Topik: APBN

  • Pakar UMY: Usulan UU MBG jamin keberlanjutan program gizi anak

    Pakar UMY: Usulan UU MBG jamin keberlanjutan program gizi anak

    Program ini sejatinya adalah upaya untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia, terutama pelajar. Karena itu, sangat penting jika diatur melalui undang-undang agar keberlanjutannya terjamin

    Yogyakarta (ANTARA) – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) King Faisal Sulaiman menyebut usulan pembentukan Undang-Undang (UU) Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi solusi strategis menjamin keberlanjutan program gizi anak di Indonesia.

    King Faisal dalam keterangannya di Yogyakarta, Kamis, mengatakan dasar hukum dalam bentuk undang-undang akan memberikan legitimasi lebih kuat sekaligus menjawab berbagai persoalan tata kelola yang selama ini masih lemah.

    “Program ini sejatinya adalah upaya untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia, terutama pelajar. Karena itu, sangat penting jika diatur melalui undang-undang agar keberlanjutannya terjamin,” ujar dia.

    Pembentukan UU MBG itu sebelumnya diusulkan oleh anggota Komisi IX DPR RI Gamal Albinsaid.

    Menurut dia, keberadaan UU MBG akan membawa implikasi penting dalam pembagian peran antara pemerintah pusat dan daerah, terutama terkait mekanisme pendanaan dan tanggung jawab daerah.

    “Misalnya soal alokasi anggaran, jangan hanya dibebankan pada APBN. Perlu ada porsi dari APBD agar pembagian tanggung jawab lebih proporsional,” katanya.

    King menilai sejumlah kasus keracunan makanan yang belakangan ini muncul menjadi sinyal perlunya evaluasi menyeluruh.

    Tanpa dasar hukum yang kuat, sistem pengawasan akan sulit ditegakkan, terutama terkait keterlibatan pihak swasta yang menjadi mitra pelaksana program.

    Meski demikian, ia menambahkan aspek substansial harus diperhatikan agar UU MBG tidak sekadar normatif.

    Beberapa poin penting yang harus masuk antara lain tata kelola, mekanisme pengawasan, alokasi anggaran, hingga keterlibatan masyarakat.

    “Undang-undang ini jangan hanya normatif. Harus jelas soal tata kelola, siapa mengawasi siapa, bagaimana mekanisme anggarannya, dan bagaimana masyarakat bisa ikut serta,” kata dia.

    Partisipasi masyarakat, menurut dia, sangat penting karena selain memperkuat pengawasan, juga bisa membuka lapangan kerja baru sehingga dampaknya bukan hanya pada gizi, tapi juga ekonomi.

    Selain itu, menurut dia, pengaturan sanksi hukum juga penting untuk mencegah penyalahgunaan. Potensi penyimpangan di lapangan, mulai dari kontrak hingga standar penyediaan makanan, harus dapat diproses secara hukum agar menimbulkan efek jera.

    Jika hanya menggunakan Peraturan Presiden (Perpres), menurut dia, tidak ada ruang mengatur sanksi pidana, bahkan sanksi administrasi pun lemah.

    “Karena itu, pengaturan sanksi administratif maupun pidana sebaiknya dimasukkan dalam UU. Dengan legitimasi hukum yang kuat, pengawasan bisa lebih efektif dan tidak ada lagi vendor yang bermain-main dengan kontrak, apalagi sampai membahayakan kesehatan masyarakat,” kata King.

    Pewarta: Luqman Hakim
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Cerita Purbaya Diprotes Bupati di Jatim Soal Dana Transfer ke Daerah

    Cerita Purbaya Diprotes Bupati di Jatim Soal Dana Transfer ke Daerah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melakukan kunjungan kerja ke Surabaya, Jawa Timur, Kamis (2/10/2025). Salah satu agendanya adalah bertemu dengan perwakilan pemerintah daerah (pemda).

