Topik: APBN

  • Polemik IKN Jadi Ibu Kota Politik, Langkah Strategis atau Cuma Narasi Diplomatis?

    Polemik IKN Jadi Ibu Kota Politik, Langkah Strategis atau Cuma Narasi Diplomatis?

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menegaskan Ibu Kota Nusantara (IKN) akan menjadi Ibu Kota Politik pada 2028. Kepastian itu tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 yang resmi diundangkan pada 30 Juni 2025.

    Aturan tersebut merupakan perubahan atas Perpres Nomor 109 Tahun 2025 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025, yang disesuaikan dengan amanat Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2025 mengenai APBN Tahun Anggaran 2025.

    Melalui aturan ini, pemerintah melakukan pemutakhiran narasi serta matriks pembangunan yang memuat sasaran nasional, program dan kegiatan prioritas, hingga proyek strategis dengan indikator target dan alokasi pendanaan.

    “Perencanaan dan pembangunan kawasan, serta pemindahan ke Ibu Kota Nusantara dilaksanakan sebagai upaya mendukung terwujudnya Ibu Kota Nusantara menjadi Ibu Kota Politik di tahun 2028,” demikian seperti tertulis dalam beleid tersebut, dikutip Jumat (19/9/2025).

    Dalam Perpres itu dijelaskan, pembangunan Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) akan dilakukan di atas lahan seluas 800 hingga 850 hektare.

    Komposisi pembangunan meliputi 20 persen untuk area perkantoran, 50 persen untuk hunian rumah layak dan terjangkau, 50 persen untuk pembangunan prasarana, dengan indeks aksesibilitas dan konektivitas ditargetkan pada angka 0,74.

    “Untuk terbangunnya kawasan inti pusat pemerintahan Ibu Kota Nusantara dan sekitarnya, dilakukan perencanaan dan penataan ruang Kawasan Inti Ibu Kota Nusantara dan sekitarnya, pembangunan gedung/perkantoran di Ibu Kota Nusantara,” bunyi lampiran tersebut.

    Dalam Perpres itu juga, Prabowo menetapkan dua syarat pemindahan pemerintahan ke IKN. Kedua syarat itu antara lain pemindahan ASN/hankam ke Ibu Kota Nusantara serta penyelenggaraan sistem pemerintahan cerdas ibu Kota Nusantara.

    “Cakupan layanan kota cerdas kawasan Ibu Kota Nusantara yang mencapai 25 persen. Untuk terselenggaranya pemindahan dan penyelenggaraan pemerintahan di lbu Kota Nusantara, dilakukan: (i) pemindahan ASN/hankam ke Ibu Kota Nusantara; serta (ii) penyelenggaraan sistem pemerintahan cerdas lbu Kota Nusantara,” bunyi lampiran Perpres dikutip Jumat (19/9/2025).

    Presiden Prabowo, dalam rapat bersama sejumlah jajarannya termasuk Kepala Otorita IKN (OIKN) Basuki Hadimuljono di Kantor Presiden, Istana Kepresidenan RI, pada 21 Januari 2025 silam, telah memasang target IKN beroperasi sebagai ibu kota politik pada tahun 2028.

    Dalam rapat yang sama, Presiden juga telah menyetujui pembangunan tahap kedua IKN yang berlangsung pada 2025–2029. Kemudian, Presiden Prabowo juga menyetujui anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan tersebut sebesar Rp48,8 triliun.

    Kepala OIKN, selepas rapat, menjelaskan pembangunan tahap dua itu tak hanya mencakup ekosistem untuk legislatif dan yudikatif, tetapi juga ekosistem pendukung, dan akses menuju IKN.

    “(Itu semua, red.) termasuk juga dalam Rp48,8 triliun ini, adalah untuk memelihara, untuk mengelola prasarana, dan sarana yang sudah diselesaikan pada tahap awal. Jadi, dari Kementerian PU, Kementerian Perumahan, menyerahkan untuk OIKN untuk kami mengelola dan kami pelihara. Itu dari APBN,” kata Basuki Hadimuljono kala itu.

