Topik: APBN

  • Menkeu Purbaya Ramal Manufaktur Ngebut Kuartal IV/2025 Usai Guyuran Rp200 Triliun

    Menkeu Purbaya Ramal Manufaktur Ngebut Kuartal IV/2025 Usai Guyuran Rp200 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meramal kinerja manufaktur nasional tumbuh positif seiring dengan penyaluran dana likuiditas Rp200 triliun ke perbankan untuk menggerakan perekonomian. 

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan sektor manufaktur sebagai kontributor ekonomi terbesar kembali menguat dengan pertumbuhan mencapai 5,68% (year-on-yaer/yoy) pada kuartal II/2025 atau tertinggi sejak tahun 2022. 

    “Manufaktur kita di Q2 sudah mulai recovery [pulih], mungkin Q3 akan melambat sedikit tapi Q4 akan tumbuh lebih cepat lagi perbaikan ekonomi dan perbaikan demand karena supply uang ditambah di sistem perekonomian,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN Kita September 2025, Senin (22/9/2025). 

    Optimisme tersebut juga didukung permintaan domestik yang terus pulih dan keberhasilan penetrasi pasar ekspor, terutama untuk produk hasil hilirisasi. 

    Di samping itu, kinerja pertumbuhan manufaktur pada kuartal kedua tahun ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 4,43% yoy. 

    Sejumlah sektor pendukung yakni industri logam dasar yang tumbuh 14,9% yoy ditopang meningkatnya permintaan ekspor khususnya komoditas berbasis hilirisasi. 

    Tak hanya itu, industri makanan dan minuman juga tumbuh sebesar 6,2% yoy yang didorong permintaan domestik dan ekspor untuk produk seperti CPO, minyak goreng, dan berbagai olahan lainnya. 

    Lebih lanjut, industri kimia yang periode kuartal kedua ini tumbuh 9,4% yoy yang tumbuh ditopang permintaan domestik untuk produk farmasi. 

    “Membaiknya situasi global, aktivitas manufaktur dunia kembali ekspansif. wilayah eropa utk pertama kalinya sejak pertengahan 2022 kembali mencatat ekspansi, sebagian besar negara G20 dan Asean juga menunjukkan pemulihan yg cukup solid,” tuturnya. 

    Jika dilihat dari laporan S&P Global, PMI manufaktur global berada di level ekspansi yakni 50,6. Purbaya memproyeksi tren ke depan akan terus positif, begitupun dengan manufaktur di negara-negara Asean dan G20 yang ikut pulih. 

    Adapun, PMI manufaktur Indonesia juga pulih ke level 51,2 pada Agustus 2025 setelah 4 bulan sebelumnya mengalami kontraksi beruntung dibawah ambang batas 50. 

    “Sepertinya global tidak seburuk yang ditakutkan selama ini, mereka mulai recovery, kalau hitungan saya tidak salah, recover nya akan sangat lama siklus bisnis itu kan amerika 10 tahun mereka mulai ekspansi 2023 sampai 2030 akan aman,” terangnya. 

    Purbaya juga menilai mestinya Indonesia akan makin berani ke depan untuk eskpansi karena permintaan domestik yang dinilai kuat. Ketidakpastian global pun disebut telah berkurang dari sebelumnya. 

    “The Fed menurunkan bunga itu akan memberikan stimulus tambahan ke ekonomi Amerika yang biasanya akan diikuti oleh perbaikan negara-negara lain, termasuk China, Jepang, Korea, dan kita juga karena AS masih merupakan mesin pertumbuhan utama ekonomi dunia,” pungkasnya. 

  • Purbaya berantas rokok ilegal di e-commerce hingga warung kelontong

    Purbaya berantas rokok ilegal di e-commerce hingga warung kelontong

    Saya harapkan dengan itu nanti tiga bulan ke depan sudah hilang. Siklus impor kan tiga bulan kira-kira

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menindak penjualan rokok ilegal di platform niaga elektronik (e-commerce) hingga warung kelontong untuk menghentikan peredaran barang tersebut.

    Dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 di Jakarta, Senin, ia mengaku telah memanggil sejumlah pelaku e-commerce dan meminta mereka menghentikan penjualan rokok ilegal.

    “Tadinya minta per 1 Oktober, tapi saya bilang secepatnya aja,” kata Purbaya.

    Menkeu mengaku telah mendeteksi pelaku-pelaku yang menjual rokok ilegal di niaga elektronik. Ia akan memantau proses penarikan barang ilegal di platform-platform digital tersebut.

    Purbaya akan mengambil tindakan tegas bila menemukan pelaku niaga elektronik yang masih membiarkan penjualan rokok ilegal.

    Tak hanya di niaga elektronik, Purbaya juga akan memeriksa toko kelontong. Sebab, ia mendengar bahwa rokok ilegal juga dijual di warung secara per toples dengan harga yang lebih murah. Dalam strategi ini, Purbaya bakal melakukan inspeksi ke warung-warung secara acak.

    Jalur hijau impor juga akan masuk dalam radar pengawasan Purbaya. Pasalnya, jalur hijau yang meloloskan barang dapat bisa menjadi celah terjadinya praktik kecurangan, termasuk soal peredaran rokok ilegal.

    Dia akan menindak tegas orang yang terlibat dalam peredaran rokok ilegal, tak terkecuali pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan Kementerian Keuangan.

    “Saya harapkan dengan itu nanti tiga bulan ke depan sudah hilang. Siklus impor kan tiga bulan kira-kira. Kami harap semuanya mengikuti aturan dengan benar,” tutur dia.

    Berdasarkan catatan terakhir DJBC, rokok ilegal menguasai 61 persen peredaran barang ilegal. Adapun DJBC telah melakukan penindakan barang ilegal sebanyak 13.248 penindakan dengan nilai mencapai Rp3,9 triliun per Juni 2025.

    Dari segi jumlah penindakan, totalnya mengalami penurunan 4 persen bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, jumlah batang rokok ilegal yang berhasil diamankan meningkat 38 persen.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Perbaiki Coretax 1 Bulan, Purbaya Cari Orang Jago IT dari Luar

    Perbaiki Coretax 1 Bulan, Purbaya Cari Orang Jago IT dari Luar

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjanjikan akan memperbaiki Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau Coretax yang saat ini belum optimal. Perbaikan ditargetkan akan rampung dalam satu bulan.

    Purbaya mengatakan perbaikan akan dilakukan dalam waktu satu bulan, dengan melibatkan tenaga ahli teknologi informasi (IT) dari luar Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

    “Saya akan lihat Coretax seperti apa, keterlambatan di Coretax, akan kita perbaiki secepatnya. Dalam satu bulan harusnya bisa. Itu IT, nanti saya bawa jago-jago IT dari luar yang bisa memperbaiki itu dengan cepat,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTA di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).

    Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto membenarkan sempat terjadi downtime dalam operasi Coretax. Menurutnya, hal ini merupakan salah satu bentuk downtime yang terencana untuk pemeliharaan sistem.

    “Kita sekarang dalam tahap stabilisasi dan perbaikan bertahap untuk jangka panjang lebih andal dan akhir 2025 bisa smooth kita harap,” kata Bimo.

    Purbaya Cek Coretax

    Sebelumnya, Purbaya sempat melakukan inspeksi mendadak terhadap operasional pelayanan publik DJP. Dirinya melakukan panggilan ke sistem contact center Kring Pajak di 1500200.

    Purbaya mengatakan ingin merasakan pelayanan DJP setelah mendapat laporan yang bagus-bagus dari anak buahnya. Ia tidak ingin termakan budaya ‘Asal Bapak Senang’ atau ABS.

    “Kalau kata orang pajak, itu (Coretax) bagus, katanya sudah stabil, walaupun kalau kata teman-teman yang bayar itu ‘masih lama bang’ katanya, nanti saya yang cek. Ya kalau orang ditanya bos pasti gitu kan, namanya ABS,” ucap Purbaya kepada wartawan di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (19/9).