    Berlangsung di Gedung Keuangan Negara, Surabaya, pemerintah daerah diwakili oleh Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak dan beberapa bupati. Topi yang dibahas adalah penurunan anggaran transfer ke daerah (TKD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun anggaran 2026 .

    “Jadi mereka (bupati) protes,” ujar Purbaya kepada media usai pertemuan.

    Pada 2025, anggaran TKD mencapai Rp919,9 triliun. Sementara itu untuk 2026, anggaran yang diajukan awalnya adalah Rp650 triliun. Di tengah pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Purbaya menambah anggaran Rp43 triliun menjadi Rp693 triliun.

    Purbaya menjelaskan, keputusan pemangkasan diakibatkan oleh masih banyaknya penyelewengan dalam penggunaan anggaran di daerah. Pemerintah pusat ingin memastikan dana yang digelontorkan benar-benar digunakan secara efektif dan tepat sasaran.

    “Alasan pemotong itu utamanya dulu karena banyak penyelewengan ya. Artinya nggak semua uang yang dipakai, dipakai dengan betul,” terangnya.

    Meski TKD pada tahun depan lebih, Purbaya menegaskan pemerintah tetap meningkatkan program untuk daerah. Dirinya menjelaskan belanja program yang ditujukan ke daerah justru naik signifikan dari Rp 900 triliun menjadi Rp 1.300 triliun.

    “Tapi program-program untuk daerah naik dari Rp 900 triliun ke 1.300 triliun. Tambah lebih banyak. Jadi kita ingin melihat yang lebih, kinerja uang yang lebih efektif,” papar Purbaya.

    Penambahan sebesar Rp 43 triliun tersebut menurutnya sudah cukup sebagai langkah awal, sambil melihat kondisi perekonomian ke depan.

    Penambahan anggaran juga bersifat dinamis. Jika kinerja ekonomi nasional membaik pada awal 2026, ruang fiskal akan lebih longgar sehingga transfer ke daerah bisa kembali ditingkatkan.

    “Kalau dalam triwulan pertama kedua tahun depan ekonomi membaik dan uang saya lebih banyak daripada sebelumnya. Mungkin sebagian saya akan transfer lagi ke daerah,” pungkasnya

    (mij/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • DBH Migas 2026 Disunat, Bojonegoro Hanya Terima Rp941 M dari Sektor Energi

    DBH Migas 2026 Disunat, Bojonegoro Hanya Terima Rp941 M dari Sektor Energi

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro dipastikan hanya menerima dana Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp3,29 triliun pada 2026. Jumlah ini turun Rp1,46 triliun dibanding alokasi tahun 2025 yang mencapai Rp4,75 triliun.

    TKD dari pemerintah pusat terdiri atas sejumlah komponen, yakni Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Desa (DD), Dana Insentif Fiskal, Dana Hibah ke Daerah, Dana Otonomi Khusus, serta Dana Keistimewaan. Dari beberapa pos tersebut, penurunan paling signifikan terjadi pada DBH, khususnya DBH minyak bumi.

    Pada 2025, Pemkab Bojonegoro menerima DBH minyak bumi Rp1,93 triliun. Namun tahun depan, jumlah itu anjlok menjadi Rp941 miliar.

    “Untuk DBH SDA menurun bisa juga karena harga komoditas yang turun walaupun produksinya naik, atau sebaliknya,” kata Kepala KPPN Bojonegoro, Teguh Ratno Sukarno, Kamis (2/10/2025).

    Selain DBH minyak bumi, DBH pajak juga terpangkas tajam dari Rp975 miliar pada 2025 menjadi Rp302 miliar di 2026. Beberapa alokasi DAK Non Fisik turut berkurang, di antaranya Bantuan Operasional Sekolah, Bantuan PAUD, Bantuan Operasional Kesehatan, Bantuan Puskesmas, serta Bantuan Keluarga Berencana.

