Topik: APBN

  • Natalius Pigai Minta Menkeu Tak Potong Dana Daerah Otonomi Khusus

    Natalius Pigai Minta Menkeu Tak Potong Dana Daerah Otonomi Khusus

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menanggapi mengenai pemotongan dana daerah oleh Menteri Keuangan Purbaya. Beberapa di antaranya adalah dana daerah otonomi khusus (Otsus)

    Menurut Pigai, pemotongan dana otonomi khusus untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Aceh, dan Papua seharusnya tidak dilakukan. Dia menilai dana otsus memiliki dasar historis dan rekonsiliatif yang berbeda dari alokasi anggaran reguler kementerian atau lembaga.

    “Kementerian HAM memandang bahwa dana otonomi khusus adalah bagian dari hak asasi daerah istimewa, sekaligus perekat persatuan dan kepercayaan masyarakat DIY, Aceh, dan Papua terhadap pemerintah pusat,” ujarnya, dikutip Kamis (9/10/2025).

    Dia mengatakan dana tersebut merupakan bentuk pengakuan negara atas daerah khusus yang telah dibentuk berdasarkan hasil perundingan politik serta komitmen nasional.

    Dia menegaskan anggaran otsus merupakan cara negara mengakui keberadaan daerah khusus. Melalui dana ini, daerah otsus memperoleh kesempatan yang setara guna memajukan daerahnya tanpa mengesampingkan identitasnya.

    “Pemotongan terhadap dana Otsus tidak hanya berdampak pada aspek fiskal, tetapi juga berpotensi mengikis kepercayaan publik dan mengganggu kesinambungan proses perdamaian didaerah-daerah tersebut,” jelas Pigai.

    Dia berharap Menteri Keuangan, Purbaya mengaji ulang aturan dan tidak memotong dana daerah otsus. Sebab, menurutnya daerah Otsus memiliki perbedaan tersendiri.

    “Dana Otsus adalah simbol keadilan dan penghormatan negara terhadap kesepakatan politik yang menjadi dasar persatuan bangsa. Karena itu kebijakannya tidak boleh sama,” pungkasnya.

    Dalam catatan Bisnis, sejumlah gubernur dan wakil gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (Appsi) sempat melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Selasa (7/10/2025).

    Gubernur Jambi Al Haris, selaku ketua umum Appsi, menjelaskan bahwa para kepala daerah menyatakan keluh kesah kepada Purbaya terkait pemotongan transfer ke daerah pada tahun depan.

    Adapun dana transfer ke daerah mencapai Rp692,99 triliun dalam APBN 2026. Dana transfer ke daerah itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun ini senilai Rp919,9 triliun, turun 24,7% atau setara Rp226,9 triliun.

    Para kepala daerah yang hadir langsung itu berasal dari Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kep. Bangka Belitung, Banten, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Sumatra Barat, DI Yogyakarta.

    Kemudian Papua Pegunungan, ⁠Bengkulu, Aceh, Sumatra Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, NTB, Papua Barat Daya, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Gorontalo, hingga Sumatra Selatan.

  • Mendagri ingatkan pemda efisiensikan belanja birokrasi

    Mendagri ingatkan pemda efisiensikan belanja birokrasi

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menginstruksikan kepada seluruh pemerintah daerah untuk menerapkan efisiensi belanja birokrasi untuk menyikapi kebijakan pemangkasan transfer ke daerah (TKD) dalam APBN 2026.

    “Menghadapi dinamika transfer keuangan daerah yang beralih ke pusat maka satu tipnya, rekan-rekan di daerah harus melakukan efisiensi belanja, terutama belanja yang birokrasi,” kata Tito kepada wartawan di Jakarta, Kamis.

    Belanja birokrasi yang dimaksudkan oleh Mendagri antara lain pengeluaran untuk rapat, perjalanan dinas, biaya pemeliharaan dan lain sebagainya.

    Tito mengatakan seluruh pemerintah daerah di Indonesia berhasil menerapkan efisiensi pada masa pandemi COVID-19 sehingga tidak ada alasan untuk tidak melakukan efisiensi/

    “Rapat-rapat, perjalanan dinas, segala macam, makanan-minuman, perawatan, pemeliharaan, itu anggarannya kadang-kadang, mohon maaf, berlebihan, ini harus dikurangi. Banyak daerah yang melakukan itu bisa. Kita waktu zaman Covid juga bisa, dikurangi jauh anggaran kita, bisa,” ujarnya.

