kelurahan Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, tampak sepi. Beberapa pintu rumah tertutup dan tak terlihat keramaian orang yang saling berkunjung.

    Desa ini menjadi salah satu titik terparah banjir pada Jumat 28 Maret 2025, akibat luapan Sungai Celeng. Salah seorang warga, Fredi Giyanto (50) terlihat tengah membersihkan mobilnya yang terendam banjir.

    “Semangat Lebarannya hilang, bahkan makanan yang seharusnya dipersiapkan untuk waktu Lebaran, kita makan pada malam itu (banjir), karena sudah tidak bisa masak atau apa,” katanya.

    Meski sisa lumpur dan bekas banjir sudah tak terlalu terlihat, tetapi masih nampak kesedihan di wajah pria yang berprofesi sebagai tukang kayu tersebut.

    “Harusnya mau bersiap menyambut Lebaran, malah kayak gini. Di masjid itu, kita sudah bikin maskot (mempersiapkan untuk takbir keliling) tapi terkena dampak banjir, hilang,” tutur Fredi Giyanto.

    Dia juga mengatakan bahwa selama tiga hari menjelang Lebaran mereka mengalami kesulitan air bersih karena kondisi sumur yang tercemar lumpur banjir.

    “Kita beli air buat masak. Kita bisa mandi itu setelah tiga hari, itu pun airnya belum benar-benar jernih, tapi kita paksakan untuk mandi,” ucapnya.

    Fredi Giyanto menaksir, mengalami kerugian belasan juta rupiah akibat banjir ini. Dia bercerita, banjir berlangsung selama dua jam dari sore hingga malam.

    “Ketinggiannya itu setengah meter masuk rumah, kalau di jalan itu tinggi banget satu meter lebih mungkin,” ujarnya.

    Sementara itu, Kepala Dusun Nogosari 2, Dalmuji mengatakan bahwa banjir telah merendam belasan rumah warga dan area pertanian yang siap panen di wilayahnya pada Jumat 28 Maret 2025 sore lalu. Banjir melanda desanya memang bukan hal baru, bahkan sudah ada sejak 1980.

    “Akan tetapi, semakin ke sini makin jadi (parah) karena sungai semakin dangkal, dan bantaran menyempit. Banjir ini juga mengganggu psikologis masyarakat, namun kita karena orang Jawa ya menerima saja (pasrah),” tuturnya.

    Menurut data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bantul, banjir dan longsor mengakibatkan tiga orang luka-luka, dan puluhan bangunan rusak. Bencana ini pun ditaksir menyebabkan kerugian hingga Rp150 juta.

    Banjir Jayapura: Sudah Down, Tak Antusias Sambut Lebaran

    Tak hanya di Pulau Jawa, banjir juga merendam beberapa wilayah di Jayapura, Papua, sesaat sebelum Lebaran, pada Minggu 30 Maret 2025 malam.

    “Selama Lebaran, baru pertama kali saya Lebaran, malam takbiran banjir,” ucap Warwey (46), ibu yang tinggal di di Entrop, Kota Jayapura.

    Dia mengatakan, air masuk lewat saluran pembuangan kamar mandi rumahnya. Air lalu merembet masuk ruang tamu, hingga kamar.

    “Banjir masuk lewat pembuangan kamar mandi. Saya sudah pasang setiap batu di pintu rumah, untuk mencegah banjir itu. Tapi air masuk lewat pembuangan kamar mandi itu,” kata Warwey.

    Dia bercerita, air banjir masuk ke rumah saat dirinya dan keluarga tengah membuat kue Lebaran. Warwey mengatakan bahwa air membasahi kasur dan pakaian, tetapi barang elektronik sempat diselamatkan.

    Dia pun tidur bersama keluarganya beralaskan tikar pada malam sebelum Lebaran. Dia memperkirakan kerugian akibat banjir itu sebesar Rp5 juta.

    “Barang-barang elektronik sempat diselamatkan. Kasur terendam kita tidur melantai, tidak pakai kasur, tidur di lantai. buka kain tidur. Kan kasur basah semua,” ucap Warwey.

