Topik: APBN

  • Menkeu Purbaya Optimalkan Penggunaan APBN Hingga Akhir 2025

    Menkeu Purbaya Optimalkan Penggunaan APBN Hingga Akhir 2025

    Menkeu Purbaya Optimalkan Penggunaan APBN Hingga Akhir 2025

  • Menkeu Purbaya Dalami Dugaan Permainan Cukai Rokok – Page 3

    Menkeu Purbaya Dalami Dugaan Permainan Cukai Rokok – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa akan mendalami dugaan permainan dan pemalsuan cukai rokok. Dia mendapatkan laporan bahwa adanya permasalahan dalam cukai rokok.

    “Nanti saya lihat lagi, saya belum menganalisis dengan dalam seperti apa sih cukai rokok itu, katanya ada yang main-main, di mana main-mainnya?” kata Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/9/2025).

    Di mengaku masih menghitung berapa pendapatan yang didapat negara apabila berhasil memberantas cukai-cukai palsu. Purbaya menuturkan pihaknya masih melakukan analisis di lapangan sebelum memberantas persoalan cukai rokok.

    “Kalau misalnya saya beresin, saya bisa hilangkan cukai-cukai palsu berapa pendapatan saya? Dari situ nanti saya bergerak. Kalau mau diturunkan seperti apa. Tergantung hasil studi dan analisis yang saya dapatkan dari lapangan,” jelas Purbaya.

    Untuk diketahui, dalam rapat kerja Kemenkeu bersama Komisi XI DPR RI pada 10 September 2025 dibahas intensifikasi penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) dalam APBN 2026.

    Dalam rapat, Anggota Komisi XI DPR Harris Turino menyoroti kabar kesulitan yang dialami pabrik rokok besar seperti Gudang Garam serta nasib para pegawainya.

    Ia mengingatkan bahwa kenaikan cukai rokok yang terlalu agresif berpotensi makin menekan industri, terutama segmen Sigaret Kretek Mesin (SKM), dan mengusulkan pemerintah fokus memperkuat pengawasan rokok ilegal sebagai alternatif peningkatan penerimaan tanpa menaikkan tarif.

  • Menkeu Purbaya dan Rp200 Triliun

    Menkeu Purbaya dan Rp200 Triliun

    Presiden Prabowo Subianto memberi lampu hijau kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk memindahkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun yang selama ini “parkir” di Bank Indonesia ke lima bank milik negara. Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing menerima Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, dan BSI Rp10 triliun. Dana ini ditempatkan dalam skema Deposit on Call (DOC), yaitu simpanan yang bisa ditarik kapan saja, dengan bunga 4,02% per tahun atau sekitar 80% dari suku bunga acuan BI. Keputusan ini bukan sekadar memindahkan angka di neraca. Ini ujian besar bagi kepercayaan pasar dan taruhan penting bagi stabilitas ekonomi.

    Menkeu Purbaya menegaskan, dana itu tidak boleh dibelikan Surat Berharga Negara (SBN) atau Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Tujuannya jelas. Menjaga likuiditas perbankan, mendorong kredit ke sektor riil, dan memberi suntikan baru bagi perekonomian. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yakin likuiditas pasar akan membaik. Saham perbankan pun sempat naik, tanda optimisme menular cepat.

    Namun di balik euforia, risiko mengintai. Ada pengamat yang mengingatkan, Rp200 triliun ini hanya akan berdampak bila benar-benar mengalir ke sektor produktif. Tanpa pengawasan ketat dan disiplin, dana jumbo itu bisa sekadar menjadi cadangan baru di perbankan dan gagal menyalakan mesin pertumbuhan.

    Direktur Eksekutif Sigmaphi Indonesia, Muhammad Islam, menilai kebijakan ini salah sasaran. Masalah utama perbankan bukan kurangnya likuiditas, melainkan rendahnya permintaan kredit (demand). “Persoalannya bukan keringnya likuiditas, tapi lemahnya prospek penjualan domestik dan daya beli masyarakat. Jadi, menambah likuiditas tidak otomatis mendorong kredit,” ujarnya.