    Dalam unggahan video di TikTok @ditjenpajakri, Purbaya menelepon layanan Kring Pajak layaknya masyarakat umum dan menanyakan terkait sistem perpajakan Indonesia. Dalam kesempatan itu, ia mengaku belum mengetahui Coretax dan meminta petugas untuk menjelaskan kepadanya terkait Coretax.

    (kil/kil)

  • Purbaya bakal pertimbangkan BPN bila penerimaan negara tak optimal

    Purbaya bakal pertimbangkan BPN bila penerimaan negara tak optimal

    kami akan optimalkan dulu pendapatan dari bea cukai maupun pajak. Nanti kalau hasilnya belum bagus, baru kami pikirkan itu

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengaku bakal mempertimbangkan untuk membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) bila upaya mengoptimalkan penerimaan negara tak berjalan sesuai yang ditargetkan.

    “Yang jelas kami akan optimalkan dulu pendapatan dari bea cukai maupun pajak. Nanti kalau hasilnya belum bagus juga, baru kami pikirkan untuk itu,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 di Jakarta, Senin.

    Sementara untuk saat ini, Purbaya menilai intervensi melalui pembentukan BPN masih belum dibutuhkan.

    Purbaya masih akan menguji desain strategi penerimaan yang ada sekaligus menghitung potensi kenaikan penerimaan. Penilaian itu akan terus dilakukan hingga ia melihat hasil yang lebih stabil.

    “Tapi rasanya, sampai sekarang belum (mempertimbangkan BPN),” tambahnya.

    Di sisi lain, Purbaya memberi sinyal bahwa orang dari Kementerian Keuangan yang seharusnya mengurus BPN bakal berpindah jabatan.

    Dia tak menyatakan secara eksplisit siapa yang ia maksud. Namun, beredar kabar bahwa Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu yang akan berpindah tugas.

    “Sampai sekarang saya belum memikirkan apakah ada Badan Penerimaan Negara. Apalagi mengingat orang yang mengurus itu mau pindah bentar lagi,” ujarnya sambil melirik ke sisi kiri dirinya.

    Kendati begitu, Purbaya menambahkan arahan Presiden Prabowo Subianto akan menentukan nasib pembentukan BPN.

    “Jadi, belum (rencana pembentukan BPN). Tapi itu tergantung nanti perintah presiden seperti apa,” tutur dia.

    Sebagai informasi, penerimaan perpajakan per 31 Agustus 2025 tercatat turun sebesar 3,6 persen dengan nilai realisasi Rp1.330,4 triliun atau 55,7 persen dari outlook APBN 2025.

    Rinciannya, penerimaan dari pajak terkoreksi sebesar 5,1 persen dengan nilai realisasi Rp1.135,4 triliun atau 54,7 persen dari outlook.

    Namun, dukungan positif terlihat dari penerimaan kepabeanan dan cukai yang tumbuh 6,4 persen dengan realisasi Rp194,9 triliun yang setara 62,8 persen dari outlook.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Meski APBN defisit, Menkeu sebut masih ada ruang percepat belanja

    Meski APBN defisit, Menkeu sebut masih ada ruang percepat belanja

    ANTARA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mencatat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN, sampai akhir Agustus 2025, mengalami defisit sebesar Rp321,6 triliun rupiah atau 1,35 persen dari PDB. Meskipun demikian, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, keseimbangan primer APBN, atau pendapatan negara dikurang belanja negara tanpa pembayaran bunga utang, masih positif, yakni sebesar Rp22 trilun. Artinya, masih ada ruang untuk mempercepat belanja. (Sanya Dinda Susanti/Andi Bagasela/Nanien Yuniar)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kemenkeu Sudah Tarik Utang Rp 463,7 T

    Kemenkeu Sudah Tarik Utang Rp 463,7 T

    Jakarta

    Kementerian Keuangan menarik utang Rp 463,7 triliun hingga Agustus atau selama 8 bulan pertama 2025. Utang pemerintah naik 33,4% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/YoY) mencapai Rp 347,6 triliun.

    Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono mengatakan, realisasi penarikan utang hingga Agustus 2025 mencapai Rp 463,7 triliun atau 59,8% dari porsi APBN 2025 yang mencapai Rp 775,9 triliun.