     

  • Purbaya sebut dampak penempatan dana Rp200 T di bank sudah terlihat

    Purbaya sebut dampak penempatan dana Rp200 T di bank sudah terlihat

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa meyakini dampak kebijakan penempatan dana senilai Rp200 triliun di lima bank sudah mulai terlihat.

    Dia menyebut contoh efektivitas kebijakan tecermin pada komentar pengacara kondang Hotman Paris terkait bunga deposito.

    “Pak Hotman Paris protes sama saya. Waktu dia memperpanjang depositonya, bunga jadi turun, dia jadi rugi katanya. Memang itu tujuan saya. Biar dia belanja lagi, jadi ekonomi jalan,” kata Purbaya dikutip dari konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 di Jakarta, Selasa.

    Purbaya menggarisbawahi penempatan kas negara dengan bunga rendah di bank komersial itu bukan ditujukan untuk program pembangunan pada suatu tujuan tertentu.

    Dengan menempatkan dana di bank, dia menargetkan dapat meningkatkan likuiditas dan menurunkan cost of fund, yang akhirnya bisa mendongkrak pertumbuhan kredit, konsumsi dan investasi, serta efek berganda (multiplier effect) terhadap pertumbuhan ekonomi.

    Maka dari itu, cerita Hotman Paris terkait turunnya bunga deposito diyakini membuktikan keberhasilan dari inisiatif yang ia jalankan.

    “Itu merupakan konfirmasi bahwa kebijakan kita mulai jalan,” ujarnya.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Hingga Agustus 2025, Kemenkeu catat penerimaan bea cukai Rp194,9 T

    Hingga Agustus 2025, Kemenkeu catat penerimaan bea cukai Rp194,9 T

    Penerimaan cukai mencapai Rp144 triliun atau tumbuh 4,1 persen (yoy). Namun, produksi hasil tembakau (CHT) tercatat turun 1,9 persen

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan melaporkan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai hingga Agustus 2025 mencapai Rp194,9 triliun.

    Angka itu tumbuh 6,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp183,2 triliun. Realisasi ini setara 64,6 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang dipatok Rp310,4 triliun.

    “Sudah di atas rata-rata itu kenaikan dari penerimaan bea cukai,” kata Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin.

    Anggito merinci, penerimaan cukai mencapai Rp144 triliun atau tumbuh 4,1 persen (yoy). Namun, produksi hasil tembakau (CHT) tercatat turun 1,9 persen.

    Sementara itu, penerimaan bea keluar mencapai Rp18,7 triliun, melonjak 71,7 persen (yoy). Lonjakan ini dipicu kenaikan harga crude palm oil (CPO) dan kebijakan ekspor konsentrat tembaga.

    Adapun bea masuk sebesar Rp32,2 triliun, justru terkontraksi 5,1 persen (yoy) akibat kebijakan perdagangan di sektor pangan serta pemanfaatan Free Trade Agreement (FTA).

    Kemenkeu mencatat rata-rata penerimaan bulanan sepanjang 2025 lebih tinggi dibandingkan rata-rata dua tahun terakhir. Hingga Agustus 2025, pertumbuhan penerimaan bulanan berlangsung positif dan konsisten.

    “Secara umum, penerimaan kepabeanan dan cukai mampu tumbuh didorong peningkatan aktivitas impor barang modal dan investasi serta menjaga produksi cukai hasil tembakau,” jelas Anggito.

    Kondisi tersebut didukung oleh stabilnya dinamika perdagangan global serta harga CPO yang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, ditambah adanya relaksasi ekspor tembaga.

    Selain itu, impor masih mencatatkan pertumbuhan, terutama pada barang modal, yang ikut menopang penerimaan.

    Dari sisi cukai, permintaan atas CHT relatif terkendali meskipun terjadi fenomena pergeseran konsumsi dari sigaret kretek mesin (SKM) ke sigaret kretek tangan (SKT).

    Di saat yang sama, pengawasan kepabeanan dan cukai terus diperkuat, begitu pula dengan audit dan penelitian ulang yang semakin ketat, sehingga memberikan kontribusi pada penerimaan negara.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Sambas
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kemenkeu catat realisasi anggaran MBG capai Rp13 T per September 2025

    Kemenkeu catat realisasi anggaran MBG capai Rp13 T per September 2025

    Jadi pada dasarnya enggak ada uang nganggur di departemen atau kementerian yang di earmark sampai akhir tahun

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan mencatat telah menyalurkan anggaran sebesar Rp13 triliun untuk mendanai program Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga 8 September 2025.