    Mendagri meminta kepada semua pihak di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri untuk senantiasa menjaga integritas dalam menjalankan tugasnya, seraya mengingatkan ada konsekuensi hukum bagi siapa saja yang mencoba bermain-main dengan anggaran.

    “Program-program juga harus betul-betul (dijalankan), anggaran untuk program harus betul-betul bisa menjadi barangnya. Jangan dijadikan bancakan, kena masalah hukum nanti,” tuturnya.

    Alokasi dana TKD secara nasional dalam Rancangan APBN tahun 2026 sebesar Rp649,99 triliun, turun signifikan dari perkiraan realisasi tahun 2025 sebesar Rp864 triliun atau dibandingkan dengan alokasi dalam APBN 2025 sebesar Rp919,9 triliun.

    Kompensasi dari pengurangan itu, Kementerian Keuangan menaikkan belanja program pemerintah pusat untuk daerah yang dikucurkan langsung melalui kementerian/lembaga (K/L), yang nilainya mencapai sekitar Rp1.300 triliun, naik signifikan dari alokasi sebelumnya Rp900 triliun.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Rapat Koordinasi DPR dan Pemerintah Turut Bahas Polemik Transfer Dana ke Daerah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Oktober 2025

    Rapat Koordinasi DPR dan Pemerintah Turut Bahas Polemik Transfer Dana ke Daerah Nasional 9 Oktober 2025

    Rapat Koordinasi DPR dan Pemerintah Turut Bahas Polemik Transfer Dana ke Daerah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pimpinan DPR bersama pemerintah turut membahas polemik pengurangan transfer ke daerah (TKD) yang belakangan dikeluhkan para kepala daerah.
    Isu tersebut menjadi salah satu pembahasan yang digelar dalam rapat koordinasi antara Pimpinan DPR bersama pemerintah, pada Rabu (8/10/2025) kemarin.
    “Ya sama Menteri Keuangan juga kita dinamika terkini transfer daerah juga kita bicarakan,” ujar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, saat ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (9/10/2025).
    Meski begitu, Dasco mengakui bahwa pembahasan terkait TKD itu belum sampai pada kesimpulan dan masih akan didiskusikan dalam rapat-rapat selanjutnya.
    “Belum, masih panjang,” ujar Dasco.
    Dalam rapat itu, Dasco didampingi perwakilan pimpinan Komisi di DPR RI, di antaranya Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman dan Ketua Komisi I DPR Budisatrio Djiwandono.
    Sementara dari perwakilan pemerintah, hadir Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, hingga Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.
    Sejumlah pejabat perwakilan Kementerian Hukum, Kementerian HAM, Badan Intelijen Negara (BIN), hingga Mabes TNI juga hadir dalam pertemuan itu.
    Politikus Gerindra itu menegaskan bahwa rapat koordinasi ini digelar dalam rangka bertukar informasi antara pihak eksekutif dan legislatif.
    “Ya kita koordinasi antara eksekutif dan legislatif tukar menukar informasi mengenai situasi terkini tentang politik, ekonomi, keamanan, dan lain-lain,” ungkap Dasco.
     
    Diberitakan sebelumnya, 18 orang gubernur menemui Purbaya di kantor Kementerian Keuangan, pada Selasa (7/10/2025), agar pemangkasan TKD dibatalkan.
    Sebagian besar kepala daerah menilai pengurangan transfer akan berdampak langsung terhadap kemampuan daerah membiayai pembangunan dan menggaji pegawai.
    “Banyak sekali yang merasakan dampak dari TKD itu sendiri. Di antaranya ada daerah yang mungkin sulit membayar pegawainya. Belanja pegawai besar sekali, apalagi ada keharusan membayar PPPK dan sebagainya, nah ini luar biasa berdampak terhadap APBD kami 2026 ke depan,” ungkap Gubernur Jambi Al Haris, setelah pertemuan di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa.
    Pada kesempatan yang sama, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda menambahkan, anggaran TKD 2026 yang telah dipangkas hanya cukup untuk melakukan belanja rutin.
    Sementara itu, belanja untuk pembangunan infrastruktur menjadi berkurang.
    Padahal, pembangunan infrastruktur sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
    “Kita minta untuk jangan ada pemotongan. Pak Menteri Keuangan akan mencari solusi yang terbaik bagaimana sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah tetap jalan dan stabil,” kata Sherly.
    Diketahui, pemerintah memangkas anggaran TKD dalam APBN 2026.
    Pemerintah pusat menetapkan TKD 2026 sebesar Rp 693 triliun, meningkat sebesar Rp 43 triliun dari usulan semula sebesar Rp 649,99 triliun.
    Namun, meski telah ditambah, anggaran TKD 2026 tetap lebih kecil dibandingkan alokasi pada APBN 2025 sebesar Rp 919,87 triliun.
    Salah satunya dengan menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) secara besar-besaran.
    Namun, keputusan ini menuai protes dari masyarakat, seperti yang terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dasco nilai wacana bangun ulang Al Khoziny pakai APBN belum kesimpulan