    Meski banyak komponen yang dikurangi, sejumlah pos anggaran justru mengalami peningkatan. DAU naik dari Rp995 miliar menjadi Rp1,22 triliun pada 2026. Tambahan anggaran ini dialokasikan untuk belanja yang tidak ditentukan penggunaannya, termasuk kebutuhan PPPK, kelurahan, pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum.

    Kenaikan signifikan juga terjadi pada DAK Fisik, dari Rp524 juta pada 2025 melonjak menjadi Rp39 miliar tahun depan, atau bertambah Rp38,6 miliar. DAK ini diperuntukkan bagi pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur jalan.

    Teguh menjelaskan, turunnya DBH SDA disebabkan ketentuan dalam Undang-undang APBN 2026 yang hanya memperhitungkan 50 persen dari perkiraan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

    Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi B DPRD Bojonegoro, Lasuri, menegaskan pihaknya akan mengawal kebijakan tersebut. “Kalau pemotongan murni maka tidak ada harapan untuk kekurangannya dibayarkan di tahun yang akan datang, tapi kalau penundaan kita masih punya harapan untuk dibayarkan di tahun yang akan datang,” ujarnya.

    Sebagai langkah lanjut, DPRD berencana mendatangi Kementerian Keuangan untuk meminta kejelasan. Pasalnya, Bojonegoro merupakan daerah penghasil yang menyumbang sekitar 30 persen produksi minyak bumi nasional. [lus/beq]

  • Dana Transfer Daerah 2026 untuk Bojonegoro Anjlok Rp1,46 Triliun

    Dana Transfer Daerah 2026 untuk Bojonegoro Anjlok Rp1,46 Triliun

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro diproyeksikan harus bersiap mengencangkan ikat pinggang pada tahun 2026 mendatang. Pasalnya, alokasi dana transfer dari pemerintah pusat dipastikan turun signifikan, terutama dari sektor andalan daerah, yakni minyak dan gas (migas).

    Kepala Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN) Bojonegoro, Teguh Ratno Sukarno, mengungkapkan, total Transfer ke Daerah (TKD) untuk Bojonegoro pada tahun 2026 dialokasikan sebesar Rp3,29 triliun. Jumlah itu anjlok Rp1,46 triliun dibandingkan alokasi tahun 2025 yang mencapai Rp4,75 triliun.

    “Kami sampaikan alokasi dana transfer pusat ke daerah (TKD) untuk Kabupaten Bojonegoro tahun 2026, yang memang dialokasikan turun,” ujar Teguh Ratno Sukarno, Kamis (2/10/2025).

    Komponen Dana Bagi Hasil (DBH) menjadi faktor utama penyebab turunnya TKD Bojonegoro. Pada tahun 2025, Bojonegoro menerima DBH sebesar Rp2,92 triliun. Namun, pada 2026 jumlahnya merosot drastis menjadi hanya Rp1,24 triliun, atau berkurang sekitar Rp1,68 triliun.

    Teguh menjelaskan bahwa penurunan ini tidak lepas dari adanya perubahan kebijakan dalam Undang-Undang APBN 2026. “Sesuai ketentuan di UU APBN 2026, alokasi DBH Sumber Daya Alam (SDA) diperhitungkan hanya 50 persen dari perkiraan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” jelasnya.

    Kebijakan baru ini berbeda dari mekanisme perhitungan sebelumnya yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Selain faktor regulasi, Teguh menambahkan dinamika pasar komoditas global juga ikut memengaruhi besaran DBH.

    “Untuk DBH SDA, penurunan juga bisa disebabkan oleh harga komoditas yang turun walaupun produksinya naik, atau sebaliknya,” tambahnya.

    Penurunan alokasi dana transfer tidak hanya dialami Bojonegoro. Secara nasional, APBN 2026 menetapkan alokasi TKD sebesar Rp693 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan alokasi TKD pada APBN 2025 yang mencapai Rp848 triliun, atau turun sekitar Rp155 triliun.