    Realisasi itu setara 18,3 persen dari pagu APBN 2025 yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp71 triliun. Wakil Menteri Keuangan RI Suahasil Nazara mengatakan, anggaran tersebut digunakan untuk melayani 22,7 juta penerima MBG di seluruh Indonesia.

    “Makan Bergizi Gratis sampai dengan 8 September kemarin melayani 22,7 juta penerima, dilayani oleh 7.644 SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi),” ujar Suahasil dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin.

    Ia menambahkan, alokasi anggaran akan terus disesuaikan seiring pencapaian target menuju 82,9 juta penerima. Harapannya, ke depan penerima MBG bisa terus bertambah, begitu juga dengan pelayanan yang ditingkatkan sehingga bisa mencapai target.

    Adapun sebaran penerima tercatat paling besar di Pulau Jawa sebanyak 13,26 juta orang. Kemudian diikuti Sumatera 4,86 juta orang, Sulawesi 1,70 juta orang, Kalimantan 1,03 juta orang, Bali-Nusa Tenggara 1,34 juta orang, serta Maluku-Papua 0,52 juta orang.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa membuka kemungkinan mengalihkan anggaran MBG apabila penyerapan masih rendah hingga akhir Oktober 2025.

    “Kalau di akhir Oktober kita bisa hitung dan kita antisipasi penyerapannya hanya akan sekian, ya kita ambil juga uangnya. Kita sebar ke tempat lain, atau untuk mengurangi defisit, atau untuk mengurangi utang. Jadi pada dasarnya enggak ada uang nganggur di departemen atau kementerian yang di earmark sampai akhir tahun,” kata Purbaya di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (19/9).

    Ia menegaskan, meski presiden mendukung penuh pelaksanaan MBG, kondisi di lapangan tetap menentukan seberapa besar anggaran dapat terserap. Untuk itu, Kementerian Keuangan akan mempercepat penyaluran dengan memperkuat manajemen dan pengawasan.

    “MBG treatment-nya sama, kalau memang kita bisa lihat dan kita coba bantu termasuk mengirim manajemen dan segala macam,” ujarnya.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Sambas
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kemenkeu catat realisasi anggaran MBG capai Rp13 T per September 2025

    Realisasi anggaran program Sekolah Rakyat capai Rp788,7 miliar

    Jumlah siswa yang diterima pada 2025 mencapai 396 kelas. Angka ini ditargetkan meningkat menjadi 641 kelas dengan 15.895 siswa

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan RI mencatat program Sekolah Rakyat telah menelan anggaran sebesar Rp788,7 miliar hingga 8 September 2025, atau 6,5 persen dari pagu APBN 2025 yang ditetapkan sebesar Rp12,2 triliun.

    Wakil Menteri Keuangan RI Suahasil Nazara mengatakan, dana tersebut digunakan untuk renovasi sentra pendidikan di Kementerian Pekerjaan Umum sebesar Rp711,1 miliar serta penyelenggaraan pendidikan di Kementerian Sosial Rp77,6 miliar.

    Saat ini, program Sekolah Rakyat sudah mengoperasikan 100 sekolah dengan 9.780 siswa

    “Kita berharap nanti akan meningkat terus jumlah siswanya dan juga jumlah sekolahnya,” kata Suahasil dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin.

    Menurut Suahasil, jumlah siswa yang diterima pada 2025 mencapai 396 kelas. Angka ini ditargetkan meningkat menjadi 641 kelas dengan 15.895 siswa.

    Adapun sebaran sekolah mencakup 48 unit di Jawa, 22 unit di Sumatera, 15 unit di Sulawesi, 7 unit di Maluku-Papua, serta masing-masing 4 unit di Kalimantan dan Bali-Nusa Tenggara.

    Selain program Sekolah Rakyat, pemerintah juga menjalankan program Revitalisasi Sekolah dengan realisasi anggaran Rp9,6 triliun, atau 48 persen dari total pagu Rp20 triliun.

