Topik: Banjir

  • Komitmen Nyata BUMN Peduli, BRI Terjunkan Relawan dan Tegaskan Dukungan Jangka Panjang Pemulihan Bencana Sumatera

    Komitmen Nyata BUMN Peduli, BRI Terjunkan Relawan dan Tegaskan Dukungan Jangka Panjang Pemulihan Bencana Sumatera

    Sebelumnya pada fase tanggap bencana, BRI pun telah menyalurkan bantuan yang meliputi pendirian Posko Bencana, survival kit, sembako, obat-obatan, pakaian layak pakai, kasur dan selimut, perahu karet, perlengkapan bayi, air mineral, peralatan kebersihan, serta berbagai kebutuhan mendesak lainnya. 

    Hingga 18 Desember 2025, BRI Group telah melaksanakan 40 aksi tanggap darurat di berbagai wilayah terdampak bencana, yang didukung oleh 5 unit posko darurat bencana. Posko-posko tersebut berfungsi sebagai pusat koordinasi, distribusi bantuan, serta layanan kemanusiaan guna memastikan bantuan dapat tersalurkan secara cepat dan tepat sasaran.

    Bantuan yang disalurkan difokuskan pada pemenuhan kebutuhan mendesak masyarakat terdampak, meliputi 3.250 paket makanan siap santap, 63.500 paket sembako, 700 paket survival kit, serta 1.680 unit kasur dan selimut. Selain itu, BRI Group juga mendistribusikan 23 truk air bersih, 3.800 paket obat-obatan, dan 5.800 unit peralatan kebersihanuntuk mendukung kesehatan dan sanitasi di wilayah terdampak. Untuk memperlancar mobilisasi bantuan di area terdampak banjir, 2 unit perahu karet turut dikerahkan. Secara keseluruhan, manfaat program ini telah menjangkau 70.550 jiwa masyarakat terdampak.

    “BRI yang menjadi bagian ekosistem dari Danantara berharap dapat memberikan dampak yang lebih luas dan berkesinambungan bagi masyarakat terdampak bencana. Langkah ini sekaligus menegaskan peran BRI yang senantiasa hadir, peduli dan berkontribusi nyata dalam setiap fase penanganan bencana, mulai dari tanggap darurat hingga pemulihan jangka panjang, demi mendukung ketahanan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia”, tegas Hery.(*)

  • Total Permintaan HGU Lahan Sawit dan Tambang 1,67 Juta Ha, Nusron: Belum Ditandatangani

    Total Permintaan HGU Lahan Sawit dan Tambang 1,67 Juta Ha, Nusron: Belum Ditandatangani

    JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum ada menandatangani lahan Hak Guna Usaha (HGU) untuk kebun kelapa sawit dan pertambangan.

    Dia bilang, sedikitnya ada permintaan 1,67 juta ha lahan HGU yang ingin mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat.

    Nusron menyebut, ada tumpukan berkas permohonan HGU, perpanjangan HGU dan pembaruan HGU yang belum ia tandatangani selama menjabat sebagai Menteri ATR/Kepala BPN.

    “Setahun ini kami enggak mau tandatangani dan yang ada di meja saya total permohonan baru, perpanjangan maupun pembaruan 1.673.000 hektare, belum kami tandatangani satu pun,” ujar Nusron saat memberikan sambutan dalam Lokakarya & Konsolidasi Nasional Reforma Agraria Kehutanan di Jakarta, Jumat, 19 Desember.

    Menurut dia, pihaknya ingin penataan ruang selesai dilakukan dengan asas keadilan.

    “Tujuan reforma agraria enggak sekadar bagi-bagi tanah. Tetapi bagaimana memastikan setiap individu, Warga Negara Indonesia (WNI) berhak mempunyai hidup layak atas bumi di Indonesia,” kata dia.

    Oleh karena itu, menanggapi banyaknya desakan untuk menyikat praktik ilegal kebun sawit dan tambang di Sumatera yang menyebabkan deforestasi dan mengakibatkan banjir di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat, Nusron pun mendukung langkah tersebut.

    “Kalau sikat, ya, sikat saja, enggak ada urusan kami,” tegasnya.