    “Pembiayaan utang sebesar Rp 463,7 triliun atau 59,8% dari target APBN,” ujar Thomas, dalam Konferensi Pers APBN KiTa di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025)

    Sedangkan pembiayaan non-utang minus Rp 38 triliun atau 23,8% dari APBN. Pembiayaan non-utang ini artinya tidak menambah utang melainkan berinvestasi di sektor tertentu.

    Dengan realisasi pembiayaan utang dan non-utang seperti yang disebutkannya, secara keseluruhan realisasi pembiayaan hingga 31 Agustus 2025 mencapai Rp 425,7 triliun, 69,1% dibandingkan dengan pagu Rp 616,2 triliun. Angka ini naik 44,3% dibandingkan realisasi 31 Agustus 2024 yang mencapai Rp 295 triliun.

    Secara keseluruhan, pendapatan negara sampai 31 Agustus 2025 mencapai Rp 1.638,7 triliun atau 57,2% dari outlook, sementara belanja negara terealisasi Rp 1.960,3 triliun atau 55,6% dari outlook.

    Lebih rinci diketahui, pendapatan negara yang terkumpul Rp 1.638,7 triliun berasal dari penerimaan pajak Rp 1.135,4 triliun, kepabeanan dan cukai Rp 194,9 triliun, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 306,8 triliun.

    Sementara itu, belanja negara Rp 1.960,3 triliun berasal dari belanja pemerintah pusat Rp 1.388,8 triliun, serta transfer ke daerah Rp 571,5 triliun.

    Keseimbangan primer berada pada posisi Rp 22 triliun. Sedangkan defisit tercatat hingga 31 Agustus 2025 mencapai Rp 321,6 triliun atau setara dengan 1,35% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

    (shc/ara)

  • Purbaya janji tuntaskan masalah Coretax dalam sebulan

    Purbaya janji tuntaskan masalah Coretax dalam sebulan

    Saya akan lihat Coretax seperti apa. Keterlambatan dari Coretax akan kami perbaiki secepatnya dalam satu bulan

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berjanji menyelesaikan masalah sistem Coretax oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam kurun waktu sebulan.

    “Saya akan lihat Coretax seperti apa. Keterlambatan dari Coretax akan kami perbaiki secepatnya dalam satu bulan,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 di Jakarta, Senin.

    Untuk mengatasi itu, dia berencana untuk memanggil spesialis teknologi eksternal yang memiliki kapasitas untuk memperbaiki sistem Coretax.

    “Nanti saya bawa jago-jago IT dari luar yang akan memperbaiki dengan cepat,” tambahnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto menambahkan, pihaknya saat ini secara aktif memperbaiki sistem Coretax, salah satunya melalui downtime terencana pada akhir pekan lalu.

    Cara itu dilakukan untuk menyempurnakan dan menstabilkan sistem perpajakan tersebut.

    “Coretax ini sengat besar sekali sistemnya, jangkauannya sangat luas, sehingga sekarang kami yakinkan bahwa kami sedang dalam tahap stabilisasi dan makin sempurna,” jelas Bimo.

    Dia menggarisbawahi perbaikan Coretax dilakukan secara bertahap untuk memastikan keandalan sistem dalam jangka panjang. Meski begitu, Bimo menargetkan sistem akan bisa bekerja lebih stabil saat pergantian tahun pajak dari 2025 ke 2026 nanti.

    Dalam kesempatan terpisah, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan Coretax akan menjadi salah satu strategi pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara. Dengan begitu, pemerintah tak akan menambah beban pajak baru bagi rakyat.

    Adapun penerimaan perpajakan tercatat turun sebesar 3,6 persen dengan nilai realisasi Rp1.330,4 triliun atau 55,7 persen dari outlook per 31 Agustus 2025.

    Rinciannya, penerimaan dari pajak terkoreksi sebesar 5,1 persen dengan nilai realisasi Rp1.135,4 triliun atau 54,7 persen dari outlook.

    Namun, dukungan positif terlihat dari penerimaan kepabeanan dan cukai yang tumbuh 6,4 persen dengan realisasi Rp194,9 triliun yang setara 62,8 persen dari outlook.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mendagri Tito Datangi Kantor Menkeu Purbaya, Ini yang Dibahas!

