Topik: APBN

  • Pemerintah Akan Bangun Ulang gedung Pondok Pesantren Al Khoziny yang Ambruk

    Pemerintah Akan Bangun Ulang gedung Pondok Pesantren Al Khoziny yang Ambruk

    Jakarta (beritajatim.com) – Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo memastikan pihaknya akan membangun ulang gedung Pondok Pesantren Al Khoziny yang ambruk pada 29 September 2025.

    Meski anggaran pembangunan lembaga keagamaan berada di bawah Kementerian Agama, namun menurutnya, karena insiden ini bersifat darurat nasional, Kementerian PU akan turun tangan langsung.

    “Cuma kan ini kondisi darurat, yang di Sidoarjo pasti kita yang masuk,” ujarnya disela pertemuan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Abdul Muhaimin Iskandar di Kantor Kementerian PU, Jakarta, Selasa (7/10/2025).

    Dody menyebut pemerintah juga membuka peluang bagi pihak swasta untuk berkontribusi membantu perbaikan pesantren-pesantren lain di seluruh Indonesia yang kondisinya sudah tua dan rawan roboh. “Insya Allah dari APBN, tapi tidak menutup kemungkinan jika ada bantuan dari swasta,” katanya.

    Sementara Cak Imin, sapaan Muhaimin mengatakan, usai mendapat arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto, pihaknya membentuk Satgas Penataan Pembangunan Pesantren untuk melakukan pengecekan dan penataan infrastruktur pesantren di seluruh Indonesia.

    “Kami akan membentuk satuan tugas pembangunan pesantren dimulai dari yang paling rawan, dimulai dengan audit oleh tim dari Kementerian PU,” ujar Cak Imin.

    Selain itu, ia mengimbau seluruh pesantren yang belum memiliki Perizinan Bangunan Gedung (PBG) agar segera mengurusnya. Pesantren yang masih dalam proses pembangunan diminta menghentikan sementara aktivitas pembangunan sampai izin tersebut terbit.

    “Tolong disampaikan kepada masyarakat, pesantren-pesantren yang merasa rawan, konsultasi saja dengan hotline. Hotline ini akan membantu kami mengecek, mengatasi, dan menanggulangi potensi bahaya bangunan,” kata Cak Imin. [kun]

  • Gubernur Usul Pemerintah Pusat Tanggung Gaji ASN Daerah, Begini Respons Purbaya

    Gubernur Usul Pemerintah Pusat Tanggung Gaji ASN Daerah, Begini Respons Purbaya

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa belum mempertimbangkan terkait usulan Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi Ansharullah agar pemerintah pusat menanggung gaji ASN daerah akibat pemangkasan transfer ke daerah (TKD) pada tahun depan.

    Purbaya mengaku usulan Mahyeldi itu sangat wajar. Menurutnya, jika memungkinkan maka pemerintah daerah akan meminta setiap bebannya ditanggung pemerintah pusat.

    “Tapi kan kita hitung kemampuan APBN saya seperti apa. Apalagi ini kan 9 bulan pertama kan ekonominya melambat. Ya naik turun, tapi turun terus kan. Jadi kalau diminta sekarang ya pasti saya enggak bisa,” ujar Purbaya di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).

    Dia merasa bisa saja mengambil alih sebagian besar tanggung jawab daerah. Hanya saja, batas defisit APBN 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) harus terlampaui.

    Bendahara negara itu belum ingin melangkahi aturan tersebut. Dia meyakini institusi internasional akan langsung mengkritisinya apabila melampaui batas defisit 3%.

    “Jadi, saya jaga itu. Saya jaga semuanya dulu. Saya optimalkan belanja, saya optimalkan pendapatan, saya hilangkan gangguan di bisnis,” ungkap Purbaya.

    Sebelumnya, Mahyeldi memprotes keputusan pemerintah pusat yang memotong anggaran TKD pada tahun depan. Dia pun mengusulkan jika tetap kukuh memotong TKD maka gaji ASN daerah juga harus ditanggung pemerintah pusat.

    “Harapan kita di daerah adalah bagaimana TKD ini dikembalikan lagi. Kalau enggak mungkin gaji pegawai bisa diambil oleh pusat, karena ini kan kaitan dengan DAU [dana alokasi umum]. Kan [DAU] juga pengurangan,” ujarnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (7/10/2025).

    Protes Kepala Daerah

    Sebelumnya, puluhan gubernur dan wakil gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Selasa (7/10/2025).

    Gubernur Jambi Al Haris, selaku ketua umum APPSI, menjelaskan bahwa para kepala daerah menyatakan keluh kesah kepada Purbaya terkait pemotongan transfer ke daerah pada tahun depan.

    Adapun dana transfer ke daerah mencapai Rp692,995 triliun dalam APBN 2026. Dana transfer ke daerah itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun ini senilai Rp919,9 triliun, turun 24,7% atau setara Rp226,9 triliun.

    “Daerah tentu banyak sekali yang merasakan dampak dari [pemotongan] TKD itu, di antaranya ada daerah yang mungkin sulit membayar belanja pegawai, besar sekali. Apalagi ada keharusan membayar P3K dan sebagainya. Nah, ini luar biasa berdampak terhadap APBD 2026,” ujar Al Haris usai pertemuan.

