Topik: Banjir Bandang

  • Pemangkasan Anggaran Bencana Tunjukkan Bobby Nasution Minim Political Will

    Pemangkasan Anggaran Bencana Tunjukkan Bobby Nasution Minim Political Will

    GELORA.CO -Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution dinilai tidak memiliki kesadaran dan political will terdahap antisipasi bencana. Hal itu terbukti dari rendahnya anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) APBD Sumut.

    “(Gubernur Bobby) kurang ada political will terhadap pengalokasian anggaran bencana. Artinya, kurang aware terhadap potensi ancaman bencana itu sendiri,” kata Anggota Komisi II DPR RI, Ujang Bey, Rabu, 10 Desember 2025.

    Pemerintah Provinsi Sumut di bawah kepemimpinan Bobby Nasution memangkas habis anggaran bencana. Pemangkasan berdampak signifikan pada ketidaksiapan pemerintah menghadapi banjir bandang yang melanda berbagai wilayah di Sumut.

    Anggaran Belanja Tidak Terduga Provinsi Sumut yang semula mencapai Rp843,1 miliar pada masa Pj Gubernur Fatoni, dipotong drastis hingga hanya tersisa Rp98,3 miliar dalam Perubahan APBD 2025, turun 88 persen atau berkurang Rp744,7 miliar. Pemangkasan berlanjut pada APBD 2026 yang hanya mengalokasikan Rp70 miliar untuk BTT.

    Bey mengatakan, dalam setiap pembahasan anggaran dibutuhkan political will dari seorang pemimpin dalam hal ini kepala daerah, yang turunannya dituangkan dalam sebuah kebijakan. 

    “Nah apakah kebijakan itu dianggap penting atau tidak, itu terlihat dalam pengalokasian anggarannya,” tandasnya.

    Legislator Fraksi Partai NasDem itu menyebut, seorang pemimpin juga harus menguasai kondisi wilayahnya, termasuk potensi dan hambatan ke depan.

    “Salah satunya harus mampu memetakan potensi bencana di wilayah masing-masing, sehingga bisa memitigasinya dengan baik,” pungkasnya. 

  • Bertemu Prabowo, Putin Sampaikan Duka Cita atas Banjir Sumatera

    Bertemu Prabowo, Putin Sampaikan Duka Cita atas Banjir Sumatera

    Bertemu Prabowo, Putin Sampaikan Duka Cita atas Banjir Sumatera
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan ucapan duka cita atas bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
    Ucapan duka itu disampaikan
    Putin
    secara langsung saat bertemu Presiden RI
    Prabowo Subianto
    di Moskow, Rusia, Rabu (10/12/2025).
    “Saya mau menyampaikan kata-kata belasungkawa terkait dengan banjir yang menimpa Indonesia dan menimpa bangsa Indonesia,” ujar Putin.
    Mendengar ucapan belasungkawa dari Putin, Prabowo pun berterima kasih.
    “Tapi saya terima kasih beliau ucapkan belasungkawa terhadap korban banjir,” ucap Prabowo.
    Diketahui, berdasarkan update terbaru BNPB, total ada 969 jiwa yang tewas dalam bencana di Sumatera.
    Lalu, untuk korban hilang mencapai angka 252 orang.
    Sementara itu, BNPB mengungkap jumlah pengungsi di Provinsi
    Aceh
    menjadi paling banyak dibandingkan dua provinsi lain yang terdampak
    bencana banjir
    dan longsor. 
    Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari mengatakan, Aceh menjadi fokus perhatian karena memiliki jumlah pengungsi terbanyak dibandingkan Sumut dan Sumbar.
    “Aceh ini yang menjadi atensi kita karena jumlah pengungsi yang paling banyak dari jumlah 894.501 orang, itu 831.000-nya ada di Aceh,” ujarnya dalam konferensi pers secara daring pada Rabu (10/12/2025).
    Untuk itu, menurut Abdul, pihaknya mengoptimalkan frekuensi distribusi logistik bagi para pengungsi di Aceh.
    “Jadi distribusi logistik memang kita atensi dan optimalkan di Provinsi Aceh tanpa mengurangi intensitas dan frekuensi yang sama di dua provinsi lainnya,” tuturnya.
    Adapun secara keseluruhan, Abdul bilang, jumlah pengungsi pada Rabu (10/12/2025) yang mencapai 894.501 orang mengalami penambahan 500 orang dari data sebelumnya pada Selasa (9/12/2025) sebanyak 894.101 orang. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mengenal Gajah Sumatra, Si Raksasa yang Bantu Bersihkan Puing Banjir di Aceh

    Mengenal Gajah Sumatra, Si Raksasa yang Bantu Bersihkan Puing Banjir di Aceh

    Jakarta: Sebanyak empat gajah yang sudah terlatih dikerahkan untuk membantu mengangkut material pasca banjir bandang di Pidie Jaya, Aceh. Keempatnya merupakan gajah Sumatera (Elephas maximus) bernama Abu, Mido, Ajis, dan Noni.
     
    Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mengerahkan Abu, Mido, Ajis, dan Noni dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree, Aceh Besar. Mereka disebut sudah berpengalaman dalam membantu melakukan pembersihan pasca bencana.
     
    “Berdasarkan pengalaman sebelumnya, termasuk saat tsunami di Aceh, kehadiran gajah sangat membantu membersihkan puing-puing,” ujar Kepala KSDA Wilayah Sigli, Aceh, Hadi Sofyan seperti dilansir Antara, Rabu, 10 Desember 2025.
     
