Topik: APBN

  • BGN Kembalikan Anggaran MBG Rp 70 T, Purbaya Buka Suara

    BGN Kembalikan Anggaran MBG Rp 70 T, Purbaya Buka Suara

    Jakarta

    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan telah mengembalikan anggaran untuk Makan Bergizi Gratis (MBG) sebesar Rp 70 triliun. Pengembalian itu dilakukan karena diakui anggaran jumbo MBG belum bisa terserap seluruhnya.

    Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa anggaran yang dikembalikan oleh BGN adalah sebesar Rp 100 triliun. Anggaran itu merupakan pengajuan tambahan untuk MBG tahun ini yang sebenarnya belum dicairkan kepada BGN.

    Sementara anggaran Rp 71 triliun yang telah dianggarkan dalam pagu APBN 2025 telah dipegang oleh BGN.

    “Yang saya tahu dia balikin Rp 100 triliun dari anggaran yang dia sempat minta, tapi itu belum dianggarkan betul. Jadi sebetulnya uangnya belum ada. Dari anggaran yang dia minta dulu yang belum kita alokasikan, jadi uangnya nggak ada,” kata Purbaya di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (14/10/2025).

    Sementara Rp 71 triliun yang telah dianggarkan terlebih dahulu masih akan terus dipantau oleh Purbaya apakah bisa terserap seluruhnya sampai akhir tahun.

    “Justru yang kita lihat yang disebut tadi, yang Rp 71 triliun. Bukan yang dibalikin ya, dianggarkan ya, berapa yang diserap sampai akhir tahun, kita lihat seperti apa. Kan programnya bagus, harusnya kita dorong supaya lebih bagus penyerapannya. Ini kan Oktober, akan saya lihat sampai akhir Oktober,”jelasnya.

    Dalam konferensi pers APBN KITA, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan realisasi penerima MBG baru mencapai 31,2 juta penerima. Sementara realisasi anggarannya adalah Rp 20,6 triliun dari pagu Rp 71 triliun atau sekitar 29% per awal Oktober 2025.

    “Nah, kalau kita lihat sebarannya sudah berlangsung di seluruh Indonesia, Sumatera, dengan 6,6 juta penerima, Jawa, Kalimantan, dan seterusnya,” jelasnya.

    Sebelumnya, Badan Gizi Nasional (BGN) mengaku tidak bisa menyerap seluruh anggaran tahun ini. Dana Rp 70 triliun akan dikembalikan kepada Presiden Prabowo Subianto.

    Kepala BGN Dadan Hindayana mengatakan anggaran yang disiapkan pemerintah dalam jumlah besar untuk memastikan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dapat menjangkau seluruh penerima manfaat. Hanya saja dari alokasi anggaran Rp 71 triliun dan dana standby Rp 100 triliun, tidak bisa terserap semua tahun ini.

    “Tahun ini BGN menerima alokasi anggaran sebesar Rp 71 triliun, ditambah dana standby Rp 100 triliun. Dari total tersebut, Rp 99 triliun berhasil terserap, sementara Rp 70 triliun dikembalikan kepada Presiden Republik Indonesia karena kemungkinan tidak terserap di tahun ini,” ujar Dadan dalam keterangan tertulis, Selasa (14/10/2025).

    Lebih lanjut, untuk tahun depan dukungan pemerintah meningkat signifikan. BGN akan menerima Rp 268 triliun sehingga menjadikan lembaga tersebut satu-satunya dengan anggaran terbesar di kabinet.

    Lihat Video ‘Dana Tak Terserap, BGN Kembalikan Rp 70 T ke Negara’:

    (acd/acd)

  • Menkeu Purbaya: APBN Kuartal III 2025 Defisit 1,56% – Page 3

    Menkeu Purbaya: APBN Kuartal III 2025 Defisit 1,56% – Page 3

    Dari sisi belanja negara, realisasi mencapai Rp 2.234,8 triliun atau 63,4 persen dari outlook. Belanja pemerintah pusat tumbuh tipis sedangkan transfer ke daerah telah terrealisasi Rp 648,4 triliun atau 74,6 persen dari pagu.

    “Efektivitas belanja didorong oleh pelaksanaan program prioritas, bansos, dan belanja modal infrastruktur,” ujarnya.