    Dasco nilai wacana bangun ulang Al Khoziny pakai APBN belum kesimpulan

    bangunan pesantren-pesantren yang sudah tua perlu dibantu oleh pemerintah guna mencegah hal-hal yang bisa mengancam keselamatan, seperti yang terjadi di Ponpes Al Khoziny. Ponpes Al Khoziny dibangun tahun 1920

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menilai wacana pembangunan ulang Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny yang ambruk dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), belum merupakan suatu kesimpulan.

    “Mungkin masih belum pada satu kesimpulan,” kata Dasco setelah menghadiri sebuah acara di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

    Namun pada dasarnya, kata dia, DPR RI meminta kepada pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar untuk memperhatikan kondisi bangunan pesantren-pesantren lainnya yang sudah berdiri sejak lama.

    Menurut dia, bangunan pesantren-pesantren yang sudah tua perlu dibantu oleh pemerintah guna mencegah hal-hal yang bisa mengancam keselamatan, seperti yang terjadi di Ponpes Al Khoziny. Ponpes Al Khoziny dibangun tahun 1920 dengan jumlah santri sudah mencapai 1.200 anak.

    “Soal ranah hukum kan itu urusan polisi, tapi yang penting kita memitigasi bagaimana pesantren yang ada tidak terjadi lagi seperti itu,” katanya.

    Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum (PU) akan membangun ulang Gedung Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, yang sebelumnya bagian mushala ambruk dan menyebabkan sebanyak 63 korban meninggal dunia.

    Terkait sumber anggaran, Menteri Dody mengatakan akan menggunakan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun tidak menutup kemungkinan apabila ada bantuan dari pihak swasta.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Dasco Ungkap Isi Pertemuannya dengan Seskab Teddy, Purbaya, hingga Prasetyo di DPR – Page 3

    Dasco Ungkap Isi Pertemuannya dengan Seskab Teddy, Purbaya, hingga Prasetyo di DPR – Page 3

    Sebelumnya, momen rapat ini diunggah oleh Seskab Teddy melalui akun Instagram resmi @sekretariat.kabinet.

    “Siang ini, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya bersama Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menghadiri rapat kerja di Dewan Perwakilan Rakyat,” demikian seperti dikutip.

    “Rapat tersebut turut dihadiri oleh para pimpinan Komisi beserta jajaran kementerian/lembaga terkait, antara lain Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum dan HAM, Badan Intelijen Negara, dan Mabes TNI,” sambungnya.

    Dijelaskan, rapat tersebut membahas sejumlah agenda strategis, baik dari bidang hukum sampai ekonomi.

    “Forum tersebut membahas sejumlah agenda strategis, mulai dari kebijakan di bidang hukum dan keamanan hingga evaluasi penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)Tahun 2025,” demikian seperti dikutip.

  • Pemangkasan TKD berpotensi lemahkan pelaksanaan otonomi daerah

    Pemangkasan TKD berpotensi lemahkan pelaksanaan otonomi daerah

    Jakarta (ANTARA) – Aktivis dari Koalisi Rakyat Pemerhati Jakarta Baru (KATAR), Sugiyanto berpendapat kebijakan pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD) dalam APBN 2026 berpotensi melemahkan pelaksanaan otonomi daerah.

    Menurut dia, komposisi ideal pembagian belanja negara antara pemerintah pusat dan daerah adalah 75 persen untuk pusat dan 25 persen untuk daerah, sebagaimana yang telah berjalan dalam tiga tahun terakhir.

    “Rasio 75:25 antara belanja pusat dan daerah terbukti logis, realistis dan berkeadilan. Ini merupakan bentuk keseimbangan fiskal antara efisiensi nasional dan kebutuhan fiskal daerah yang harus dijaga,” kata Sugiyanto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Dikatakannya, berdasarkan data APBN 2023, belanja negara ditargetkan sebesar Rp3.041,7 triliun dengan alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mencapai Rp811,7 triliun atau sekitar 26,58 persen dari total belanja negara.

