Prabowo ke Korban Banjir di Padang: Kalian Suka Enggak kalau Saya Sikat Itu Maling Semua?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Presiden Prabowo Subianto menyatakan akan memastikan kekayaan negara tidak akan bocor.
Kekayaan negara
akan dialihkan kepada rakyat untuk kesejahteraan bersama.
“Yang penting saya harus mengelola di pusat supaya kekayaan negara benar-benar untuk rakyat, supaya tidak ada kebocoran, tidak ada maling-maling yang mencuri uang rakyat,” kata Prabowo saat berdialog dengan warga
korban banjir
di Kasai Permai, Padang Pariaman,
Sumatera Barat
, Senin (1/12/2025).
Kepala Negara lantas bertanya kepada korban banjir, apakah mereka suka dengan tindakannya memberantas maling negara.
“Kalian suka enggak kalau saya sikat itu maling-maling semua?” tanya Prabowo.
Sontak, pertanyaan Prabowo disambut riuh warga yang tengah mengungsi.
Prabowo lantas kembali menekankan bahwa uang rampasan dari para koruptor itu akan dialirkan untuk berbagai program yang menyasar rakyat. “Hidup Prabowo!” teriak warga.
“Uang yang mereka curi nanti kita alirkan semua ke rakyat,” ucap Prabowo lagi.
Lebih lanjut, Kepala Negara menekankan bahwa Pemerintah Indonesia akan bekerja untuk rakyat.
Pemerintah akan mengelola kekayaan negara untuk kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
Untuk itu, ia meminta semua pihak untuk saling membantu, bersatu, dan menghadapi masa sulit bersama.
“Terima kasih, walaupun saudara sedang susah, saudara mengalami musibah, tapi semangatmu luar biasa,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, Aceh, Sumatera Barat, hingga Sumatera Utara dilanda banjir bandang dan tanah longsor.
Berdasarkan data sementara BNPB, total korban meninggal dunia mencapai 442 jiwa, dan 402 jiwa masih dinyatakan hilang.
Tim gabungan BNPB, TNI-Polri, Basarnas, kementerian/lembaga, serta pemerintah daerah terus bekerja mempercepat operasi pencarian, pertolongan, logistik, dan pembukaan akses wilayah terdampak.
Di Sumatera Utara, tercatat 217 jiwa meninggal dunia, setelah tim pencarian dan pertolongan (Search and Rescue-SAR) kembali menemukan korban yang kemarin dinyatakan hilang.
Korban meninggal dunia ini tersebar di Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Kota Sibolga, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Pakpak Barat, Kota Padang Sidempuan, Deli Serdang, dan Nias.
Kemudian, korban hilang meningkat menjadi 209 orang setelah banyak yang melaporkan kehilangan keluarga kepada petugas di tiap-tiap posko daerah.
Sementara di Provinsi Aceh, tercatat 96 korban jiwa meninggal dunia dan 75 jiwa hilang hingga Minggu (30/11/2025) sore, tersebar di Bener Meriah, Aceh Tengah, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Tenggara, Aceh Utara, Aceh Timur, Lhokseumawe, Gayo Lues, Subulussalam, dan Nagan Raya.
Jumlah pengungsi mencapai 62.000 KK di berbagai kabupaten/kota.
Di Sumatera Barat, tercatat 129 jiwa meninggal dunia, 118 hilang, dan 16 luka-luka.
Korban tersebar di Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang, Kota Padang, Padang Pariaman, Tanah Datar, Pasaman Barat, Pasaman, Solok, Kota Solok, dan Pesisir Selatan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: Banjir Bandang
-
/data/photo/2025/12/01/692d756fc0e85.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
5 Prabowo ke Korban Banjir di Padang: Kalian Suka Enggak kalau Saya Sikat Itu Maling Semua? Nasional
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5328182/original/018071300_1756200050-IMG_8482.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menko Cak Imin Ajak Bahlil dan Raja Juli Tobat Nasuha: Kiamat Sudah Terjadi
Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyakarat (Menko PM) Muhaimin Iskandar mengaku berkirim surat ke koleganya di Kabinet Merah Putih (KMP). Surat itu ditujukan ke Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurrofiq.