    Secara rinci, anggaran tersebut dialokasikan kepada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sebesar Rp8,8 triliun dari Rp16,9 triliun untuk 10.440 satuan pendidikan.

    Kemudian Kementerian Agama (Kemenag) sebesar Rp0,5 triliun, serta Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Rp832,7 miliar dari Rp2,52 triliun untuk 2.120 madrasah.

    Adapun secara keseluruhan, realisasi anggaran pendidikan hingga 8 September 2025 tercatat mencapai Rp357,1 triliun, atau setara 49,3 persen dari pagu APBN 2025 yang ditetapkan Rp724,3 triliun.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Sambas
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • HKI Waswas Investor Batal Tanam Modal Imbas Hambatan Birokrasi

    HKI Waswas Investor Batal Tanam Modal Imbas Hambatan Birokrasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Himpunan kawasan industri Indonesia (HKI) menilai hambatan birokrasi dan teknis dalam iklim investasi di Indonesia dapat memicu keraguan investor, meskipun minat dan komitmen penanaman modal ke Tanah Air terus mengalir.

    Ketua Umum HKI Akhmad Ma’ruf Maulana mengatakan pihaknya mendesak Satuan Tugas (Satgas) Investasi untuk berbenah dan segera mengurai hambatan tersebut guna mempercepat arus masuk modal ke Indonesia.

    “Investasi yang masuk saat ini jumlahnya signifikan, pipeline investasi di kawasan industri terus bertambah. Namun, tanpa solusi konkret atas hambatan birokrasi dan teknis, investasi itu bisa saja batal atau pindah ke negara pesaing,” ujar Akhmad dalam keterangan resminya, Senin (22/9/2025).

    Adapun realisasi investasi semester I/2025 telah mencapai Rp942 triliun, naik 13,6% dibandingkan tahun lalu, dan sudah memenuhi target APBN 2025. Capaian ini setara 49,5% dari target tahunan sebesar Rp1.905,6 triliun.

    Pengusaha mencatat sejumlah persoalan mendasar yang berulang kali menjadi keluhan investor. HKI meminta Satgas segera bertindak untuk menyelesaikannya.

    Hambatan pertama adalah lemahnya sinkronisasi pemerintah pusat dan daerah. Akhmad menilai perbedaan interpretasi aturan antar-kementerian/lembaga dengan pemerintah daerah kerap memperlambat proses izin usaha, penetapan tata ruang, maupun perizinan lingkungan.

    “Akibatnya, investor menghadapi ketidakpastian yang menurunkan minat untuk segera merealisasikan proyek,” jelasnya.

    Kedua, minimnya kepastian regulasi. Perubahan aturan yang mendadak serta implementasi yang tersendat menimbulkan persepsi risiko tinggi, sehingga berpotensi membuat investor mengalihkan modal ke negara lain dengan kepastian hukum lebih terjamin.

    Ketiga, persoalan lahan. Beberapa tanah yang sudah ditetapkan sebagai kawasan industri berdasarkan izin lokasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan disahkan melalui masterplan pemerintah, masih terindikasi sebagai lahan pertanian berkelanjutan (KP2B/LP2B) maupun Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD).

    “Ditambah persoalan perizinan pertanahan di daerah yang sulit, hal ini membuat tidak adanya kepastian hukum,” imbuhnya.

    Keempat, pembangunan infrastruktur dasar di luar kawasan industri yang menjadi tanggung jawab pemerintah masih banyak tertunda, khususnya terkait akses transportasi logistik, pasokan listrik dan gas yang tidak stabil, serta fasilitas pendukung lainnya.

    “Faktor-faktor ini akan menambah biaya dan waktu yang harus ditanggung investor. Kondisi ini tidak hanya memperlambat pembangunan kawasan, tetapi juga merugikan investor yang telah menanamkan modal, serta menurunkan daya tarik Indonesia dibandingkan negara lain yang menawarkan proses investasi lebih sederhana,” tegas Akhmad.

    Untuk itu, HKI menegaskan Satgas harus berperan lebih dari sekadar forum koordinasi, melainkan menjadi problem solver dengan mandat eksekusi yang kuat.