    Angka tersebut menunjukkan komitmen pemerintah terhadap keseimbangan fiskal antara pusat dan daerah.

    Pada APBN 2024, belanja negara mencapai Rp3.325,1 triliun. Dari jumlah tersebut, TKDD dialokasikan sebesar Rp857,6 triliun atau 25,79 persen, sementara belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.467,5 triliun atau 74,21 persen.

    “Komposisi ini relatif seimbang dan konsisten dengan pola fiskal tahun sebelumnya,” ujarnya.

    Begitu pula pada APBN 2025, belanja negara ditetapkan sebesar Rp3.621,3 triliun, terdiri atas belanja pemerintah pusat dan TKDD. Alokasi TKDD mencapai Rp919,9 triliun atau sekitar 25,40 persen, sedangkan belanja pemerintah pusat dialokasikan sebesar Rp2.701,4 triliun atau sekitar 74,59 persen.

    Namun, keseimbangan tersebut berubah drastis pada APBN 2026. Berdasarkan Undang-Undang APBN 2026 yang disahkan DPR pada 23 September 2025, alokasi TKD hanya sekitar Rp693 triliun atau 18,03 persen dari total belanja negara sebesar Rp3.842,7 triliun.

    Sebaliknya, belanja pemerintah pusat meningkat tajam menjadi Rp3.149,7 triliun atau 81,95 persen.

    “Artinya, terjadi penurunan alokasi dana transfer sebesar sekitar Rp267 triliun dari tahun sebelumnya. Ini pemangkasan hingga 29,34 persen yang jelas akan berdampak luas bagi daerah,” katanya.

    Sugiyanto menjelaskan, TKD bukanlah bentuk subsidi dari pemerintah pusat, melainkan perwujudan nyata dari keadilan fiskal dan desentralisasi sebagaimana diamanatkan UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

    Menurut dia, pemotongan dana transfer dalam jumlah besar akan menurunkan kemampuan fiskal daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan publik, membayar gaji pegawai serta membiayai infrastruktur dasar.

    Dia pun mengingatkan bahwa banyak daerah masih memiliki kapasitas fiskal rendah sehingga sangat bergantung pada dana transfer pusat.

    Kalau dana transfer dipangkas sedalam itu, daerah akan kesulitan menjaga keberlanjutan pelayanan publik. “Ini berisiko menambah ketimpangan fiskal antarwilayah dan bertentangan dengan semangat pemerataan pembangunan,” katanya.

    Sugiyanto menambahkan, pemerintah pusat memang membutuhkan anggaran besar untuk agenda prioritas nasional seperti ketahanan pangan, energi, pendidikan, kesehatan dan program makan bergizi gratis, namun.kebijakan tersebut seharusnya tidak mengorbankan kemampuan fiskal daerah.

    “Menjaga komposisi 75 persen untuk pusat dan 25 persen untuk daerah adalah bentuk keadilan fiskal yang sehat. Kalau porsi untuk daerah turun hanya 18 persen, itu jelas tidak seimbang dan bisa melemahkan semangat otonomi daerah,” kata dia.

    Ia juga mendukung langkah sejumlah gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) untuk mengajukan permintaan peninjauan ulang kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa agar alokasi TKD 2026 tidak dipangkas terlalu drastis.

    “Kami berharap pemerintah pusat mendengarkan aspirasi daerah. Jangan pangkas TKD karena menjaga rasio 75:25 berarti menjaga amanat konstitusi, memperkuat otonomi daerah, dan menjamin pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia,” kata Sugiyanto.

    Pewarta: Syaiful Hakim
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 5
                    
                        Mendagri: Anggaran Perjalanan Dinas, Rapat, hingga Makan Berlebihan, Harus Dikurangi!
                        Nasional