Pria yang akrab disapa Cak Imin menuturkan, surat itu berisi ajakan untuk evaluasi total seluruh kebijakan dan langkah yang diambil pemerintah terkait banjir sumatera. Ajakan ini terkait dengan bencana banjir Bandang dan longsor yang terjadi di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Aceh.
“Sebagai wujud komitmen dan kesungguhan kita sebagai pemerintah. Bahasa NU-nya, Tobat Nasuha. Itu kuncinya,” ujar Cak imin dalam sambutannya dalam Workshop Kepala Sekolah SMK untuk Program SMK Go Global di Kota Bandung, Senin 1 Desember 2025. Seperti dilihat dari akun Youtube Kemenko Pemberdayaan Masyarakat.
Cak Imin melanjutkan, kunci Tobat Nasuha adalah evaluasi total. Karena itu, pemerintah harus mengevaluasi total seluruh kebijakannya yang berkaitan dengan alam. Supaya bencana alam tidak terjadi lagi di Indonesia.
“Dari sejak kita berpikir, melangkah dan berbuat. Kiamat bukan sudah dekat. Kiamat sudah terjadi akibat kelalaian kita sendiri,” ucapnya.
Ketum PKB ini melanjutkan, bencana yang terjadi di siklus akhir tahun tak boleh lagi terulang.
“Itu kebijakan-kebijakan dalam tanda petik evaluasi dan tobat, agar kan ini siklus tahunan ya di musim-musim bulan November-Desember ini harus dievaluasi total sehingga November nanti tidak terjadi lagi,” tutupnya.
-

Banjir dan Longsor di Aceh-Sumbar Akibat Deforestasi Diprediksi Rugikan Rp 68 T
Jakarta –
Bencana alam berupa longsor dan banjir bandang melanda tiga provinsi Indonesia, yakni Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar). Berdasarkan video beredar, tampak gelondongan kayu ikut terseret banjir bandang yang disinyalir akibat maraknya illegal logging di wilayah tersebut.
Berdasarkan data Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Indonesia mengalami penurunan persentase tutupan hutan dalam dua dekade terakhir, dari 54% pada 2000 menjadi 48% pada 2022. Data ini menunjukkan masifnya kejahatan kehutanan yang membuat negara rugi triliunan per tahun.
Ekonom CELIOS, Nailul Huda, menjelaskan penurunan tutupan hutan berjalan seiring peningkatan lahan untuk perkebunan kelapa sawit dan pertambangan yang diduga terjadi di Sumatera. Ia menilai dorongan pemerintah untuk memperluas lahan produktif kelapa sawit demi program biodiesel telah memberi ruang bagi perusahaan membuka lahan melalui penebangan pohon.
“Kita menduga hal serupa terjadi di Sumatera. Hal ini tidak terlepas dari ‘support’ pemerintah yang mendorong peningkatan lahan produktif kelapa sawit untuk program biodiesel. Ke depan bahkan bukan hanya untuk sawit, tapi untuk tanaman lainnya yang bisa menghasilkan biodiesel. Akibatnya, banyak perusahaan yang membuka lahan sawit dengan menebang pohon,” jelasnya saat dihubungi detikcom, Senin (1/12/2025).
Selain perluasan perkebunan sawit, risiko bencana ekologis juga terjadi akibat aktivitas tambang. Setidaknya terdapat empat risiko kerugian akibat tambang di Sumatera, yakni akses terhadap air minum bersih di desa dengan tambang sebagai sektor utama lebih sulit dibanding desa lain, potensi pencemaran tanah di desa tambang lebih tinggi, potensi pencemaran udara, potensi bencana banjir, dan kebakaran lahan di desa tambang lebih tinggi.
Rugi Rp 2 Triliun Setiap Provinsi Terdampak
Huda menjelaskan, masyarakat Sumatera menelan kerugian yang besar imbas banjir bandang yang menerpa wilayahnya. Untuk kerugian rumah masing-masing mencapai Rp 30 juta per unit. Sementara untuk jembatan yang runtuh, biaya pembangunan kembali mencapai Rp 1 miliar.