    Dia mengaku, banjir membuatnya tidak semangat menyambut hari raya Idul Fitri.

    “Yang pertama kita down yah, karena antusias besok mau [persiapan] tiba-tiba banjir (bikin) pikiran terpecah. Mau urus rumah kah, mau terima tamu kah, mau masak kah. Akhirnya down. Perasaan sudah tidak antusias lagi, seperti tahun-tahun kemarin begitu,” kata Warwey.

    Dia pun hanya menyiapkan menu seadanya yaitu opor ayam, kerupuk dan sambal untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga.

    Warwey memiliki ayah dari Raja Ampat yang beragama Muslim dan ibu dari Port Numbay. Dia mengatakan, dirinya mendapatkan dukungan yang luar biasa dari keluarga ibunya yang Kristen.

    “Buka puasa dikasih selamat, lebaran dikasih selamat. Saya open house lebih banyak untuk keluarga Kristen. Dukungan keluarga sangat besar ke kami saat bencana ini,” ujarnya.

    Banjir juga merendam tempat tinggal Hamdana (54) di Jayapura. Dia menuturkan sudah tiga kali mengalami kebanjiran.

    Menurut ceritanya, air yang meluap dari got depan rumah masuk melalui saluran pembuangan kamar mandi. Namun, dia bersyukur banjir tidak merendam barang-barang di rumahnya.

    “Belum ada barang terendam. Kalau sudah mulai hujan, kita persiapan angkat barang-barang. Kalau air masuk lewat belakang, otomatis angkat barang duluan. Tadi malam (saat banjir) kasih naik barang-barang di bangku,” kata Hamdana.

    Akan tetapi, banjir menganggu persiapannya dalam merayakan Idul Fitri. Dia hanya menghindangkan menu makanan khas Lebaran yang seadanya untuk disantap bersama keluarganya.

    Selain itu, Hamdana mengaku tidak mudik ke tempat asalnya di Makassar, Sulawesi Selatan. Alasannya, biaya yang mahal membuatnya memilih Lebaran bersama anak-anaknya di Jayapura.

    “Mama sudah dari 1997 di Kota Jayapura. Pikiran mau mudik tapi banyak orang, sementara biaya untuk mudik mahal,” ucapnya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.

    Ini bukan kali pertama wilayah Jayapura dihantam banjir. Tahun lalu, banjir merendam empat lokasi di ibu kota Papua ini, yang menyebabkan 62 orang terserang penyakit.

    Bahkan banjir bandang dan longsor pernah menghantam Sentani, Jayapura pada Maret 2019. Bencana ini menewaskan ratusan orang, dan menyebabkan sekitar 4.000 warga mengungsi. Banjir menghantam wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Sentani Tami, akibat curah hujan yang tinggi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Warga Terdampak Banjir Blokir Jalan, Tuntut Pemerintah Ternate Bersihkan Material
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        1 April 2025

    Warga Terdampak Banjir Blokir Jalan, Tuntut Pemerintah Ternate Bersihkan Material Regional 1 April 2025