    Islam merujuk data OJK per Juni 2025. Loan to deposit ratio (LDR) perbankan berada di 86,5%, turun dari 88,3% bulan sebelumnya. Angka ini menandakan bank masih punya ruang menyalurkan kredit. Hambatan utama justru di permintaan pinjaman. Ia menambahkan, Rp200 triliun itu hanya sekitar 4,73% dari total dana pihak ketiga (DPK) Himbara, atau 2,14% dari DPK perbankan nasional yang mencapai sekitar Rp9.329 triliun per Juni 2025. Dengan proporsi sekecil itu, dampaknya terhadap penyaluran kredit diperkirakan tidak besar. Tanpa perbaikan daya beli dan prospek usaha, dana pemerintah berisiko kembali diparkir, meski ada larangan membeli SBN atau SRBI.

    Juga ada ekonom yang mengingatkan Purbaya agar meyakinkan investor global. Kepercayaan pasar bisa lebih rapuh daripada yang dibayangkan. Menkeu Purbaya sendiri tak gentar. Ia menegaskan, krisis 1998 menjadi peringatan agar kebijakan moneter tidak kacau. Namun pernyataannya bahwa pertumbuhan bisa menembus 7 persen menuai kritik karena dinilai terlalu percaya diri dan berpotensi memicu ekspektasi pasar yang berlebihan.

    Rp200 triliun bukan sekadar suntikan likuiditas, melainkan pertaruhan kredibilitas. Jika dana ini hanya berputar di sistem perbankan tanpa menggerakkan investasi riil, kebijakan tidak akan mencapai harapan. Tantangannya jelas. Mengubah dana mengendap menjadi motor pertumbuhan nyata.

    Presiden Prabowo Subianto membutuhkan dana tebal untuk program prioritasnya. Menkeu Purbaya menyiapkan strategi APBN 2026 agar defisit tetap terkendali. Publik kini menunggu bukti. Apakah injeksi dana ini benar-benar jadi katalis ekonomi atau sekadar manuver politik angka.

    Keputusan itu diambil saat geopolitik global penuh ketidakpastian—perang dagang, konflik kawasan, dan ancaman perlambatan ekonomi dunia. Ketika banyak negara mengetatkan likuiditas, Indonesia justru melepas Rp200 triliun ke pasar.

    Keberanian ini bisa menjadi kartu truf atau justru bumerang. Jika berhasil, Indonesia membuktikan diri sebagai ekonomi besar yang mampu mengatur ritmenya sendiri. Jika gagal, bukan hanya APBN yang terguncang, kepercayaan investor global pun bisa runtuh.

    Dalam dunia finansial, kepercayaan adalah mata uang paling mahal. Rp200 triliun hanyalah angka. Yang dipertaruhkan jauh lebih besar. Reputasi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi yang tangguh. Sebuah taruhan yang menuntut bukan hanya nyali, tetapi ketelitian setingkat bedah mikro. Kini publik menunggu hasil kebijakan ini dengan waspada—dan menilai apakah keyakinan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa akan terbukti. Dan kita tentu sangat berharap kebijakan ini berhasil.

  • 9
                    
                        Sambil Tepok Jidat, Purbaya Cerita Dirut Bank Pusing Salurkan Dana Rp 200 Triliun
                        Nasional