    Ia menjelaskan, empat ekor gajah tersebut melakukan pembersihan puing kayu di lokasi-lokasi yang tidak bisa dilewati alat berat. Gajah-gajah tersebut juga membantu membuka akses jalan menuju rumah warga.
     
    Tak hanya itu, gajah-gajah ini akan membantu evakuasi apapun ada di lokasi, serta mengantar logistik kepada para korban banjir di Pidie Jaya. Keempatnya akan bertugas selama satu pekan.
     
    “Untuk durasi, kami akan bertugas selama tujuh hari di sini, terakhir 14 Desember 2025,” ungkapnya.
     

     

    Mengenal Gajah Sumatra (Elephas maximus)
    Gajah Sumatra, atau bernama latin Elephas maximus sumatranus, merupakan subspecies gajah Asia yang kini berstatus terancam punah. Di antara subspesies gajah Asia lainnya, Gajah Sumatra memiliki tubuh cenderung lebih kecil.
     
    Melansir sejumlah sumber, Gajah Sumatra yang sudah dewasa memiliki berat hingga sekitar 5 ton dengan tinggi dari bahu bisa mencapai 2-3 meter. Warna kulitnya abu-abu atau coklat keabu-abuan. Sedikit berbeda dengan gajah Afrika, hanya gajah Sumatra jantan yang memiliki gading, sedangkan betina tidak.
     
    Gajah Sumatera juga memiliki dua tonjolan pada bagian atas kepala, sedangkan Gajah Afrika cenderung datar. Sedangkan kuping Gajah Sumatera lebih kecil dan berbentuk segitiga dibandingkan Gajah Afrika yang kupingnya besar dan berbentuk kotak.
     
    Gajah Sumatra dikenal sebagai “penyebar benih” atau seed disperser alami karena mampu membantu meregenerasi hutan dengan membuang biji dari buah dan tanaman yang dimakannya.
     

     
    Gajah ini bisa memakan hingga 136–150 kg tumbuhan per harinya. Sementara itu, gajah ini memiliki daya jelajah (homerange) mencapai 170 km2 perhari. Artinya, dengan luas jelajah yang ia tempuh setiap harinya, maka gajah akan menyebarkan biji secara alami sehingga memperbaiki kondisi hutan. Kotorannya pun bisa menjadi pupuk alami bagi tanaman.
     
    Untuk habitat, Gajah Sumatra umumnya menempati hutan dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 300 meter di atas permukaan laut, termasuk kawasan rawa dan hutan gambut.
     
    Spesies ini merupakan subspesies gajah yang hanya dapat ditemukan di Pulau Sumatra dan tidak hidup secara alami di wilayah lain. Sebagian besar populasinya tersebar di tujuh provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.

     

    Jakarta: Sebanyak empat gajah yang sudah terlatih dikerahkan untuk membantu mengangkut material pasca banjir bandang di Pidie Jaya, Aceh. Keempatnya merupakan gajah Sumatera (Elephas maximus) bernama Abu, Mido, Ajis, dan Noni.
     
    Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mengerahkan Abu, Mido, Ajis, dan Noni dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree, Aceh Besar. Mereka disebut sudah berpengalaman dalam membantu melakukan pembersihan pasca bencana.
     
    “Berdasarkan pengalaman sebelumnya, termasuk saat tsunami di Aceh, kehadiran gajah sangat membantu membersihkan puing-puing,” ujar Kepala KSDA Wilayah Sigli, Aceh, Hadi Sofyan seperti dilansir Antara, Rabu, 10 Desember 2025.
     
    Ia menjelaskan, empat ekor gajah tersebut melakukan pembersihan puing kayu di lokasi-lokasi yang tidak bisa dilewati alat berat. Gajah-gajah tersebut juga membantu membuka akses jalan menuju rumah warga.
     
    Tak hanya itu, gajah-gajah ini akan membantu evakuasi apapun ada di lokasi, serta mengantar logistik kepada para korban banjir di Pidie Jaya. Keempatnya akan bertugas selama satu pekan.
     
    “Untuk durasi, kami akan bertugas selama tujuh hari di sini, terakhir 14 Desember 2025,” ungkapnya.
     

     

    Mengenal Gajah Sumatra (Elephas maximus)

    Gajah Sumatra, atau bernama latin Elephas maximus sumatranus, merupakan subspecies gajah Asia yang kini berstatus terancam punah. Di antara subspesies gajah Asia lainnya, Gajah Sumatra memiliki tubuh cenderung lebih kecil.
     
    Melansir sejumlah sumber, Gajah Sumatra yang sudah dewasa memiliki berat hingga sekitar 5 ton dengan tinggi dari bahu bisa mencapai 2-3 meter. Warna kulitnya abu-abu atau coklat keabu-abuan. Sedikit berbeda dengan gajah Afrika, hanya gajah Sumatra jantan yang memiliki gading, sedangkan betina tidak.
     
    Gajah Sumatera juga memiliki dua tonjolan pada bagian atas kepala, sedangkan Gajah Afrika cenderung datar. Sedangkan kuping Gajah Sumatera lebih kecil dan berbentuk segitiga dibandingkan Gajah Afrika yang kupingnya besar dan berbentuk kotak.
     