    Dia tidak menampik bahwa pemerintah pusat memiliki berbagai program yang akan dijalankan di daerah dengan anggaran Rp1.300 triliun pada tahun depan. Kendati demikian, pemerintah daerah tidak tahu menahu terkait program tersebut.

    Apalagi, sambungnya, masih banyak daerah yang pendapatan asli daerah (PAD) rendah. Al Haris khawatir daerah-daerah tersebut akan semakin kesulitan apabila dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang diterima juga semakin kecil.

    “Kalau daerah PAD-nya kecil, yang banyak menggantungkan nasib dengan TKDD, maka sulit mereka untuk mengembangkan daerahnya,” jelasnya.

    Sementara itu, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos menambahkan bahwa dana transfer ke daerah yang telah direncanakan pada tahun depan hanya akan cukup untuk belanja rutin pemerintah provinsi.

    Sementara belanja infrastruktur seperti untuk pembangunan jalan hingga jembatan menjadi berkurang. Oleh sebab itu, Sherly mengungkapkan bahwa semua gubernur dan wakil gubernur yang hadir satu suara meminta Purbaya mempertimbangkan ulang pemotongan dana transfer ke daerah pada 2026.

    “Semuanya tidak setuju, karena kemudian kan ada beban P3K yang cukup besar dan ada janji untuk pembangunan jalan dan jembatan yang cukup besar. Dengan pemotongan yang rata-rata setiap daerah hampir sekitar 20%—30% untuk level provinsi dan di level kabupaten bahkan ada tadi dari Jawa Tengah yang hampir 60%—70%, itu berat untuk pembangunan infrastruktur,” ungkapnya.

    Adapun, setidaknya ada 24 gubernur dan wakil gubernur yang menemui Purbaya dalam pertemuan tersebut. Para kepala daerah yang hadir langsung itu berasal dari Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kep. Bangka Belitung, Banten, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Sumatra Barat, DI Yogyakarta.

    Kemudian Papua Pegunungan, ⁠Bengkulu, Aceh, Sumatra Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, NTB, Papua Barat Daya, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Gorontalo, hingga Sumatra Selatan.

  • Siasat Prabowo Bidik Ratusan Triliun Uang Negara dari Tambang Ilegal

    Siasat Prabowo Bidik Ratusan Triliun Uang Negara dari Tambang Ilegal

    Bisnis.com, JAKARTA – Senin (6/10/2025), Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto hadir di Smelter PT Tinindo Internusa, Kota Pangkal Pinang untuk menyaksikan penyerahan enam unit smelter hasil rampasan negara. Penyerahan itu lengkap dengan deretan alat berat, logam timah, dan tanah jarang yang selama ini dikelola secara ilegal.

    Wajah para pejabat tinggi negara tampak serius. Di barisan depan hadir Jaksa Agung ST Burhanuddin, Panglima TNI, Kapolri, Menteri Kabinet Merah Putih, hingga jajaran direksi PT Timah Tbk. Dari podium, Prabowo menyampaikan sebuah pesan yang menggema:

    “Hari ini kita buktikan pemerintah serius. Kita tidak akan membiarkan kekayaan negara dirampas. Nilainya ratusan triliun, dan itu harus kita selamatkan untuk rakyat Indonesia,” ujar Prabowo, Senin (7/10/2025). 

    Kasus tambang ilegal di kawasan PT Timah bukan perkara kecil. Kejaksaan Agung mengungkapkan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun. Angka itu bukan hanya sekadar statistik, melainkan cermin dari bocornya kekayaan alam yang seharusnya masuk ke kas negara.

    Rincian kerugian negara berasal dari mark-up penyewaan alat hingga Rp2,28 triliun, pembelian biji timah ilegal mencapai Rp26,65 triliun dan dampak kerusakan lingkungan dengan kerugian di angka Rp271,07 triliun

    Barang bukti yang diserahkan kepada PT Timah Tbk. melalui Kementerian Keuangan bernilai Rp1,45 triliun. Namun, bila dioperasikan penuh, nilainya bisa menyumbang pendapatan Rp4,6 triliun per tahun.

    Aset yang disita meliputi 6 unit smelter; 108 unit alat berat; 195 unit peralatan tambang; 680.687 kg logam timah; 22 bidang tanah seluas 238.848 m²; dan 1 unit mess karyawan

    Selain itu, rampasan lain berupa 52 kendaraan, 3,5 kg emas, dan 820 bidang tanah (10,9 juta m²) akan dilelang. Uang tunai yang masuk kas negara pun signifikan mulai dari Rp202,7 miliar, US$3,15 juta, JPY53 juta, SGD524.000, EUR765, KRW100.000, dan AUD1.840.

    Monasit: Harta Karun yang Tersembunyi di Bangka

    Salah satu sorotan utama adalah temuan tanah jarang (rare earth/monasit) di lokasi smelter. Mineral ini digunakan dalam industri teknologi tinggi baterai kendaraan listrik, turbin angin, hingga sistem pertahanan satelit.