    Sebelumnya, Nusron menegaskan siap mencabut HGU perusahaan di kawasan terdampak banjir dan tanah longsor Sumatera.

    Hal itu merespons arahan dari Presiden Prabowo Subianto untuk menyediakan lahan demi membangun hunian bagi korban.

    “Ya siap (cabut HGU), tidak masalah. Artinya kalau masyarakat membutuhkan hunian tetap dan tidak ada lahan tersedia, nanti kami akan minta pada lahannya para pengusahaan, lahan negara yang hari ini menjadi HGU-HGU di kota tersebut,” ujar Nusron kepada wartawan usai Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kementerian ATR/BPN 2025 di Jakarta, Senin, 8 Desember.

    Pihaknya juga berencana akan menyediakan lahan untuk pembangunan hunian bagi korban banjir.

    Meski belum dilakukan survei lokasi, namun laporannya terdapat 52 kabupaten terdampak bencana.

  • Korlantas Polri Serahkan 8 Unit Mobil Patroli, Percepat Penanganan Bencana di Sumut

    Korlantas Polri Serahkan 8 Unit Mobil Patroli, Percepat Penanganan Bencana di Sumut

    Jakarta

    Korlantas Polri menyerahkan 8 unit kendaraan patroli kepada Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Sumatera Utara. Adanya kendaraan ini diharapkan memperkuat dukungan operasional penanganan bencana alam di wilayah Sumatera Utara.

    Penyerahan kendaraan yang terdiri dari unit sedan dan double cabin ini merupakan kelanjutan dari misi kemanusiaan Korlantas Polri dalam membantu daerah terdampak bencana banjir dan tanah longsor di Pulau Sumatera. Kendaraan tersebut selanjutnya akan didistribusikan ke sejumlah Polres terdampak bencana untuk memperkuat mobilitas personel di lapangan.

    Bantuan kendaraan operasional ini menjadi bagian dari rangkaian penyaluran bantuan kemanusiaan Korlantas Polri yang sebelumnya diberangkatkan melalui Pelabuhan Merak, Banten, menuju Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat, guna memastikan percepatan pelayanan kepolisian serta bantuan kepada masyarakat terdampak.

    Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Sumatera Utara Kombes Firman Darmansyah menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih atas dukungan yang diberikan Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho.

    “Kami Direktorat Lalu Lintas Polda Sumut mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kakorlantas atas bantuan kendaraan patroli sebanyak delapan unit yang akan kami serahkan ke Polres-Polres terdampak bencana. Sekali lagi kami ucapkan terima kasih, semoga Jenderal selalu sehat dan sukses,” ujar Kombes Firman.

    Korlantas Polri serahkan mobil patroli ke Ditlantas Polda Sumut untuk bantu penanganan bencana (Foto: dok. Istimewa)

    Korlantas Polri menegaskan komitmennya untuk terus hadir mendukung upaya kemanusiaan dan memastikan pelayanan kepolisian tetap berjalan maksimal, khususnya dalam situasi darurat bencana.

    Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho menegaskan bahwa kehadiran Polantas di tengah bencana bukan sekadar soal pengaturan jalan, melainkan wujud nyata pengabdian Polri kepada masyarakat yang tengah kesulitan.

    (hri/lir)

  • 72 Ribu Warga Gayo Aceh Masih Terisolir Akibat Jalan Putus Imbas Banjir

    72 Ribu Warga Gayo Aceh Masih Terisolir Akibat Jalan Putus Imbas Banjir

    Jakarta

    Lebih dari 72 ribu warga di Aceh Tengah dan Bener Meriah hingga kini masih terisolir akibat jalan dan jembatan rusak usai dilanda bencana. Sebanyak 36.045 jiwa terisolir di Bener Meriah dan 36.596 jiwa Aceh Tengah.

    Dilansir detikSumut, Kepala Pusat Data dan Informasi Posko Penanganan Bencana Hidrometeorologi Bener Meriah, Ilham Abdi, mengatakan, sejauh ini ada 59 desa di enam kecamatan terisolir dengan jumlah warga 36.045 jiwa. Desa terisolir berada di Kecamatan Pintu Rime Gayo, Gajah Putih, Mesidah, Syiah Utama, Permata dan Timang Gajah.