    Warga Terdampak Banjir Blokir Jalan, Tuntut Pemerintah Ternate Bersihkan Material
    Tim Redaksi
    TERNATE, KOMPAS.com
    – Ratusan warga dari Kelurahan Kastela dan Rua, Kota Ternate, Maluku Utara, memblokir jalan pada Selasa (1/4/2025). 
    Ini merupakan bentuk protes terhadap pemerintah yang dinilai lamban menangani material banjir yang menggenangi lingkungan mereka.
    Aksi ini berlangsung dari pagi hingga sore hari, di mana warga meletakkan batu, kayu, dan kasur bekas di jalan raya yang menghubungkan sejumlah kelurahan.
    Akibat aksi tersebut, akses jalan menjadi terputus bagi kendaraan, baik roda dua maupun roda empat.
    Warga yang terdampak banjir pada Minggu (30/3/2025) menuntut pemerintah segera menurunkan alat berat guna membersihkan material berupa batu, pasir, dan lumpur yang menghalangi aliran sungai dan lingkungan mereka.
    “Kami protes dengan melakukan pemblokiran jalan ini, karena demi keselamatan. Kami minta agar dilakukan pembersihan lingkungan dan sungai dari material banjir.”
    “Ini sudah banjir yang kedua kalinya,” ujar Ramdan Umanailo, salah satu warga Kelurahan Rua, saat ditemui di lokasi.
    Ramdan mengungkapkan bahwa sejak terjadinya banjir pada Minggu malam, belum ada perhatian dari pemerintah.
    Ia terpaksa berpindah-pindah tempat tinggal karena masih khawatir kembali ke rumahnya.
    “Kami sudah trauma dengan bencana (banjir) ini. Saya harus tinggal berpindah-pindah di rumah keluarga karena masih takut kalau di rumah, sebelum dilakukan pembersihan sungai. Kami takut jika nanti hujan dan ada banjir susulan,” ujarnya.
    Ramdan menegaskan bahwa mereka akan membuka
    blokir jalan
    jika pemerintah Kota Ternate segera memenuhi permintaan mereka.
    “Tadi informasi dari pemerintah akan menurunkan alat berat sebentar malam. Itu akan kami buka pemblokiran jalan. Namun jika belum dilakukan pembersihan, akan kami blokir kembali,” ungkapnya.
    Sekitar pukul 17.15 WIT, pihak kepolisian dari Polres Ternate tiba di lokasi untuk menengahi situasi.
    Dipimpin Kapolres Ternate, AKBP Anita Ratna Yulianto, mereka meminta warga membuka blokiran jalan karena telah disepakati akan diturunkan alat berat.
    “Untuk warga yang memblokir jalan itu manusiawi ya, karena mereka was-was karena sudah pernah terjadi banjir bandang di daerah Rua.”
    “Kami datang bersama warga untuk membuat situasi kembali kondusif dengan cara mendatangkan alat berat.”
    “Tadi alat berat sudah ada satu di daerah Kastela. Nanti malam (di Rua) datang juga satu lagi, dan besok pagi,” ungkap Anita.
    Ia menambahkan bahwa
    pembersihan material
    pasir dan lumpur di rumah warga dan di jalan raya akan segera dilakukan agar akses jalan kembali lancar dan warga dapat beristirahat dengan nyaman.
    “Jadi malam takbir itu, di sini terjadi banjir bandang dan membawa material sampai di jalan. Masyarakat di sini itu mengalami trauma karena sudah pernah hal seperti ini,” ungkapnya.
    Saat ini, kondisi di lokasi sudah mulai kondusif.
    Warga diharapkan dapat bekerja sama dengan aparat kepolisian dan Pemerintah Kota Ternate untuk melanjutkan aktivitas di rumah masing-masing.
    “Akses jalan sudah mulai lancar. Bisa kita lihat ini orang dengan kendaraan berlalu-lalang. Udah gak ada pemblokiran. Sebentar malam kita bersama-sama meninjau lokasi di mana yang akan dipulihkan,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPMPTSP KBB Belum Bisa Pastikan Kelengkapan Perizinan Eiger Camp, Ini Alasannya!

    DPMPTSP KBB Belum Bisa Pastikan Kelengkapan Perizinan Eiger Camp, Ini Alasannya!

    JABAR EKSPRES – Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bandung Barat (KBB), Tony Prihantoro, mengaku belum bisa memberikan keterangan terkait kelengkapan izin proyek pembangunan wisata Eiger Camp.

    Pasalnya, seluruh pegawai atau staf DPMPTSP Kabupaten Bandung Barat yang mengurus data terkait persoalan itu tengah cuti bersama. Sehingga menurut dia, perlu waktu untuk memeriksa kelengkapan izin proyek Eiger Camp tersebut.

    “Kita cek dulu, ini masih nunggu info dari staf karena sudah masuk cuti bersama. Paling nanti setelah Lebaran,” ujar Toni saat dikonfirmasi, Jumat (28/3/2025).

    Sekadar diketahui, proyek pembangunan wisata Eiger Camp itu berada di Desa Kayawangi, Kecamatan Parongpong, KBB.