    Beberapa langkah krusial yang disarankan HKI antara lain menjadikan Satgas sebagai “single command” untuk menjembatani pusat dan daerah, sehingga izin, tata ruang, dan regulasi tidak lagi saling bertentangan.

    Kedua, Satgas perlu mengawal langsung investasi prioritas dengan model case management agar hambatan spesifik bisa diurai cepat lintas kementerian/lembaga.

    “Ketiga, memastikan layanan investasi berjalan dengan target waktu pasti (service level agreement) agar tidak ada proses berlarut-larut.

    Keempat, memberikan laporan berkala kepada Presiden dan publik, sehingga transparansi kinerja Satgas bisa terukur sekaligus meningkatkan kepercayaan investor.”

    Lebih lanjut, HKI berkomitmen mendorong investasi baru sekaligus meningkatkan serapan tenaga kerja di sektor manufaktur maupun sektor pendukungnya, memacu pertumbuhan ekonomi daerah secara merata, serta mendukung hilirisasi industri dan peningkatan nilai tambah sumber daya alam sesuai agenda pembangunan nasional.

    HKI juga menekankan pentingnya memperkuat rantai pasok industri agar lebih terintegrasi dan kompetitif di pasar global.

    “Indonesia harus mampu membuktikan bahwa pipeline investasi yang masuk benar-benar terealisasi di lapangan, bukan sekadar komitmen di atas kertas,” tegasnya.

    HKI menyatakan siap bekerja sama dengan Satgas, memberikan data lapangan, serta mengusulkan solusi praktis yang sesuai kebutuhan kawasan industri dan tenant.

    Menurut HKI, percepatan realisasi investasi bukan hanya soal menambah angka penanaman modal, melainkan juga memastikan dampaknya nyata bagi penciptaan lapangan kerja, peningkatan ekspor, transfer teknologi, serta penguatan daya saing industri nasional di tengah kompetisi global.

  • Menkeu Purbaya Masih Tekor Pajak Rp941,5 Triliun, Pengamat Ingatkan Enam Kondisi

    Menkeu Purbaya Masih Tekor Pajak Rp941,5 Triliun, Pengamat Ingatkan Enam Kondisi

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah masih kekurangan Rp941,5 triliun agar outlook penerimaan pajak 2025 tercapai. Dengan sisa waktu empat bulan, para pakar menilai target penerimaan pajak sulit tercapai.

    Adapun realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.135,4 triliun per Agustus 2025. Angka itu setara 54,7% dari outlook penerimaan pajak sepanjang tahun ini sebesar Rp2.076,9 triliun.

    Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono memperkirakan proyeksi penerimaan hingga akhir tahun hanya akan mencapai Rp1.703,1 triliun atau sekitar 82% dari outlook, apabila tren Januari–Agustus berlanjut tanpa perubahan signifikan.

    “Proyeksi Januari—Desember 2025 dalam rupiah: Rp1.135,40 trilun x 1/8 x 12 = Rp 1.703,1 triliun. Proyeksi Januari—Desember 2025 dalam persen: Rp1.703,1 triliun / Rp2.076,90 triliun x 100% = 82%,” jelas Prianto kepada Bisnis, Senin (22/9/2025).

    Dia juga menyoroti enam langkah program hasil cepat (quick win) Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk mengakselerasi penerimaan pajak. Prianto menilai efektivitas langkah tersebut tidak serta merta bisa mendongkrak penerimaan dalam waktu singkat.

    Pertama, penempatan dana pemerintah di perbankan pelat merah diharapkan mendorong kredit usaha, konsumsi, dan penyerapan tenaga kerja sehingga basis PPN dalam negeri menguat.

    “Akan tetapi, kebijakan di atas tidak luput dari risiko investasi fiktif karena perbankan akan getol mengucurkan dana ke dunia usaha tanpa menegakkan prinsip kehati-hatian secara ketat,” jelasnya.

    Kedua, penagihan kepada 200 penunggak pajak besar yang ditargetkan Rp50–Rp60 triliun juga belum tentu efektif. Menurut Prianto, keberhasilan bergantung pada ketersediaan aset yang dapat segera dilelang.

    Ketiga, penegakan hukum melalui joint program dengan instansi lain berpotensi menambah penerimaan bila wajib pajak patuh. Akan tetapi, sambungnya, jika kasus berlanjut ke pengadilan maka penerimaan baru masuk setelah proses hukum tuntas.