    “Di Timang Gajah ada 18 desa dengan jumlah 11.096 jiwa, Mesidah 15 desa dan Gajah Putih 10 desa,” kata Ilham dalam keterangannya, Jumat (19/12/2025).

    Sementara pengungsi di sana 6.339 jiwa yang berada si 45 titik pengungsian. Pengungsi terbanyak berada di Kecamatan Pintu Rime Gayo 2.160 orang, Timang Gajah 1.696 warga, dan Permata 1.165 jiwa.

    Banjir dan longsor juga menyebabkan jembatan rusak di 165 lokasi, 81 titik jalan rusak, dan 821 rumah rusak. Saluran air bersih di sana juga terdampak di 34 titik.

    “Pengungsi 16.440 orang yang mengungsi di 66 titik pengungsian. Ada juga 587 warga non Aceh Tengah yang mengungsi,” kata Kadis Kominfo Aceh Tengah, Mustafa Kamal, saat dimintai konfirmasi terpisah.

    Baca selengkapnya di sini

    (lir/lir)

  • Hujan dan Badai Landa Dubai, Jalanan Banjir-Penerbangan Dibatalkan

    Hujan dan Badai Landa Dubai, Jalanan Banjir-Penerbangan Dibatalkan

    Dubai

    Jalanan di Dubai, Uni Emirat Arab, tergenang banjir usai badai dan hujan lebat melanda negara gurun tersebut. Otoritas bandara UEA membatalkan dan menunda puluhan penerbangan.

    Dilansir AFP, Jumat (19/12/2025), maskapai Emirates Dubai membatalkan 13 penerbangan pada hari Jumat. Juga terjadi penundaan dan pembatalan di bandara Sharjah setelah hujan deras semalaman, yang membangunkan warga dengan kilat dan suara guntur yang keras.

    Jalan utama Sharjah tergenang banjir pada Jumat pagi. Warga terlihat berjalan kaki tanpa alas kaki. Seorang pria mengendarai sepedanya melewati air, yang mencapai bagian atas rodanya.

    Pemandangan tersebut membangkitkan kenangan April 2024, ketika hujan lebat yang memecahkan rekor menyebabkan banjir meluas dan memaksa pembatalan lebih dari 2.000 penerbangan di pusat penerbangan internasional utama Dubai.

    Pada hari Kamis kemarin, polisi Dubai telah mendesak warga untuk tetap berada di dalam rumah kecuali “benar-benar diperlukan” karena badai hujan mendekat.

    Situs web Bandara Dubai menunjukkan puluhan penerbangan tertunda pada hari Jumat. Beberapa penerbangan dibatalkan.

    “Beberapa penerbangan… dibatalkan atau ditunda karena cuaca buruk,” kata juru bicara Bandara Dubai.

    Negara-negara Teluk lainnya juga mengalami hujan lebat, termasuk Qatar di mana pertandingan perebutan tempat ketiga Piala Arab antara Arab Saudi dan UEA dibatalkan pada hari Kamis.

    Hujan deras tahun lalu di UEA, yang terberat sejak pencatatan dimulai 76 tahun lalu, menewaskan sedikitnya empat orang dan melumpuhkan Dubai selama beberapa hari.

    Sebuah studi yang diterbitkan oleh kelompok World Weather Attribution menemukan bahwa pemanasan global yang disebabkan oleh emisi bahan bakar fosil “kemungkinan besar” memperburuk hujan lebat yang melanda UEA dan Oman tahun lalu.

    (lir/lir)

  • Prabowo Tolak Bantuan Asing, Pemkot Medan Kembalikan 30 Ton Beras UEA

    Prabowo Tolak Bantuan Asing, Pemkot Medan Kembalikan 30 Ton Beras UEA

    MEDAN – Pemerintah Kota (Pemkot) Medan memutuskan mengembalikan bantuan bencana banjir berupa 30 ton beras yang sebelumnya diterima dari Uni Emirat Arab (UEA). Keputusan tersebut diambil setelah Pemkot Medan melakukan pengecekan terhadap regulasi pemerintah pusat terkait kebijakan Presiden Prabowo Subianto mengenai penerimaan bantuan dari pihak asing.