    Prabowo menyebut nilainya fantastis dari mineral tanah jarang yang kini menjadi primadona yang turut merupakan barang rebutan dunia.

    “Monasit itu satu ton nilainya bisa ratusan ribu dolar, sampai US$200.000 per ton. Total yang ditemukan mendekati 4.000 ton. Bisa dibayangkan kerugian negara jika ini dibiarkan,” katanya.

    Menurut kalkulasi mandiri, jika dikonversi, potensi nilai 4.000 ton monasit mencapai Rp128 triliun (kurs Rp16.000 per dolar AS). Angka yang belum pernah benar-benar masuk ke APBN karena praktik tambang ilegal.

    Persoalan tambang ilegal (Pertambangan Tanpa Izin atau PETI) bukan hanya milik Bangka Belitung. Data pemerintah menunjukkan angka yang mencengangkan.

    Berdasarkan catatan Bisnis, data Kementerian ESDM menunjukkan terdapat 2.741 titik lokasi PETI di seluruh Indonesia (2021–2022). Kemudian, terdapat 2.645 lokasi PETI mineral dan 96 lokasi PETI batu bara.

    Belum lagi, terdapat 1.063 titik tambang ilegal yang dilaporkan resmi oleh Presiden Prabowo pada Agustus 2025, dengan potensi kerugian minimal Rp300 triliun.

    Sebaran tambang ilegal ini ada di hampir semua provinsi, dari Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, hingga Papua. Di Jawa Barat saja, Dinas ESDM mencatat ada 176 titik tambang ilegal tersebar di 16 kabupaten dan 1 kota. Angka ini memperlihatkan skala persoalan yang meluas.

    Selain kasus timah, Presiden juga menerima laporan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH). Hingga 1 Oktober 2025, capaian mereka antara lain 3.404.522 hektare kawasan hutan berhasil dikuasai kembali. Lalu, ada 1,5 juta hektare kebun sawit sudah diserahkan ke PT Agrinas Palma Nusantara (Persero).

    Belum lagi 1,8 juta hektare masih dalam tahap verifikasi. Nilai indikasi aset Rp150 triliun (Rp46,55 juta per hektare). Selanjutnya, 5.342 hektare tambang ilegal teridentifikasi. Lalu, 39 entitas perusahaan di 7 provinsi terlibat dan illegal logging di Mentawai: 21.000 hektare hutan terdampak, 500 hektare sudah dirambah.

    Strategi Prabowo Bidik Uang Negara

    Bagi Prabowo, tambang ilegal adalah musuh besar pembangunan. Ada tiga strategi utama yang ia dorong Penyitaan aset secara agresif. Enam smelter dan ratusan unit alat berat sudah menjadi contoh nyata.

    Kemudian, pengembalian aset ke negara. Aset diserahkan ke PT Timah Tbk. dan PT Agrinas untuk dikelola secara legal. Termasuk pemanfaatan aset untuk rakyat. Pendapatan dari aset rampasan akan masuk kas negara, bukan kantong mafia tambang.

    “Ke depan berarti ratusan triliun bisa kita selamatkan untuk rakyat kita. Ini prestasi, tapi harus diteruskan,” kata Prabowo, memberi instruksi kepada Jaksa Agung, Panglima TNI, Bea Cukai, dan Bakamla.

    Pertanyaan yang tersisa: mampukah strategi ini berlanjut konsisten? Jika iya, Indonesia bukan hanya menyelamatkan Rp300 triliun, melainkan juga masa depan generasi berikutnya.

  • Gubernur Protes Anggaran Dipangkas, Purbaya: Dia Minta Semuanya Ditanggung

    Gubernur Protes Anggaran Dipangkas, Purbaya: Dia Minta Semuanya Ditanggung

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa buka suara usai kantornya ‘digeruduk’ Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI). Para gubernur yang tergabung dalam APPSI protes pemotongan anggaran Transfer Ke Daerah (TKD).

    Purbaya mengatakan hal itu normal karena anggaran lebih kecil. Hanya saja ia meminta pemerintah daerah (Pemda) memperbaiki terlebih dahulu kinerja belanja yang selama ini dicap kurang bagus.

    “Semuanya tergantung kepada kepala daerahnya lagi nanti ke depannya. Saya kan pemerintahan baru, image mereka kan kurang bagus kan di mata pemimpin-pemimpin di atas kelihatannya. Jadi, kalau mereka bisa perbaiki image itu, ya nggak ada keberatan. Kalau mereka mau bangun daerahnya kan harusnya dari dulu sudah bagus, anggarannya nggak ada yang hilang sana-sini. Salah satu concern di sana adalah banyak melesetnya,” kata Purbaya di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).

    Dalam pertemuan itu, Purbaya menyebut semua kepala daerah menyampaikan aspirasinya. Dengan adanya pemotongan TKD, banyak yang meminta agar semua ditanggung pusat termasuk gaji pegawai.

