Topik: APBN

  • Fraksi PKB DPRD Bondowoso Apresiasi Kenaikan PAD dan Dukung Program RANTAS

    Fraksi PKB DPRD Bondowoso Apresiasi Kenaikan PAD dan Dukung Program RANTAS

    Bondowoso (beritajatim.com) – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kabupaten Bondowoso menyampaikan pandangan umum terhadap Raperda tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P-APBD) Tahun Anggaran 2025 dalam rapat paripurna DPRD, Rabu (17/9/2025).

    Dalam penyampaiannya, Fraksi PKB mengapresiasi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp23,96 miliar yang bersumber dari pajak daerah dan retribusi, tanpa adanya kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

    “Peningkatan ini menjadi angin segar bagi masyarakat, di tengah berkurangnya transfer dari pemerintah pusat hingga Rp56,93 miliar,” kata Juru Bicara Fraksi PKB, Samsul Tahar.

    Selain itu, Fraksi PKB memberikan dukungan atas langkah pemerintah daerah melakukan efisiensi anggaran dengan menghapus kegiatan yang tidak bersentuhan langsung dengan kepentingan rakyat.

    “Terkait pembangunan infrastruktur, Fraksi PKB mengapresiasi atas program RANTAS (Jalan Tuntas) yang dijalankan Bupati Bondowoso,” ujarnya.

    Program RANTAS disebut sebagai bagian dari janji politik kepala daerah terpilih. Fraksi PKB bahkan mendorong agar kepala desa ikut diwajibkan mengalokasikan anggaran desa untuk mendukung program tersebut.

    Pada bidang ketenagakerjaan, Fraksi PKB menyampaikan terima kasih atas keputusan Bupati Bondowoso yang tidak merumahkan pegawai Non-ASN non-data base, meski tidak masuk dalam skema P3K.

    “Langkah ini berbeda dengan sejumlah daerah lain yang telah merumahkan pegawai serupa,” papar Tahar.

    Di sektor kesehatan, Fraksi PKB mendukung adendum kerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk mendukung pelaksanaan Universal Health Coverage (UHC), khususnya bagi peserta mandiri yang kesulitan membayar iuran.

    “Fraksi PKB menyarankan agar Pemkab Bondowoso berkoordinasi dengan Kementerian Sosial terkait data JKN PBI APBN yang dinonaktifkan, serta mendorong rumah sakit dan klinik swasta ikut berkontribusi melalui CSR untuk pembayaran premi BPJS,” jelasnya.

    Fraksi PKB juga meminta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil rutin memperbarui data kependudukan, terutama warga yang sudah meninggal, agar tidak terus membebani pembiayaan premi BPJS Kesehatan.

    Selain itu, Fraksi PKB menyoroti maraknya kegiatan di Alun-alun Bondowoso. Mereka mempertanyakan apakah berbagai kegiatan itu sudah berdampak pada peningkatan kunjungan wisata maupun PAD dari sektor pajak dan retribusi.

    Pandangan umum tersebut ditutup dengan ajakan kepada seluruh pihak untuk selalu mengutamakan pelayanan masyarakat, mengingat pejabat publik adalah abdi sekaligus pelayan masyarakat. [awi/beq]

  • Dikritik Ekonom Didik Rachbini, Purbaya: Beliau Salah Tafsir Undang-Undang

    Dikritik Ekonom Didik Rachbini, Purbaya: Beliau Salah Tafsir Undang-Undang

    JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi kritik yang disampaikan oleh Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J. Rachbini terkait kebijakan pemindahan penempatan dana sebesar Rp200 triliun ke himpunan bank milik negara (Himbara).

    Menurutnya kritik tersebut tidak tepat karena kebijakan yang diambil tidak melanggar aturan yang berlaku dan dirinya telah mendapat masukan langsung dari pakar perundangan-undangan Lambock V. Nahattands, yang menilai bahwa penilaian Didik atas kebijakan tersebut kurang tepat.

    “Pak Didik salah undang-undangnya. Saya tadi ditelepon Pak Lambok, ahli undang-undang kan. Dia bilang sama saya, Pak Didik salah dan hal ini pernah dilakukan sebelumnya,” ujarnya kepada awak media, Selasa, 16 September.

    Ia menjelaskan bahwa penempatan anggaran di himbara bukan melakukan perubahan anggaran, melainkan hanya pemindahan alokasi dana dan hal semacam ini pernah dilakukan sebelumnya.