    Adapun hingga September 2025, defisit anggaran tercatat sebesar Rp 371,5 triliun atau setara 1,56 persen terhadap PDB, lebih rendah dari outlook tahun penuh sebesar 2,78 persen PDB. 

     

  • Bahlil: Lifting Minyak Tembus Rekor 619 Ribu Barel di 2 Bulan Terakhir – Page 3

    Bahlil: Lifting Minyak Tembus Rekor 619 Ribu Barel di 2 Bulan Terakhir – Page 3

    Adapun pada APBN 2025, target lifting minyak nasional tahun ini berada di kisaran 605 ribu barel per hari. Namun pada Rabu (30/7/2025), Bahlil melihat produksi minyak siap jual sudah menembus angka 608 ribu barel.

    “Hari ini, saya baru keluar dari kantor, saya lihat di layar monitor yang online, sudah mencapai 608 ribu barel hari ini lifting kita. Tapi belum akumulatif ya,” kata Bahlil dalam acara Energi Mineral Festival 2025 di Jakarta, beberapa waktu lalu.

    “Kita doakan, saya mohon support, bahwa Insya Allah atas berkat dan arahan serta perintah bapak Presiden Prabowo, untuk lifting kita harus bisa mencapai target APBN,” ungkap dia.

  • Setoran PNBP Turun Hampir 20% Gegara Dividen BUMN Masuk Danantara

    Setoran PNBP Turun Hampir 20% Gegara Dividen BUMN Masuk Danantara

    Jakarta

    Kementerian Keuangan melaporkan realisasi setoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) per September 2025 turun hampir 20% dibandingkan periode yang sama di tahun lalu. Hal ini salah satunya disebabkan oleh dividen BUMN yang kini sudah diambil alih Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara).

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, setoran PNBP sepanjang tahun hingga September baru terkumpul Rp 344,9 triliun. Angka ini minus 19,8% dibanding realisasi per akhir September 2024 yang senilai Rp 430,3 triliun.

    “Salah satunya adalah karena dividen BUMN tidak masuk ke APBN, tapi ada sebab lainnya, yakni termasuk harga minyak yang lebih rendah,” kata Suahasil dalam Konferensi Pers APBN KiTa di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (14/10/2025).

    Meski demikian, setoran PNBP Rp 344,9 triliun tersebut sudah memenuhi 72,3% dari outlook setoran sampai akhir tahun ini. Angka itu terdiri dari setoran SDA Migas sebesar Rp 73,3 triliun, atau setara 64% dari proyeksi setoran sampai akhir tahun, dan SDA non migas Rp 86,3 triliun atau setara 74,7%.

    Selanjutnya, ada setoran kekayaan negara yang dipisahkan (KND), yang mestinya ditargetkan bisa terkumpul hingga di atas Rp 80 triliun, per September 2025 hanya terealisasi Rp 11,8 triliun. Realisasi ini dianggap sudah 100% dari perkiraan pengumpulan sampai akhir 2025 karena dividen BUMN telah pindah sepenuhnya ke Danantara.

    “Sehingga KND ini kita sudah anggap penerimaannya sudah 100%, karena tidak lagi ke APBN, tapi ke Danantara,” ujar Suahasil.

    Berikutnya, untuk setoran PNBP Lainnya mencapai Rp 103,3 triliun per akhir September 2025 atau setara 76% outlook. Sedangkan yang masuk melalui Badan Layanan Umum (BLU) sebesar Rp 70,2 triliun setara 70,7%.

    Khusus untuk PNBP SDA, lanjut Suahasil, total realisasinya hingga akhir bulan September 2025 mencapai tahun ini Rp 159,6 triliun, turun dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 170,1 triliun.

    Beberapa angka-angka yang menjadi penyebab dari PNBP yang lebih rendah antara lain ada Indonesian Crude Oil Price (ICO), turun 13,5% menjadi US$ 69,54 per barrel dibandingkan tahun lalu US$ 80,41 per barrel.

    PNBP SDA Minerba, yang berkontribusi 92% dari PNBP SDA Nonmigas, terkontraksi 1,2% (yoy). Kondisi ini terdampak penurunan produksi batubara disebabkan penurunan permintaan dari China dan India (selaku konsumen utama), serta berkurangnya konsumsi batubara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO).