    Keempat, pertukaran data antarinstansi berdasarkan Pasal 35A UU KUP dinilai belum langsung berdampak. Data harus diklarifikasi lewat Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) sehingga hasilnya tidak selalu berupa setoran pajak tambahan.

    Kelima, perbaikan Coretax hingga kini yang masih menyisakan masalah downtime dan kompleksitas sistem. Target stabilitas baru di akhir 2025 membuat kontribusinya terhadap penerimaan tahun ini terbatas.

    Keenam, penindakan cukai rokok ilegal bergantung pada keberhasilan aparat menindak pelaku utama. Sebaliknya, jika distributor besar tidak tertangkap maka tambahan penerimaan cukai tidak signifikan.

    Senada, Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menilai outlook penerimaan pajak sebesar Rp2.076,9 triliun sulit tercapai. Dia membandingkan bahwa capaian hingga Agustus 2025 baru 54,7% dari target, pada periode yang sama tahun lalu realisasinya sudah mencapai 63,25%.

    “Sebagai gambaran, catatan kami capaian ini pada periode yang sama merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir. Meskipun berat, tapi bukan tidak mungkin untuk dicapai,” ujar Wahyu kepada Bisnis, Senin (22/9/2025).

    Menurutnya, pemerintah tetap perlu mengeluarkan berbagai upaya ekstra setidaknya untuk meminimalisir potensi shortfall atau kekurangan penerimaan.

    Wahyu menilai paling penting adalah menjaga stabilitas ekonomi, terutama daya beli masyarakat dan kinerja keuangan korporasi.

    “Karena dengan terjaganya konsumsi akan menimbulkan dampak lanjutan pada penerimaan pajak. Saya kira upaya menyuntikan dana Rp200 triliun ke perbankan bisa menjadi salah satunya,” ujarnya.

    Tak hanya itu, dia juga menyoroti rencana mengeksekusi putusan perkara pajak yang sudah inkrah bisa menjadi solusi jangka pendek.

    6 Quick Win Purbaya

    Sebelumnya, Purbaya mengaku menyiapkan sejumlah program hasil cepat untuk meningkatkan pendapatan negara, yang beberapa bulan belakangan masih terkontraksi.

    Purbaya memaparkan setidaknya ada enam program quick win yang disiapkannya. Pertama, penempatan Rp200 triliun di sistem perbankan.

    Menurutnya, belakangan ini penerimaan pajak terkontraksi karena ekonomi tumbuh lebih lambat dari perkiraan. Oleh sebab itu, dia meyakini penerimaan pajak berbalik positif apabila pertumbuhan ekonomi terakselerasi.

    Purbaya optimis dampak positif kebijakan penempatan dana Rp200 triliun ke sistem perbankan akan terasa pada tiga bulan terakhir 2025. Dengan demikian, menurutnya, penerimaan pajak juga tumbuh positif.

    “Jadi saya naikin pendapatan [negara] bukan dengan naikan tarif, tapi dorong aktivitas ekonomi supaya pajak lebih besar, Anda juga enggak kerasa bayarnya. Kalau ekonominya tumbuh kencang, kan Anda bayar pajaknya happy [senang]. Itu yang kita kejar,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (22/9/2025).

    Kedua, dia mengungkapkan Kementerian Keuangan juga sudah memegang daftar 200 penunggak pajak besar yang sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Kementerian Keuangan, sambungnya, akan segera menagih para penunggak pajak besar tersebut.

    “Kita mau kejar, eksekusi. Itu targetnya sekitar Rp50—60 triliun. Dalam waktu dekat ini kita tagih, dan mereka enggak bisa lari,” kata Purbaya.

    Ketiga, Kementerian Keuangan juga memperkuat penegakan hukum dengan bekerja sama dengan Kejaksaan Agung, Polisi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    Keempat, Kementerian Keuangan melakukan pertukaran data dengan kementerian atau lembaga lain untuk memudahkan penagihan pajak. Kelima, optimalisasi Coretax. Purbaya meyakini bisa memperbaiki berbagai permasalahan Coretax dalam satu bulan.