    Selain proyek pembangunan wisata Eiger Camp, di lokasi yang sama juga terdapat penginapan Bobocabin. Dokumen perizinan kedua kawasan itu rencananya bakal diinvestigasi keabsahannya guna memastikan bahwa pembangunan telah memenuhi kaidah-kaidah lingkungan di Kawasan Bandung Utara (KBU).

    BACA JUGA:Khawatir Picu Banjir Bandang, Satpol PP Jabar Segel Proyek Pembangunan Eiger Camp

    “Bobocabin dan Eiger Camp ini disinyalir satu kegiatan karena akses pintu masuk satu. Kita pelajari perizinan untuk memastikan keabsahan dokumen Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) agar tahu siapa yang terlibat dalam pengurusan izin proyek ini,” kata Supriyono, PPNS Satpol PP Jawa Barat saat ditemui, Jumat.

    Berdasarkan pantauan Satpol PP Jabar, area perkebunan teh Sukawana seluas 5 hektare dijadikan lokasi penginapan Bobocabin dan wisata Eiger Camp.

    Lokasi Eiger Camp, dikatakan Supriyono masih berjalan kontruksi berupa pembuatan akses jalan serta konstruksi bangunan. Terlihat aktivitas pekerja memasang tiang pancang, pondasi beton, serta pemapasan lereng memakai alat berat. Kegiatan itu membabat tanaman teh dan vegetasi di area KBU.

    Petugas Satpol PP Jawa Barat telah menghentikan sementara kegiatan proyek wisata mulai hari ini karena diduga ilegal lantaran berada di wilayah resapan air. Penghentian aktivitas ini instruksi langsung Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi karena diduga menyalahi tata ruang.

    BACA JUGA:Alih Fungsi Lahan di Kawasan Bandung Utara Biang Kerok Banjir Bandang di KBB?

  • Khawatir Picu Banjir Bandang, Satpol PP Jabar Segel Proyek Pembangunan Eiger Camp

    Khawatir Picu Banjir Bandang, Satpol PP Jabar Segel Proyek Pembangunan Eiger Camp

    JABAR EKSPRES – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jawa Barat, menyegel proyek pembangunan wisata Eiger Camp di Desa Kertawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jumat (28/3/2025).

    Diberitakan sebelumnya, viral di media sosial Instagram memperlihatkan sebuah foto adanya aktivitas pembukaan lahan baru di lereng Gunung Tangkuban Parahu, pada Kamis (27/3) kemarin.

    Diperkirakan luas lahan itu mencapai 5 hektare lebih. Selain itu, foto tersebut juga memperlihatkan perusakan area hutan dan tanaman teh di sekeliling proyek yang berada di area rimbun vegetasi hutan Kawasan Bandung Utara (KBU).

    “Kita sudah pasangi garis Satpol PP Line agar kegiatan pembangunan ini dihentikan sementara. Penghentian aktivitas ini instruksi langsung Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi karena diduga menyalahi tata ruang,” kata Supriyono, PPNS Satpol PP Jawa Barat usai menyegel lokasi proyek.

    BACA JUGA:FK3I Jabar Tantang Gubernur Terpilih Tegakkan Aturan Lingkungan dan Selesaikan Masalah Tata Ruang KBU

    Dikatakan Supriyono, berdasarkan hasil peninjauan di lokasi proyek Eiger Camp, pihaknya menemukan adanya aktivitas pembukaan lahan perkebunan teh Sukawana berskala besar untuk dijadikan pembuatan akses jalan serta konstruksi bangunan.

    Selain itu, di lokasi juga, Satpol PP menemukan sebuah bangunan yang belum rampung, namun telah terpasang tiang pancang, fondasi beton, dan pemapasan lereng.

    Satpol PP menduga kegiatan ini ilegal karena berada di lokasi resapan air. Sehingga jika tak dicegah bakal memicu bencana ke pemukiman di Cekungan Bandung.