    Gajah Sumatra dikenal sebagai “penyebar benih” atau seed disperser alami karena mampu membantu meregenerasi hutan dengan membuang biji dari buah dan tanaman yang dimakannya.
     

     
    Gajah ini bisa memakan hingga 136–150 kg tumbuhan per harinya. Sementara itu, gajah ini memiliki daya jelajah (homerange) mencapai 170 km2 perhari. Artinya, dengan luas jelajah yang ia tempuh setiap harinya, maka gajah akan menyebarkan biji secara alami sehingga memperbaiki kondisi hutan. Kotorannya pun bisa menjadi pupuk alami bagi tanaman.
     
    Untuk habitat, Gajah Sumatra umumnya menempati hutan dataran rendah dengan ketinggian kurang dari 300 meter di atas permukaan laut, termasuk kawasan rawa dan hutan gambut.
     
    Spesies ini merupakan subspesies gajah yang hanya dapat ditemukan di Pulau Sumatra dan tidak hidup secara alami di wilayah lain. Sebagian besar populasinya tersebar di tujuh provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.
     
     
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (PRI)

  • Kaltim Terancam “Bom Waktu” Bencana: Hutan Menyusut, Tambang dan Sawit Jadi Sorotan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        10 Desember 2025

    Kaltim Terancam “Bom Waktu” Bencana: Hutan Menyusut, Tambang dan Sawit Jadi Sorotan Regional 10 Desember 2025

    Kaltim Terancam “Bom Waktu” Bencana: Hutan Menyusut, Tambang dan Sawit Jadi Sorotan
    Tim Redaksi
    SAMARINDA, KOMPAS.com
    – Deretan banjir bandang dan longsor yang menelan korban serta melumpuhkan permukiman di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat bukan sekadar bencana alam.
    Bagi
    Kalimantan Timur
    (Kaltim), peristiwa itu adalah cermin masa depan jika pola pengelolaan hutan dan sumber daya alam terus berjalan seperti sekarang.
    Pengamat Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
    Universitas Mulawarman
    ,
    Saipul Bahtiar
    , menilai risiko bencana di Kaltim bukan lagi potensi, melainkan bom waktu yang ditanam lewat kebijakan negara selama puluhan tahun.
    “Ini bukan kejadian tiba-tiba. Dari era kayu, lalu masuk ke tambang terbuka dan sawit. Semua itu sama-sama menebang hutan. Dampaknya hari ini mulai kita rasakan,” kata Saipul dalam wawancara, Rabu (10/12/2025).
    Saipul menelusuri akar persoalan sejak era Orde Baru, ketika Kalimantan menjadi pusat eksploitasi kayu untuk pasar domestik dan ekspor.
    Setelah era kayu meredup, eksploitasi bergeser ke pertambangan, yang pada awalnya masih menggunakan metode tertutup.
    Perubahan drastis terjadi sejak awal 2000-an.
    Model tambang terbuka dan ekspansi besar-besaran perkebunan sawit mulai dijalankan secara paralel, didukung kebijakan nasional dan kemudahan perizinan.
    “Tambang terbuka dan sawit itu sama-sama mengunduli lahan. Hutan ditebang, lalu diganti lahan industri,” ujarnya.
    Menurut Saipul, pergeseran ini mengubah struktur ekologis Kaltim secara fundamental.
    Daya serap air yang selama ini dijaga hutan hujan tropis perlahan hilang, sementara permukaan tanah berubah menjadi bentang lahan terbuka yang rentan banjir dan longsor.
    Pemerintah kerap menyebut aktivitas tambang dan sawit telah memenuhi standar ramah lingkungan. Namun, Saipul menilai klaim itu tidak sejalan dengan kondisi di lapangan.
    Salah satu indikator yang disorot adalah kualitas air sungai.
    Sungai Mahakam dan sejumlah anak sungainya menjadi sumber utama air baku masyarakat, namun kini terpapar limbah industri.
    “Air sungai sudah tercemar sisa batubara, pupuk sawit, dan pestisida. Tapi inilah air yang dipakai warga untuk minum dan kebutuhan harian,” katanya.
    Kondisi tersebut, menurut Saipul, menunjukkan adanya kegagalan negara dalam melindungi hak dasar warga atas lingkungan hidup yang sehat.
    Masalah lain yang tak kalah krusial adalah reklamasi pascatambang.
    Secara aturan, perusahaan wajib memulihkan lahan setelah izin berakhir.
    Namun di lapangan, lubang-lubang tambang dibiarkan menganga.
    “Dana jaminan reklamasi itu tidak rasional. Jumlahnya jauh dari cukup untuk mengembalikan lahan ke kondisi semula. Akhirnya reklamasi formalitas saja,” ujar Saipul.
    Ia menyebut, bekas lubang tambang yang berubah menjadi danau tanpa pengamanan kini tersebar di berbagai wilayah Kaltim, bahkan dekat permukiman warga.
    Saipul menegaskan, kerusakan lingkungan di Kaltim diperparah oleh perubahan jenis vegetasi.
    Akar pohon hutan hujan tropis berfungsi menyerap, menyimpan, dan mengatur aliran air.
    Fungsi ini tidak tergantikan oleh tanaman monokultur seperti sawit.
    “Ketika hutan diganti sawit atau tambang, sistem alami pengendali banjir hilang. Dalam kondisi hujan ekstrem, bencana tinggal menunggu waktu,” katanya.
    Ia menilai, potensi bencana di Kaltim bahkan lebih besar dibanding wilayah Sumatera dan Aceh, mengingat skala bukaan lahan yang sudah sangat luas.
    Dalih pertumbuhan ekonomi kerap digunakan untuk mempertahankan ekspansi tambang dan sawit.
    Namun, Saipul mempertanyakan narasi bahwa investasi otomatis membawa kesejahteraan masyarakat.
    “Yang menikmati keuntungan itu pemilik modal. Masyarakat sekitar tambang justru mewarisi banjir, jalan rusak, dan kemiskinan,” ujarnya.
    Saipul menyebut banyak wilayah kaya batubara di Kaltim tetap tertinggal secara sosial dan infrastruktur.
    Kondisi ini menunjukkan adanya ketimpangan antara kontribusi sumber daya alam dan kesejahteraan rakyat.
    Sejak kewenangan perizinan ditarik ke pemerintah pusat, menurut Saipul, proses mitigasi bencana justru makin diabaikan.
    Banyak izin diterbitkan tanpa kajian risiko ekologis yang serius.
    “Ini bentuk pengabaian mitigasi. Ketika bencana terjadi, yang disalahkan pemerintah sebelumnya. Pola seperti ini berulang dan tidak pernah selesai,” katanya.
    Ia menilai, kebijakan hari ini lebih berorientasi pada angka pendapatan jangka pendek ketimbang keberlanjutan lingkungan dan keselamatan masyarakat.
    Saipul menegaskan, revisi kebijakan masih mungkin dilakukan.
    Namun, jika pola eksploitasi terus berlanjut, Kaltim berisiko menghadapi bencana yang jauh lebih besar di masa depan.
    “Kalau mau jujur, ini memang terlambat. Tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” ujarnya.
    Ia juga mengkritik klaim keberhasilan daerah yang sering dibanggakan lewat besarnya kontribusi Kaltim terhadap pendapatan nasional.
    Menurut Saipul, data penguasaan lahan, pajak, dan manfaat ekonomi belum pernah dibuka secara transparan ke publik.
    Menurut Saipul, akar persoalan terletak pada penguasaan sumber daya alam oleh swasta.
    Selama batubara dan sawit dikelola privat, manfaatnya tidak akan mengalir ke masyarakat luas.
    “Kalau benar untuk kesejahteraan rakyat, seharusnya dikelola negara lewat BUMN atau BUMD. Kalau tidak, ini hanya pembohongan publik,” tegasnya.
    Ia mengingatkan, tanpa perubahan arah kebijakan, Kaltim berpotensi mewarisi krisis lingkungan yang lebih parah daripada bencana yang kini melanda wilayah lain di Indonesia.
    “Yang tersisa nanti bukan kesejahteraan, tapi alam yang hancur dan masyarakat yang menanggung akibatnya,” tutup Saipul.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KLH Evaluasi Dokumen Lingkungan Perusahaan Diduga Sebabkan Banjir Sumatera