    “Enggak ada yang salah, saya sudah konsultasi juga dengan Pak Lambok dan ahli-ahli hukum di Kemenkeu,” jelasnya.

    Purbaya menambahkan bahwa mekanisme serupa juga telah dijalankan pada tahun 2008 (September) dan tahun 2021 (Mei), tanpa menimbulkan persoalan hukum.

    “Jadi Pak Didik harus belajar lagi kelihatannya,” ujarnya.

    Ia menjelaskan bahwa dana tersebut hanya dipindahkan dari Bank Indonesia ke bank umum, tanpa mengubah status atau kepemilikan dana.

    “Pokoknya uang saya di bank saya geser, dari BI geser. Jadi bukan dipinjemin, saya taruh saja, saya pindahin uangnya. Seperti Anda punya uang di bank A dan bank B, Anda pindahin uangnya dari bank B ke bank A. Uang Anda tetap kan, bentuknya sama ya, tabungan, apa. Jadi nggak masalah, cuma pindah saja,” jelasnya.

    Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa perbedaan utama terletak pada karakteristik tempat penyimpanan.

    Purbaya menyampaikan bahwa dana yang ditempatkan di bank sentral tidak dapat diakses oleh sektor perbankan dan perekonomian secara langsung, namun sebaliknya, jika ditempatkan di bank umum, dana tersebut bisa beredar dan memberikan stimulus ke perekonomian.

    “Jadi banyak yang salah mengerti. Seolah-olah saya memakai SAL (Saldo Anggaran Lebih) untuk membangun atau uangnya saya ambil untuk pembangunan tertentu. Tidak. Saya hanya memaksa perbankan berpikir secara profesional,” tegasnya.

    Menurutnya tujuannya agar dana ini bisa mendorong mekanisme pasar berjalan lebih optimal, lantaran selama ini, perbankan cenderung pasif dengan menempatkan dana di instrumen yang aman seperti obligasi atau di bank sentral.

    “Jadi sekarang mereka mesti berpikir sesuai dengan fungsi mereka. Fungsi untuk apa perbankan dibuat,” ucapnya.

    Sebelumnya, Ekonom senior INDEF Didik J. Rachbini mengkritik kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang memindahkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke lima bank BUMN anggota Himbara.

    Ia menilai langkah tersebut melanggar setidaknya tiga peraturan yaitu UUD 1945 Pasal 23, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU APBN setiap tahun.

    Didik menegaskan bahwa anggaran negara tidak bisa dialihkan secara sepihak tanpa melalui proses legislasi yang sah.

    Ia pun meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan kebijakan tersebut karena dianggap bertentangan dengan prinsip tata kelola anggaran yang diatur undang-undang.

    Menurutnya dana negara hanya boleh ditempatkan di bank umum untuk kepentingan operasional APBN, bukan untuk program yang tidak tercantum dalam APBN.

    Ia juga menyebut bahwa pemindahan dana ini berisiko melanggar UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, yakni pada pasal 22, ayat 4, 8 dan 9.

  • Heboh Tanggul Beton Cilincing Diprotes, KKP: Itu Warga Pendatang

    Heboh Tanggul Beton Cilincing Diprotes, KKP: Itu Warga Pendatang

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyinggung keberadaan nelayan pendatang dalam polemik pembangunan tanggul beton untuk dermaga pelabuhan di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara beberapa waktu lalu.

    Wakil Menteri KP Didit Herdiawan menyampaikan bahwa PT Karya Citra Nusantara (KCN) telah mengantongi Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) untuk proyek itu sejak 2023 serta telah melaksanakan kegiatan pembangunan sejak 2024.

    “Sudah melakukan mitigasi, sudah memberikan CSR [tanggung jawab sosial perusahaan] kepada penduduk setempat sampai selesai, dan sudah melakukan kegiatan sosialisasi. Namun demikian, penduduk di sana ada yang baru datang,” kata Didit dalam rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Selasa (16/9/2025).

    Didit lantas menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta turun tangan untuk memitigasi persoalan lebih lanjut dengan melihat kartu tanda penduduk (KTP) nelayan di daerah tersebut.

    Lebih lanjut, Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Pung Nugroho Saksono memerinci bahwa hal ini berkaitan dengan penyaluran CSR maupun kompensasi kepada nelayan agar lebih tepat sasaran.

    “Dari Pemda akan melakukan mitigasi terkait dengan kependudukan. Jadi kalau yang memang [warga] di situ, mereka akan melakukan pembiayaan sekolah anak-anaknya itu sampai lulus, sampai mungkin kuliah,” ujarnya.