    “Nanti saya bawa jago-jago dari luar yang jago IT untuk perbaiki itu dengan cepat,” ungkap Purbaya.

    Keenam, patroli rokok ilegal. Purbaya mengaku sudah memanggil lokapasar digital seperi Bukalapak, Tokopedia, hingga Blibli agar tidak mengizinkan penjualan barang-barang ilegal, terutama rokok.

    Selain itu, dia mengaku sudah mendeteksi siapa saja yang menjual rokok ilegal, baik dari pemasok hingga penjual di warung kelontong. “Yang jelas, bahwa siapapun yang jual rokok ilegal, di tempat mana, saya akan datangi secara random,” ujarnya.

    Sejalan dengan itu, Purbaya menyatakan pihaknya akan mengawasi jalur-jalur impor. Jika ada kecurangan-kecurangan maka Purbaya menyatakan akan menindak, siapapun yang terlibat termasuk anak buahnya.

    “Nanti yang terlibat kita akan sikat, termasuk kalau ada yang terlibat di Bea Cukai dan orang Departemen [Kementerian] Keuangan. Tapi saya harap dengan itu nanti tuga bulan ke depan sudah hilang karena siklus impor kan kira-kira tiga bulan ya,” tutupnya.

  • Bukan lewat tarif, Purbaya kejar pajak dari perputaran ekonomi

    Bukan lewat tarif, Purbaya kejar pajak dari perputaran ekonomi

    Saya naikkan pendapatan (negara) bukan dengan menaikkan tarif, tapi mendorong aktivitas ekonomi supaya pajak lebih besar

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan strateginya untuk memperbaiki kinerja penerimaan negara, terutama pajak, lebih berfokus pada dorongan perputaran ekonomi alih-alih menaikkan besaran tarif.

    “Saya naikkan pendapatan (negara) bukan dengan menaikkan tarif, tapi mendorong aktivitas ekonomi supaya pajak lebih besar,” kata Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi September 2025 di Jakarta, Senin.

    Dorongan aktivitas ekonomi itu salah satunya dilakukan melalui pemberian stimulus Paket Ekonomi 2025. Paket ini terdiri dari terdiri dari delapan program akselerasi di 2025, empat program lanjutan di 2026, serta lima program untuk penyerapan tenaga kerja.

    Untuk delapan program akselerasi membutuhkan anggaran Rp15,66 triliun, di mana dana yang berasal dari APBN sebesar Rp12,79 triliun.

    Menurut Purbaya, stimulus itu mampu mendongkrak perekonomian pada triwulan IV-2025, yang pada akhirnya juga bisa memperbaiki kinerja penerimaan negara.

    “Kalau ekonominya tumbuh kencang, kan Anda bayar pajaknya ‘happy’. Itu yang kami kejar,” ujar Purbaya.

    Sebagai catatan, penerimaan perpajakan per 31 Agustus 2025 tercatat turun sebesar 3,6 persen dengan nilai realisasi Rp1.330,4 triliun atau 55,7 persen dari outlook APBN 2025.

    Rinciannya, penerimaan dari pajak terkoreksi sebesar 5,1 persen dengan nilai realisasi Rp1.135,4 triliun atau 54,7 persen dari outlook.

    Namun, dukungan positif terlihat dari penerimaan kepabeanan dan cukai yang tumbuh 6,4 persen dengan realisasi Rp194,9 triliun yang setara 62,8 persen dari outlook.

    Adapun belanja negara per 31 Agustus 2025 tercatat sebesar Rp1.960,3 triliun atau 55,6 persen dari outlook, tumbuh 1,5 persen dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1.930,7 triliun.

    Dengan realisasi penerimaan yang lebih rendah dari belanja, maka APBN per 31 Agustus 2025 mengalami defisit sebesar Rp321,6 triliun atau 1,35 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menaker: Anggaran Program Magang Nasional sudah tersedia

    Menaker: Anggaran Program Magang Nasional sudah tersedia

    Iya, jadi anggarannya sudah ada dan Kementerian Keuangan sudah siap untuk buka blokirnya

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli memastikan anggaran APBN untuk membiayai program magang nasional bagi para lulusan baru atau fresh graduate sudah tersedia.