    9 Sambil Tepok Jidat, Purbaya Cerita Dirut Bank Pusing Salurkan Dana Rp 200 Triliun Nasional

    Sambil Tepok Jidat, Purbaya Cerita Dirut Bank Pusing Salurkan Dana Rp 200 Triliun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa para direktur utama (Dirut) perbankan pusing usai menerima gelontoran dana pemerintah senilai Rp 200 triliun.
    Hal ini disampaikan Purbaya saat menjawab kemungkinan pemerintah menambah deposito di perbankan, setelah mengalihkan dana Rp 200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke Bank Himbara.
    “(Kalau menambah deposito di perbankan), nanti kita lihat kondisinya. Sekarang saja sudah pusing, lu minta nambah. Lu ngomong ke dirut bank deh, dia sudah pusing, ‘aduh dikasih duit banyak nih, aduh’,” kata Purbaya seraya menepuk telapak tangan ke kening, mempraktikkan para Dirut bank pusing, dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/9/2025).
    Ia pun bercerita, bank-bank milik pemerintah mulanya enggan menerima dana sebanyak itu. Bahkan, terdapat bank yang menyatakan hanya sanggup menampung deposito senilai Rp 7 triliun. Namun, Purbaya menolaknya.
    “Tahu tidak, waktu saya mau salurin Rp 200 triliun banknya bilang apa? ‘Saya hanya sanggup menyerap Rp 7 triliun’. Saya bilang enak saja, kasih ke sana semua biar mereka mikir. Jadi bukan saya saja yang mikir, mereka yang mikir,” jelas Purbaya.
    Lebih lanjut Purbaya memastikan, deposito itu pun tidak akan ditarik pemerintah dalam enam bulan ke depan.
    Pasalnya kata Purbaya, cadangan dana pemerintah yang disimpan di bank sentral biasanya jauh lebih besar sehingga tidak akan mengganggu kondisi keuangan negara/APBN.
    “Kalau Rp 200 triliun saja (yang dialihkan ke Bank Himbara) tidak akan mengganggu kondisi saya. Dalam arti saya tidak harus terpaksa menarik dari perbankan dalam keadaan kepepet. Jadi harusnya itu jumlah yang cukup
    sustainable
    untuk di bank maupun untuk pembiayaan program pembangunan yang lain,” tandas Purbaya.
    Sebelumnya diberitakan, pemerintah mengguyur dana untuk didepositokan ke perbankan Rp 200 triliun.
    Purbaya mengatakan, kebijakan ini dilakukan untuk meningkatkan likuiditas perbankan agar kredit dapat tumbuh dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
    “Jadi saya pastikan dana yang Rp 200 triliun masuk ke sistem perbankan hari ini dan mungkin banknya habis itu bingung berpikir nyalurin ke mana. Pasti pelan-pelan akan dikredit sehingga ekonominya bisa bergerak,” ujar Purbaya saat konferensi pers di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat pekan lalu.
    Purbaya menjelaskan, dana pemerintah yang disalurkan ke perbankan ini bukan berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA).
    Dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun ini disalurkan ke lima bank milik pemerintah, yaitu Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Syariah Indonesia (BSI).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemerintah Rilis 8+4+5 Program Insentif Stimulus Ekonomi 2025, Ini Daftarnya

    Pemerintah Rilis 8+4+5 Program Insentif Stimulus Ekonomi 2025, Ini Daftarnya

    Jakarta

    Pemerintah merilis paket stimulus ekonomi 2025 yang terdiri dari 8+4+5 program. Paket ekonomi itu terdiri dari 8 program akselerasi di 2025, 4 program dilanjutkan di program 2026, dan 5 program penyerapan tenaga kerja.

    Program itu dirilis Menko Perekonomian Airlangga Hartarto didampingi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/9/2025). Program dirilis usai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana.

    “Rapat dengan Pak Presiden tadi membahas terkait dengan kebijakan yang akan diambil yang kita beri nama program Paket Ekonomi di tahun 2025 ini, yang terdiri dari 8 program akselerasi di 2025, 4 program yang dilanjutkan di 2026, dan 5 program yang terkait dengan andalan pemerintah terkait penyerapan tenaga kerja,” ujar Airlangga.

    Adapun paket ekonomi 2025 itu terdiri dari program magang lulusan perguruan tinggi, ada juga program sektor padat karya yang dilanjutkan ke sektor pariwisata, hotel, restoran dan kafe.

    Berikut lengkap Paket Ekonomi 2025 tersebut:

    8 Program Akselerasi Program 2025

    Program magang lulusan perguruan tinggi (maksimal fresh graduted 1 tahun).
    Perluasan pph pasal 21 DTP untuk pekerja di sektor terkait pariwisata untuk 552 ribu pekerja.
    Bantuan pangan periode Oktober-November 2025.
    Diskon Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bagi BPU transportasi online/ojol (termasuk ojek pengkalan, sopir, kurir, dan logistik) selama 6 tahun.
    Program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) Perumahn BPJS Ketenagakerjaan
    Program Padat Karya Tunai (cash for work) Kemenhub dan KemenPu
    Program Deregulasi Implementasi PP28/2025
    Program Perkotaan (Pilot Project DKI Jakarta) perbaikan kualitas pemukiman dan penyediaan platform pemasaran dan Gigs UMKM

    Foto: Pemerintah merilis paket stimulus ekonomi 2025 yang terdiri dari 8+4+5 program. (Dok tangkapan layar).