    Di sisi lain, lifting minyak bumi mengalami kenaikan dibandingkan pada tahun 2024 579 ribu barrel per hari, menjadi 590 ribu barrel per hari tahun ini. Namun demikian, 590 ribu barrel per hari ini belum mencapai asumsi APBN.

    “Memang kalau kita lihat 1-2 bulan terakhir lifting minyak bumi ini sudah di atas asumsi APBN, tapi secara rata-rata dia masih sedikit di bawah. Kita tentu berharap bulan Oktober, November, Desember akan mengejar ke arah sebesar asumsi APBN 605 ribu barrel per hari,” kata dia.

    Sedangkan untuk lifting gas bumi sendiri, saat ini realisasinya di sekitar 962 ribu barrel setara minyak per hari (BOEPD). Realisasi ini sedikit di bawah asumsi APBN, tidak jauh berbeda dengan realisasi tahun lalu di angka 964 BOEPD.

    (kil/kil)

  • Purbaya Mau Turun Tangan Sendiri Tagih Utang Obligor BLBI

    Purbaya Mau Turun Tangan Sendiri Tagih Utang Obligor BLBI

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan akan turun tangan sendiri untuk menagih utang obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Ia akan menggunakan tim sendiri dari Kementerian Keuangan untuk membereskan masalah tersebut, tanpa harus ada Satuan Tugas (Satgas).

    “Kelihatannya cenderung kita bubarkan saja (Satgas BLBI). Nanti kita pakai tim dari yg ada di Kemenkeu untuk ngejar itu. Itu saya akan awasi. Itu jangan sampai menimbulkan distorsi saja tetapi nggak ada hasilnya. Lebih baik saya diem, saya beresin nanti itu,” kata dia dalam konferensi pers APBN KiTa, di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (14/10/2025).

    Purbaya menyebut dalam menagih utang tidak harus lagi menggunakan Satgas. Karena menurutnya kinerja dari Satgas BLBI tidak sesuai janji dari satgas tersebut.

    “Jadi gini, kita kalau ngejar utang, nggak usah pakai satgas lagi, kita kerjain aja sendiri. Karena kelihatannya ekspetasi ke satgas besar sekali padahal sepertinya realisasi recover incomenya yang didapat nggak sebesar yang dijanjikan,” terangnya.

    Sebelumnya, Purbaya telah mengatakan akan membubarkan Satuan Tugas (Satgas) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Satgas yang dibentuk di era Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu dianggap hanya membuat ribut dan tidak mendapatkan hasil signifikan.

    “Satgas BLBI, saya masih dalam proses (untuk menentukan keputusan). Nanti saya lihat seperti apa ininya, tapi saya sih melihatnya kelamaan, hasilnya nggak banyak-banyak amat. Cuma bikin ribut saja, income-nya nggak banyak-banyak amat. Daripada bikin noise, mungkin akan kita akhiri Satgas (BLBI) itu,” kata Purbaya secara online dalam Media Gathering di Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10/2025).

    Untuk diketahui, kronologi awal utang BLBI bisa dibilang kasus lama yakni merupakan warisan dari krisis moneter 1998. Dalam catatan detikcom, Eks Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah menjelaskan BLBI merupakan konsekuensi dari krisis moneter di Indonesia yang terjadi tahun 1997 sampai 1998.

    “BLBI ini merupakan konsekuensi dari krisis keuangan yang menerpa Indonesia pada 1997 hingga 1998 lalu. Di mana pada saat itu negara harus melakukan penalangan/bailout terhadap krisis yang terjadi,” tulis Sri Mulyani di Instagramnya @smindrawati, Sabtu (6/7/2024).

    Ia menyatakan total tagihan negara (piutang) kepada obligor BLBI mencapai Rp 110,45 triliun. Pemerintah lantas membentuk Satgas BLBI untuk memastikan pengembalian hak tagih negara.