    KLH Evaluasi Dokumen Lingkungan Perusahaan Diduga Sebabkan Banjir Sumatera

    KLH Evaluasi Dokumen Lingkungan Perusahaan Diduga Sebabkan Banjir Sumatera
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengevaluasi dokumen lingkungan seluruh perusahaan yang diduga memiliki keterkaitan atas bencana banjir bandang di tiga provinsi, yakni Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
    “Dapat kami informasikan bahwa
    Kementerian Lingkungan Hidup
    telah melakukan dan saat ini masih berjalan, yaitu evaluasi terhadap dokumen lingkungan terhadap seluruh perusahaan atau badan usaha yang memiliki keterkaitan baik di Sumatera Utara, Sumatera Barat, maupun di Aceh,” kata Direktur Tindak Pidana KLH, Frans Cahyono, dalam konferensi pers daring, Rabu (10/12/2025).
    Pemeriksaan dokumen ini dalam rangka penegakan hukum dan memastikan kepatuhan terhadap persetujuan lingkungan, serta mitigasi terhadap risiko cuaca ekstrem.
    Selain evaluasi dokumen, KLH juga mempersiapkan
    audit lingkungan
    terhadap badan usaha yang telah mendapat persetujuan lingkungan.
    Salah satu aspek yang sedang dikaji ulang adalah kapasitas antisipasi curah hujan ekstrem.
    “Di sana memang semula diberikan kapasitas sebesar 150 milimeter per hari (curah hujan yang harus diantisipasi). Ini sebenarnya sudah dalam tingkat ekstrem, namun akan ditingkatkan mungkin menjadi 400, misalnya,” ujarnya.
    Penyesuaian standar itu diusulkan untuk memastikan perusahaan memiliki kesiapan yang memadai dalam menghadapi pola cuaca yang semakin tidak menentu.
    Frans menegaskan bahwa KLH telah meningkatkan pengawasan terhadap sejumlah perusahaan dengan memasang plang pengawasan.
    Langkah tersebut menjadi sinyal bahwa perusahaan terkait sedang dalam pemantauan ketat dan akan dievaluasi secara menyeluruh.
    “Hal ini tentunya akan menjadi atensi serius untuk mengevaluasi segala sesuatu yang telah terjadi,” katanya.
    KLH, lanjut Frans, memiliki tiga instrumen penegakan hukum, yakni pidana, sanksi administrasi, serta penyelesaian sengketa atau keperdataan.
    Ia mengingatkan bahwa ketiga jalur ini dapat digunakan secara paralel sesuai kebutuhan, bersama dengan aparat penegak hukum lainnya.
    Frans menegaskan bahwa KLH siap berkolaborasi penuh dengan Bareskrim Polri serta kementerian dan lembaga terkait dalam menangani aspek lingkungan dari
    bencana banjir bandang
    tersebut.
    “Dalam hal penegakan hukum yang dilakukan teman-teman Bareskrim, kita akan beri
    support
    sepenuhnya baik secara data maupun tenaga ahli yang memang diperlukan,” tegas Frans.
    Diberitakan sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyampaikan bahwa operasional 13 perusahaan memicu bencana banjir di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dari Selasa (25/11/2025) sampai Kamis (27/11/2025). Walhi pun mendesak Kementerian Kehutanan untuk mencabut izin di sektor kehutanan di wilayah tersebut.
    Kepala Divisi Kampanye Walhi, Uli Artha Siagian, menyebut perusahaan tersebut bergerak di sektor kehutanan, pertambangan, dan perkebunan yang menyebabkan rusaknya hutan sehingga daya tampungnya menurun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 24 Jenazah Korban Banjir Bandang Sumbar Dimakamkan Massal di Padang