    4 Program Dilanjutkan di Program 2026

    Perpanjangan jangka waktu pemanfaatan PPh Final 0,5% bagi Wajib Pajak UMKM Tahun 2026 serta Penyesuaian Penerima PPh Final 0,5% bagi Wajib Pajak UM KM
    Perpanjangan PPh 21 DTP –> untuk Pekerja di Sektor terkait Pariwisata (APBN 2026)
    PPh Pasal 21 DTP – untuk Pekerja di Industri Padat Karya
    (APBN 2026)
    Program Diskon luran JKK dan JKM untuk semua penerima
    Bukan Penerima Upah (BPU)

    Foto: Pemerintah merilis paket stimulus ekonomi 2025 yang terdiri dari 8+4+5 program. (Dok tangkapan layar).

    5 Program Penyerapan Tenaga Kerja

    Operasional KDKMP (Koperasi Desa/ Kelurahan Merah Putih)
    Replanting di Perkebunan Rakyat
    Kampung Nelayan Merah Putih
    Revitalisasi Tambak Pantura
    Modernisasi Kapal Nelayan

    Foto: Pemerintah merilis paket stimulus ekonomi 2025 yang terdiri dari 8+4+5 program. (Dok tangkapan layar).

    (eva/whn)

  • BI: Utang Luar Negeri RI Tembus Rp7.000 Triliun pada Juli 2025

    BI: Utang Luar Negeri RI Tembus Rp7.000 Triliun pada Juli 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Juli 2025 tercatat sebesar US$432,5 miliar (sekitar Rp7.089 triliun sesuai kurs Jisdor BI 12 September Rp16.391 per dolar AS). Posisi ULN Indonesia pada bulan ketujuh 2025 itu lebih rendah dari bulan sebelumnya yakni US$434,1 miliar. 

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Ramdan Denny Prakoso melaporkan bahwa secara tahunan, posisi utang eksternal Indonesia pada Juli 2025 itu tumbuh 4,1% (yoy) dari posisi Juli 2024. Jumlahnya tumbuh melambat apabila dibandingkan Juni 2025, yang meningkat 6,3% (yoy) dari Juni 2024. 

    “Perkembangan tersebut terutama bersumber dari perlambatan pertumbuhan ULN sektor publik. Posisi ULN Juli 2025 juga dipengaruhi oleh faktor penguatan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk Rupiah,” terang Ramdan melalui siaran pers, Senin (15/9/2025). 

    Adapun ULN terbagi ke utang pemerintah dan swasta. ULN pemerintah pada Juli 2025 tercatat sebesar US$211,7 miliar atau tumbuh 9% (yoy). Pertumbuhannya juga melambat dari bulan sebelumnya yang melesat 10% (yoy). 

    Perkembangan ULN pemerintah itu dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan posisi pinjaman luar negeri dan surat utang pemerintah. Ramdan menyebut ULN terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan sektor produktif dalam menjaga momentum pertumbuhan. 

    Pembiayaan dari luar negeri itu, terangnya, menjadi salah satu instrumen pembiayaan APBN yang dikelola secara cermat, terukur, dan akuntabel. 

    Berdasarkan sektornya, ULN pemerintah dimanfaatkan untuk Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial atau sebesar 23,1% dari total ULN Pemerintah, Jasa Pendidikan (17%); Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (15,9%); Konstruksi (12,1%); serta Transportasi dan Pergudangan (8,9%). 

    “Posisi ULN pemerintah tersebut tetap terjaga karena didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah,” paparnya.

    Sementara itu, ULN swasta mengalami kontraksi pertumbuhan atau tumbuh negatif sebesar 0,3% (yoy) pada Juli 2025. Nilainya lebih rendah dari utang pemerintah yaitu US$195,6 miliar. Berdasarkan perinciannya, kontraksi pertumbuhan meningkat lebih tinggi pada ULN bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) yakni 3,6% (yoy) pada Juli 2025. 

    Berdasarkan sektor ekonomi, pangsa ULN swasta terbesar berasal dari Sektor Industri Pengolahan; Jasa Keuangan dan Asuransi; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Pertambangan dan Penggalian, dengan pangsa mencapai 80,4% terhadap total ULN swasta.

    Oleh sebab itu, rasio ULN Indonesia terhadap PDB turun menjadi 30% pada Juli 2025. Rasio itu menyusut dari Juni 2025 yang tercatat sebesar 30,5% terhadap PDB. 

    Dominasi ULN jangka panjang juga sebesar 85,5% terhadap total ULN, atau meningkat dari kuartal II/2025 sebesar 85%. 

    “Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN. Peran ULN juga akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” pungkas Ramdan. 