    Satgas tersebut dibentuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 30 Tahun 2023, Perubahan Kedua atas Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia

    (acd/acd)

  • Penyaluran Subsidi BBM, LPG, dan Listrik Bakal Pakai Data BPS

    Penyaluran Subsidi BBM, LPG, dan Listrik Bakal Pakai Data BPS

    Jakarta

    Pemerintah terus mematangkan rencana penyaluran subsidi bahan bakar minyak (BBM), liquefied petroleum gas (LPG), dan listrik agar lebih tepat sasaran melalui pemanfaatan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN).

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan dirinya bersama Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti sudah sejak lama mematangkan rencana tersebut dan saat ini masih dikaji.

    “Tujuannya agar data yang disajikan itu betul-betul tepat sasaran. Saya sudah bersepakat sama ibu (Kepala BPS), nanti 1-2 kali putaran lagi, rapat lagi, kita lagi men-cross check-an, karena datanya itu baik dari Pertamina, baik dari PLN, dan sudah hampir selesai,” kata Bahlil usai melakukan penandatangan Nota Kesepahaman tentang Sinergi Tugas dan Fungsi di Bidang Energi, Sumber Daya Mineral, dan Statistik dengan Kepala BPS di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Selasa (14/10/2025).

    Bahlil menambahkan, jika seluruh proses pendataan rampung akan segera diumumkan. Ketika ditanya apakah memungkinkan data tersebut akan diterapkan pada 2026, Bahlil hanya meminta doa dan mengatakan tidak ingin menerapkannya secara tergesa-gesa.

    Bahlil juga tidak menjawab apakah hanya masyarakat yang terdaftar dalam DTSEN saja yang bisa mendapatkan subsidi BBM, LPG, serta listrik.

    “Insyaallah doain agar bisa lebih cepat, lebih baik, tapi apalah artinya kita mau cepat, kalau datanya tidak akurat,” katanya.

    Subsidi Tetap Berbasis Komoditas

    Sebelumnya, Bahlil juga bicara soal skema penyaluran subsidi energi, khususnya komoditas LPG tahun depan. Dalam RAPBN 2026, subsidi akan tetap berbasis pada komoditas meskipun ada wacana mengubah subsidi menjadi berbasis penerima.

    Bahlil mengatakan tahun depan subsidi LPG akan tetap berbasis komoditas namun memang penerimanya akan mulai dikontrol. Menurutnya subsidi akan diberikan maksimal hingga desil 7-8 saja.

    Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang dikelola Badan Pusat Statistik (BPS) akan jadi kontrol utama untuk kuota subsidi. Secara teknis skema subsidi akan dibahas kembali setelah UU APBN tahun 2026 disahkan.

    “Kita nanti tetap berbasis komoditas, tapi desilnya sampai desil 7 atau 8 ya. Nanti kita kontrol dari kuotanya. Dan nanti datanya data tunggal dari BPS, teknisnya akan dirapatkan setelah disahkan APBN,” sebut Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (25/8/2025).

    Pendataan subsidi lewat NIK untuk LPG disebut Bahlil juga akan dimulai tahun depan. Dia meminta kesadaran untuk masyarakat mampu tak ikut mengonsumsi LPG subsidi.

    “Jadi ya kalian jangan pakai LPG 3 kg lah, desil 8, 9, 10 saya pikir mereka dengan kesadaran lah harusnya,” sebut Bahlil.

    Halaman 2 dari 2

    (ara/ara)

  • Realisasi Anggaran BGN-Kementerian PU di Bawah 50%, Bakal Ditarik Purbaya?

    Realisasi Anggaran BGN-Kementerian PU di Bawah 50%, Bakal Ditarik Purbaya?

    Jakarta

    Kementerian Keuangan melaporkan terdapat 3 kementerian/lembaga (KL) dengan penyerapan anggaran belanjanya di bawah 50% hingga akhir September 2025. Beberapa di antaranya ada Badan Gizi Nasional (BGN) dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara memaparkan, secara keseluruhan realisasi belanja K/L mencapai Rp 800,9 triliun hingga akhir September 2025. Angka itu setara 62,8% dari outlook belanja K/L sepanjang tahun ini sebesar Rp 1.275,6 triliun.

    Ia pun merinci realisasi belanja 15 KL dengan anggaran besar. Setidaknya, masih terdapat tiga K/L dengan realisasi belanja di bawah 50%.