    “Kalau dia mah minta semuanya ditanggung saya, itu permintaan normal, tapi kan kita hitung kemampuan APBN saya seperti apa. Apalagi ini kan sembilan bulan pertama kan ekonominya melambat, ya naik turun, tapi cenderung turun terus kan. Jadi, kalau diminta sekarang, ya pasti saya nggak bisa,” ucap Purbaya.

    TKD Lebih Rendah

    Sebagai informasi, TKD dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 diputuskan sebesar Rp 693 triliun. Jumlah itu sudah ditambah dari sebelumnya Rp 650 triliun, namun masih lebih rendah dari alokasi 2025 yang mencapai Rp 919,9 triliun.

    Purbaya mengakui pemotongan itu cukup besar. Dengan demikian, ia membuka kemungkinan untuk menambah anggaran ke daerah jika pertumbuhan ekonomi dan penerimaan negara bagus.

    “Saya akan lihat keadaan uang saya seperti apa nanti memasuki pertengahan triwulan II tahun 2026. Kalau memang ekonominya sudah bagus, pendapatan pajaknya naik, Coretax lebih bagus, Bea Cukai nggak ada bocor, pajaknya nggak ada bocor, harusnya kan naik semua kan? Kalau naik semua, kita bagi,” tegas Purbaya.

    (aid/ara)

  • ‘Geruduk’ Kantor Purbaya, Gubernur Protes Transfer ke Daerah Dipotong!

    ‘Geruduk’ Kantor Purbaya, Gubernur Protes Transfer ke Daerah Dipotong!

    Jakarta

    Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) mendatangi Kementerian Keuangan untuk bertemu Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Sebanyak 18 gubernur hadir langsung, 15 daerah diwakili, dan 5 daerah tidak hadir.

    Usai pertemuan, Gubernur Maluku Utara (Malut) Sherly Tjoanda mengatakan semua pemerintah daerah (Pemda) tidak setuju dengan pemotongan transfer ke daerah (TKD) yang dilakukan Kementerian Keuangan.

    “Kita semua tadi masing-masing dari gubernur sudah menyuarakan pendapat ke Pak Menteri Keuangan untuk dipertimbangkan, karena dengan perencanaan dana transfer pusat ke daerah yang ada saat ini hanya cukup untuk belanja rutin. Belanja infrastruktur, jalan, jembatan itu menjadi berkurang sehingga kita minta untuk jangan ada pemotongan,” kata Sherly di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).

    Sherly mengaku Provinsi Maluku Utara mendapat TKD Rp 6,7 triliun pada 2026, turun dari pagu 2025 yang mencapai Rp 10 triliun. Potongan terbesar berada pada komponen Dana Bagi Hasil (DBH).

    “Semuanya tidak setuju karena kemudian kan ada beban PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) yang cukup besar dan ada janji untuk pembangunan jalan dan jembatan yang cukup besar. Dengan pemotongan yang rata-rata setiap daerah hampir sekitar 20-30% untuk level provinsi dan di level kabupaten bahkan ada tadi dari Jawa Tengah yang hampir 60-70%, itu berat untuk pembangunan infrastruktur,” tutur Sherly.

    Keluhan serupa disampaikan Gubernur Aceh Muzakir Manaf yang anggaran daerahnya dipotong hingga 25% pada 2026. Ia berharap Purbaya mengevaluasi agar pertumbuhan ekonomi bisa seperti yang diharapkan.

    “Semuanya kami mengusulkan supaya tidak dipotong, anggaran kita tidak dipotong karena itu beban semua di provinsi kami masing-masing,” katanya.

    Daerah Kesulitan Bayar Gaji Pegawai

    Sementara itu, Ketua Umum APPSI, Al Haris menegaskan para gubernur memang sengaja meminta waktu Purbaya. Ia bersama gubernur lain ingin menyampaikan keluh kesah terkait pemotongan TKD.

    Pria yang juga menjabat sebagai Gubernur Jambi itu mencontohkan ada daerah yang kesulitan membayar operasional belanja pegawai, termasuk gaji PPPK. Al Haris mengklaim dampak yang dirasakan daerah sangat luar biasa.

    “Memang repot, saya bilang tadi, kalau daerah PAD (pendapatan asli daerah)-nya kecil yang banyak menggantungkan nasib dengan TKD, maka sulit mereka untuk mengembangkan daerahnya. Apalagi bicara visi misi. Tidak lagi bicara visi misi, yang penting roda pemerintahan jalan,” tutur Al Haris.

    Menurut Al Haris, Purbaya cukup responsif terhadap keluhan para kepala daerah. Pemerintah diklaim nantinya akan melakukan evaluasi TKD di 2026.

    “Pak Menteri (Purbaya) respons tadi, beliau responsif sekali. Nanti di 2026 karena sudah menjadi produk hukum undang-undang, APBN, beliau tadi berjanji di 2026 sambil nanti berjalan, evaluasi lagi yang TKD ke daerah,” bebernya.

    Lihat juga Video: Nasib Pemprov Yogyakarta Usai Dana Istimewa Dipotong 50 Persen

    Halaman 2 dari 2

    (aid/ara)

  • Aturan Pemeriksaan Data Konkret Bisa Tingkatkan Kepatuhan Pajak?

