Bisnis.com, JAKARTA — Aceh Tamiang, Senja 26 November itu jatuh dalam keadaan yang tidak biasa. Hujan turun seharian, angin dingin membawa kabar buruk, dan air perlahan naik hingga menelan halaman-halaman rumah di Kecamatan Karangbaru.
Dalam hitungan jam, banjir bandang berubah dari kabar menjadi bencana.
Sertu Giman Saputra, prajurit Koramil 02 Karangbaru, baru saja pulang dari kantor desa sore itu. Air sudah setinggi dada orang dewasa. Ia tidak sempat menyelamatkan kursi, almari, bahkan dokumen rumahnya sendiri. Namun yang paling penting sudah ia lakukan membawa keluarga ke tempat aman.
Sisanya, hati nuraninya mengambil alih. Saat air makin menggila, telepon masuk ke ponselnya. Tetangga meminta tolong. Anak kecil menangis. Lansia berteriak. Rumah-rumah mulai hanyut satu per satu.
Tanpa menunggu bantuan SAR atau perahu karet, Giman menghela napas panjang, lalu terjun ke air banjir yang suram itu.
Ia meminjam sebuah ban bekas dari warga. Ban itu menjadi rakit darurat yang kelak menyelamatkan nyawa banyak orang.
Satu per satu, ia berenang mundar-mandir dari rumah ke rumah, menembus arus deras sambil menahan napas dingin air yang menggerogoti tubuhnya.
“Saya sebagai manusia ya punya hati nurani. Saya korbankan nyawa. InsyaAllah sanggup, itu yang saya bilang,” ujarnya, Sabtu (20/12/2025)
Dalam hitungan jam, 20 jiwa berhasil ia pindahkan dari rumah-rumah yang hampir hanyut ke tempat tinggi.
Nyawa-Nyawa yang Dititipkan ke Pundak Giman
Salah satu momen paling menggetarkan adalah ketika seorang ibu menyerahkan bayinya, baru berusia satu bulan, kepada Giman. Bayi mungil itu tidak bisa digendong saat dibawa berenang. Arus terlalu kuat. Risiko terlalu besar
Maka Giman meminta sebuah baskom. Ia meletakkan bayi itu di dalamnya, mengikatkan tali, lalu menarik sang bayi sambil berenang, hati-hati menghindari arus pusaran banjir.
“Ibu itu menangis… karena awalnya mereka panggil tim SAR, tapi tidak datang,” kata seorang warga. “Pak Giman malaikat kirimannya Tuhan.”
Tak hanya bayi, ada balita, lansia, perempuan, hingga sesama prajurit TNI yang hanyut bersama anaknya. Semuanya berusaha dia selamatkan.
“Walaupun mau pingsan rasanya. Saya minta pertolongan Ya Allah… beri aku kekuatan.Lalu timbul lagi semangat saya,” tuturnya.
Bagi Roji, seorang warga kisah penyelamatan itu akan dikenangnya sampai mati.
Ia sekeluarga terjebak di dalam rumah terendam air hingga lebih dari empat meter. Atap seng tempat mereka bertahan mulai terangkat oleh arus.
“Tim SAR lewat saja. Kami panggil tidak datang. Kami tidak tahu lagi harus minta tolong ke siapa,” katanya.
Lalu muncul Giman. Dengan ban dan tali, ia membawa Roji lewat jendela yang hampir pecah diterjang air. Satu per satu anggota keluarga Roji keluar hidup-hidup.
“Alhamdulillah… malaikat kirim Pak Giman. Puji Tuhan ya. Kalau tidak… habis kami,” kata Roji
Pada sore hari menjelang magrib, tubuh Giman sudah gemetar. Tangannya luka terkena seng. Kakinya terseret puing. Napasnya satu-satu.
“Ban dan pelampung dipinjam warga, sudah diambil lagi. Tapi masih ada orang terjebak.”
Maka ia membuat rakit dari jerigen. Dengan itu ia menyelamatkan empat orang lagi, termasuk seorang prajurit TNI lain dan anaknya. Setelah semuanya aman, ia baru sadar rumahnya sendiri rusak parah. Tapi ia hanya tersenyum kecil.
“Perasaan saya… senang sekali melihat mereka selamat. Walaupun rumah rusak parah. Namanya juga bencana. Yang penting nyawa mereka selamat.”
Video Sertu Giman beredar di media sosial. Videonya viral. Warga menangis saat menceritakan jasanya. Namun, ia menganggap apa yang ia lakukan hanyalah bagian kecil dari panggilan hati.
“Sebagai manusia, saya punya empati. Saya tidak tega. Keluarga saya sudah aman. Tidak mungkin saya biarkan tetangga hanyut,” tuturnya.