    5 Mendagri: Anggaran Perjalanan Dinas, Rapat, hingga Makan Berlebihan, Harus Dikurangi! Nasional

    Mendagri: Anggaran Perjalanan Dinas, Rapat, hingga Makan Berlebihan, Harus Dikurangi!
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Jenderal (Purn) Tito Karnavian menegaskan bahwa anggaran daerah untuk melakukan rapat, perjalanan dinas, hingga makan dan minum terlalu berlebihan.
    Tito menegaskan, anggaran tersebut harus dikurangi, apalagi dana Transfer ke Daerah (TKD) 2026 dipangkas.
    “Tadi saya sudah menyampaikan tips-tips menghadapi tahun depan, di antaranya adalah efisiensi belanja semua daerah. Karena menghadapi dinamika transfer keuangan daerah yang beralih ke pusat, maka satu tipsnya, rekan-rekan di daerah harus melakukan efisiensi belanja, terutama belanja yang birokrasi,” ujar Tito di Hotel Pullman, Jakarta Barat, Kamis (9/10/2025).
    “Rapat-rapat, perjalanan dinas, segala macam, makanan, minuman, perawatan, pemeliharaan, itu anggarannya kadang-kadang, mohon maaf, berlebihan. Ini harus dikurangi. Banyak daerah yang melakukan itu bisa,” sambungnya.
    Tito mengatakan, pada masa Covid-19 beberapa tahun lalu, Kemendagri juga mengalami pengurangan anggaran yang nominalnya jauh sekali.
    Dia mengeklaim, mereka tetap bisa bertahan dengan anggaran terbatas tersebut.
    Lalu, Tito mengingatkan bahwa setiap program di daerah betul-betul harus terlaksana.
    Jika tidak, mereka bisa berurusan dengan masalah hukum.
    “Program-program juga harus betul-betul, anggaran untuk program harus betul-betul bisa menjadi barangnya. Jangan dijadikan bancakan, kena masalah hukum nanti,” kata Tito.
    Tips selanjutnya, Tito meminta para gubernur untuk bekerja cerdas dan inovatif dalam mencari pendapatan tambahan.
    Dia menyampaikan, yang terpenting adalah mereka tidak memberatkan rakyat kecil saat mencari dana tambahan.
    “Ya misalnya ya, yang sudah ada saja, restoran, hotel misalnya. Silakan datang ke restoran-restoran, hotel kan umumnya dipajakin itu. Mungkin yang
    customer
    -nya enggak baca, di
    bill
    itu ada pajaknya,
    lho
    . Itu belum tentu, pajaknya artinya di-
    collect
    oleh restoran, hotel. Pertanyaannya apakah ini semua akan disampaikan kepada Dispenda daerah? Belum tentu,” jelasnya.
    “Parkir, misalnya. Ini harus dibuat sistem supaya pajak yang memang sudah ada ini, yang tadinya bocor, bisa masuk ke kas pemerintah daerah,” imbuh Tito.
    Diketahui, pemerintah telah menambah alokasi anggaran TKD dalam APBN 2026 sebesar Rp 43 triliun dari Rp 649,99 triliun menjadi Rp 693 triliun.
    Namun, walau sudah ditambah, anggaran TKD 2026 tetap lebih kecil dibandingkan alokasi pada APBN 2025 sebesar Rp 919,87 triliun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Alasan Pemprov Sumbar Minta Pemerintah Pusat Ambil Alih Pembayaran Gaji ASN

    Alasan Pemprov Sumbar Minta Pemerintah Pusat Ambil Alih Pembayaran Gaji ASN

    Bisnis.com, PADANG – Pemerintah Provinsi Sumatra Barat mengusulkan ke Kementerian Keuangan agar mengambil alih dalam hal pembayaran gaji ASN seiring adanya kebijakan pemotongan dana transfer ke daerah (TKS) pada tahun anggaran 2026.

    Gubernur Sumbar Mahyeldi mengatakan telah menyampaikan sikap tegas sekaligus penuh optimisme kepada Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa terkait kondisi anggaran di tahun mendatang. Namun, ada usulan yang disampaikan ke Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, yakni terkait pembayaran gaji ASN.

    Menurutnya, usulan tersebut bukan sekadar respons administratif, tetapi merupakan bentuk kepedulian dan tanggung jawab kepala daerah untuk menjaga keberlanjutan pembangunan serta pelayanan publik di tengah berkurangnya dana transfer dari pusat.

    “Kalau dana transfer ke daerah ini terus berkurang, tentu akan berdampak besar bagi penyelenggaraan pemerintahan. Karena itu, kami mengusulkan agar pusat bisa mengambil alih pembayaran gaji ASN, termasuk PPPK, agar daerah tetap fokus membangun dan melayani masyarakat,” katanya, Rabu (8/10/2025).

    Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan, alokasi dana TKD tahun 2026 diproyeksikan sebesar Rp650 triliun, atau jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang mencapai lebih dari Rp950 triliun.