    Pemkot Medan diketahui menerima bantuan dari UEA pada 14 Desember 2025. Bantuan tersebut terdiri dari 30 ton beras, 300 paket sembako, perlengkapan bayi, serta alat ibadah yang sedianya diperuntukkan bagi korban banjir di Kota Medan.

    Namun, khusus untuk bantuan beras, Pemkot Medan memutuskan untuk mengembalikannya. Wali Kota Medan Rico Waas menjelaskan, langkah itu dilakukan sebagai bentuk kepatuhan terhadap instruksi dan kebijakan pemerintah pusat, meskipun pihaknya tetap mengapresiasi niat baik serta solidaritas yang diberikan oleh UEA.

    “Memang pemerintah belum atau tidak menerima bantuan dari pihak asing. Jadi kita kembalikan dan nantinya bisa dimanfaatkan lagi,” ujar Rico Waas dalam keterangannya yang dikutip Kamis 18 Desember.

    Ia menegaskan, kebijakan tersebut berlaku secara nasional sehingga Pemkot Medan tidak dapat menerima bantuan beras dari luar negeri, meskipun proses pemulihan pascabanjir di Kota Medan belum sepenuhnya rampung.

    “Tapi untuk Kota Medan, tidak menerima,” tegas Rico.

    Sebagai informasi, banjir besar melanda Kota Medan pada akhir November 2025 akibat cuaca ekstrem berupa hujan deras yang terjadi sejak 20 hingga 27 November. Bencana tersebut mengakibatkan 85.591 jiwa terdampak dan mengungsi dari 514 titik banjir ke 305 lokasi pengungsian.

    Lokasi pengungsian tersebar di berbagai tempat, mulai dari rumah ibadah, kantor camat, hingga kantor kelurahan. Sejumlah kawasan permukiman warga di Kota Medan, Sumatera Utara, juga sempat terendam banjir dengan ketinggian bervariasi.

    Sebagai langkah penanganan darurat, Pemkot Medan menetapkan status tanggap darurat bencana banjir sejak 27 November hingga 11 Desember 2025.

    Sejak penetapan status tersebut, bantuan logistik dari pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, serta Pemkot Medan mulai disalurkan kepada warga terdampak dan terus berlanjut hingga masa pemulihan pascabanjir.

  • Luhut Bentak Emak-emak di Tenda Pengungsian Sumut: Kau Boleh Ngomong Macam-macam ke Orang Lain, Sama Saya Jangan

    Luhut Bentak Emak-emak di Tenda Pengungsian Sumut: Kau Boleh Ngomong Macam-macam ke Orang Lain, Sama Saya Jangan

    FAJAR.CO.ID, SUMATRA UTARA — Ketegangan terjadi di salah satu tenda pengungsian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Sumatra Utara belum lama ini.

    Hal itu terjadi saat Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, berhadapan langsung dengan seorang ibu pengungsi, di tengah situasi duka akibat bencana banjir bandang dan longsor.

    Peristiwa itu berlangsung ketika proses pencarian korban masih berjalan.

    Sejumlah jenazah dikabarkan masih tertimbun lumpur, sementara para penyintas bertahan di pengungsian dengan kondisi serba terbatas.

    Dalam sebuah video yang beredar luas di media sosial, seorang emak-emak yang belum diketahui identitasnya tampak meluapkan emosinya kepada Luhut.

    Ia menegaskan agar proses pencarian korban tidak dihentikan sebelum seluruh jenazah berhasil dievakuasi.

    “Bukan persoalan kalian, ini persoalan Tapanuli,” ujar emak-emak itu.

    “Jangan ada yang berani menghentikan sebelum, semua mayat yang diangkat baru boleh berhenti. Jangan ada berani yang menghentikan,” teriak emak-emak itu lagi.

    Pernyataan itu disampaikan dengan nada tinggi, ia marah semarah-marahnya dengan kondisi di lokasi bencana yang belum tertangani secara maksimal.

    Menanggapi hal tersebut, Luhut Binsar Pandjaitan terdengar membalas dengan nada tegas.

    Ia meminta agar sang ibu tidak berbicara dengan cara seperti itu kepadanya.

    “Saya ngomong sama kamu nanti, kamu gak pernah saya lakukan itu,” sahut Luhut.

    “Kau boleh sama orang lain ngomong macam-macam. Jangan sama saya. Ngerti kau?” tambahnya.