    24 Jenazah Korban Banjir Bandang Sumbar Dimakamkan Massal di Padang

    Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Barat bersama Polda Sumbar akan menyelenggarakan pemakaman massal terhadap 24 jenazah korban bencana banjir bandang yang belum berhasil teridentifikasi.

    Prosesi penyalatan akan berlangsung di Masjid Raya Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi, dilanjutkan pemakaman di TPU Bungus pada siang ini, Rabu (10/12/2025).

    “Siang nanti kita akan melakukan penyelenggaraan jenazah bagi 24 orang korban bencana yang tidak teridentifikasi. Kita akan salatkan di Masjid Raya dan setelah itu jenazah akan kita makamkan secara massal di Bungus,” kata Sekdaprov Sumbar, Arry Yuswandi, Rabu (10/12/2025).

    Menurutnya seluruh persiapan untuk salat jenazah telah dilakukan. Ia menyebut Forkopimda Sumbar, ASN, jajaran kepolisian, dan masyarakat diperkirakan akan hadir dalam prosesi ini.

    “Direncanakan penyelenggaraan salat jenazah nanti akan dihadiri oleh seluruh Forkopimda Sumbar, para ASN dan jajaran kepolisian serta masyarakat umum,” ujarnya.

    Sementara Kepala Dinas Sosial Provinsi Sumbar, Syaifullah, menjelaskan bahwa 24 jenazah tersebut tidak memiliki tanda identitas dan belum ditemukan keluarganya.

    Keputusan pemakaman massal ini merupakan hasil rapat gabungan antara Dinas Sosial Sumbar, Dinas Sosial Agam, Kabid DVI Polri, Wadan DVI Polda Sumbar, Karumkit Bhayangkara, BPBD Sumbar, dan Dinas Kesehatan Sumbar.

     

  • SD di Padang Jadi Sungai Seusai Banjir, Siswa Terpaksa Ujian Menumpang

    SD di Padang Jadi Sungai Seusai Banjir, Siswa Terpaksa Ujian Menumpang

    Padang, Beritasatu.com – Satu kompleks sekolah dasar di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), luluh lantak setelah banjir bandang besar menerjang kawasan tersebut pada Kamis (27/11/2025) pagi. Tidak satu pun bangunan tersisa di SD Negeri 49 Batang Kabuang.

    Seluruh ruang kelas, kantor guru, halaman, dan fasilitas pembelajaran habis disapu arus deras yang membawa lumpur pekat dan kayu gelondongan. Area sekolah kini berubah total menjadi aliran sungai baru.

    Banjir bandang yang datang secara tiba-tiba membuat warga dan para guru tidak sempat menyelamatkan barang apa pun. “Dalam hitungan menit saja sekolah itu ambruk dan hanyut. Tidak ada yang bisa diselamatkan, bahkan selembar kertas pun tidak tersisa,” ungkap Era, warga RT 6 RW 2 Kelurahan Batang Kabuang, yang menyaksikan langsung kejadian tersebut.

    Menurut Era, sebelumnya sungai berada sekitar 100 meter di belakang sekolah. Namun, akibat tingginya debit air, aliran sungai berubah arah dan langsung menghantam bangunan SD Negeri 49 Batang Kabuang. “Sekarang lokasi sekolah itu sudah menjadi sungai. Tidak ada lagi yang bisa dikenali, semua sudah hilang,” ujarnya, Rabu (10/12/2025).

    Sekolah ini sebelumnya menampung sekitar 80 siswa. Kini seluruh murid kehilangan ruang belajar dan fasilitas pendidikan dasar. Para guru terlihat sangat terpukul, bahkan beberapa dikabarkan histeris saat melihat bangunan tempat mereka mengajar bertahun-tahun hilang seketika.

    Kepala SD Negeri 49 Batang Kabuang, Erniwati, mengatakan pihak sekolah berupaya keras memastikan proses ujian siswa tetap berjalan meski dalam kondisi darurat. “Untuk mengikuti ujian, anak-anak terpaksa menumpang di sekolah terdekat setelah jam belajar sekolah itu selesai. Jaraknya hampir satu kilometer dari sekolah lama. Ini satu-satunya cara agar mereka tetap bisa mengikuti ujian,” jelasnya.