    Khusus untuk wilayah Sumbar total pengurangan TKD diperkirakan mencapai Rp2,6 triliun. Sementara untuk Pemprov Sumbar, pemotongan tersebut mencapai sekitar Rp533 miliar.

    Kemudian untuk belanja pegawai daerah yang sebagian besar bersumber dari dana alokasi umum (DAU) secara nasional mencapai Rp373,8 triliun. Kondisi ini, menurut Mahyeldi, memperkuat alasan perlunya keterlibatan pemerintah pusat dalam menanggung beban gaji ASN dan PPPK

    Mahyeldi menilai angka-angka tersebut bukan sekadar data fiskal, melainkan cerminan tantangan besar yang menuntut inovasi dan solidaritas antar pemangku kepentingan di daerah.

    “Kami tidak boleh menyerah pada keterbatasan. Justru di saat seperti inilah semangat membangun harus semakin menyala. Jika pusat mengambil alih beban gaji ASN, maka ruang fiskal daerah bisa difokuskan untuk pelayanan publik dan penguatan ekonomi rakyat,” ujarnya.

    Gubernur Mahyeldi juga menegaskan tentang semangat utama yang diusung pemerintah daerah yang bukan hanya sekedar bertahan di tengah tekanan fiskal, tetapi melangkah dengan strategi baru.

    Oleh karena itu, dia mengajak seluruh jajaran pemerintah kabupaten/kota di Sumbar untuk memperkuat kolaborasi, menggali potensi lokal, dan mempercepat inovasi dalam pelayanan publik.

    “Kami tidak boleh menunggu peluang datang dari luar. Kami harus menciptakan peluang dari dalam. Sumbar punya potensi besar seperti pertanian, pariwisata, sumber daya manusia unggul. Jika kami kelola dengan sinergi dan semangat, kami bisa tetap tumbuh bahkan di tengah pengurangan anggaran,” ujarnya.

    Mahyeldi melihat kebijakan fiskal nasional harus dimaknai sebagai tantangan untuk memperkuat kemandirian daerah. Sehingga bagi daerah harus menunjukkan bahwa Sumbar bukan hanya penerima kebijakan, tetapi juga pelaku perubahan. 

    “Dengan beradaptasi, berinovasi, dan menjaga semangat kebersamaan, insya Allah semua tantangan bisa kami hadapi,” tegasnya.

    Meski ada tekanan fiskal akibat pengurangan TKD, Mahyeldi tetap mengajak seluruh elemen di Sumbar untuk tidak larut dalam kekhawatiran, melainkan bangkit dengan semangat baru.

    “Ini bukan akhir, tapi awal dari babak baru untuk melahirkan inovasi dan mewujudkan kemandirian fiskal daerah,” sebutnya.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan bahwa kebijakan penyesuaian dana transfer dilakukan untuk menjaga keseimbangan fiskal nasional di tengah tantangan ekonomi global.

    “Kami memahami kekhawatiran daerah. Namun, penyesuaian ini perlu agar APBN tetap kuat. Pemerintah pusat juga mendorong agar daerah semakin efisien dan inovatif dalam mengelola anggaran,” jelas Purbaya.

    Purbaya menilai masih banyak ruang untuk memperbaiki tata kelola keuangan daerah agar anggaran yang tersedia benar-benar memberikan dampak nyata bagi masyarakat.

  • Saatnya Indonesia Punya ‘KNKT’ untuk Program MBG

    Saatnya Indonesia Punya ‘KNKT’ untuk Program MBG

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketika sebuah pesawat jatuh, publik menunggu satu hal yakni laporan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). Laporan ini tidak berhenti pada kronologi, melainkan mendalami penyebab teknis dan operasional, apakah ada kesalahan prosedur kokpit, kerusakan sistem navigasi, atau faktor cuaca yang tidak diantisipasi.

    Setiap temuan selalu diikuti rekomendasi berupa kewajiban pelatihan ulang pilot, pembaruan regulasi pemeliharaan, atau modifikasi sistem peringatan di pesawat. Semua laporan dipublikasikan secara terbuka, dan setiap pilot diwajibkan mempelajarinya, jika mengabaikan, ada konsekuensi hukum.