Berdasarkan data CELIOS, kerugian lahan sawah juga mencapai Rp 6.500 per kg dengan asumsi per hektare lahan menghasilkan 7 ton. Kemudian untuk perbaikan jalan per 1000 meter mencapai Rp 100 juta. Huda merinci, Provinsi Aceh diproyeksi rugi Rp 2,2 triliun, Sumatera Utara Rp 2,07 triliun, dan Sumatera Barat Rp 2,01 triliun.
Selain itu, Huda juga menyebut setiap penambahan satu hektare lahan sawit dalam hutan dapat menurunkan produksi sektor kehutanan hingga 2%. “Bencana ekologis dipicu oleh alih fungsi lahan karena deforestasi sawit dan pertambangan. Sementara sumbangan dari tambang dan sawit bagi provinsi Aceh misalnya, tak sebanding dengan kerugian akibat bencana yang ditimbulkan,” ungkap Huda.
Akumulasi Rugi Imbas Bencana Rp 68 Triliun
Huda menjelaskan, bencana ekologis di Sumatera ditaksir mencapai Rp 68,67 triliun di periode November 2025. Angka tersebut mencakup kerugian akibat bencana ekologis yang muncul akibat degradasi hutan, kerusakan rumah penduduk, kehilangan pendapatan rumah tangga, rusaknya fasilitas infrastruktur jalan dan jembatan, dan hilangnya produksi lahan pertanian.
“Bencana ekologis di Sumatera periode November 2025 diproyeksi telah mengakibatkan kerugian ekonomi Rp 68,67 triliun,” ungkapnya.
Huda menambahkan, CELIOS mendesak moratorium izin tambang dan perluasan kebun sawit segera dilakukan. Menurutnya, sudah waktunya pemerintah beralih ke ekonomi berkelanjutan untuk menghindari bencana ekologis di kemudian hari.
“Sudah waktunya beralih ke ekonomi yang lebih berkelanjutan, ekonomi restoratif. Tanpa perubahan struktur ekonomi, bencana ekologis akan berulang dengan kerugian ekonomi yang jauh lebih besar,” pungkasnya.
(ahi/ara)
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5429417/original/059346600_1764585919-WhatsApp_Image_2025-12-01_at_17.30.26_eb5917c8.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mendagri Minta Pemda Perkuat Sinergi Hadapi Potensi Bencana dan Momentum Nataru 2025/2026
Liputan6.com, Jakarta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (Pemda) memperkuat sinergi dalam mengantisipasi potensi bencana hidrometeorologi dan peningkatan mobilitas masyarakat, serta kebutuhan pangan pada momentum Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru).
Pesan itu disampaikan Mendagri saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Pusat dan Daerah dalam Rangka Mengantisipasi Momentum Natal Tahun 2025 dan Tahun Baru 2026 di Sasana Bhakti Praja, Gedung C Lantai 3, Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (1/12/2025).
“Hari ini [kita membahas antisipasi] bencana alam dan antisipasi Nataru, dan ini semua memerlukan sinergi, kata-kata yang paling kunci adalah sinergi, tidak bisa kerja sendiri,” ujar Mendagri.
Mendagri menjelaskan bahwa dalam dua hingga tiga minggu terakhir telah terjadi beberapa bencana dengan dampak cukup besar di sejumlah wilayah. Peristiwa tersebut antara lain banjir bandang dan longsor di Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, serta bencana dengan skala luas di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Perbesar
Mendagri Muhammad Tito Karnavian saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Pusat dan Daerah dalam Rangka Mengantisipasi Momentum Natal Tahun 2025 dan Tahun Baru 2026 di Sasana Bhakti Praja, Gedung C Lantai 3, Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (1/12/2025)… Selengkapnya
Mendagri menegaskan bahwa potensi bencana dapat muncul sewaktu-waktu sehingga seluruh pihak perlu meningkatkan kesiapsiagaan.
“Untuk itu, ini bisa terjadi at any time, tiap saat, at any place, di mana saja,” tegasnya.
