Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku usaha importir mengingatkan rencana Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk memperketat pemeriksaan di jalur hijau Bea Cukai dengan turut menerapkan pemeriksaan fisik akan berdampak kepada biaya logistik nasional.
Subandi, Ketua Umum Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) menyebut sejauh ini belum ada sosialisasi dari pemerintah. Meski demikian dia menyebutkan apabila pemeriksaan fisik yang dimaksud Menkeu terkait dengan penggunaan teknologi hi-co scan, Ginsi memastikan sudah diterapkan awal tahun ini.
Hi-co scan pada Bea Cukai adalah teknologi mesin pemindai untuk memeriksa otomatis kontainer maupun kargo di terminal petikemas itu. Teknologi ini telah diterapkan di jalur hijau maupun jalur merah bea cukai.
Pemeriksaan ini merupakan peningkatan dari kondisi sebelumnya yang hanya mengandalkan kesesuaian dokumen.
Subandi menyebut apabila yang dimaksud Menkeu Purbaya adalah pemeriksaan fisik sebagaimana jalur merah bea cukai, dia menyebut rencana tersebut akan menimbulkan masalah baru di pelabuhan.
“Kalau diperiksa secara fisik manual, pasti itu akan menimbulkan keruwetan dan memperpanjang birokrasi, menimbulkan biaya logistik yang tinggi, kemudian juga menghambat kelancaran arus barang. Jadi banyak hal yang timbul dampak dari kalau diperiksa secara fisik,” jelasnya saat dihubungi Bisnis, Senin (29/9/2025).
Sebenarnya, dia menilai penggunaan hi-co scan sudah efisien dalam hal waktu. Waktu pemindaian hanya sekitar beberapa detik sebelum kontainer atau kargo yang dikirim dari luar negeri dinyatakan lolos persyaratan atau tidak.
Namun, kenyataannya, Subandi menyebut penggunaan hi-co scan oleh Bea Cukai di pelabuhan juga belum optimal 100%. Dia mengeluhkan alat yang membutuhkan biaya investasi tinggi itu dioperasikan oleh Bea Cukai. Sedangkan para importir juga masih harus menyetorkan biaya pemindaian.
“Negara kan sudah terima pendapatan dari pajak impor itu sekitar Rp273 triliun setahun. Kalau kemudian pelabuhan dipasangin alat itu kan wajar untuk kerja Bea Cukai [kenapa ada pungutan lagi],” terangnya.
Oleh sebab itu, Subandi meminta agar Menkeu menjelaskan lebih terperinci mengenai rencana pemeriksaan fisik di jalur hijau bea cukai. Hal itu kendati dia meyakini bahwa pemeriksaan fisik yang dimaksud adalah menggunakan teknologi pemindai seperti saat ini.
Sebab, apabila arus barang di jalur hijau ikut diperiksa fisik, maka tidak ada bedanya dengan jalur merah, jalur kuning maupun jalur mita. “Nah kalau yang jalur hijau juga diperiksa fisik, di mana diperiksanya? Sementara kan kontainer susunannya sampai ke atas. Jadi menurut saya ini pasti soal X-Ray,” ujarnya.
Di sisi lain, Subandi memastikan wacana Menkeu itu bisa berdampak ke dwelling time atau lama suatu kontainer atau kargo dibongkar muat di pelabuhan hingga keluar.
Dia menyinggung bahwa sampai saat ini pun masih terjadi dwelling time di pelabuhan hingga tiga hari. Hal itu kendati Indonesia National Single Window (INSW) mencatat per Agustus 2025, rata-rata dwelling time di pelabuhan Indonesia hanya 2,47 hari.
Dari lima pelabuhan terbesar di Indonesia, hanya Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, dengan dwelling time melebihi tiga hari lamanya.
“Jadi dwelling time itu hampir hanya retorika lah, omong kosong, enggak dijalani. Bea Cukai bilang dia sudah melayani cepat, tetapi kenapa barang dari dalam lama keluar gimana bisa cepat,” terangnya.
Untuk itu, Subandi menilai penerapan pemeriksaan fisik di jalur hijau bea cukai hanya akan merugikan berbagai pihak kecuali pelabuhan. Dia menilai itu karena pelabuhan menerima pemasukan dari kontainer atau kargo berdasarkan waktu bongkar muat mereka di pelabuhan.
“Jadi kalau kebijakan Menteri Keuangan akan memeriksa fisik yang jalur hijau, pasti kontainer terjadi crowded lah di dalam pelabuhan. Kemudian, biaya logistiknya melambung berkali-kali lipat, karena barang enggak bisa cepat keluar kan. Kemudian juga gara-gara barang lama menumpuk maka biaya menjadi mahal. Suplai barang atau bahan baku ke industri menjadi terhambat,” pungkasnya.
Untuk diketahui, wacana itu disampaikan Purbaya guna memastikan kepatuhan dan penegakan hukum pada sektor kepabeanan dan cukai di tengah target penerimaan negara yang naik pada APBN 2026. Jalur hijau bea cukai yang awalnya tidak tersentuh pemeriksaan fisik rencananya bakal turut diterapkan hal yang sama dengan jalur lainnya.
Adapun Menkeu Purbaya pekan lalu, Jumat (26/9/2025), menyebut akan meningkatan penegakan hukum dan kepatuhan sejalan dengan naiknya target penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai.
Untuk penerimaaan negara dari kepabeanan, pria yang pernah menjabat Deputi Kemenko Kemaritima dan Investasi itu menyebut otoritas akan memeriksa secara random jalur hijau bea cukai yang sebelumnya tidak pernah tersentuh pemeriksaan fisik.
Untuk diketahui, jalur hijau merujuk pada sistem pelayanan serta pengawasan dengan tidak melakukan pemeriksaan fisik terhadap pengeluaran barang impor.
Pemeriksaan namun tetap dilakukan melalui penilaian dokumen dan penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Jalur hijau ditujukan untuk importir dengan risiko sedang yang mengimpor barang dengan risiko rendah, serta importir dengan risiko rendah yang mengimpor barang dengan risiko rendah atau sedang.
“Jalur ini biasanya enggak diperiksa. Sekarang kita randomize sehari berapa biji, 10 atau lebih, dites random, jadi enggak bisa main-main lagi,” jelasnya.