    Aturan Pemeriksaan Data Konkret Bisa Tingkatkan Kepatuhan Pajak?

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono menilai Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak Nomor PER-18/PJ/2025 tentang Tindak Lanjut Data Konkret bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan karena mempercepat proses penegakan hukum di bidang perpajakan.

    Menurut Prianto, aturan tersebut merupakan bentuk naskah dinas internal Kementerian Keuangan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 164/PMK.01/2021.

    “Naskah dinas adalah informasi tertulis yang berfungsi sebagai alat komunikasi kedinasan, norma hukum, atau dokumen teknis yang dibuat pejabat berwenang di lingkungan Kementerian Keuangan dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang keuangan dan kekayaan negara,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (7/10/2025).

    Perdirjen 18/2025 itu menurutnya tidak terlepas dari PMK Nomor 15/2025 tentang Pemeriksaan Pajak, yang menjadi dasar teknis pelaksanaan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Salah satu aspek pemeriksaan adalah data konkret, yakni tiga jenis data yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

    Pertama, faktur pajak yang telah disetujui sistem DJP tetapi belum dilaporkan pada surat pemberitahuan pajak pertambahan nilai (SPT PPN).

    Kedua, bukti pemotongan atau pemungutan PPh yang tidak dilaporkan pada SPT Masa pajak penghasilan (PPh). Ketiga, bukti transaksi atau data perpajakan lain yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban pajak.

    Prianto menjelaskan bahwa pemeriksaan atas data konkret dilakukan melalui pengujian secara sederhana, atau metode yang berbasis pada data matching antara laporan wajib pajak dan data yang dimiliki DJP.

    “Kata kunci dari pemeriksaan pajak itu adalah data matching [pencocok data]. Pemeriksa akan membandingkan dan mencocokkan satu data dengan data lainnya. Karena itu, penyebutannya adalah dengan pengujian secara sederhana,” jelasnya.

    Dia melihat bahwa mekanisme pemeriksaan ini tidak berkaitan dengan pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tentang penagihan wajib pajak dalam perkara pajak yang telah inkrah.

    “Kasus hukum pajak telah inkrah dan ada utang pajak, proses pemeriksaannya sudah selesai dan tidak ada lagi sengketa pajak. Langkah selanjutnya adalah proses penagihan pajak oleh juru sita pajak di setiap KPP [kantor pelayanan pajak],” tegasnya.

    Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) ini menambahkan bahwa pemeriksaan berbasis data konkret relatif lebih mudah diterima wajib pajak karena prosesnya jelas dan terukur. Dengan cara itu, lanjutnya, diharapkan wajib pajak tidak melakukan upaya hukum lanjutan dan bisa langsung melunasi utang pajak setelah ada penetapan dari KPP.

    Menurut dia, aturan itu juga berpotensi mempercepat realisasi penerimaan pajak agar mendekati target APBN 2025, karena penyelesaian sengketa dapat dipangkas melalui kesepahaman berbasis data yang transparan.

    Adapun PER-18/PJ/2025 tentang Tindak Lanjut Data Konkret ini terbit pada 24 September 2025. Data kontret adalah data yang diperoleh atau dimiliki otoritas pajak, yang mencakup faktur pajak yang tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN, bukti potong atau bukti pungut PPh yang tidak dilaporkan, hingga bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk menghitung wajib pajak.

    Bukti transaksi atau data perpajakan yang masuk kategori data konkret sebagai berikut:

    Pertama, kelebihan kompensasi pada SPT Masa PPN yang tidak didukung dengan kelebihan bayar pada SPT PPN. Kedua, penghitungan kembali pajak masukan sebagai pengurang pajak keluaran oleh WP yang tidak berhak menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan yang terutang dan penyerahan yang tidak terutang pajak.

    Ketiga, PPN disetor di muka yang tidak atau kurang dibayar. Keempat, pemanfaatan insentif pajak yang tidak sesuai ketentuan. Kelima, pengkreditan pajak masukan yang tidak sesuai ketentuan. 

    Keenam, penghasilan yang tidak atau kurang dilaporkan berdasarkan data bukti potong yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak dan/atau kekeliruan sehubungan dengan penggunaan norma penghitungan penghasilan neto.

    Ketujuh, data atau keterangan yang bersumber dari ketetapan atau keputusan di bidang perpajakan termasuk putusan atas sengketa penerapan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan, yang bersifat inkrah, yang dapat langsung digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan yang tidak atau kurang dilaporkan oleh WP dalam SPT.

    Kedelapan, data atau keterangan yang telah diterbitkan surat permintaan penjelasan atas data atau keterangan; dibuat berita acara permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan yang memuat persetujuan Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban perpajakan dan telah ditandatangani Wajib Pajak, wakil Wajib Pajak, atau kuasa, namun pemenuhan kewajiban perpajakan tersebut belum atau tidak dipenuhi sampai dengan batas waktu yang telah disetujui oleh Wajib Pajak, yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak. 