Selain itu, Mendagri juga menyoroti dinamika yang muncul setiap memasuki periode Nataru. Ia menjelaskan bahwa mobilitas masyarakat diperkirakan meningkat pada berbagai moda transportasi, baik darat, laut, maupun udara, seiring meningkatnya perjalanan untuk perayaan hari besar, liburan, atau kunjungan keluarga. Kenaikan aktivitas ini, lanjutnya, juga berdampak pada meningkatnya kebutuhan pangan, sehingga daerah perlu memastikan kesiapan pasokan serta menjaga stabilitas harga.
Aspek keamanan juga menjadi perhatian, mulai dari potensi cuaca ekstrem di kawasan wisata hingga kepadatan di lokasi perayaan malam Tahun Baru. Mendagri meminta agar langkah antisipasi dilakukan secara komprehensif sehingga potensi risiko dapat diminimalkan.
Perbesar
Mendagri Muhammad Tito Karnavian saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Pusat dan Daerah dalam Rangka Mengantisipasi Momentum Natal Tahun 2025 dan Tahun Baru 2026 di Sasana Bhakti Praja, Gedung C Lantai 3, Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (1/12/2025)… Selengkapnya
Untuk itu, Mendagri meminta kepala daerah segera melakukan koordinasi lanjutan di tingkat daerah, termasuk melalui rapat bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) serta pemangku kepentingan terkait kebencanaan dan Nataru. Ia menekankan pentingnya pemetaan potensi kerawanan dan penyusunan rencana operasi secara terpadu.
“Termasuk daerah membuat rencana operasi untuk menghadapi Natal Tahun Baru dengan berbagai multidimensi,” pungkas Mendagri.
Rapat tersebut turut dihadiri secara langsung oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin; Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Teuku Faisal Fathani; Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Mohammad Syafii; Wakil Menteri Koordinator (Wamenko) Bidang Politik dan Keamanan (Polkam) Lodewijk Freidrich Paulus; Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Imam Sugianto; Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani; serta perwakilan pejabat dari Kementerian/Lembaga dan BUMN terkait.
Sementara itu, hadir secara virtual antara lain Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana; Sekjen Kementerian Pertanian (Kementan) Suwandi; Deputi Bidang Sistem dan Strategi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati; serta pihak terkait lainnya.
(*)
-

Kabasarnas Ungkap Beratnya Bencana di Sumatera: Tim SAR Ekstra Kelelahan
Jakarta –
Kepala Basarnas Marsekal Madya Mohammad Syafii mengungkap tantangan yang dialami tim penyelamat saat hendak menuju lokasi terdampak bencana di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Dia mengatakan anggota SAR sudah ekstra kelelahan pada hari ketiga.
Hal itu disampaikan Kabasarnas dalam Rapat Kerja dengan Komisi V DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (1/12/2025). Dia awalnya menjelaskan warga yang terdampak bencana di Sumatera Barat mencapai 29.445 jiwa.
“Jumlah warga yang terdampak ada 29.445 di mana kami telah mengevakuasi 128 dalam kondisi meninggal dan dilaporkan 115 masih belum ditentukan,” ujar Syafii dalam rapat.
Dia mengatakan ada satu helikopter yang dikirimkan ke Padang untuk membantu proses evakuasi. Basarnas juga mengirimkan kapal Ganesha dari Jakarta untuk membantu proses evakuasi.
“Untuk kekuatan yang dilibatkan khusus di kantor SAR Padang untuk kekuatan yang ada saat ini. Satu pesawat helikopter dan rencananya sekarang dalam perjalanan satu heli akan hadir. Posisi terakhir tadi kami monitor ada di Lampung,” ujar Syafii.
“Dengan drone kemudian kapal, kapal juga dari kapal Ganesha yang dari Jakarta hari ini kami akan merapat ke sana,” sambungnya.
Dia menyebut banjir bandang dan longsor membuat tim SAR harus bekerja ekstra melakukan evakuasi. Dia mengatakan wilayah terdampak bencana tersebar di banyak titik.
“Karena secara spesifik kami sampaikan bahwa kondisi bencana yang terjadi ini sebenarnya diawali dari hidrometeorologi ini sebenarnya memerlukan effort atau tenaga yang agak ekstra. Di mana tidak seperti kalau misalkan kita mengalami kedaruratan di gedung atau di titik khusus. Misalkan longsor di satu titik,” ujar Syafii.