  • Negara Arab Bingung, Indonesia Tolak Bantuan Asing untuk Bencana Sumatra, Padahal Krisis Masih Tejadi

    Negara Arab Bingung, Indonesia Tolak Bantuan Asing untuk Bencana Sumatra, Padahal Krisis Masih Tejadi

    GELORA.CO – Penolakan Pemerintah Indonesia terhadap bantuan asing untuk menangani bencana banjir dan longsor besar di Sumatra memicu sorotan internasional.

    Sejumlah negara Timur Tengah, termasuk Uni Emirat Arab (UEA), Qatar, hingga Arab Saudi disebut heran setelah tawaran bantuan kemanusiaan mereka tidak diterima oleh pemerintah Indonesia.

    Padahal bencana yang terjadi berdampak luas dan menimbulkan kerusakan besar.

    Bencana yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada akhir 2025 itu menimbulkan kerusakan masif ribuan korban terdampak, ratusan ribu warga mengungsi.

    Serta infrastruktur hancur di banyak titik.

    Sejumlah negara Arab yang memiliki hubungan erat dengan Indonesia merespons cepat dengan menyatakan kesiapan mengirim bantuan pangan, logistik, hingga tenaga medis.

    Namun, pemerintah Indonesia menegaskan belum membuka pintu untuk bantuan luar negeri.

    Sikap tersebut menjadi polemik setelah muncul laporan bahwa 30 ton beras bantuan dari Pemerintah UEA yang ditujukan bagi korban banjir di Medan harus dikembalikan.

    Karena pemerintah pusat belum memberikan izin penerimaan bantuan luar negeri.

    Pemerintah kota mengikuti arahan nasional, sehingga paket bantuan yang sudah tiba di Indonesia dikirim kembali.

    Kebijakan ini menimbulkan tanda tanya dari negara-negara Arab karena bantuan yang mereka siapkan bersifat kemanusiaan dan tidak disertai syarat politik.

    Dalam konteks diplomasi, solidaritas antarnegeri Muslim biasanya diterima dengan tangan terbuka.

    Terlebih ketika Indonesia kerap menjadi negara yang vokal dalam isu-isu regional Timur Tengah.

    Di sisi lain, pemerintah Indonesia menjelaskan bahwa keputusan menolak bantuan asing diambil karena kapasitas nasional dinilai cukup untuk menangani bencana.

    Pemerintah menegaskan bahwa pengerahan sumber daya TNI, BNPB, kementerian terkait, hingga bantuan dari pemerintah daerah telah berjalan masif.

    Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa Indonesia “mampu menangani sendiri” situasi darurat tersebut.

    Alasan lain yang menjadi pertimbangan adalah belum adanya penetapan status “bencana nasional”.

    Selama status tersebut tidak diberlakukan, prosedur penerimaan bantuan asing tetap berada dalam pengawasan ketat pemerintah pusat.

    Mekanisme ini membuat bantuan luar negeri tidak bisa masuk sembarangan tanpa persetujuan resmi.

    Namun, kebijakan tersebut tidak lepas dari kritik.

    Sejumlah pengamat kebencanaan menilai bahwa dalam situasi bencana berskala besar, kerja sama internasional justru penting untuk mempercepat pemulihan.

    Dengan kerugian ekonomi mencapai puluhan triliun dan beban logistik yang besar.

    Sebagian pihak menilai bahwa menutup pintu bantuan internasional sama saja memperlambat penanganan.

    Dari sisi dunia Arab, kebingungan muncul karena Indonesia selama ini dikenal sebagai negara dengan hubungan historis, budaya, dan keagamaan yang kuat dengan kawasan tersebut.

    Tawaran bantuan yang ditolak tanpa penjelasan rinci dinilai bisa menimbulkan jarak diplomatik, meski hubungan bilateral tetap berjalan normal.

    Meski begitu, beberapa negara tetap mengirim bentuk dukungan lain yang tidak masuk kategori bantuan langsung pemerintah ke pemerintah.

    Malaysia, misalnya, mengirim obat-obatan dan tim medis ke Aceh melalui jalur kerja sama kemanusiaan regional.