    Ipung, sapaan akrabnya, juga memastikan bahwa PT KCN telah melakukan kewajiban pembayaran pajak kepada Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp26 miliar per tahun atas operasional kawasan tersebut.

    Dia memaparkan bahwa PT KCN berada dalam pengawasan, pengaturan, dan pemberian izin oleh Kementerian Perhubungan serta dalam status mitra konsesi selama 70 tahun dalam pengembangan infrastruktur dan operasional pelabuhan Marunda.

    Sebelumnya, PT KCN telah memberikan klarifikasi terkait pembangunan tanggul beton yang menjadi polemik dalam beberapa waktu itu. Widodo Setiadi selaku Direktur Utama PT KCN menyampaikan bahwa konstruksi tanggul tersebut merupakan breakwater (pemecah gelombang) untuk membangun dermaga alias pier baru.

    Konstruksi ini juga merupakan bagian dari proyek pembangunan kawasan pelabuhan yang digagas pemerintah dengan menggandeng swasta, serta disebutnya termasuk dalam proyek non-APBD maupun non-APBN.

    “Proyek ini baru jadi boleh dibilang 70%, ada pier 1 yang sebelah kiri, ada pier 2 yang di tengah ini baru akan selesai 2025, dan di pier 3 yang ini sekarang jadi ramai isunya ada tanggul beton, itu kalau kita lihat itu breakwater, bagian dari pembangunan pelabuhan,” katanya dalam konferensi pers di kawasan PT KCN, Jakarta Utara, Jumat (12/9/2025).

    Widodo juga menyebut telah memiliki PKKPRL hingga analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) yang memadai. Pihaknya tengah mengkaji skema kompensasi bagi nelayan yang terdampak keberadaan konstruksi tersebut.

  • Kebijakan Efisiensi, Dana Transfer Keuangan ke Pemkab Lumajang Dipangkas Rp 56 Miliar

    Kebijakan Efisiensi, Dana Transfer Keuangan ke Pemkab Lumajang Dipangkas Rp 56 Miliar

    Lumajang (beritajatim.com) – Dana transfer keuangan daerah (TKD) dari pemerintah pusat ke Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang, Jawa Timur, tahun 2025 dipotong sebesar Rp 55,9 miliar.

    Pemotongan anggaran ini merupakan imbas dari kebijakan efisiensi anggaran yang sedang dijalankan pemerintah.

    Kebijakan ini tertuang dalam Intruksi Presiden (Inpres) nomor 1 tahun 2025 tentang efisiensi anggaran dalam pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang membuat pengeluaran belanja negara harus dihemat hingga Rp 271 triliun.

    Aturan efisiensi ini juga berdampak terhadap pelaksanaan APBD di tingkat pemerintah daerah (Pemda) maupun Pemprov.

    Bupati Lumajang Indah Amperawati mengatakan, dampak efisiensi anggaran membuat alokasi dana TKD dari pemerintah pusat sebesar Rp 55,9 miliar dihapus.

    Diakui, dana puluhan miliar itu berasal dari dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) yang awalnya direncanakan untuk pembangunan infrastruktur.

    “Awalnya kita sudah dianggarkan Rp 55,9 miliar untuk infrastruktur tahun ini, tapi setelah ada efisiensi anggaran, alokasi dana transfer ini dihilangkan,” kata, Selasa (16/9/2025).

    Imbas dari penghapusan dana transfer ini membuat Pemkab Lumajang harus mencari cara untuk menutupi kekurangan dana pembangunan infrastruktur yang hilang.

    Menurut Indah, kebijakan yang dilakukan di tengah efisiensi anggaran ini salah satunya dalah dengan memangkas anggaran perjalanan dinas di lingkungan Pemkab Lumajang sebesar 50 persen.

    Selain itu, anggaran untuk pembelian alat tulis kantor (ATK) juga ikut dipotong sebesar 50 persen.

    Selanjutnya, hasil pemotongan angggaran itu dialihkan untuk pembangunan infrastruktur menggantikan dana transfer yang sudah dihapus.

    “Jadi, anggaran perjalanan dinas sudah kita kurangi sampai 50 persen, kemudian belanja ATK juga kita potong,” ucap Indah.

    Indah menyebut, untuk menutupi kekurangan pembiayaan pembangunan infrastruktur yang hilang, kegiatan-kegiatan bersifat seremonial di lingkungan Pemkab Lumajang juga harus dikurangi.