Dia mengatakan anggota SAR harus menempuh medan berat saat menuju daerah yang terisolir. Kabasarnas mengatakan anggota SAR sudah ekstra kelelahan dalam 3 hari.
“Namun pada saat bencana banjir, diikuti banjiri bandang, lumpur, longsor jadi anggota SAR mengalami tantangan tersendiri pada saat mereka disebar dalam satu titik mereka harus berjalan di situasi kondisi terisolir tidak bisa komunikasi dan di situ sehingga memungkinkan bahwa pada saat 3 hari mereka sebenarnya sudah mengalami ekstra kelelahan,” ujar Syafii.
Dia mengatakan Basarnas menambah personel dan logistik ke area bencana. Dia berharap hal itu bisa mempercepat proses evakuasi korban.
“Jadi ini yang terjadi sehingga kami menambah kekuatan dengan kapal Ganesha yang kami kirimkan ke sana dengan membawa logistik bantuan,” ujarnya.
Halaman 2 dari 2
(dwr/haf)
-

Human Initiative kerahkan tim bantuan bagi korban bencana di Sumatera
Jakarta (ANTARA) – Human Initiative mengerahkan sejumlah tim evakuasi dan mendistribusikan bantuan kemanusiaan bagi korban bencana banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
“Kami mengerahkan respon bantuan awal di tiga provinsi melalui empat aksi utama,” kata President Human Initiative, Tomy Hendrajati di Jakarta, Senin.
Empat aksi yang dilakukan oleh lembaga tersebut, yaitu mengerahkan tim evakuasi untuk membantu mengevakuasi warga dari rumah yang terendam dan daerah rawan longsor.
Kemudian, menyediakan akses air bersih bagi warga terdampak, terutama di wilayah yang aksesnya terputus.
Selanjutnya, distribusi makanan siap santap dengan menjangkau titik-titik pengungsian dan rumah warga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi cepat.
Tomy menambah, untuk aksi yang keempat, yaitu mendistribusikan perlengkapan bayi dan balita difokuskan untuk keluarga dengan anak kecil yang membutuhkan bantuan darurat segera.
Human Initiative terus memperbarui pantauan lapangan dan berkoordinasi dengan BPBD, aparat desa dan relawan lokal untuk memastikan bantuan dapat menjangkau wilayah prioritas.
“Upaya percepatan respons juga difokuskan pada kelompok rentan seperti anak-anak, perempuan, lansia serta warga di daerah yang masih terisolasi,” katanya.
Human Initiative mengajak masyarakat untuk turut mendukung pemulihan warga terdampak bencana di Aceh, Sumut, dan Sumbar dengan mentransfer donasi melalui nomor rekening BSI 7000.321.693 an PKPU Human Initiative.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Riset Ungkap Banjir di Indonesia Terjadi Lebih Sering dan Makin Parah
Jakarta –
Banjir bandang yang terjadi di Sumatra pada November 2025 menjadi salah satu yang terbesar dalam beberapa dekade terakhir. Kejadian ini menunjukkan tren bencana hidrometeorologi cenderung makin parah.
Hal ini disampaikan Peneliti Hidrologi Hutan dan Konservasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Ir. Hatma Suryatmojo, S.Hut., M.Si., IPU. Disebutkan Hatma, penataan dan pengendalian kawasan yang lemah turut berpengaruh mengakibatkan maraknya perambahan hutan dan alih fungsi lahan hutan menjadi kebun sawit, serta illegal logging di kawasan hulu sehingga menjadi penyebab berbagai bencana hidrometeorologi kerap muncul di wilayah tersebut.
Hutan-hutan lindung di ekosistem Batang Toru yang semestinya menjadi area tangkapan air banyak dikonversi menjadi perkebunan, atau dibabat oleh para pembalak liar mengakibatkan saat hujan lebat, air yang melimpah tak bisa lagi tertahan secara alami di hulu dan langsung menghantam pemukiman di hilir.