    “Beberapa K/L dengan anggaran besar kita note bahwa penyerapannya masih di bawah 50%. BGN per tgl 30 September lalu adalah 16,9%, Kementerian PU sedikit di bawah 50% di angka 48,2%, dan Kementan di 32,8%,” kata Suahasil dalam Konferensi Pers APBN KiTa di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (14/10/2025).

    Suahasil mewanti-wanti K/L dengan realisasi belanja yang masih belum optimal, agar segera melakukan optimalisasi pada kuartal IV 2025. Menurutnya, K/L perlu melakukan percepatan pelaksanaan kegiatan dan proyek, termasuk pengadaan barang dan jasa.

    Meski demikian, Suahasil mengatakan, K/L tetap harus melakukan monitoring rencana penggunaan dana dan mendorong pembayaran termin kegiatan sesuai jadwal. Hal ini sesuai tata kelola, dengan tetap memperhatikan efisiensi, dan terus melakukan inventarisasi kendala untuk mitigasi.

    “Kita memerlukan belanja di kuartal IV, namun kita juga terus mendorong efisien belanja di tiap kementerian/lembaga,” kata Suahasil.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengancam akan menarik kembali anggaran KL yang penyerapannya tidak optimal hingga akhir tahun. Purbaya mengatakan sudah meminta izin ke Presiden Prabowo Subianto terkait hal ini. Pihaknya akan mulai keliling K/L pada bulan depan.

    “Tadi saya izin ke Pak Presiden, bulan depan saya akan mulai beredar di kementerian-kementerian yang besar yang penyerapan anggarannya belum optimal. Kita akan coba lihat, kita akan bantu,” kata Purbaya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (16/9/2025).

    Purbaya akan melihat penyerapan anggaran K/L sampai Oktober 2025. Jika anggaran dirasa tidak bisa terserap sepenuhnya sampai akhir tahun, maka anggaran tersebut akan diambil kembali untuk dialihkan ke program-program yang langsung dirasakan masyarakat.

    (kil/kil)

  • Anak Menkeu Purbaya Bongkar Teror Santet di Rumah, Pasca Sang Ayah Tolak Bayar Utang Kereta Cepat China

    Anak Menkeu Purbaya Bongkar Teror Santet di Rumah, Pasca Sang Ayah Tolak Bayar Utang Kereta Cepat China

    GELORA.CO – Setelah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa viral karena menolak pembayaran utang proyek Kereta Cepat Whoosh senilai Rp116 triliun menggunakan dana negara, kini keluarga sang menteri justru diterpa isu mistis.

    Putra Purbaya, Yudo Sadewa, mengaku keluarganya tengah menghadapi teror santet yang disebut terjadi di rumah mereka.

    Pengakuan mengejutkan itu disampaikan langsung melalui akun Instagram pribadinya, @8a41121a, pada Senin (13/10/2025).

    “Keluarga kami diteror oleh santet di rumah,” tulis Yudo dalam unggahan Instagram Story-nya.

    Yudo Tagaskan Hanya Percayalah pada Allah

    Meski mengaku diteror santet, Yudo Sadewa menegaskan bahwa ia dan keluarganya tidak mempercayai hal-hal berbau mistik.

    Ia justru mengajak keluarganya untuk berpikir rasional dan memperkuat keimanan.

    “Semakin Anda percaya, maka santet itu makin kuat. Jadi saya usahakan seluruh keluarga jangan percaya pada begituan. Percayalah kepada Allah, jangan percaya takhayul,” tulis Yudo.

    Dalam unggahan berikutnya, Yudo menjelaskan bahwa menurutnya tidak ada hantu, santet, atau kesurupan yang benar-benar terjadi.

    Baca Juga: Lonjakan Penumpang Tercatat oleh KAI Daop 6 Yogyakarta

    Semua itu, kata dia, hanyalah manipulasi jin terhadap pikiran manusia agar takut selain kepada Allah.

    “Jangan berpikir dengan logika mistika, berpikirlah secara ilmiah,” kata dia.

    Klarifikasi Soal Isu Kiriman Darah

    Isu tak kalah heboh muncul di media sosial, terutama TikTok, terkait kiriman darah segar yang dikaitkan dengan keluarga Yudo.