    “Dari hasil pantauan di lokasi pembangunan Eiger Camp sudah terpasang pancang dan pondasi tapi pembangunan atap di atas tiang pancang belum. Kami juga mendapati 4 unit alat berat, alat ini sebelum kita ke sini sedang beroperasi. Pekerja juga melakukan pemapasan area lereng dan pembuatan pondasi beton,” jelasnya

    “Nah kita sinyalir kegiatan itu ilegal karena dijalankan tanpa menggunakan aturan disebabkan berada di area resapan air, kemudian area hutan, dan tanaman kebun teh. Ini sangat membahayakan masyarakat yang berada di bawahnya. Karena berpotensi memicu longsor dan banjir,” tambah Supriyono.

    BACA JUGA:Alih Fungsi Lahan di Kawasan Bandung Utara Biang Kerok Banjir Bandang di KBB?

  • Kemenhut Ungkap Biang Kerok Pemicu Banjir Jabodetabek Awal Maret 2025 Lalu – Page 3

    Kemenhut Ungkap Biang Kerok Pemicu Banjir Jabodetabek Awal Maret 2025 Lalu – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Banjir yang melanda Jabodetabek pada awal Maret 2025 menjadi salah satu bencana terbesar yang pernah terjadi di kawasan ini. Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Karawang mengalami dampak yang signifikan, dengan ribuan orang terpaksa mengungsi. Menurut Kementerian Kehutanan, bencana ini disebabkan oleh kombinasi faktor alam dan aktivitas manusia yang tidak terkendali.

    Direktur Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Rehabilitasi Hutan (PDASRH) Kementerian Kehutanan, Dyah Murtiningsih, menjelaskan bahwa banjir dan longsor tidak hanya disebabkan oleh DAS Ciliwung, tetapi juga melibatkan beberapa DAS lainnya.

    “Banjir bandang dan longsor di Puncak yakni Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Megamendung terjadi di Sub DAS Ciliwung hulu dan DAS Ciliwung yang berada di kawasan Gunung Gede Pangrango termasuk kawasan lindung area PTPN,” kata Diah saat penanaman pohon di kawasan Puncak Bogor, Sabtu (22/3/2025).

    Sementara banjir di Bekasi terjadi di DAS Kali Bekasi, yang hulunya berada di kawasan Sentul. Sedangkan longsor di kawasan Batutulis terjadi di Sub DAS Cisadane hulu dan DAS Cisadane.

    “Nah DAS Cisadane ini hulunya di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak,” ujar Diah.

    Sedangkan banjir di Tangerang Selatan berasal dari DAS Kali Angke Pesanggrahan. Dengan demikian, kata Diah, kejadian banjir di Bekasi dan Tangerang Selatan tidak berkaitan langsung dengan hulu DAS Ciliwung.

    “Meskipun Kali Angke Pesanggrahan ini hulunya di Kabupaten Bogor tapi tidak saling berkaitan dengan hulu DAS Ciliwung. Begitu pula banjir Bekasi,” kata dia.

    Berdasarkan peta lahan kritis, seluas 2.200 hektare lahan di 4 DAS mengalami kerusakan. Seluas 800 hektare lahan kritis berada di kawasan hutan dan sekitar 1400 hektare di luar kawasan hutan.

    “Khusus di kawasan Puncak Cisarua dan Megamendung yang mengalami kerusakan hutan sekitar 400, dimana 52 hektare ada di kawasan hutan 326 hektare di luar kawasan hutan,” kata dia.

  • Duh! Banyak Situ Hilang, Sebagian Jadi Perumahan

    Duh! Banyak Situ Hilang, Sebagian Jadi Perumahan

    Jakarta

    Pemerintah mencatat 39 situ di kawasan Bekasi, Bogor, dan Banten yang terancam punah. Bahkan, Beberapa di antaranya sudah berubah fungsi, termasuk menjadi kawasan perumahan.

    Kondisi ini disampaikan Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo. Menghilangnya situ-situ tersebut disinyalir menjadi salah satu penyebab terjadinya bencana banjir bandang di kawasan Jabodetabek beberapa waktu lalu.

    “Sebagian perumahan, sebagian jadi apa yang lain, karena sedimentasi juga jadi tidak semuanya perumahan,” kata Dody di Kementerian PU, Jakarta Selatan, Jumat (21/3/2025).