    Ia menambahkan, kondisi psikologis siswa dan guru masih terguncang akibat bencana ini. “Kami berharap pemerintah segera mencarikan solusi bangunan sementara agar proses belajar tidak terus terganggu,” kata Erniwati.

    Saat ini warga bersama pihak terkait tengah membersihkan area sekitar sambil meninjau kemungkinan relokasi sekolah. Mengingat lokasi lama telah berubah menjadi aliran sungai, pembangunan kembali di tempat yang sama tidak mungkin dilakukan.

    Banjir bandang yang melanda Kecamatan Koto Tangah ini merupakan bagian dari rangkaian bencana hidrometeorologi yang dalam beberapa pekan terakhir menimpa wilayah Sumatera Barat. Bencana serupa juga menyebabkan kerusakan berat pada infrastruktur, permukiman, dan fasilitas umum di berbagai daerah.

  • Telanjur Viral Ribuan Kayu Gelondongan Berstiker Kemenhut Dikaitkan Banjir Sumatera, Direktur Bantah

    Telanjur Viral Ribuan Kayu Gelondongan Berstiker Kemenhut Dikaitkan Banjir Sumatera, Direktur Bantah

    GELORA.CO  – Keberadaan ribuan kayu gelondongan dengan stiker Kementerian Kehutanan (Kemenhut) yang ditemukan Polda Lampung di Pesisir Barat, Lampung, menjadi sorotan luas setelah viral di media sosial.

    Kayu-kayu gelondongan itu berstiker kuning dengan barcode bertuliskan PT Minas Pagai Lumbar (MPL) serta ada kop “Kementerian Kehutanan Republik Indonesia”. 

    Banyak yang mengaitkan ribuan kayu gelondongan ini dibawa banjir bandang dan tanah longsor yang melanda tiga provinsi di Sumatera, yaitu Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

    Diduga, ribuan kayu gelondongan itu berasal dari praktik illegal logging, yang belakangan membuat Kemenhut dan Kementerian Lingkungan Hidup menyegel sejumlah kegiatan usaha.

    Dugaan ini mencuat karena saat banjir bandang dan longsor melanda sumatera, banyak ditemukan kayu-kayu gelondongan serupa. 

    Benarkah kayu-kayu ini berasal dari praktik ilegal logging? 

    Direktur Iuran dan Penatausahaan Hasil Hutan di Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kemenhut, Ade Mukadi, mengatakan bahwa ribuan kubik gelondongan kayu itu berasal dari sebuah tugboat yang rusak milik PT MPL.

    “Kayu yang ditemukan di Lampung bukan kayu hanyut akibat banjir di Sumatera,” kata Ade Mukadi dalam keterangan tertulis, Selasa (9/12/2025).

    “Kayu berasal dari kecelakaan kapal tugboat kayu dari PBPH (HPH) PT Minas Pagai Lumber di Mentawai,” imbuhnya.

    Ade menjelaskan, mesin kapal yang mengangkut kayu itu mati karena badai pada 6 November 2025. Kendala itu membuat banyak potongan kayu dengan stiker kementerian hanyut.

    “Mesin tugboat mati dan terkena badai sejak 6 November 2025 sehingga ada banyak kayu yang jatuh dari tugboat tersebut,” kata dia.

    Ade Mukadi menambahkan bahwa berdasarkan penanda Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang dicek keabsahan/asal-usul sumber kayu (traceability system untuk mencegah illegal logging), kayu tersebut berasal dari PT MPL.

    Menurut dia, perusahaan itu sudah mengantongi izin Menteri Kehutanan atas areal hutan produksi melalui izin SK.550/1995 tanggal 11 Oktober 1995 dan telah dilakukan perpanjangan di tahun 2013 sesuai SK.502/Menhut-II/2013 tanggal 18 Juli 2013.

    “Kayu berasal dari kecelakaan kapal tugboat kayu dari PBPH (HPH) PT Minas Pagai Lumber di Mentawai,” ujarnya.

    Akan Dirilis Hari ini

    Hari ini, Rabu (10/12/2025), Polda Lampung akan sampaikan hasil penyelidikan kasus kayu di Kabupaten Pesisir Barat. 

    Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun mengatakan, pihaknya akan menyampaikan hasil penyelidikan terhadap kasus kayu gelondongan yang ditemukan di Kabupaten Pesisir Barat. 

    “Tadi dari pihak Kemenhut dan juga dari Dinas Kehutanan Provinsi Lampung datang ke Mapolda Lampung,” kata Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun di Mapolda Lampung, Selasa (9/10/2025). 

    Ia pun meminta awak media untuk bersabar karena nantinya akan ada penyampaian yang lebih jelas dari Kapolda Lampung. 

    “Agar lebih akurat, besok (hari ini-red) akan disampaikan oleh pimpinan yang akan menjelaskan dua tempat kejadian perkara yang di laut dan daerah TNBBS,” ujarnya. 

    Yuni menjelaskan, pihaknya juga akan menjelaskan terkait adanya lebel dari Kemenhut.

    Sebelumnya, Kombes Yuni Iswandari juga mengungkapkan adanya insiden kapal yang membawa kayu-kayu gelondongan terdampar.

    Menurutnya, kapal yang membawa 4.800 kubik kayu itu berangkat dari Sumatera Barat pada 2 November 2025.