  • Utang Luar Negeri RI Turun Jadi Rp 7.082 Triliun

    Utang Luar Negeri RI Turun Jadi Rp 7.082 Triliun

    Jakarta

    Bank Indonesia (BI) mencatat posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Juli 2025 sebesar US$ 432,5 miliar atau setara Rp 7.082,2 triliun (Kurs Rp 16.375). Angka ini turun dibandingkan dengan posisi ULN pada Juni 2025 sebesar US$ 434,1 miliar atau setara Rp 7.108,4 triliun.

    Secara tahunan, ULN Indonesia tumbuh 4,1% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan 6,3% (yoy) pada Juni 2025.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso mengatakan perkembangan tersebut terutama bersumber dari perlambatan pertumbuhan ULN sektor publik. Posisi ULN Juli 2025 juga dipengaruhi oleh faktor penguatan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk Rupiah.

    “Posisi ULN pemerintah pada Juli 2025 tercatat sebesar US$ 211,7 miliar, atau tumbuh sebesar 9,0% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan 10,0% (yoy) pada Juni 2025,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin (15/9/2025).

    Denny mengatakan, perkembangan tersebut dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan posisi pinjaman luar negeri dan surat utang pemerintah. Sebagai salah satu instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikelola secara cermat, terukur, dan akuntabel, pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan sektor produktif dalam menjaga momentum pertumbuhan perekonomian Indonesia.

    Berdasarkan sektor ekonomi, ULN dimanfaatkan antara lain untuk mendukung Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (23,1% dari total ULN Pemerintah), Jasa Pendidikan (17,0%), Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (15,9%), Konstruksi (12,1%), serta Transportasi dan Pergudangan (8,9%).

    “Posisi ULN pemerintah tersebut tetap terjaga karena didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah,” katanya.

    Sementara ULN swasta melanjutkan kontraksi pertumbuhan. Posisi ULN swasta pada Juli 2025 tercatat stabil dibandingkan bulan sebelumnya pada kisaran 195,6 miliar dolar AS, atau mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,3% (yoy), relatif sama dengan kontraksi pada bulan sebelumnya.

    Perkembangan ULN swasta tersebut bersumber dari peningkatan kontraksi pertumbuhan pada ULN bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) menjadi 1,2% (yoy), di tengah pertumbuhan ULN lembaga keuangan (financial corporations) yang lebih tinggi, sebesar 3,6% (yoy) pada Juli 2025.

    Berdasarkan sektor ekonomi, pangsa ULN swasta terbesar berasal dari Sektor Industri Pengolahan; Jasa Keuangan dan Asuransi; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Pertambangan & Penggalian, dengan pangsa mencapai 80,4% terhadap total ULN swasta.

    Denny menyebutkan, struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Hal ini tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang turun menjadi 30,0% pada Juli 2025 dari 30,5% pada Juni 2025, serta dominasi ULN jangka panjang dengan pangsa 85,5% dari total ULN.

    Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN. Peran ULN juga akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.

    “Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian,” katanya.

    Tonton juga video “Rencana Prabowo Tarik Utang Rp 781 T, Terbesar Setelah Pandemi” di sini:

    (kil/kil)

  • AHY Prihatin Aksi Anarkis yang Bisa Ganggu Iklim Investasi Kota

    AHY Prihatin Aksi Anarkis yang Bisa Ganggu Iklim Investasi Kota

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mengaku prihatin dengan aksi anarkis yang terjadi saat gejolak demonstrasi. Ia menilai perilaku itu dapat menggerus kepercayaan investor dan merusak upaya pemerintah menarik investasi, khususnya di sektor infrastruktur perkotaan.

    “Sedih rasanya ketika kita sedang serius meyakinkan dunia bahwa iklim investasi di Indonesia sehat dan menarik, tetapi justru terjadi kehancuran akibat perilaku anarkis,” kata AHY dalam sambutannya pada acara peluncuran Kebijakan Perkotaan Nasional (KPN) di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Senin (15/9/2025).

    Ia menekankan pentingnya menjaga reputasi dan stabilitas iklim investasi. Menurutnya, memulihkan kepercayaan dunia terhadap Indonesia tidak semudah membalikkan telapak tangan.

    “Mudah-mudahan tidak terjadi lagi. Kita harus menjaga ini semua karena membangun reputasi dan mengembalikan kepercayaan dunia terhadap iklim investasi butuh waktu dan kerja keras yang tiada henti,” imbuhnya.