    Dody menjelaskan pada mulanya kondisi lenyapnya situ-situ ini ditemukan dari hasil komparasi data Google Maps. Pihaknya pun melakukan perbandingan kondisi dari Google Maps beberapa tahun lalu dengan yang tersisa saat ini.

    Kondisi menghilangnya situ di kawasan DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten masih dalam pembahasan bersama dengan Menteri ATR/BPN Nusron Wahid dan pemerintah daerah (Pemda) terkait.

    Sementara itu, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid mengatakan, pihaknya baru saja mengantongi data baru, di mana ditemukan 7 situ lainnya yang terancam ‘punah’ alias menghilang.

    Keberadaan ketujuh situ ini berdasarkan informasi yang dihimpun dalam rapat bersama Gubernur Banten Andra Soni dan Dody siang ini. Dengan demikian, jumlahnya bertambah dari 32 situ menjadi 39 situ yang terancam hilang.

    “Teridentifikasi di kawasan Tangerang Raya tadi dan di kawasan Banten ada setidaknya berdasarkan pemantauan sementara 39 situ yang sudah hampir ‘punah’,” kata Nusron.

    Penemuan 7 situ hampir ‘punah’ di kawasan Banten ini didapatkan dari hasil pendataan ulang sempadan sungai, batang sungai, dan situ di Tangerang Raya dan Banten. Terhadap penggunaan ruang di kawasan tersebut, sudah terbit sertifikat hak milik (SHM) maupun sertifikat hak guna bangunan (SHGB).

    Nusron menjelaskan, ketujuh situ ini beralih fungsi karena berbagai alasan, mulai dari reklamasi hingga diokupasi oleh masyarakat lokal di sana. Selain itu, ada temuan sejumlah situ yang luasannya berkurang.

    “Ini yang secara tidak langsung juga menjadi pemicu dan dampak terjadinya banjir di kawasan Banten, terutama di kawasan Tanglang Raya, yang itu tidak terpisahkan dengan kawasan strategis nasional Jabodetabek,” ujarnya.

    Atas kondisi ini, akan dilakukan beberapa langkah antisipasi. Pertama, melakukan sertifikasi lahan sempadan sungai, batang sungai, serta sempadan situ yang masih aman atau kosong belum ada kepemilikan.

    Sedangkan terhadap area yang sudah didirikan bangunan di atas sempadan sungai maupun situ, Nusron mengatakan, pihaknya akan mencoba melakukan pendekatan kemanusiaan untuk mencari jalan keluarnya.

    (shc/hns)

  • Ada 796 Titik Pelanggaran Tata Ruang Jadi Biang Kerok Banjir Jabodetabek

    Ada 796 Titik Pelanggaran Tata Ruang Jadi Biang Kerok Banjir Jabodetabek

    Jakarta

    Pemerintah menemukan ada sebanyak 796 titik pelanggaran tata ruang di kawasan Jabodetabek, serta Puncak dan Cianjur (Punjur). Hal ini diduga menjadi penyebab bencana banjir bandang yang melanda beberapa waktu lalu.

    Temuan ini dibahas dalam Rapat Koordinasi (Rakor) bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo, serta Gubernur Banten Andra Soni.

    Usai Rakor, Nusron mengatakan, pihaknya mencoba mencocokkan antara data Peraturan Presiden (Perpres) No. 60 tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur) dengan implementasi di lapangan.

    “Ternyata setelah kita cek di kawasan Jabodetabek-Punjur, Jakarta, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Puncak-Cianjur, ternyata ada, dalam petik, pelanggaran tata ruang jumlahnya banyak sekali, sekitar 796 titik, yang ini secara tidak langsung menjadi penyebab adanya banjir,” kata Nusron, dalam konferensi pers di Kantor Kementerian PU, Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Nusron menjelaskan, salah satu pelanggaran utama yang ditemukan ialah berupa perubahan tata guna lahan atau penggunaan lahan. Dulunya lahan tersebut merupakan hutan, lahan perkebunan, dan lahan pertanian, lalu akhirnya dipakai untuk kepentingan pemukiman, perumahan, maupun industri.

    “Ini yang menjadi pemicu, menjadi hulunya, problem hulunya (banjir),” ujarnya.