    Dana TKD sendiri merupakan gabungan dari berbagai komponen, seperti Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), hingga Dana Desa, yang selama ini menjadi penopang utama anggaran daerah di Indonesia. [lus/beq]

  • Harga Asli BBM Pertalite Dibongkar Menkeu Purbaya, Bukan Rp 10 Ribu!

    Harga Asli BBM Pertalite Dibongkar Menkeu Purbaya, Bukan Rp 10 Ribu!

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap harga asli bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite. Dia menegaskan, harga yang dipatok sekarang tak mencerminkan angka keekonomiannya!

    Itulah mengapa, Purbaya menegaskan, harga asli BBM Pertalite tentu lebih mahal dibandingkan nominal yang saat ini ditawarkan ke konsumen. Pemerintah memberikan bantuan melalui skema subsidi.

    “Selama ini pemerintah menanggung selisih antara harga keekonomian dan harga yang dibayar masyarakat melalui pemberian subsidi dan kompensasi, baik energi dan nonenergi,” kata Purbaya dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, dilansir dari Antara, Kamis (2/10).

    Suasana rapat kerja Kementerian Keuangan bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025). Dalam rapat tersebut Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa Kementerian Keuangan telah melunasi pembayaran subsidi energi tahun anggaran 2024 ke PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

    Purbaya mengklaim, harga asli BBM Pertalite adalah Rp 11.700/liter. Artinya pemerintah harus menanggung selisih Rp 1.700/liter agar harga BBM yang diterima masyarakat dapat mencapai Rp 10.000/liter.

    Menurutnya, ini menjadi salah satu bentuk keberpihakan fiskal yang akan terus dievaluasi agar pemberiannya lebih tepat sasaran.

    “Ini adalah bentuk keberpihakan fiskal yang akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan,” kata Purbaya.

    Disitat dari CNN Indonesia, total anggaran untuk subsidi BBM jenis Pertalite sebesar Rp56,1 triliun pada APBN 2024 dan sudah dinikmati sebanyak 157,4 juta kendaraan.

    Kemudian untuk Solar, seharusnya dibanderol Rp 11.950/liter. Namun, masyarakat bisa membelinya seharga Rp 6.800/liter. Artinya, ada subsidi Rp 5.150/liter atau sekitar 43 persen dari harga asli yang ditanggung APBN.

    Untuk tahun anggaran 2024, total nilai subsidi solar mencapai Rp 89,7 triliun dan dinikmati lebih dari 4 juta kendaraan di Indonesia.

    (sfn/rgr)

  • Pengusaha Apresiasi Purbaya Tak Naikkan Cukai Rokok 2026

    Pengusaha Apresiasi Purbaya Tak Naikkan Cukai Rokok 2026

    Jakarta

    Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menanggapi terkait keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang tidak menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2026. Ketua GAPPRI Henry Najoan mengapresiasi langkah pemerintah.

    Henri menilai keputusan itu menjadi bukti negara hadir untuk melindungi warga negaranya yang mempertaruhkan haknya untuk bekerja. Hal itu, lanjut Henry, industri kretek merupakan sektor strategis nasional yang mempekerjakan sekitar 5,8 juta orang, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga distributor. Namun, sektor ini telah mengalami tekanan berat sejak diterbitkannya UU 17/2023 tentang Kesehatan, serta aturan turunannya.

    “Berbagai tekanan regulasi terhadap industri kretek nasional dirasa memberatkan bagi multi-sektor yang terkait. Maka itu, GAPPRI meminta pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan, mengingat kondisi sosio-ekonomi Indonesia yang memiliki karakteristik berbeda dari negara lain,” ujar Henry dalam keterangannya, Kamis (02/10/2025).

    Kendati demikian, Henry menilai pemerintah masih memiliki pekerjaan untuk meninjau ulang beberapa regulasi. Salah satunya, polemik Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) khususnya pada Bagian XXI Pengamanan Zat Adiktif yang termuat dalam pasal 429-463 berpotensi mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia.