“Banjir bandang di November 2025 di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatera Barat mungkin tercatat sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah beberapa dekade terakhir. Kejadian ini menunjukkan tren bencana hidrometeorologi cenderung makin parah seiring akumulasi deforestasi dan perubahan iklim,” ujarnya seperti dikutip dari situs UGM, Senin (1/12/2025).
Secara geografis, Pulau Sumatra beriklim tropis basah, dan hal ini akan selalu rentan terhadap hujan lebat. Sementara kerusakan lingkungan seperti pembukaan hutan di pegunungan dan penyempitan sungai menjadikan wilayah ini ibarat menyimpan bom waktu bencana. Tanpa pembenahan serius, setiap puncak musim hujan bisa mendatangkan petaka serupa di masa mendatang.
“Alam memiliki kapasitas daya dukung dan daya tampung yang terbatas untuk menahan gempuran cuaca ekstrem, dan kapasitas itu sangat bergantung pada kelestarian lingkungannya. Ketika manusia merusak lingkungan melebihi ambang batas maka alam akan ‘membalas’ dengan bencana yang dahsyat. Oleh sebab itu, upaya mitigasi dan pengurangan risiko bencana ke depan harus menyeimbangkan antara pendekatan struktural (infrastruktur teknis) dan pendekatan ekologis,” paparnya.
Banjir Lebih Parah
Peringatan banjir akan terjadi lebih sering dan lebih parah sudah sering disuarakan ilmuwan dan para pemerhati lingkungan. Laporan sebuah riset yang dipublikasikan di jurnal Ecology and Society pada Agustus 2020 mengungkapkan penyebab kenapa Indonesia dilanda bencana banjir lebih sering dan lebih parah.
Riset ini menyebutkan bahwa perubahan tata guna lahan yang cepat di Indonesia telah berdampak pada siklus air lokal di negeri ini, salah satu dampaknya adalah berupa banjir. Riset multidisiplin ilmu yang dikerjakan tim peneliti gabungan dari University of Göttingen, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) ini menunjukkan bahwa perluasan perkebunan monokultur, seperti perkebunan kelapa sawit dan karet, menyebabkan banjir di Indonesia terjadi lebih sering dan lebih parah.
Dalam laporannya, tim peneliti menjelaskan bahwa peningkatan frekuensi dan keparahan banjir terkait dengan proses ekohidrologi dan sosial yang saling memengaruhi, termasuk degradasi tanah di area pertanian monokultur, perluasan perkebunan kelapa sawit ke area lahan basah, dan pembangunan bendungan pelindung banjir.
Dalam studi ini, para peneliti melakukan hampir 100 wawancara dengan petani kecil Indonesia, penduduk desa, dan para pengambil keputusan di Provinsi Jambi, Sumatra. Mereka kemudian membandingkan dan melengkapi analisis hasil-hasil ini dengan pengukuran ilmiah curah hujan, muka air sungai dan air tanah, sifat-sifat tanah, serta pemetaan penggunaan lahan dari wilayah tersebut.
“Banyak studi tentang hubungan antara perubahan penggunaan lahan dan banjir hanya didasarkan pada analisis dari masing-masing disiplin ilmu dan dengan demikian hanya memberikan wawasan yang terpisah-pisah tentang proses yang mendasarinya,” ujar penulis utama studi Jennifer Merten, dari Department of Human Geography, University of Göttingen, dikutip dari Science Daily.
“Oleh karena itu, penting bagi kami untuk menggunakan data seluas mungkin dari berbagai disiplin ilmu dan juga untuk memasukkan observasi dari penduduk setempat,” sebutnya.
Dalam laporan hasil riset ini, para ilmuwan dari German-Indonesian Collaborative Research Centre EFForTS (Ecological and Socio-Economic Functions of Tropical Lowland Rainforest Transformation Systems) menunjukkan bahwa perluasan perkebunan kelapa sawit dan karet saat ini memiliki dampak yang signifikan terhadap siklus air lokal.