    Mendagri Tito Datangi Kantor Menkeu Purbaya, Ini yang Dibahas!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menandatangani kantor Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk melaporkan komitmennya memperkuat pengawasan belanja pemerintah daerah supaya makin cepat.

    Sebagaimana diketahui, Kementerian Keuangan mencatat, belanja di daerah masih belum optimal karena masih membengkaknya dana pemda di perbankan yang mencapai Rp 233,11 triliun per Agustus 2025. Jauh lebih tinggi dari catatan Agustus 2024 yang hanya Rp 192,57 triliun.

    Untuk mengurai masalah itu, Tito mengatakan, sebetulnya Kemendagri sudah memiliki program mengumumkan secara rutin tiap bulan realisasi pendapatan dan belanja masing-masing daerah yang terpantau melalui Sistem Informasi Pemerintahan Daerah.

    “Di depan zoom meeting seluruh kepala daerah kan dia malu yang rendah. Apalagi kadang-kadang saya live streaming YouTube dengan yang bisa diakses media, yang tinggi ya kita berikan reward, yang rendah pasti malu,” kata Tito sesuai pertemuan di Kantor Pusat Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (23/9/2025).

    “Tujuannya adalah sekali lagi memacu daerah supaya pendapatan sesuai target dan belanjanya tinggi supaya ada uang beredar di masyarakat,” tegasnya.

    Pada kesempatan pertemuan itu, Tito juga mengajak supaya Purbaya ikut dalam program monitoring pendapatan dan belanja daerah itu. Ia mengatakan, Purbaya bersedia hadir mulai Oktober 2025.

    “Dan beliau berkenan awal bulan depan, Oktober, beliau akan hadir pada acara Rakor tentang Realisasi Pendapatan Belanja Daerah se Indonesia, Zoom Meeting, ditambah dengan Rakor tentang Pertumbuhan Ekonomi,” papar Tito.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan transfer ke daerah (TKD) telah mencapai Rp 571,5 triliun atau 62,1% dari pagu APBN per 31 Agustus 2025. Besaran transfer ini mengalami peningkatan sebesar 1,7% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

    “Tahun lalu Rp 562,1 triliun, tahun ini Rp 571,5 triliun. Namun sebelah kanan, kita melihat bahwa belanja daerah itu lebih lambat dari dibandingkan tahun lalu,” kata Suahasil dalam paparan APBN KITA Edisi September 2025.

    Beberapa poin belanja daerah yang disoroti a.l. belanja pegawai yang 1,5% di bawah realisasi periode yang sama tahun lalu. Hal serupa juga dibukukan oleh belanja barang dan jasa yang 10,6% turun dari posisi 31 Agustus 2024 dan belanja modal 32,6% turun dibandingkan periode 31 Agustus 2024.

    “Memang tahun ini ada pergantian pemimpin daerah banyak, bisa jadi ini ada perlambatan karena ada pergantian kepemimpinan juga karena ada kebijakan pencadangan yang kita keluarkan lewat Inpres No.1/2025 tapi salur TKD-nya lebih tinggi,” papar Suahasil.

    Oleh karena itu, dia meminta pemerintah daerah melakukan belanja lebih cepat pada 3 bulan terakhir tahun ini.

    “Transfernya kalau kita lihat tetap tinggi tapi belanjanya lambat sehingga dana Pemda di perbankan meningkat per Agustus Rp 233,11 triliun,” kata Suahasil.

    Posisi dana mengendap ini lebih tinggi jika dibandingkan Rp 192, 57 triliun per 31 Agustus 2024.

    “Jadi kita harap bahwa daerah akan terus mendorong akselerasi belanja agar APBD mampu beri stimulus bagi perekonomian di daerah bersama-sama dengan APBN,” tegasnya.

    (arj/arj)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Realisasi Belanja Negara Tembus Rp 1.960 T di Akhir Agustus

    Realisasi Belanja Negara Tembus Rp 1.960 T di Akhir Agustus

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi Belanja Negara hingga 31 Agustus 2025 tercatat sebesar Rp1.960,3 triliun atau 54,1% dari APBN.