    Situasi ini memunculkan diskusi lebih luas mengenai kemandirian nasional versus solidaritas global.

    Apakah Indonesia sedang ingin menunjukkan kemampuan mandiri menangani bencana besar?

    Atau apakah pemerintah ingin menghindari isu keterlibatan pihak asing di wilayah terdampak yang sensitif secara politik?

    Hingga kini, pemerintah Indonesia belum memberikan sinyal untuk mengubah kebijakan tersebut.

    Negara-negara Arab yang ingin membantu masih menunggu kepastian, sementara pemulihan di wilayah Sumatra terus berjalan dengan mengandalkan kapasitas nasional.***

  • Malah Ada yang Koar Suruh Tanam Sawit

    Malah Ada yang Koar Suruh Tanam Sawit

    GELORA.CO –  Fenomena menyeramkan kembali jadi sorotan publik. Belum reda kemarahan warganet setelah ribuan kayu gelondongan terseret banjir di Sumatera, kini kejadian serupa terulang di Papua.

    Kejadiannya berlangsung pada Rabu (17/12/2025) di Distrik Keerom, Papua, dan langsung menggegerkan media sosial.

    Banjir bandang yang dipicu curah hujan tinggi di wilayah hulu membuat aliran Sungai Pas berubah.

    Menjadi arus ganas yang menyeret ribuan batang kayu gelondongan berukuran besar.

    Tumpukan kayu itu meluncur deras mengikuti luapan sungai dan mengarah langsung ke permukiman warga.

    Pemandangan itu bukan hanya mengejutkan, tetapi juga menimbulkan rasa ngeri.

    Sungai yang biasanya tenang tiba-tiba dipenuhi batang pohon raksasa yang saling menghantam di arus deras.

    Dampaknya tak main-main. Jembatan yang membentang di atas Sungai Pas dilaporkan putus total setelah dihantam derasnya air dan kayu-kayu yang bergerak tak terkendali.

    Warga yang mengenal jembatan itu sebagai jalur vital pun terpaksa mencari akses alternatif karena struktur yang menjadi penghubung utama itu sudah tak bisa dilewati lagi.

    Banyak warga yang berada di lokasi memotret momen saat gelondongan kayu itu hanyut dan bertumpuk seperti lautan batang pohon.

    Unggahan-unggahan itu memancing kemarahan publik. Tidak sedikit yang menilai bahwa fenomena ini bukan sekadar “bencana alam biasa”.

    Warganet bertanya-tanya dari mana asal ribuan kayu itu?

    Mengapa jumlahnya bisa sebesar itu? Papua selama ini dikenal memiliki hutan yang masih sangat alami.

    Maka wajar jika publik curiga ada aktivitas pembalakan liar yang selama ini tak terdeteksi atau sengaja dibiarkan.

    Kecurigaan itu makin membesar ketika publik mengaitkannya dengan pernyataan Presiden Prabowo.

    Yang beberapa hari sebelumnya menyebut Papua sebagai wilayah yang cocok ditanami kelapa sawit untuk produksi bahan bakar nabati (BBM).

    “Papuaa banjir,malah ada yg koar koar suruh tanam sawit,singkong,tebu. Diaa ituu sarjana pertanian kah😭 katanya mari jaga lingkungan,baru ngmg hari ini besoknya bedaa lg,ya alloh capek kaliiii tiap lihat beritaa”, tulis seorang netizen di x.

    Komentar itu memicu perdebatan panjang dan membuat isu soal eksploitasi hutan Papua kembali memanas.

    Bagi sebagian orang, kejadian banjir bercampur gelondongan kayu ini terasa seperti “alarm keras” bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

    Fenomena hanyutnya kayu gelondongan bukan hal sepele.

    Dalam banyak kasus di wilayah Indonesia, tumpukan kayu yang terbawa arus sering kali berkaitan dengan penggundulan hutan di daerah hulu.

    Saat hujan deras turun, tanah yang kehilangan vegetasi tidak lagi mampu menahan laju air.

    Alhasil, banjir terjadi dan material yang tersisa di hutan termasuk batang pohon hasil penebangan ikut tercabut dan turun ke hilir.

    Di Papua, hal seperti ini mestinya tidak terjadi bila hutan masih utuh. Karena itulah kejadian di Keerom menjadi peringatan keras bagi semua pihak.