“Perubahan penggunaan lahan skala besar menyebabkan pemadatan tanah, sehingga lebih sedikit hujan yang diserap oleh tanah dan air dengan cepat mengalir ke permukaan. Secara khusus, penghancuran lahan di daerah rawan banjir yang semakin parah berdampak besar dalam proses siklus air lokal ini,” jelas Christian Stiegler dari Bioclimatology Group di University of Göttingen yang juga menjadi anggota peneliti dalam tim riset ini.
Dari perspektif penduduk desa, pembangunan bendungan banjir dan saluran drainase juga berkontribusi pada perubahan pola banjir lokal. Karena perkebunan-perkebunan kelapa sawit semakin banyak dibudidayakan di lahan basah seperti dataran bantaran sungai atau lahan gambut. Pemilik perkebunan yang lebih besar kemudian mencoba mengendalikan banjir di lahan mereka melalui pembangunan konstruksi semacam itu.
“Namun, bendungan seperti itu sering kali menyebabkan peningkatan banjir di perkebunan petani kecil di sekitarnya,” jelas Merten, melaporkan berdasarkan pengamatan dan pengalamannya selama mengunjungi daerah tersebut.
Menurutnya, peningkatan banjir semacam ini pada akhirnya juga menyebabkan ketegangan sosial dan konflik baru di antara lapisan masyarakat. Terutama antara petani kecil dengan pemilik perkebunan sawit yang lebih besar.
Untuk mengurangi dampak perubahan penggunaan lahan pada siklus air, para peneliti dalam riset ini menyarankan perlindungan tanah dan perencanaan penggunaan lahan yang lebih baik, terutama di daerah rawan banjir dan lahan basah. Hal ini sangat penting diterapkan karena dapat berpengaruh besar dalam mencegah banjir.
Selain itu, penting juga untuk mengatur lanskap wilayah dan mengontrol pembangunan saluran air untuk perlindungan banjir terhadap masyarakat. Kalau hal ini tidak diatur dan dikontrol, masyarakat sekitar dan golongan miskin menjadi kalangan yang paling terdampak oleh efek peningkatan banjir, seperti yang terjadi saat ini.
(rns/rns)
-

Menkomdigi Pimpin Rapat, Percepat Hidupkan Sinyal di Aceh, Sumut, Sumbar
Medan –
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid memimpin langsung rapat koordinasi penanganan akses telekomunikasi dampak banjir bandang dan tanah longsor yang menerjang Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Rapat tersebut berlangsung di Balai Monitoring (Balmon) Medan, Senin (1/12/2025). Menkomdigi didampingi Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Kementerian Komdigi Wayan Toni Supriyanto dan Direktur Utama Bakti Komdigi Fadhilah Mathar.
Berdasarkan pantau detikINET yang berada di lokasi, ada pimpinan penyelenggara telekomunikasi, yakni Direktur Utama Telkom Dian Siswarini, Direktur Utama Telkomsel Nugroho, Chief Technology Officer Indosat Ooredoo Hutchison Desmond Cheung, Director & Chief Regulatory Officer XLSmart Merza Fachys, dan Market Access Manager Starlink Indonesia Tommy Des Mulianta.
“Kami ingin sampaikan bahwa sejak dari awal, fokus dari Kementerian Komdigi bersama-sama dengan para operator adalah satu, yaitu mempercepat pemulihan akses telekomunikasi di seluruh wilayah terdampak, agar masyarakat dapat menghubungi keluarganya, menerima informasi resmi, dan juga mengakses layanan-layanan darurat,” ujar Meutya saat membuka rapat koordinasi.
Menkomdigi Pimpin Rapat, Percepat Hidupkan Sinyal di Aceh, Sumut, Sumbar. Foto: Agus Tri Haryanto
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memantau bahwa akibat banjir dan tanah longsor di tiga provinsi Sumatera ini, telah memutuskan akses telekomunikasi, termasuk sinyal internet.
Berdasarkan data per tanggal 25 November, kerusakan jumlah base transceiver station (BTS) di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat secara total mencapai 1.310 BTS.
“Lalu, di tanggal 28 November naik ke 2.400-an. Lalu tim pemerintah maupun juga operator seluler berhasil menghidupkan kembali sampai 707 titik BTS, namun demikian karena ada gangguan listrik di hari berikutnya ini juga ada tambahan BTS yang terdampak,” tutur Meutya.