    Sistem inilah yang membuat dunia penerbangan Indonesia belajar dari setiap insiden, dan pada akhirnya mampu menurunkan angka kecelakaan. Hal yang sama seharusnya berlaku untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Jika terjadi insiden keamanan pangan, Komite Nasional Keselamatan MBG (KNK-MBG) harus turun tangan, menyelidiki penyebabnya secara independen, apakah bahan pangan tidak bersertifikat, sayur dimasak terlalu dini, atau distribusi berlangsung tanpa pendingin. Rekomendasi yang keluar wajib diterapkan: hanya bahan bersertifikat yang boleh dipakai, sayuran dimasak paling akhir sebelum distribusi, dapur satelit atau boks berinsulasi digunakan jika jarak tempuh lebih dari 1 jam.

    Semua laporan dipublikasikan terbuka, dan setiap Kepala Dapur atau SPPG MBG wajib membacanya, seperti halnya setiap pilot wajib membaca laporan KNKT. Dengan begitu, setiap insiden keamanan pangan bukan sekadar berita, melainkan menjadi pelajaran nasional yang membuat sistem MBG semakin aman. Landasan hukumnya jelas, UU Pangan (UU No. 18/2012), UU Kesehatan (UU No. 36/2009), UU Perlindungan Anak (UU No. 35/2014), dan UU Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999) menegaskan hak anak atas pangan yang aman serta kewajiban negara melindungi mereka.

    Presiden pun memiliki kewenangan penuh untuk membentuk lembaga independen semacam ini melalui Peraturan Presiden, sebagaimana yang pernah dilakukan untuk KNKT. Komite ini juga dirancang inklusif. Di dalamnya duduk bersama perwakilan pemerintah, orang tua murid, guru, ahli gizi, organisasi masyarakat sipil, hingga praktisi dapur massal.

    Dengan begitu, pengawasan MBG tidak hanya datang dari birokrat di Jakarta, tetapi juga dari mereka yang setiap hari bersentuhan langsung dengan anak-anak penerima manfaat. Dan yang paling penting: KNK-MBG harus dibiayai penuh oleh negara melalui APBN dengan pagu mandiri. Hanya dengan begitu independensinya terjaga, tidak tergantung pada kementerian pelaksana, dan berani ber-suara apa adanya ketika ada kelalaian.

    MBG adalah program dengan skala yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Indonesia. Targetnya mencakup lebih dari 80 juta penerima manfaat, mulai dari murid sekolah dasar, siswa madrasah, hingga ibu hamil dan balita.

    Setiap hari, jutaan porsi makanan akan diproduk-si dan didistribusikan dari puluhan ribu dapur di seluruh nusantara. Skala sebesar ini tentu membawa manfaat besar peningkatan gizi anak, penurunan stunting, hingga perbaikan kualitas pendidikan. Tetapi, skala besar juga berarti risiko besar.

    Jika satu dapur saja lalai, ratusan anak bisa terdampak. Jika satu rantai distribusi gagal, ribuan anak bisa sakit dalam waktu bersamaan. Karena itu, diperlukan sistem keselamatan pangan yang tidak hanya ketat, tetapi juga independen, transparan, dan bisa dipercaya publik. Indonesia sudah merasakan beberapa insiden keamanan pangan sejak uji coba MBG dilakukan.

    Mulai dari kasus ayam tanpa sertifikat yang terkontaminasi bakteri, sayur yang basi karena distribusi terlalu lama, hingga makan-an yang menimbulkan reaksi alergi pada anak karena tidak ada pencatatan riwayat alergi.

    Semua kasus ini memperlihatkan bahwa tanpa mekanisme investigasi independen, masalah hanya ditangani sebatas “klarifikasi” atau pencopotan sementara pemasok, tanpa pembelajaran yang mendalam untuk mencegah terulang.

    NEGARA LAIN

    India menjalankan Mid-Day Meal Scheme (PM-POSHAN) yang menjangkau sekitar 120 juta anak di 1,27 juta sekolah (Global Child Nutrition Foundation [GCNF], 2023). Namun skala besar ini juga membuka kerentanan.

    Pada 2013, 23 anak meninggal di Bihar akibat makanan yang terkontaminasi pestisida. Audit kemudian menemukan kelemahan serius: dapur yang tidak higienis, penyimpanan pangan yang buruk, serta lemahnya pengawasan (Government of India, 2013; UNICEF, 2019).

    Bahkan dalam lima tahun terakhir, tercatat lebih dari 74 insiden keamanan pangan yang membuat lebih dari 4.000 anak jatuh sakit. Sebaliknya, Brasil dengan Programa Nacional de Alimentação Escolar (PNAE) memberi makan sekitar 40 juta siswa sekolah negeri setiap hari (GCNF, 2023).