    Namun, kapal kehilangan kendali dan terdampar akibat cuaca ekstrem.

    Selain itu, tali pengikat kapal disebut ikut terlilit dan memperparah situasi.

    “Cuaca saat itu sangat ekstrem. Ada tali kapal yang terlilit, sehingga mengakibatkan tongkang terdampar,” kata Yuni, Jumat (5/12/2025) lalu.

    Desakan Akademisi

    Sementara itu, Akademisi Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH Unila) Fathoni meminta aparat penegak hukum atau polisi untuk menindak tegas pelaku ilegal logging. 

    “Kami mendorong aparatur penegak hukum supaya menindak tegas para pelaku-pelaku illegal logging,” kata dosen Hukum Lingkungan, FH Unila, Fathoni. 

    Ia mengatakan, kawasan itu kalau dalam hukum tata negara merupakan hutan lindung dan kawasan budidaya. 

    “Hutan kawasan lindung itu sama sekali tidak boleh diambil karena itu paru-paru dunia. Apalagi kalau yang TNBBS itu wilayah yang disebut UNESCO sebagai Common Heritage Mankind atau warisan untuk masyarakat dunia,” imbuh Fathoni. 

    Menurutnya, bukan hanya masyarakat Indonesia yang wajib melindungi, tapi juga diawasi oleh dunia internasional.

    Fathoni mengatakan, efek kerusakan hutan yang ditimbulkan dari pembalakan liar di Kabupaten Pesisir Barat juga besar.

    “Kalau polisi melakukan penangkapan terhadap pihak di sana itu sudah benar. Memang itu sudah tugasnya polisi melakukan penindakan, tugas aparatur seperti itu,” tutur Fathoni.

    Makanya, kata dia, akademisi mendorong aparatur penegak hukum supaya menindak tegas para pelaku illegal logging tersebut. 

    “Pelaku terancam UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H) dengan ancaman pidana 8 tahun penjara,” tuturnya. 

    Ia mengatakan, perusak hutan merupakan pelanggaran di hukum.

    “Pelanggaran itu merupakan kategori atau kualifikasinya kejahatan pidana yang harus menunggu laporan. Bukan delik aduan, akan tetapi itu delik biasa dan bisa langsung ditindak,” tambah Fathoni.

    Menurutnya, polisi juga bisa langsung bertindak, meskipun harus menyesuaikan dan yang utama adalah pihak pengawasan harus melakukan tupoksinya.

    Dia menduga ada yang lalai dalam melakukan pengawasan.

    “Warga juga boleh berpartisipasi dalam hal penegakan hukum dengan melaporkan peristiwa tersebut. Dan polisi harus melakukan penindakan ilegal logging tanpa pandang bulu, pungkasnya

  • Duit Puluhan Juta Raib, Ruko Lenyap Tersapu Banjir

    Duit Puluhan Juta Raib, Ruko Lenyap Tersapu Banjir

    Kabupaten Agam

    Kenael Joris kehilangan harta bendanya usai banjir bandang (galodo) yang menerjang Jorong Pasak Kayu Sawah Laweh, Nagari Salareh Aia, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam. Rumah tempat tinggalnya porak-poranda, nyaris tak bersisa.

    Pria berusia 29 tahun itu juga kehilangan ruko tempatnya berusaha sebagai agen BRILink. Bangunan ruko miliknya itu sudah lenyap tersapu galodo, mengisakan fondasi saja.

    Kamis sore, 27 November 2025, Joris sedang berada di ruko yang berjarak sekitar 200 meter dari rumahnya, saat banjir bandang tiba-tiba datang menerjang. Air bah dengan ketinggian sekitar 20 meter ‘berlari’ menuju ke arah ruko membuatnya menyelamatkan diri bersama keponakan perempuannya.

    Bagian ruang tamu rumah Kenael Joris (29) tersapu galodo meninggalkan potret pernikahan di dinding yang terekspos keluar, Senin (8/12/2025). Foto: Mei Amelia/detikcom

    Pada Senin, 8 Desember 2025, saat ditemui detikcom, Joris tengah mengais sisa-sisa harta bendanya dari dalam rumahnya. Ia hanya bisa menyelamatkan kompor gas yang kemudian dia masukkan ke dalam mobil putih miliknya yang bertumpuk di atas kayu, tepat di samping rumahnya.

    “Nggak ada yang bisa diambil, cuma kompor gas satu saja. Yang lain sudah tak ada, entah dijarah atau tersapu banjir,” kata dia.

    Sehari-hari, Joris mencari nafkah dengan menjadi agen BRILink dan pulsa di rukonya. Tapi kini, satu-satunya mata pencahariannya itu juga lenyap.

    Uang puluhan juta di dalam ruko miliknya ikut tersapu banjir. Bangunannya pun lenyap, hanya meninggalkan jejak fondasi.

    “Ruko yang awal pertama hancur, cuma tinggal fondasi. Uang cash sekitar Rp 80 jutaan, sama hal-hal lain seperti voucher dan lain-lain, lenyap semua,” katanya.

    Banjir bandang juga menyeret motor Honda PCX yang baru dibelinya sekitar tiga bulan lalu, juga lenyap. Joris sudah ke sana ke mari mencari motor kesayangannya itu, namun entah di mana rimbanya.