Situasi tersebut yang kini sedang diatasi Komdigi bersama operator seluler agar dapat menghidupkan kembali akses telekomunikasi di wilayah yang terdampak bencana.
“Pada prinsipnya, per hari ini kita masih memiliki tantangan-tantangan yang insya Allah dengan kerja bersama, maka dari itu kita perlu melakukan rakor, ini bisa kita lakukan percepatan-percepatan,” ucapnya menambahkan.
(agt/fyk)
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5429475/original/012455800_1764588479-WhatsApp_Image_2025-12-01_at_16.52.20.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Banjir Surut, PSI Binjai Fokus Pemulihan Rumah Warga
Liputan6.com, Jakarta – Ketua DPD Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kota Binjai, Hasanul Jihadi atau Jiji mengatakan, penanganan pascabanjir di wilayahnya kini memasuki fase pemulihan. Sejak akhir pekan, tim PSI bersama warga dan pemerintah daerah melakukan pembersihan massal di permukiman yang terdampak banjir.
“Kami dari hari Sabtu dan Minggu membersihkan warga, banjir sudah surut beda dengan Langkat dan Medan yang masih banjir. Kita sudah menutup dapur umum. Semalam kita gotong royong massal dan pemda, kolaborasi membersihkan warga,” katanya, Senin (1/12/2025).
Dia menyebutkan, sebagian besar aktivitas masyarakat di Binjai Sumatra Utara sudah kembali normal. Namun, PSI tetap mengoperasikan sejumlah titik posko kecil untuk membantu warga yang rumahnya rusak akibat banjir bandang.
“Kita saat ini masih ada 5 posko kecil, untuk membantu warga yang mungkin rumahnya hancur. Karena kita ketahui masih banyak rumah semi permanen milik warga. Dan akibat banjir kemarin, rumah warga hancur, sekarang warga masih ada yang mengungsi,” ujarnya.
Sejak hari pertama banjir, Jiji mengungkapkan, koordinasi antara pemerintah daerah dan relawan PSI berjalan cepat. PSI mendirikan dapur umum di titik terdampak untuk memenuhi kebutuhan makan warga.
-

IDAI Laporkan 4 Anak Meninggal Akibat Banjir di Sumatera Barat
Jakarta –
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Sumatera Barat dr Asrawati, SpA, Subsp TKPS (K) mengatakan pihaknya mencatat ada 4 anak-anak yang meninggal dunia dalam bencana alam banjir bandang dan longsor.
Melalui data yang dikumpulkan hingga 28 November 2025, keempat anak itu teridentifikasi dari Padang (2 anak), Pasaman Barat (1), dan belum teridentifikasi satu anak.
“Kami tentu berharap tidak ada lagi korban anak dalam bencana ini. Namun, fakta di lapangan mengungkapkan, banyak anak dan ibu terisolasi, membuat mereka sulit mendapatkan bantuan,” ungkap dr Asrawati dalam konferensi pers daring IDAI, Senin (1/12/2025).
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) mendorong pemerintah untuk mengambil langkah tegas dalam bencana alam ini, seperti menetapkan sebagai bencana nasional.
“Ini saya kira sudah cukup besar dampaknya. Mudah-mudahan pemerintah bisa memasukkan ini sebagai bencana nasional ya,” ujar dr Piprim.
Menurut dr Piprim, rangkaian banjir yang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat berlangsung bersamaan dengan bencana lain seperti erupsi abu vulkanik Semeru, sehingga memunculkan dampak yang lebih luas pada layanan kesehatan, terutama untuk anak-anak.
“Kami dari IDAI menyampaikan keprihatinan mendalam atas musibah banjir yang melanda Aceh, Sumut, Sumbar, sebelumnya juga ada erupsi abu vulkanik Semeru,” kata dr Piprim.
Ia menegaskan anak-anak menjadi kelompok paling rentan terhadap situasi darurat ini karena mudah mengalami trauma, ketakutan, serta meningkatnya risiko penyakit menular di pengungsian.
“Pastikan anak-anak dapat air bersih, sanitasi, makanan bergizi,” tutupnya.
(dpy/kna)