    Dalam kesempatan yang sama, AHY juga mengungkap peluang pembiayaan infrastruktur kota melalui skema land value capture (LVC), yakni pemanfaatan nilai tambah dari kenaikan harga tanah. Menurutnya, skema ini bisa mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    “Tanah semakin mahal, sudah pasti harus dimanfaatkan dengan optimal. Ada nilai tambah tanah yang bisa kita kapitalisasi sebagai sumber pendanaan pembangunan infrastruktur di perkotaan,” jelasnya.

    AHY mendorong pembiayaan infrastruktur yang lebih inovatif dengan melibatkan investasi dari dalam dan luar negeri. “Harus inovatif, bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk investasi dari dalam dan luar negeri,” tegasnya.

    Tonton juga video “AHY Soroti Banjir di Bali dan NTT: Segera Lakukan Penanganan Cepat” di sini:

    (rrd/rrd)

  • Pengamat: Shortfall Pajak Bakal Melebar, Hanya 90% dari Target APBN

    Pengamat: Shortfall Pajak Bakal Melebar, Hanya 90% dari Target APBN

    Bisnis.com, JAKARTA — Shortfall atau realisasi penerimaan pajak yang lebih rendah dari target diperkirakan melebar pada tahun ini, seiring dengan realisasi yang belum mencapai 50% sampai dengan Juli 2025.

    Pengamat Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyebut shortfall penerimaan pajak sudah pasti ada tahun ini. Namun, dia memperkirakan persentasenya semakin melebar akibat realisasi penerimaan yang lebih rendah dari outlook pemerintah.

    “Sebelumnya, outlook Pemerintah penerimaan pajak akan sebesar 94%. Namun, saya melihat shortfall penerimaan akan melebar. Kemungkinan realisasi penerimaan dalam kisaran 90%,” terangnya kepada Bisnis, Senin (15/9/2025).

    Fajry menilai otoritas fiskal seharusnya tidak perlu khawatir terkait dengan shortfall, apabila optimistis perekonomian tumbuh sesuai sasaran. Dalam hal ini, pemerintah memperkirakana ekonomi 2025 tumbuh 5,2% dari tahun lalu (yoy).

    Bahkan, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, yang saat itu belum genap sepekan menjabat, optimistis pertumbuhan ekonomi di atas 6% bisa digapai dalam waktu dekat. Tidak hanya itu, Purbaya juga menebar likuiditas ke lima himbara dengan dana pemerintah senilai Rp200 triliun untuk memacu kredit ke sektor usaha.

    “Kalau ekonomi benar-benar tumbuh 6% pada tahun ini, penerimaan pajak otomatis akan tercapai. Tidak usah lagi fiskus [pemungut pajak] menebar SP2DK [Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan],” terang Fajry.

    Realisasi Penerimaan Juli

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Dirjen Pajak Kemenkeu) Bimo Wijayanto melaporkan realisasi penerimaan pajak mencapai Rp990,01 triliun selama Januari—Juli 2025. Angka itu turun 5,29% dari realisasi penerimaan pajak periode yang sama tahun lalu (year on year/YoY) sebesar Rp1.045,3 triliun.

    Dalam paparannya, Bimo tidak menjelaskan penurunan nominal realisasi penerimaan pajak itu. Dia hanya menyampaikan bahwa secara kontribusi, penerimaan pajak terhadap total pendapatan negara naik 1,67%; dari 67,63% pada Januari—Juli 2024 menjadi 69,3% pada Januari—Juli 2025.

    “Itu Rp990,01 triliun yang mana konsistensi tumbuh positif sejak bulan Mei, kemudian Juli, dan Juli ke Agustus juga tumbuh slightly [sedikit] positif walaupun kondisi cukup sulit,” ujar Bimo pada rapat bersama Komisi XI DPR, Rabu (9/9/2025).

    Adapun realisasi Rp990 triliun itu setara 47,2% dari target total penerimaan pajak dalam APBN 2025 sebesar Rp2.189,3 triliun. Bimo pun merincikan empat sumber utama realisasi penerimaan pajak itu.

    Pertama, dari pajak penghasilan (PPh) Badan sebesar Rp174,47 triliun atau setara 47,2% dari target APBN 2025. Realisasi PPh Badan itu turun 9,1% dari periode yang sama tahun lalu.