    “Belanja lain yang tidak urgent seperti perayaan seremonial juga kita hilangkan, mudah-mudahan bisa menutupi hilangnya dana transfer yang Rp 55,9 miliar itu,” ungkapnya. (has/but)

     

  • Menkeu Purbaya Ancam Tarik Anggaran Kementerian yang Tak Bisa Belanja – Page 3

    Menkeu Purbaya Ancam Tarik Anggaran Kementerian yang Tak Bisa Belanja – Page 3

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa akan mendalami dugaan permainan dan pemalsuan cukai rokok. Dia mendapatkan laporan bahwa adanya permasalahan dalam cukai rokok.

    “Nanti saya lihat lagi, saya belum menganalisis dengan dalam seperti apa sih cukai rokok itu, katanya ada yang main-main, di mana main-mainnya?” kata Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (15/9/2025).

    Di mengaku masih menghitung berapa pendapatan yang didapat negara apabila berhasil memberantas cukai-cukai palsu. Purbaya menuturkan pihaknya masih melakukan analisis di lapangan sebelum memberantas persoalan cukai rokok.

    “Kalau misalnya saya beresin, saya bisa hilangkan cukai-cukai palsu berapa pendapatan saya? Dari situ nanti saya bergerak. Kalau mau diturunkan seperti apa. Tergantung hasil studi dan analisis yang saya dapatkan dari lapangan,” jelas Purbaya.

    Untuk diketahui, dalam rapat kerja Kemenkeu bersama Komisi XI DPR RI pada 10 September 2025 dibahas intensifikasi penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) dalam APBN 2026.

    Dalam rapat, Anggota Komisi XI DPR Harris Turino menyoroti kabar kesulitan yang dialami pabrik rokok besar seperti Gudang Garam serta nasib para pegawainya.

    Ia mengingatkan bahwa kenaikan cukai rokok yang terlalu agresif berpotensi makin menekan industri, terutama segmen Sigaret Kretek Mesin (SKM), dan mengusulkan pemerintah fokus memperkuat pengawasan rokok ilegal sebagai alternatif peningkatan penerimaan tanpa menaikkan tarif.

  • Kebijakan Menkeu Guyur Perbankan Rp200 Triliun Berpotensi Langgar Konstitusi

    Kebijakan Menkeu Guyur Perbankan Rp200 Triliun Berpotensi Langgar Konstitusi

    GELORA.CO -Kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang mengucurkan dana Rp200 triliun dari rekening pemerintah di Bank Indonesia untuk disalurkan ke perbankan berpotensi menabrak aturan konstitusi.

    Pengamat pasar keuangan, Ibrahim Assuaibi, menilai kebijakan yang awalnya dinilai positif itu justru berpotensi melanggar tiga aturan sekaligus.

    “Program tersebut berpotensi melanggar konstitusi, yaitu tiga undang-undang sekaligus, serta berbau politis agar mendapatkan simpati publik,” katanya dalam keterangan kepada wartawan, Selasa 16 September 2025.

    Pemerintah sebelumnya menyebut kebijakan tersebut dirancang untuk memperkuat peran bendahara umum negara dalam mengelola kas secara aktif dan optimal, sebagaimana praktik treasury management di negara-negara modern.

    Dana yang ditempatkan, menurut pemerintah, tetap tercatat, diawasi, dan bisa ditarik kembali sewaktu-waktu.

    Namun, Ibrahim menekankan bahwa prosedur pengucuran dana seharusnya dimulai dari proses legislasi yang benar melalui APBN. 

    “Seharusnya dimulai dari proses legislasi yang baik melalui APBN dan diajukan dengan sistematis berapa jumlah yang diperlukan dan program apa saja yang akan dijalankan. Proses penyusunan, penetapan dan alokasi APBN diatur oleh UUD 1945 Pasal 23, UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, dan UU APBN setiap tahun,” jelasnya.

    Ibrahim mengingatkan, anggaran negara bukanlah dana privat atau korporasi, melainkan bagian dari ranah publik yang wajib mengikuti aturan ketatanegaraan.

    “Proses kebijakan yang benar harus dijalankan berdasarkan aturan main, sebab jika tidak akan menjadi preseden anggaran publik dipakai seenaknya di masa mendatang,”tambahnya.

    Ibrahim juga menegaskan pentingnya pejabat negara menaati aturan main dan menjalankan kebijakan sesuai Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang diajukan Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah. 

    “Sehingga tidak ada program yang datang di tengah-tengah semaunya,” pungkasnya.