    “Kami meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan agar tidak memaksakan diimplementasikannya PP 28/2024 di saat situasi geopolitik dan geo ekonomi global berdampak pada situasi di tanah air saat ini,” tambahnya.

    Menurut Henry, PP 28/2024 dinilai cacat hukum. Pasalnya, proses penyusunannya tidak transparan dan minim pelibatan pelaku industri hasil tembakau (IHT). Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam produk hukum yang dihasilkan dan berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi industri dan perekonomian nasional yang tidak sedang baik-baik saja.

    GAPPRI mensinyalir, pemaksaan diimplementasikannya PP 28/2024 oleh Kemenkes lebih mewakili agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) ketimbang melindungi kepentingan masyarakat yang terdampak. Padahal, banyak pihak yang langsung terkena dampak dari regulasi ini, sehingga seharusnya memiliki hak untuk didengar dan dilibatkan dalam proses pembahasan.

    “GAPPRI mengingatkan agar pemerintah berkomitmen meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menyerap jutaan tenaga kerja jangan sampai terganggu oleh agenda FCTC yang menginfiltrasi melalui produk hukum, salah satunya PP 28/2024,” imbuh Henry.

    Henry Najoan mewanti-wanti pemerintah adanya ancaman intervensi asing terhadap kedaulatan ekonomi nasional semakin nyata. Pihak asing bekerja dengan strategi sistematis untuk melemahkan industri strategis nasional, seperti industri tembakau melalui perang narasi dan infiltrasi kebijakan.

    “Mereka menggunakan proksi Kementerian kita sendiri. Padahal, industri hasil tembakau memiliki peran vital dalam penyerapan tenaga kerja dan kontribusi besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” kata Henry Najoan.

    Untuk itu, GAPPRI mendorong pemerintah untuk membuka ruang dialog yang inklusif dan transparan guna menciptakan regulasi yang adil dan berimbang, agar tercipta kebijakan yang bukan dominan hanya berorientasi kesehatan masyarakat, yang pada akhirnya mengorbankan sektor lain, tetapi harus adil juga bagi kepentingan pembangunan ekonomi, sosial dan industri.

    “Hal ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan industri, melindungi jutaan pekerja, dan menjaga stabilitas perekonomian nasional sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo,” jelas Henry.

    (rea/rrd)

  • PP 28/2024 Berisiko Picu Ketimpangan Regulasi Industri Kretek

    PP 28/2024 Berisiko Picu Ketimpangan Regulasi Industri Kretek

    Bisnis.com, JAKARTA — Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menilai Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) berisiko menimbulkan ketimpangan regulasi industri kretek.

    Ketua Umum Gappri, Henry Najoan mengatakan kebijakan pemerintah yang tidak menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2026 merupakan bentuk kehadiran negara bagi petani tembakau, pekerja pabrik, hingga distributor kretek.

    “Pemerintah masih memiliki pekerjaan untuk meninjau ulang beberapa regulasi yang dirasa memberatkan bagi industri kretek nasional,” kata Henry dalam keterangannya, Kamis (2/10/2025).

    Salah satunya, polemik Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) khususnya pada Bagian XXI Pengamanan Zat Adiktif yang termuat dalam Pasal 429 – 463.

    Menurutnya, PP 28/2024 dinilai cacat hukum karena proses penyusunannya tidak transparan dan minim pelibatan pelaku industri hasil tembakau (IHT).

    “Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam produk hukum yang dihasilkan dan berisiko menimbulkan dampak negatif bagi industri dan perekonomian nasional,” ujarnya.

    Gappri mengingatkan agar pemerintah berkomitmen meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena industri hasil tembakau memiliki peran vital dalam penyerapan tenaga kerja dan kontribusi besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Pihaknya mendorong pemerintah untuk membuka ruang dialog yang inklusif dan transparan guna menciptakan regulasi yang adil dan berimbang, agar tercipta kebijakan yang adil bagi kepentingan pembangunan ekonomi, sosial dan industri.