    Belanja negara tersebut terdiri atas Belanja Pemerintah Pusat (BPP) terealisasi sebesar Rp1.388,8 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp571,5 triliun. Hal ini disampaikan Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dalam Konferensi Pers APBN KITA di Jakarta pada Senin (22/9/2025).

    Suahasil mengatakan di dalam BPP, Belanja Kementerian/Lembaga realisasi tercatat Rp686,0 triliun atau 59,1% dari pagu APBN antara lain digunakan untuk penyaluran bantuan sosial berupa PBI JKN untuk 96,7 juta peserta, PKH untuk 10 juta KPM, kartu sembako untuk 18,3 juta KPM, PIP untuk 11,3 juta siswa, dan KIP Kuliah untuk 895,9 ribu mahasiswa melalui validasi Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional serta pelaksanaan program prioritas Pemerintah.

    Selain itu, realisasi Belanja non-K/L tercatat Rp702,8 triliun atau 45,6 persen dari pagu APBN antara lain untuk pembayaran manfaat pensiun dan subsidi tepat waktu agar masyarakat menikmati barang dengan harga bersubsidi. Terdapat peningkatan realisasi subsidi untuk BBM, LPG, listrik, dan pupuk dibandingkan tahun 2024.

    “BBM 3,5% lebih tinggi realisasinya, LPG 3 kg 3,6% lebih tinggi, listrik bersubsidi sekitar 3,8% lebih tinggi, dan pupuk 12,1% juta tonnya lebih tinggi. Moga-moga ini terus membantu bergeraknya perekonomian di masyarakat,” ungkap Wamenkeu.

    Sementara itu, realisasi TKD Rp571,5 triliun atau 62,1 persen dari pagu APBN. Realisasi tersebut lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya karena adanya perbaikan penyampaian dan pemenuhan syarat salur oleh pemerintah daerah. Belanja daerah terkontraksi 14,1 persen seiring pergantian kepemimpinan dan kebijakan efisiensi.

    “APBN terus melakukan upaya keras untuk melakukan belanja berkualitas untuk seluruh Indonesia. Belanja negara adalah satu kesatuan antara BPP dan juga TKD. Dia merupakan satu kesatuan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan rakyat,” pungkas Wamenkeu.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Purbaya soal Pembentukan Badan Penerimaan Negara: Belum Perlu

    Purbaya soal Pembentukan Badan Penerimaan Negara: Belum Perlu

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa buka suara terkait pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2025. Sebagaimana diketahui, rencana itu menjadi salah satu janji kampanye Presiden Prabowo Subianto.

    Purbaya mengatakan sejauh ini pembentukan BPN belum perlu. Meski begitu, semuanya tergantung dari perintah presiden dalam hal ini Prabowo.

    “Belum ya, tapi itu nanti tergantung perintah presiden seperti apa, tergantung hasil diskusi saya dengan presiden seperti apa. Tapi untuk sementara sih kalau saya lihat belum perlu, sampai kita semuanya sudah stabil,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTA, Senin (22/9/2025).

    Purbaya menyebut pihaknya akan mengoptimalkan pendapatan negara dari pajak dan cukai. Menurutnya, saat ini masih ada kelemahan-kelemahan yang bisa diperbaiki di sistem baik pajak maupun bea cukai.

    Jika perbaikan sudah dilakukan namun hasilnya tidak memuaskan, baru Purbaya bakal merencanakan pembentukan BPN.

    “Nanti kalau sudah dioptimalkan hasilnya belum bagus juga, baru kita pikir untuk bentuk itu, tapi sekarang sih belum saatnya. Masih ada kelemahan-kelemahan di sistem baik pajak maupun bea cukai yang bisa diperbaiki,” ucap Purbaya.

    “Dengan desain yang ada, kalau dijalankan dengan optimal, saya mau lihat berapa kenaikan cukai maupun pajak. Kalau itu masih terlalu rendah, baru kita berpikir ke arah sana,” tambahnya.

    (aid/kil)