    Kedua, dari PPh Orang Pribadi sebesar Rp14,98 triliun atau setara 98,9% dari target APBN 2025. Realisasi PPh Orang Pribadi itu naik 37,7% dari periode yang sama tahun lalu.

    Ketiga, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar Rp350,62 triliun atau setara 37,1% dari target APBN 2025. Realisasi PPN dan PPnBM itu turun 12,8% dari periode yang sama tahun lalu.

    Keempat, pajak bumi bangunan (PBB) sebesar Rp12,53 triliun. Realisasi itu naik 129,7% dari periode yang sama tahun lalu.

    Ekonomi Melambat

    Sementara itu, Menkeu Purbaya mengaku pertumbuhan ekonomi di kuartal III/2025 diperkirakan melambat karena belanja pemerintah. “Karena mungkin kuartal III/2025 agak lambat sedikit, belanjanya dan ekonomi agak melambat,” ungkap Purbaya kepada wartawan, dikutip Minggu (14/9/2025).

    Namun demikian, Purbaya meyakini geliat perekonomian akan berbalik arah pada kuartal IV/2025. Pada akhir tahun ini, dia optimistis perekonomian bakal tumbuh sejalan dengan penyerapan insentif maupun stimulus yang digelontorkan pemerintah.

    “Saya yakin bulan Oktober, November, Desember semuanya akan berbalik arah. Nanti semuanya akan berbalik termasuk PPnBM [Pajak Penjualan atas Barang Mewah] dan lain-lain mendekati target yang kita miliki,” tuturnya.

    Seperti diketahui, pemerintah telah menargetkan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2025 mencapai 5,2% yoy. Pada kuartal II/2025 lalu, pertumbuhan ekonomi melesat di atas ekspektasi hampir berbagai kalangan yakni hingga 5,12% yoy di tengah gelombang PHK dan lain-lain.

  • Potensi Cuaca Ekstrem, Pemprov Jatim-BNPB Lakukan Operasi Modifikasi Cuaca

    Potensi Cuaca Ekstrem, Pemprov Jatim-BNPB Lakukan Operasi Modifikasi Cuaca

    Surabaya (beritajatim.com) – BMKG Stasiun Juanda telah memberikan peringatan bahwa mulai tanggal 12 sampai 17 September 2025 akan terjadi potensi cuaca ekstrem. Yakni, hujan intensitas sedang hingga deras.

    “Maka telah dilakukan koordinasi antara Gubernur Jatim dan Kepala BNPB. Sehingga, hasilnya adalah akan dilaksanakan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di wilayah Jawa Timur mengingat adanya potensi cuaca ekstrem terjadi hujan intensitas sedang hingga deras. Pos operasi sejak tanggal 12 September itu ada di Lanudal Base Ops Juanda menggunakan anggaran APBN BNPB,” kata Sekretaris BPBD Jatim yang juga Plh Kalaksa BPBD Jatim, Andhika Nurrahmad Sudigda, Senin (15/9/2025).

    Posko OMC ada di Lanudal Base Ops Juanda ini dalam rangka penanganan darurat Bencana Hidrometeorologi di Provinsi Jatim Tahun 2025.

    Bencana Hidrometeorologi seperti hujan sedang hingga lebat, banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, puting beliung, serta hujan es ini melanda 22 dilayah di Jatim.

    Dalam rilis BMKG Stasiun Juanda, ada 22 kabupaten/kota yang berpotensi terjadi cuaca ekstrem selama sepekan ke depan. Daerah-daerah itu yakni di Bondowoso, Jember, Kabupaten Kediri, Jombang, Kota Malang.

    Kemudian Kota Batu, Lumajang, Kabupaten Madiun, Kabupaten Mojokerto, Nganjuk, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Situbondo, Magetan, Ngawi, Ponorogo, Kabupaten Malang, Pacitan, Bojonegoro, Tuban, Banyuwangi, dan Trenggalek.

    Pantauan beritajatim.com di Posko OMC, sejumlah pihak dari BNPB, BMKG Stasiun Juanda, BPBD Jatim, Alkonost (operator penerbangan) dan Puspenerbal sedang menggelar rapat evaluasi pelaksanaan OMC yang sudah dilakukan tiga kali sejak Sabtu (13/9/2025). Yakni, pertama dilakukan di Mojokerto, Tuban, dan Bojonegoro. Kemudian, kedua dilakukan di perairan timur dan selatan Banyuwangi serta ketiga di Tuban dan Lamongan. [tok/aje]