    Berdasarkan catatan Bisnis.com, Selasa (30/9/2025), Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi kritik atas kebijakan pemerintah yang memutuskan tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau tahun ini.

    Dia menegaskan bahwa keputusan tidak menaikkan cukai tembakau diambil untuk menjaga kelangsungan industri rokok dalam negeri sekaligus melawan peredaran produk ilegal.

    “Karena saya nggak mau industri kita mati,” jelasnya.

  • BGN Sebut Insentif Guru Penanggung Jawab MBG Tak Bebani APBN

    BGN Sebut Insentif Guru Penanggung Jawab MBG Tak Bebani APBN

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Gizi Nasional (BGN) menyebut bahwa insentif bagi guru penanggung jawab Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebesar Rp100.000 setiap hari penugasan tidak akan membebani anggaran.

    Kepala BGN Dadan Hindayana mengatakan bahwa skema insentif tersebut telah diatur secara terperinci. Dadan sebelumnya telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Kepala BGN No. 5/2025 tentang pemberian insentif bagi guru penanggung jawab program MBG di sekolah penerima manfaat.

    “Kalau itu oke, sudah oke. Nanti kepala sekolah menentukan siapa yang bertugas hari itu,” katanya saat ditemui wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).

    Ketika ditanya bagaimana dampak insentif itu terhadap porsi maupun serapan anggaran BGN di APBN, Dadan mengatakan bahwa kedua hal tersebut tidak saling berkaitan.

    Pasalnya, insentif guru pelaksana MBG akan dibebankan kepada biaya operasional dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Dana tersebut nantinya disalurkan untuk masing-masing sekolah penerima manfaat.

    “Enggak ada hubungannya karena biaya operasional kan sudah biasa. Penyerapan anggaran ada di SPPG, bukan di jumlah orang,” ujar Dadan.

    Menilik dokumen SE Kepala BGN No. 5/2025 yang beredar, setiap sekolah yang menjadi penerima manfaat program MBG wajib menunjuk satu hingga tiga orang guru yang akan menjadi penanggung jawab distribusi MBG di sekolah.

    Penugasan tersebut harus diutamakan bagi guru bantu maupun guru honorer yang dilaksanakan dengan sistem rotasi per hari dan diatur oleh kepala sekolah.

    Insentif sebesar Rp100.000 akan diberikan sesuai dengan jumlah dari jadwal yang telah ditentukan dan diberikan oleh SPPG terkait kepada guru penanggung jawab setiap 10 hari.

    “Dana dimaksud dibebankan pada biaya operasional yang berada di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi sekolah terkait,” demikian dinyatakan dalam beleid tertanggal 29 September 2025 ini.

  • Mereka Ketakutan Sembunyikan Apa Tuh?

    Mereka Ketakutan Sembunyikan Apa Tuh?

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menginstruksikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk mengecek secara acak jalur hijau impor. Pemeriksaan dilakukan secara selektif sehingga dipastikan tidak mengganggu kelancaran arus barang.

    “Saya random sampling. Paling satu hari berapa biji, tapi jangan main-main, gitu aja, kalau ketahuan awas! Desain tidak mengganggu kelancaran barang-barang di sana,” kata Purbaya di kantin Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Rabu (1/10/2025).

    “Makanya saya random sample, nggak akan terus-terusan banyak,” tambahnya.

    Selama ini jalur hijau ditujukan bagi barang impor berisiko rendah dan pada prinsipnya tidak dilakukan pemeriksaan fisik. Meski demikian, Purbaya meminta DJBC meningkatkan pengawasan dengan memeriksa barang-barang yang diduga tidak memenuhi ketentuan berdasarkan sistem manajemen risiko atau nota intelijen dari otoritas luar negeri.

    Jika pengusaha importir keberatan dengan kebijakan ini, Purbaya pun curiga ada sesuatu yang disembunyikan. “Mereka ketakutan sembunyikan apa tuh?” imbuhnya.