  • Pendapat Warga Soal Gerakan Rp 1.000 per Hari Gagasan Dedi Mulyadi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        6 Oktober 2025

    Pendapat Warga Soal Gerakan Rp 1.000 per Hari Gagasan Dedi Mulyadi Megapolitan 6 Oktober 2025

    Pendapat Warga Soal Gerakan Rp 1.000 per Hari Gagasan Dedi Mulyadi
    Penulis

    KOMPAS.com –
    Wacana gerakan pengumpulan uang Rp 1.000 per hari yang digagas Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menuai beragam tanggapan dari sejumlah warga.
    Meski disebut sebagai gerakan sukarela untuk memperkuat solidaritas sosial, sebagian masyarakat menilai ide tersebut perlu dikaji lebih dalam, terutama soal transparansi dan peran pemerintah.
    Abdul (40), warga Depok, menilai usulan pengumpulan uang, meski kecil nominalnya, berpotensi menimbulkan perdebatan di masyarakat.
    “Soal duit orang mah sensitif banget walaupun cuma Rp 1.000 per hari, dan dengan konteks sukarela kayanya berat,” ujarnya kepada
    Kompas.com
    , Senin (6/10/2025).
    “Mendingan efektifin kas RT/RW aja kalo emang tujuannya buat gotong royong saling bantu, warga juga udah ditarikin iuran-iuran kan ke RT/RW,” tambahnya.
    Abdul menegaskan, bila inisiatif itu benar dijalankan, perlu ada pengawasan yang jelas terkait pengelolaan dana.
    “Kalo jadi diterapin pasti harus ada pengawasan duitnya kemana aja tuh, namanya sensitif soal duit. Mending kalo emang ada yang butuh bantuan, bantu langsung aja,” katanya.
    Aulia (39), warga Bekasi, menilai inisiatif solidaritas memang baik, tetapi pelaksanaannya harus memiliki mekanisme yang jelas.
    “Menjaga kesejahteraan masyarakat seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah maupun pusat,” ujar Aulia kepada
    Kompas.com
    , Senin (6/10/2025).
    “Sebelum diterapkan, seharusnya dipikirkan matang-matang agar tidak menimbulkan potensi kecurangan atau penyalahgunaan dana,” imbuhnya.
    Sementara itu, Akbar (29), warga Depok, yang menilai pemerintah perlu lebih dulu membenahi sistem keuangan publik di tingkat lokal.
    “Daripada buat galang dana, walaupun sukarela, mending tertibkan dulu sistem transparansi keuangan daerah sampai tingkat terendah. ?Kaji ulang soal penggajian/tunjangan pejabat setingkat kecamatan (dan di atasnya),” kata Akbar kepada
    Kompas.com
    , Senin (6/10/2025)
    “Beri insentif ke pos penting seperti layanan kesehatan dan pendidikan, daripada seminar-seminar gak jelas yang boros anggaran, biar nanti surplus yang didapat disalurkan ke yang membutuhkan,” lanjutnya.
    Tamara (34), warga Bogor, justru menolak gagasan tersebut dengan tegas.
    “Saya mah mau seribu atau berapapun tetep gak setuju. Sudah ada pajak ya maksimalin. Pajak itu kan uang gotong royong rakyat,” ujar Tamara kepada
    Kompas.com
    , Senin (6/10/2025)
    “Kalau beliau bilang banyak masyarakat sulit akses, ya sediain fasilitas, bukan nyuruh rakyatnya yang kasih solusi,” tambahnya.
    Menurut Tamara, ajakan seperti itu mengingatkannya pada kebiasaan pemerintah melempar tanggung jawab kepada masyarakat.
    “Ini tuh sama kaya statement yang sudah-sudah seperti misal harga cabe merah mahal, maka silakan rakyat tanam cabe di pekarangan rumah. Padahal tugas pemerintah untuk membuat solusi terbaik buat warga,” ujarnya.
    Menanggapi pro dan kontra di masyarakat, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa tidak ada kebijakan pemerintah provinsi yang mewajibkan pengumpulan uang Rp 1.000 dari masyarakat, ASN, atau pelajar.
    “Yang ada adalah gubernur mengajak, menghimbau seluruh jajaran pemerintah untuk sama-sama membangun solidaritas sosial,” kata Dedi dalam rekaman video yang diterima Kompas.com, Senin (6/10/2025).
    Menurutnya, gagasan tersebut muncul dari keprihatinan terhadap warga yang masih kesulitan memenuhi biaya pendukung saat berobat, meski layanan rumah sakit telah digratiskan.
    “Banyak orang yang rumah sakitnya gratis tetapi tidak punya biaya untuk ongkos ke rumah sakitnya. Tidak punya biaya untuk nungguin di rumah sakitnya. Tidak punya biaya untuk bolak-balik kemoterapi,” jelasnya.
    Dedi mendorong agar gerakan gotong royong itu dilakukan di tingkat RT, dengan sistem seperti tradisi jimpitan.
    “Warga bisa menabung seribu rupiah per hari di kotak kecil di depan rumahnya. Dana tersebut kemudian dikelola bendahara lingkungan dan digunakan membantu warga yang kesulitan. Setiap bulan harus dilaporkan pada seluruh penyumbang. Di setiap RT sudah ada grup WA sekarang. Sangat mudah,” ujarnya.
    Ia juga menegaskan bahwa pemerintah provinsi tidak akan mengelola atau mengumpulkan dana tersebut.
    “Tidak ada kaitan dengan APBD atau APBN,” kata Dedi.
    Menurutnya, beberapa daerah di Jawa Barat telah lebih dulu menerapkan sistem serupa, dan hasilnya dinilai positif dalam memperkuat budaya tolong-menolong.
    “Bukan kewajiban, hanya ajakan. Bagi yang sudah melaksanakan tinggal dioptimalkan layanannya,” ujar Dedi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dedi Mulyadi: Gerakan Rp 1.000 untuk Solidaritas, Bukan Paksaan
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        6 Oktober 2025