    Kenael Joris menyelamatkan kompor gas yang tersisa di rumahnya usai tersapu banjir bandang di Kecamatan Palembayan, Agam. (dok. Istimewa)

    “Kendaraan yang hilang motor PCX baru saja tiga bulan saya beli cash, sudah nyari sekeliling semua itu belum ketemu,” katanya.

    Satu-satunya hartanya yang tersisa adalah mobil minibus berkelir putih. Itu pun kuncinya entah di mana.

    “Kuncinya nggak tahu di mana, untungnya masih dibuka bagasinya,” katanya.

    Perjuangan Selamatkan Istri

    Hujan turun dengan deras dan air bah yang menerjang rumahnya membuatnya diliputi rasa cemas. Ia teringat, istrinya yang sedang hamil sedang berada di rumah bersama kedua mertuanya.

    Meski kondisi masih banjir, Jopris akhirnya nekat memberanikan diri mencari istri dan mertuanya. Ia mencoba berenang ke arah rumahnya, sambil berharap istrinya masih selamat.

    “Setengah jam setelah itu saya balik lagi ke sini, nyari istri saya. Masih (banjir) saya renangi saja, saya turun lagi (ke rumah),” ujarnya.

    Perjuangan Joris mengarungi banjir demi menyelamatkan istri yang hamil di Agam. (Foto: dok. Istimewa)

    Galodo membuat aliran listrik putus seketika. Di tengah kegelapan, Kenael Joris mencari istri dan mertuanya tanpa arah.

    “Waktu saya masuk itu sudah gelap, saya cari-cari nggak ada pedoman. Cuma saya lihat ada mobil ini, saya lurus, saya cari-cari mana tahu terbenam di lumpur,” jelasnya.

    Beberapa saat kemudian Kenael mendengar suara istrinya meminta tolong. Ia mencari-cari asal suara itu hingga akhirnya menemukan istrinya bersama kedua mertuanya.

    “Isti saya dan mertua itu berpelukan bertiga, mereka tertumpuk kayu,” imbuhnya.

    Istri dan kedua mertua Kenael ditemukan terhimpit kayu-kayu di dekat mobil putih di depan rumah mertuanya yang hilang tersapu galodo. Kaki Kenael kesakitan hingga malam itu ia hanya bisa menyelamatkan istrinya.

    “Cuma yang bisa saya bawa keluar malam itu cuma istri, mertua saya tertutup kayu. Karena malam itu kaki saya sakit,” ungkapnya.

    Kaki Ibu Mertua Diamputasi

    Kedua mertua Kenael baru bisa diselamatkan keesokan paginya setelah banjir mulai surut. Meski ditemukan dalam kondisi selamat, namun kaki ibu mertuanya terpaksa harus diamputasi dan ayah mertuanya mengalami patah tulang.

    “Mertua perempuan kakinya diamputasi, yang laki-laki patah di bagian kaki. Kalau istri saya juga bagian kaki. Soalnya terjepit di posisi dekat mobil itu,” katanya.

    Halaman 2 dari 3

    (mea/dhn)

  • Jembatan Teupin Mane Putus, Ribuan Warga Aceh Tengah Terisolasi

    Jembatan Teupin Mane Putus, Ribuan Warga Aceh Tengah Terisolasi

    Bireuen, Beritasatu.com – Ribuan warga di Aceh Tengah terpaksa hidup dalam keterisolasian setelah Jembatan Teupin Mane putus akibat banjir bandang yang terjadi pada akhir November 2025. Putusnya jembatan penghubung utama tersebut memutus akses vital dari Aceh Tengah menuju Kabupaten Bireuen maupun sebaliknya.

    Kerusakan parah terjadi setelah fondasi dan badan jembatan dihantam arus deras luapan sungai. Banjir bandang tersebut tidak hanya menyeret material batu dan kayu, tetapi juga merusak struktur utama hingga jembatan ambruk sepenuhnya. Akibatnya, jalur transportasi darat terhenti total selama beberapa hari.

    Tanpa akses jembatan, warga di beberapa desa terpaksa menggunakan tali sling untuk menyeberangi sungai. Metode penyeberangan darurat ini sangat berisiko, terutama bagi anak-anak, lansia, dan perempuan. Meski demikian, tidak ada pilihan lain karena jalur alternatif membutuhkan waktu tempuh berjam-jam dan kondisi medan sangat sulit.

    Situasi ini juga berdampak langsung pada distribusi bantuan logistik. Sejumlah relawan kemanusiaan melaporkan terhambatnya penyaluran makanan, air bersih, dan obat-obatan. Beberapa warga yang mengalami sakit pun sulit dievakuasi karena alat penyeberangan tidak memungkinkan membawa pasien dalam kondisi darurat.

    Pelayanan kesehatan di desa-desa sekitar pun nyaris lumpuh. Tenaga medis kesulitan menjangkau warga, sementara fasilitas puskesmas pembantu kekurangan pasokan obat-obatan akibat terputusnya jalur distribusi.

    Melihat kondisi semakin mendesak, pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bersama TNI Angkatan Darat menurunkan tim untuk memasang jembatan bailey sebagai solusi sementara. Jembatan darurat itu ditargetkan dapat berfungsi dalam waktu dekat guna memulihkan akses transportasi serta memperlancar distribusi bantuan bagi warga terdampak.

    Pemerintah daerah berharap pembangunan jembatan permanen dapat segera direncanakan, mengingat jalur tersebut merupakan satu-satunya akses utama menuju wilayah pegunungan dan pusat logistik di Aceh Tengah.