    Sebelumnya, Purbaya menekankan akan meningkatkan penegakan hukum dan kepatuhan sejalan dengan naiknya target penerimaan negara baik pajak maupun kepabeanan dan cukai. Di bidang kepabeanan, otoritas akan memeriksa secara random jalur hijau bea cukai yang sebelumnya tidak pernah tersentuh pemeriksaan fisik.

    Tujuan pemeriksaan jalur hijau secara acak juga untuk mencegah masuknya rokok ilegal. “Kalau kita impor, ada jalur hijau ya. Jalur hijau biasanya nggak diperiksa tuh. Nggak tahu rokok ilegalnya masuk lewat situ apa enggak. Saya akan random check, walaupun jalur hijau, saya akan random check,” tutur Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTA

    Purbaya tidak akan pandang bulu untuk menindak tegas pihak yang terlibat jika ditemukan barang ilegal lolos dari jalur hijau. Termasuk jika pihak itu berasal dari internal DJBC.

    “Mungkin dalam waktu dekat akan dapat banyak orang di situ, yang terlibat akan kita sikat, termasuk orang Bea Cukai maupun departemen keuangan,” tegasnya.

    (kil/kil)

  • Hapus Tipping Fee, Waste for Energy Disebut Bisa Kurangi Beban APBD

    Hapus Tipping Fee, Waste for Energy Disebut Bisa Kurangi Beban APBD

    JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan jika program Waste to Energy atau program pengolahan sampah menjadi tenaga listrik melalui proyek pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) bisa mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

    Dikatakan Tito, selama ini pemerintah daerah harus mengeluarkan tipping fee atau biaya mengirimkan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Dengan adanya program ini, biaya tersebut dapat ditiadakan. Asal tahu saja, selama ini tipping fee berasal dari APBD.

    Dengan program ini, nantinyasampah milik Pemda akan disalurkan secara langsung ke PLTSa yang akan dibangun. Dengan demikian, biaya atau tipping fee didtiadakan sehingga menghemat APBD.

    “Yang jelas, daerah tidak lagi diberikan namanya tipping fee. Selama ini setelah ditaruh di pembuangan akhir, pengelola TPA harus dibayar karena mengelola sampah, itu tadinya dibayar oleh pemda,” ujar Tito, Selasa, 30 September.

    Melalui Perpres Waste to Energy, lanjut Tito, anggaran ini tidak akan mengandalkan APBN melainkan biaya dari Danantara dan PT PLN (Persero).

    “Selama ini kalau dari daerah mengumpulkan sampah dari lingkungannya, itu kan dibawa dinas kebersiha ke TPA. Misalnya dari Jakarta, harus bayar ke Pemkot Bekasi atau pengelola di Bantargebang,” jelas dia.

    Pada kesempatan yang sama, CEO Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), Rosan Roeslani menyebut Indonesia saat ini telah memasuki masa darurat sampah. Bukan tanpa sebab, Rosan bilang, setiap tahun Indonesia menghasilkan 35 juta ton sampah atau setara dengan 16.500 lapangan bola.

    “Kita melihat darurat. Tidak hanya di Jakarta, tetapi banyak di kota-kota besar lainnya,” ujar Rosan.

    Dikatakan Rosan, jumlah yang sama disebut mampu menutupi semua wilayah Jakarta dengan lapisan sampah setebal 27 cm2.

    “Jadi bisa dibayangkan begitu banyak sampah yang kita hasilkan setiap tahunnya di Indonesia ini,” jelas Rosan,

    Sementara itu, lanjut Rosan, sebanyak 61 persen sampah tidak bisa dikelola dengan baik, dibuang sembarangan dan masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan tidak sesuai prosedur. Sampah yang tidak terkelola ini kemudian menimbulkan berbagai masalah mulai dari kesehatan hingga lingkungan.

    “Tempat pembuangan sampah ini kurang lebih sekarang menyumbang kurang lebih 2-3 persen emisi gas rumah kaca nasional,” tandas dia.