    Dedi Mulyadi: Gerakan Rp 1.000 untuk Solidaritas, Bukan Paksaan Bandung 6 Oktober 2025

    Dedi Mulyadi: Gerakan Rp 1.000 untuk Solidaritas, Bukan Paksaan
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan tidak ada kebijakan pemerintah provinsi yang mewajibkan pengumpulan uang Rp 1.000 dari masyarakat, ASN, atau pelajar.
    Menurut Dedi, ajakan itu murni gerakan sukarela untuk menumbuhkan solidaritas sosial.
    “Yang ada adalah gubernur mengajak, menghimbau seluruh jajaran pemerintah untuk sama-sama membangun solidaritas sosial,” ujar Dedi dalam rekaman video yang diterima Kompas.com, Senin (6/10/2025).
    Ia menjelaskan, ajakan tersebut berangkat dari keprihatinan terhadap warga yang kesulitan memenuhi biaya pendukung saat berobat, meski layanan rumah sakit saat ini sudah gratis.
    “Banyak orang yang rumah sakitnya gratis tetapi tidak punya biaya untuk ongkos ke rumah sakitnya. Tidak punya biaya untuk nungguin di rumah sakitnya. Tidak punya biaya untuk bolak-balik kemoterapi,” kata Dedi.
    Dedi mendorong gerakan gotong royong dimulai dari tingkat RT. Warga bisa menabung seribu rupiah per hari di kotak kecil di depan rumahnya, seperti tradisi jimpitan. Dana tersebut kemudian dikelola bendahara lingkungan dan digunakan membantu warga yang kesulitan.
    “Setiap bulan harus dilaporkan pada seluruh penyumbang. Di setiap RT sudah ada grup WA sekarang. Di RW ada grup WA. Sangat mudah,” ucapnya.
    Dedi juga mengajak ASN dan kepala daerah ikut berpartisipasi membantu warga yang membutuhkan, salah satunya dengan membuka layanan pengaduan warga.
    “Maka dia bisa melayani ketika anak tidak punya sepatu ke sekolahnya, bisa langsung dibantu,” tambahnya.
    Ia menegaskan, pemerintah provinsi tidak akan mengelola atau mengkolektifkan dana tersebut. Bahkan sampai saat ini, Dedi hanya mengelola dana operasional gubernur yang kemudian disalurkan kembali untuk layanan masyarakat.
    “Tidak ada kaitan dengan APBD atau APBN,” katanya.
    Menurut Dedi, gerakan ini bukan hal baru. Banyak daerah di Jawa Barat sudah lebih dulu melaksanakannya. Ia berharap, gerakan ini memperkuat nilai tolong-menolong di tengah masyarakat.
    “Dan bagi mereka yang sudah melaksanakan, tinggal dioptimalkan layanannya. Bagi belum melaksanakan, silahkan dicontoh daerah-daerah yang sudah berhasil melaksanakan. Bukan kewajiban, hanya ajakan,” kata Dedi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menteri PU: Jaringan irigasi air tanah solusi bagi daerah tadah hujan

    Menteri PU: Jaringan irigasi air tanah solusi bagi daerah tadah hujan

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengungkapkan pembangunan Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT) menjadi solusi bagi daerah tadah hujan seperti Gunungkidul, Jawa Tengah.

    “Kita sudah komit bersama Ibu Bupati untuk seluruh area Gunungkidul yang memiliki potensi air tanah memadai, kita akan bantu bangun beberapa titik tambahan jaringan irigasi air tanah secara bertahap, sekaligus memperhatikan kebutuhan jalan usaha tani agar akses petani ke lahan juga semakin mudah,”kata Dody dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Minggu.

    Kementerian PU memperluas pembangunan Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT) untuk mendukung produktivitas pertanian di wilayah rawan kekeringan Kabupaten Gunungkidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

    Salah satu lokasi penerima manfaat berada di Dukuh Bulak Blimbing, Kelurahan Karangrejek, Kapanewon Wonosari, Kabupaten Gunungkidul

    Program pembangunan Jaringan Irigasi Air Tanah merupakan bagian dari komitmen Kementerian PU untuk memastikan setiap tetes air memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.

    Dody mengatakan, infrastruktur irigasi air tanah menjadi solusi bagi daerah tadah hujan seperti Gunungkidul agar petani bisa menanam lebih dari sekali dalam setahun.