    Selain pembahasan tentang tata ruang yang ada di Banten, Nusron menambahkan, bahasa kedua terkait dengan pendataan ulang sempadan sungai, batang sungai, serta situ di kawasan Tangerang. Dari hasil identifikasi, didapatkan ada sekitar 39 situ sudah hampir punah.

    “Teridentifikasi di kawasan Tangerang Raya tadi dan di kawasan Banten ada setidaknya berdasarkan pemantauan sementara 39 situ yang sudah hampir punah dan diokupasi masyarakat, ada yang direklamasi dan sebagainya. Dan ada beberapa situ yang luasnya berkurang. Ini yang secara tidak langsung juga menjadi pemicu dan dampak terjadinya banjir di kawasan Banten,” kata dia.

    (shc/rrd)

  • Pemkab Bandung Hadirkan Teknologi Pengolahan Sampah Hasilkan Oksigen “Jaleuleu Bedas”

    Pemkab Bandung Hadirkan Teknologi Pengolahan Sampah Hasilkan Oksigen “Jaleuleu Bedas”

    JABAR EKSPRES – Untuk mengatasi permasalahan lingkungan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung menghadirkan inovasi dengan memperkenalkan Jaleuleu Bedas.

    Jaleuleu Bedas ini merupakan teknologi revolusioner yang tidak hanya menghilangkan sampah tanpa residu, tetapi juga menghasilkan oksigen dalam prosesnya.

    Bila umumnya proses pembakaran sampah akan menghasilkan karbon yang malah berkontribusi terhadap efek rumah kaca, penemuan teknologi Bandung Bedas Green Techno ini justru mampu menghasilkan udara segar atau oksigen hampir 20,9 persen atau setara dengan oksigen di kawasan pegunungan.

    Teknologi yang merupakan bagian dari Bandung Bedas Green Techno ini merupakan sebuah inovasi teknologi terbaru dalam pengolahan sampah, hasil karya pemuda Kabupaten Bandung yang disupport penuh dan dibiayai langsung oleh Bupati Bandung Dadang Supriatna.

    BACA JUGA: Alih Fungsi Lahan di Kawasan Bandung Utara Biang Kerok Banjir Bandang di KBB?

    Bupati Bandung Dadang Supriatna mengatakan jika inovasi ini bisa menjadi solusi bagi permasalahan sampah dan emisi karbon, tidak hanya di Kabupaten Bandung tetapi juga di tingkat Nasional dan Global.

    “Iya kami ini sebuah penemuan luar biasa yakni Bandung Bedas Green Teknologi, yakni sebuah mesin pembakaran sampah yang menghasilkan oksigen. Sampahnya habis dan tidak ada residu, namun hasil pembakarannya malah menghasilkan oksigen,” ujar Dadang, Rabu (19/3/2025).

    Dadang menjelaskan jika Jaleuleu Bedas bukan sekadar mesin pemusnah sampah biasa. Namun teknologi ini membawa terobosan besar dalam pengelolaan sampah global dengan tanpa menghasilkan emisi berbahaya dan bahkan menghasilkan oksigen dalam proses pembakarannya.

    “Jadi ini menjadikan sebagai solusi visioner yang ditawarkan untuk dapat mengubah paradigma dunia dalam mengatasi krisis sampah dan emisi karbon,” katanya.

    Menurutnya, Inovasi terbesar dari Jaleuleu Bedas adalah kemampuannya menghasilkan oksigen murni 20,8% dalam proses pembakarannya. Sesuatu yang belum pernah ada dalam teknologi pengelolaan sampah lainnya.

    “Ini bukan hanya netral karbon, tetapi berkontribusi pada keseimbangan atmosfer dan meningkatkan kualitas udara global,” jelasnya.

    BACA JUGA: 3 Lokasi Penukaran Uang Baru di Bandung yang Bisa Kamu Datangi

    Orang nomor satu di Kabupaten Bandung itu menjelaskan diperlukan waktu selama tiga tahun untuk menyempurnakan teknologi Bandung Bedas Green Techno ini sampai akhirnya mesin Jaleuleu Bedas ini mampu mengolah sampah menjadi oksigen.