  • Didik Rachbini Minta Prabowo Hentikan Penempatan Rp200 Triliun di Bank: Langgar Tiga UU

    Didik Rachbini Minta Prabowo Hentikan Penempatan Rp200 Triliun di Bank: Langgar Tiga UU

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom senior Indef Didik J. Rachbini meminta Presiden Prabowo Subianto menghentikan kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menempatkan dana pemerintah Rp200 triliun ke sistem perbankan.

    Didik menilai kebijakan menteri keuangan yang baru dilantik pekan lalu itu menyalahi prosedur pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Bahkan, menurutnya, langkah itu berpotensi melanggar konstitusi serta tiga undang-undang yang mengatur tata kelola keuangan negara.

    Rektor Universitas Paramadina itu menjelaskan bahwa tata cara penyusunan, penetapan, dan alokasi APBN telah diatur secara rinci dalam Pasal 23 UUD 1945, UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara, serta UU APBN yang berlaku setiap tahun. Dia mengingatkan bahwa dana pemerintah bersumber dari anggaran publik sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan pemerintah wajib melewati mekanisme politik dan legislasi di DPR.

    “Karena anggaran negara adalah ranah publik, maka proses politik yang bernama legislasi dijalankan bersama oleh DPR dengan pembahasan-pembahasan di setiap komisi dengan menteri-menteri dan badan anggaran dengan menteri keuangan,” kata Didik dalam keterangannya, dikutip pada Selasa (16/9/2025).

    Dia menilai bahwa kebijakan spontan pengalihan Rp200 triliun dari kas negara ke bank umum, lalu disalurkan ke industri atau individu dalam bentuk kredit, melanggar aturan perundangan yang ada. Prosedur tersebut, ujarnya, tidak tercantum dalam nota keuangan maupun RAPBN yang secara resmi diajukan pemerintah kepada DPR.

    Lebih lanjut, Didik menilai penempatan dana Rp200 triliun justru melenceng dari ketentuan Pasal 22 ayat (4), (8) dan (9) UU Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara. Aturan tersebut memperbolehkan menteri keuangan membuka rekening penerimaan dan pengeluaran di bank umum, namun penggunaannya terbatas untuk kepentingan operasional APBN.

    “Ayat ini sangat jelas membatasi jumlah dan tujuan penempatan sebatas pada operasional pengeluaran sesuai rencana pemerintah yang sudah ditetapkan dalam APBN, bukan untuk program-program yang seingat di kepala lalu dijalankan,” ujar Didik yang juga menjabat sebagai Komisaris Independen PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), salah satu bank penerima kucuran likuiditas dari negara.

    Dia menekankan pentingnya menjalankan kebijakan seusai mekanisme resmi meski tujuannya dianggap baik untuk mendorong penyaluran kredit. Didik juga mengingatkan potensi preseden buruk bila praktik seperti ini terus dibiarkan.

    Menurutnya, kelembagaan fiskal bisa dilemahkan dan penggunaan anggaran negara menjadi sewenang-wenang. Oleh karena itu, Didik meminta Prabowo tidak tinggal diam.

    “Saya menganjurkan agar presiden turun tangan untuk menghentikan program dan praktik jalan pintas seperti ini karena telah melanggar setidaknya tiga UU dan sekaligus konstitusi. Kita tidak boleh melakukan pelemahan aturan main dan kelembagaan seperti yang dilakukan pemerintahan sebelumnya,” tutupnya.

  • Banggar DPR Tolak Tambahan Anggaran OIKN Rp14,92 Triliun, Bagaimana Nasib Proyek IKN 2026?

    Banggar DPR Tolak Tambahan Anggaran OIKN Rp14,92 Triliun, Bagaimana Nasib Proyek IKN 2026?

    JAKARTA – Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menolak usulan tambahan anggaran seluruh kementerian yang menjadi mitra kerja Komisi II DPR RI. Termasuk, menolak usulan tambahan anggaran Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) sebesar Rp14,92 triliun untuk 2026.

    Hal itu dipastikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Partai Golkar Zulfikar Arse Sadikin usai menerima langsung Surat Putusan Banggar tertanggal 11 September 2025.

    “Ini kami dapat surat dari Banggar per tanggal 11 September 2025 terkait penyampaian hasil pembahasan RUU APBN Tahun Anggaran 2026, delapan mitra kerja kami berdasarkan surat yang ditandatangani oleh Ketua Banggar ini tidak mendapatkan tambahan apapun dari usulan tambahan yang diajukan,” ujar Zulfikar dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI bersama seluruh mitra di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 15 September.