    Pembangunan infrastruktur JIAT Blimbing bersumber dari APBN dengan biaya sebesar Rp578 juta, dengan panjang saluran mencapai 172 meter dan luas layanan 14,5 hektar. Keberadaan JIAT Blimbing telah memberikan manfaat untuk meningkatkan luas tambah tanam (LTT) hingga 32 hektar, berkat tersedianya sistem pompa air tanah dengan sumur dalam sedalam 100 meter.

    Selain itu dilengkapi jaringan distribusi dengan panjang jaringan 4,67 km, dan rumah genset serta panel pompa yang berfungsi menjaga suplai air stabil sepanjang tahun dengan debit produksi 30 liter per detik.

    “Ke depan, kita ingin Gunungkidul tidak lagi bergantung sepenuhnya pada hujan. Secara perlahan, seluruh wilayah akan berubah menjadi kawasan yang produktif,” kata Dody.

    Secara historis, sejak tahun 1980-an, telah terbangun sekitar 40 jaringan irigasi air tanah di wilayah Gunungkidul. Pembangunan JIAT baru seperti di Blimbing menjadi bukti kesinambungan program Kementerian PU melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak dalam memanfaatkan potensi air bawah tanah untuk mendukung ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani.

    Pewarta: Aji Cakti
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menhub Dorong Ada Skytrain di Bekasi untuk Integrasi Moda Transportasi

    Menhub Dorong Ada Skytrain di Bekasi untuk Integrasi Moda Transportasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi mendorong salah satu pengembang perumahan di Bekasi, Jawa Barat untuk membangun skytrain demi terwujudnya integrasi moda transportasi di wilayah tersebut.

    Dudy mengungkapkan bahwa sejatinya pengembang perumahan—yang tidak disebutkan namanya itu—berencana untuk membangun elevated bus yang menghubungkan kawasan perumahannya dengan Stasiun LRT Bekasi Barat. 

    Di sisi lain, imbuhnya, pemerintah berharap agar moda transportasi yang dibangun oleh pengembang tersebut adalah skytrain. 

    “Kami dorong kalau bisa mereka [pengembang] menggunakan skytrain. Kita buka diskusi kepada mereka dari salah satu perumahan cukup besar di Bekasi, mereka akan terkoneksi dengan LRT. Pada ujungnya nanti mereka akan terkonek dengan MRT East West,” jelas Dudy kepada wartawan, dikutip pada Minggu (5/10/2025). 

    Dengan demikian, moda transportasi di kawasan tersebut akan terbantu dengan adanya elevated bus maupun skytrain yang akan dibangun nantinya. 

    Dudy lebih mendorong pembangunan skytrain ketimbang elevated bud, karena akan menjadi pilot project dan memiliki nilai invetasi yang relatif lebih murah. 

    Dirinya berpesan, entah elevated bus ataupun skytrain yang akan dibangun agar mempertimbangkan masalah pembangunan. Rencananya, proyek tersebut akan terbentang dari stasiun LRT Bekasi Barat ke arah Utara menuju Stadion Bekasi. 

    Kemudian moda tersebut akan terhubung ke Stasiun Bekasi sehingga masyarakat Bekasi dapat mengakses LRT dari Stasiun Bekasi menggunakan elevated bus atau skytrain. 

    “Jadi nanti Stasiun Bekasi akan semacam diperluas, terkoneksi dengan stasiunnya pengembang tersebut, kemudian masyarakat bisa menggunakan apapun nantinya, elevated bus ataupun skytrain atau apapun itu terkoneksi dengan LRT di Bekasi Barat,” kata Dudy. 

    Adapun, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Allan Tandiono menyebutkan bahwa selain di Bekasi, rencana pembangunan skytrain juga muncul sebagai feeder dari Stasiun LRT Harjamukti menuju Mekarsari. 

    Proyek tersebut pun telah ditawarkan dan didiskusikan dengan sejumlah investor. “Dari Stasiun Harjamukti bisa ada skytrain ke Mekarsari, ke Kota Wisata dan terus ke arah barat,” ujarnya.

    Kendati demikian, Allan menuturkan bahwa pemerintah sangat mengharapkan adanya bantuan dari investor swasta terkait dengan pengembangan transportasi, sehingga dapat meringankan beban APBN.

    Sebelumnya, Menhub telah bertemu Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk membahas sejumlah isu transportasi di Wilayah Jawa Barat.  

    Beberapa isu yang diulas, antara lain terkait rencana pengembangan LRT Bandung Raya rute timur-barat, penyediaan jalan akses dari dan menuju Stasiun Kereta Cepat Karawang termasuk aspek pendukungnya, hingga reaktivasi sejumlah jalur kereta di wilayah Jabar, khususnya yang menuju tempat wisata.

    Selain itu, dibahas pula isu transportasi di sektor udara, salah satunya terkait dengan pemindahan penerbangan jet komersial berjadwal dari Bandara Husein Sastranegara ke Bandara Internasional Kertajati secara bertahap.

    Bandara Kertajati saat ini telah ditetapkan sebagai embarkasi dan debarkasi haji bagi jemaah dari wilayah Jawa Barat.