    “Iya, jadi anggarannya sudah ada dan Kementerian Keuangan sudah siap untuk buka blokirnya,” kata Menaker Yassierli dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.

    Menaker Yassierli menyampaikan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) kini tengah menyiapkan platform khusus untuk perusahaan maupun calon peserta magang mendaftar dalam program ini.

    “Jadi seperti aplikasi Siap Kerja ya. Bukan (seperti program) Prakerja. Perusahaan juga akan mendaftar dengan mencantumkan detil informasi seperti apa, nanti ada proses pemadanan data, dibantu oleh Kemendiktisaintek,” kata Menaker Yassierli.

    Sebelumnya Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan program magang nasional akan dijalankan selama enam bulan terbagi dalam dua periode masing-masing tiga bulan.

    Pemerintah menyiapkan anggaran awal Rp198 miliar untuk menggaji 20.000 lulusan baru yang mengikuti program ini.

    “Program ini enam bulan, tiga bulan ini (2025), dan tiga bulan nanti (2026), Januari, Februari, Maret dan kita akan melihat, sesudah itu bisa dilanjutkan,” kata Menko Airlangga Hartarto.

    Program Magang Nasional masuk dalam Paket Stimulus Ekonomi 2025 sebagai salah satu dari delapan agenda prioritas pemerintah untuk mempercepat pembangunan nasional.

    Skema ini menyasar para lulusan baru atau fresh graduate dengan target 20.000 peserta pada tahun pertama pelaksanaan.

    Paket Stimulus Ekonomi 2025 adalah upaya pemerintah untuk mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi nasional dan penyerapan tenaga kerja.

    Stimulus ekonomi ini terdiri dari 8 program akselerasi pada 2025, 4 program lanjutan di 2026, dan 5 program penyerapan tenaga kerja.

    Pewarta: Anita Permata Dewi
    Editor: Risbiani Fardaniah
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Realisasi PNBP Migas Turun, Nonmigas Tumbuh Tipis Juni-Agustus 2025

    Realisasi PNBP Migas Turun, Nonmigas Tumbuh Tipis Juni-Agustus 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat kontraksi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor migas dan minerba yang tumbuh tipis pada periode Juni-Agustus 2025. 

    Adapun, realisasi PNBP SDA migas mencapai Rp25,2 triliun pada Juni-Agustus 2025 atau turun 6,8% (year-on-year) dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp27 triliun. 

    Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan realisasi PNBP dari sektor migas turun lantaran dipengaruhi kontrkasi rata-rata ICP periode Mei-Juli sebesar 16,8% yoy dan lifting gas bumi yang terkontraksi 4,3% yoy pada periode yang sama. 

    “Kalau kita lihat karena koreksi dari harga dan lifting, pendapatan SDA migas kita masih negatif 6,8% (year-on-year/yoy),” kata Anggito dalam konferensi pers APBN Kita September 2025, Senin (22/9/2025). 

    Sementara itu, realisasi SDA nonmigas yang 90% disumbang oleh sektor Minerba mencapai Rp29 triliun atau tumbuh 1,5% pada Juni-Agustus 2025. Angka tersebut naik tipis dari periode yang sama tahun lalu Rp28,6 triliun. 

    Realisasi PNBP nonmigas ini dipengaruhi kinerja pertambangan minerba dari penurunan harga batubara acuan (HBA) dan volume produksi batubara. Adapun, rata-rata HBA periode Juni-Agustus terkontrasi 17,6% yoy dan rata-rata volume produksi batubara 10,1% yoy. 

    “Nonmigas ini sebagian besar dari minerba, minerba juga nasibnya cukup sama dengan perkembangan di migas meskipun demikian tidak sebesar kontraksi di sisi migas, kita tumbuh dibandingkan tahun lalu dan juga ini karena faktor harga dan produksi yang memuat PNBP nonmigas pertumbuhannya rendah,” tuturnya. 

    Pihaknya mencatat realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencapai Rp306,8 triliun hingga 31 Agustus 2025. Adapun, SDA migas mencapai Rp65 triliun, SDA nonmigas Rp75,6 triliun, PNBP lainnya Rp91,9 triliun, dan BLU Rp62,5 triliun.