    Lantas, bagaimana kelanjutan proyek IKN pada tahun depan?

    Ditemui awak media usai menghadiri Raker bersama Komisi II DPR RI, Kepala OIKN Basuki Hadimuljono menyampaikan, apabila usulan tambahan OIKN tidak disetujui, dikhawatirkan hal itu akan berdampak pada melambatnya progres konstruksi calon ibu kota baru RI.

    Untuk itu, Basuki berharap, agar Komisi II DPR RI dapat mencatat usulan tersebut guna memastikan pembangunan IKN tetap terlaksana.

    “Ya pastinya akan memengaruhi (kalau tak disetujui), progresnya bisa mundur lagi,” ucapnya.

    Sebelumnya, berdasarkan Surat Bersama Pagu Indikatif (SBPI) Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor S-356/MK.02/2025 dan Nomor B-383/D.9/PP.04.03/05/2025 yang dikeluarkan tanggal 15 Mei 2025, pagu indikatif OIKN ditetapkan sebesar Rp5,05 triliun.

    Meski begitu, pagu indikatif tersebut dinilai masih jauh untuk mencukupi pembangunan pada 2026. Pasalnya, OIKN membutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp16,13 triliun untuk melanjutkan proyek baru di IKN.

    Basuki menegaskan, pihaknya telah menyampaikan usulan tambahan anggaran tersebut kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 4 Juli 2025 melalui Surat Kepala OIKN Nomor B.132/Kepala/Otorita IKN/VII/2025.

    “Kami membutuhkan anggaran dari Rp5,05 triliun, ditambah Rp16,13 triliun,” terangnya.

    Akan tetapi, usai melakukan sejumlah rapat, Komisi II DPR RI menyetujui usulan tambahan anggaran OIKN TA 2026 sebesar Rp14,92 triliun untuk dibahas lebih lanjut ke Banggar DPR RI.

    Namun demikian, per hari ini, usulan tambahan anggaran tersebut ditolak oleh Banggar DPR RI dan OIKN tetap mendapatkan pagu anggaran definitif sebesar Rp6,26 triliun pada 2026.

  • Pastikan Rumah Subsidi Tepat Sasaran, BP Tapera Lakukan Pengawasan Ini

    Pastikan Rumah Subsidi Tepat Sasaran, BP Tapera Lakukan Pengawasan Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kuota rumah subsidi lewat skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada 2025 ditargetkan mencapai 350.000, dari sebelumnya sebanyak 220.000. Adapun realisasi hingga 15 September 2025 mencapai 175,456 unit atau 50,16% dari target sepanjang tahun.

    Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho mengatakan BP Tapera juga memiliki concern agar yang mengakses skema FLPP tepat sasaran, pasalnya dana yang digunakan adalah dana bergulir dari pemerintah melalui APBN.

    “Kami menjaga agar tepat sasaran dari sebelum akad hingga dihuni. Jadi kalau dihuni bukan oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) akan diberi sanksi yaitu subsidinya dicabut dan mengangsur secara komersial,” ungkap Heru kepada CNBC Indonesia, dalam “Special Dialogue Merdeka Rumah” dengan tema “3 Juta Rumah Bukan Sekedar Impian”, Senin (15/9/2025).

    Menurut Heru, ada petugas khusus yang melakukan hal ini secara acak demi memastikan fasilitas ini tepat sasaran. Adapun sebelum akad, BP Tapera juga memastikan rumah yang diambil masyarakat sesuai spesifikasi yang diatur pemerintah dan sudah terbangun oleh pengembang.

    “Ada bukti di lapangan, bank juga sudah melihat bahwa rumah bagus dan layak huni. Masyarakat juga bisa lihat langsung dan membuktikan dan diunggah, dengan cara ini terbukti keterisian rumah MBR juga makin meningkat,” jelas Heru.

    Hingga akhir tahun, untuk bisa mengakselerasi capaian FLPP, BP Tapera akan melakukan akad massal 25.000 unit rumah secara hybrid. Secara onsite akan dilakukan 400 unit di Cileungsi dan sisanya online di 100 titik di seluruh Indonesia.

    “Insya Allah kalau terealisasi ini akan menjadi akad massal terbesar dalam sejarah,” pungkas Heru.

    (rah/rah)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Menkeu Purbaya Optimalkan Penggunaan APBN Hingga Akhir 2025

    Menkeu Purbaya Optimalkan Penggunaan APBN Hingga Akhir 2025

    Menkeu Purbaya Optimalkan Penggunaan APBN Hingga Akhir 2025