    Program ini melibatkan ahli gizi dalam penyusunan menu dan diawasi dewan pangan sekolah. Pengawasan diperkuat lagi dengan ada-nya School Feeding Council (CAE), yang berfungsi memastikan legalitas, trans-paransi, serta keamanan pangan dengan mengaudit penggunaan dana publik, memeriksa kondisi higienis, memastikan kepatuhan menu, dan mewajibkan sedikitnya 30% pengadaan berasal dari petani kecil dan keluarga (Rocha, 2009; UNOSSC, 2024).

    Kombinasi pengawasan partisipatif dan keahlian teknis inilah yang membuat Brasil relatif terhindar dari tragedi besar, meski insiden lokal tetap terjadi. Sementara itu, Amerika Serikat menjalankan National School Lunch Program (NSLP) yang melayani sekitar 29,4 juta anak per hari, dengan 21,1 juta menerima makanan gratis atau ber-subsidi (Food Research & Action Center [FRAC], 2023).

    Pada dekade 1990-an, tercatat 195 wabah penyakit akibat pangan di sekolah yang melibatkan ribuan anak (Centers for Disease Control and Prevention [CDC], 2015). Insiden ini kemudian men-dorong investigasi sistematis melalui National Outbreak Reporting System (NORS) dan melahirkan reformasi besar: penerapan wajib standar HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) di setiap sekolah (FAO, 2020).

    Lebih dari sekadar urusan gizi, MBG adalah urusan kepercayaan publik. Jika anak-anak jatuh sakit akibat makanan yang seharusnya menyehatkan, maka bukan hanya orang tua yang kehi-langan kepercayaan, tetapi juga seluruh masyarakat. Program besar yang digadang sebagai warisan politik bisa runtuh hanya karena kega-galan dalam manajemen kea-manan pangan.

    Di sisi lain, jika ada lembaga independen seperti KNK-MBG, setiap masalah bisa ditangani secara profesional, transparan, dan sistematis. Publik melihat bahwa negara hadir tidak hanya memberi makan, tetapi juga menjamin keamanan. Kepercayaan publik pun terjaga, legitimasi politik pemerintah diperkuat, dan MBG bisa berjalan berkelanjutan hingga 2045. Indonesia tidak perlu menunggu tragedi besar untuk bertindak.

    Saatnya Presiden membentuk KNK-MBG agar program MBG tidak hanya bergizi, tetapi juga aman dan dipercaya rakyat.

  • Ramai-ramai Gubernur Protes, Menteri Purbaya: Kalau Mau Bangun Daerah, Harusnya dari Dulu Udah Bagus

    Ramai-ramai Gubernur Protes, Menteri Purbaya: Kalau Mau Bangun Daerah, Harusnya dari Dulu Udah Bagus

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Sejumlah Gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) kompak, menyatakan penolakan terhadap rencana pemerintah pusat memangkas Transfer ke Daerah (TKD) dalam APBN 2026.

    Gelombang protes itu disampaikan langsung saat para gubernur mendatangi kantor Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa Selasa (7/10/2025), kemarin.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, pertemuan berlangsung sekitar satu jam, mulai pukul 10.00 WIB.

    Kabarnya, para kepala daerah yang hadir berasal dari Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Bangka Belitung, Banten, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, dan Sulawesi Tengah.

    Turut hadir pula Maluku Utara, Sumatera Barat, DI Yogyakarta, Papua Pegunungan, Bengkulu, Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, dan NTB.

    Usai pertemuan, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membenarkan adanya penyampaian aspirasi dari para gubernur yang keberatan atas pemotongan dana tersebut.

    “Semuanya ngomong. Semuanya ngomong, nggak mau ketinggalan. Anda mau nanya apa? Ada beberapa yang bilang ini memang mengganggu stabilitas daerah dan mengganggu NKRI segala macem,” ujar Purbaya.

    Purbaya mengatakan, penolakan semacam itu adalah hal yang wajar.

    Namun, ia menegaskan bahwa seharusnya daerah sudah mampu mengelola keuangannya secara efektif sejak lama agar tidak bergantung penuh pada transfer pusat.

    “Kalau mereka mau bangun daerahnya kan harusnya dari dulu udah bagus, anggarannya nggak ada yang hilang sana sini,” katanya.

    Meski demikian, Purbaya menyebut pemerintah tetap membuka peluang untuk menambah kembali anggaran TKD pada pertengahan tahun depan, asalkan kondisi ekonomi nasional membaik.