    Bukan hanya soal kerusakan lingkungan, tetapi juga soal keselamatan masyarakat di wilayah hilir yang sewaktu-waktu bisa menjadi korban.

    Warganet kini menuntut pemerintah daerah dan pusat untuk mengungkap asal-usul kayu gelondongan itu secara transparan.

    Mereka meminta investigasi menyeluruh, terutama terkait kemungkinan praktik penebangan ilegal yang telah lama dikeluhkan masyarakat lokal namun tak kunjung ditindak tegas.

    Banjir bisa saja dianggap sebagai bencana alam, tetapi ribuan kayu yang ikut hanyut mustahil muncul begitu saja tanpa sebab.

    Kejadian di Keerom menjadi gambaran jelas bahwa ketika hutan dirusak, alam akan “membalas” dengan cara yang menyentuh langsung kehidupan warga.

    Aerusak akses jalan, mengancam rumah, bahkan mengancam nyawa.

    Fenomena ini bukan lagi sekadar viral. Ini adalah sinyal bahaya yang tidak boleh diabaikan.***

  • Seskab Teddy: Akses Jalan dan Listrik 52 Daerah Banjir Sumatera Mulai Pulih

    Seskab Teddy: Akses Jalan dan Listrik 52 Daerah Banjir Sumatera Mulai Pulih

    Seskab Teddy: Akses Jalan dan Listrik 52 Daerah Banjir Sumatera Mulai Pulih
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya memastikan akses jalan dan aliran listrik yang sempat terputus di 52 kabupaten/kota terdampak bencana di tiga provinsi Sumatera mulai dipulihkan sejak 30 November 2025.
    Listrik yang awalnya mati total saat bencana melanda kini berangsur pulih.
    “Seluruh lokasi terdampak itu 52 kabupaten. Hampir 52 kabupaten itu, jalur lintas kabupatennya terputus. Listriknya hampir mati. Di tanggal 30 (November), sedikit demi sedikit tapi pasti, dari 52 kabupaten itu tersambung lah jalan. Nyala lah listrik,” ujar Teddy dalam konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (19/12/2025).
    Teddy juga menegaskan, BNPB, TNI, Polri, kementerian dan lembaga terkait hingga pemerintah daerah bekerja keras sejak hari pertama bencana terjadi.
    Ia menuturkan, petugas di lapangan beserta warga bahu-membahu memperbaiki jalan yang terputus.
    Sistem kelistrikan di daerah terdampak juga terus dipulihkan oleh petugas PLN.
    “Semuanya kita ini, termasuk warga setempat itu sama-sama sambungkan jalan. Petugas PLN ngangkut di tengah hujan, di atas gunung, segala macam, tanpa kamera,” imbuh Teddy.
    Selain itu, Presiden RI Prabowo Subianto terus memonitor situasi sejak awal bencana melanda.
    Bahkan, Kepala Negara sudah berkali-kali bertolak ke wilayah terdampak bencana untuk meninjau langsung
    penanganan pascabencana
    .
    “Bapak Presiden sudah ke Aceh tiga kali, ke enam kabupaten. Ke Sumatera Utara dua kali. Sumatera Barat dua kali. Masing-masing empat kabupaten,” paparnya.
    Meskipun tanpa status Bencana Nasional, menurut Teddy, pemerintah pusat mengerahkan segala daya dan upaya untuk mendukung penuh proses
    pemulihan pascabencana
    di wilayah Sumatera.
    Pemerintah pusat juga menyiapkan anggaran hingga Rp 60 triliun yang akan dikucurkan secara bertahap.
    “Disampaikan Rp 60 triliun sudah dikeluarkan secara berangsur untuk membangun kembali rumah sementara, rumah hunian tetap, fasilitas semuanya, gedung DPRD, kecamatan juga,” tegas dia.
    Oleh karena itu, Teddy berharap semua pihak terus bekerja sama dan saling mendukung.
    Jika dirasa masih ada kekurangan dalam proses pemulihan ini, pemerintah terbuka untuk menerima masukan yang membangun.
    “Sekali lagi, ayo kita saling bantu, saling jaga, saling dukung, sebarkan energi positif,” tuturnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.