    Menanggapi hal itu, ia menegaskan bahwa informasi tersebut tidak benar alias hoaks.

    Menurutnya, fenomena yang terjadi di rumahnya lebih masuk akal bila dijelaskan dengan teori Poltergeist, yaitu gejala benda bergerak atau berpindah tanpa sebab yang jelas.

    “Kejadian sebenarnya adalah Poltergeist, di mana barang suka hilang dan berpindah sendiri,” jelasnya.

    Viral Pernyataan Menkeu soal Utang Whoosh

    Pernyataan Yudo Sadewa muncul bersamaan dengan meningkatnya sorotan terhadap ayahnya, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, yang menolak opsi penggunaan APBN untuk membayar utang proyek KCIC senilai Rp116 triliun.

    Dalam acara Media Gathering di Bogor pada Jumat (10/10/2025), Purbaya menegaskan bahwa tanggung jawab utang berada pada pihak swasta, khususnya perusahaan di bawah pengelolaan PT Danantara.

    “KCIC di bawah Danantara, mereka sudah punya manajemen sendiri, punya dividen sendiri,” ujar Purbaya.

    “Jangan kita lagi, karena kalau enggak ya semua kita lagi termasuk dividennya. Ini kan mau dipisahin antara swasta dan pemerintah.”

    Baca Juga: Roy Suryo Blak-blakan Akhirnya Punya Salinan Ijazah Jokowi Setelah Dibantu Sosok Ini, Siapa?

    Menurut Purbaya, Danantara memperoleh dividen sekitar Rp80 triliun per tahun, yang seharusnya cukup untuk menutup beban keuangan proyek tanpa melibatkan negara.

    Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa pemerintah sedang mencari skema alternatif agar pembayaran utang KCIC dapat diselesaikan tanpa membebani APBN.

    “Sudah dibicarakan untuk mencari skema supaya beban keuangan itu bisa dicarikan jalan keluar,” ujar Prasetyo di depan kediaman Presiden Prabowo Subianto, Minggu (12/10/2025) malam.

  • Akhir dari Magnet Investasi ala Jokowi

    Akhir dari Magnet Investasi ala Jokowi

    GELORA.CO – Proyek family office yang digagas oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, dipastikan tidak akan menerima pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah tidak akan mengalokasikan dana publik untuk proyek tersebut, yang awalnya digadang-gadang menjadi magnet investasi baru sejak era Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.

    Penolakan ini menandai titik balik penting dalam arah kebijakan ekonomi nasional.

    Purbaya menilai, penggunaan APBN untuk proyek seperti family office tidak tepat dan tidak termasuk prioritas pembangunan nasional.

    “Saya sudah dengar lama isu itu, tapi biar saja. Kalau DEN bisa bangun sendiri, ya bangun saja sendiri. Saya anggarannya enggak akan alihkan ke sana,” ujar Purbaya di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Senin, 13 Oktober 2025.

    APBN Harus Tepat Sasaran dan Minim Kebocoran

    Purbaya menekankan pentingnya akuntabilitas penggunaan anggaran negara. Ia menegaskan bahwa setiap rupiah APBN harus diarahkan pada program yang memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.

    “Saya fokus, kalau kasih anggaran tepat, nanti pas pelaksanaannya tepat waktu, tepat sasaran dan nggak ada yang bocor, itu saja,” imbuhnya.

    Dengan sikap tegas tersebut, Purbaya secara tidak langsung menutup peluang proyek family office mendapatkan dukungan fiskal pemerintah.

    Langkah ini juga dianggap sebagai sinyal bahwa pemerintah ingin lebih berhati-hati dalam membiayai proyek strategis yang berisiko tinggi dan belum terbukti memberikan return on investment nyata.

    Asal-Usul Family Office: Gagasan dari Era Jokowi

    Gagasan family office pertama kali diluncurkan oleh Luhut Pandjaitan pada Mei 2024, saat dirinya masih menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi di era pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.

    Kala itu, Luhut menyebut proyek tersebut akan menjadi wadah pengelolaan kekayaan bagi konglomerat domestik maupun internasional, sebuah sistem yang memungkinkan investor global menanamkan modalnya secara efisien di Indonesia.

    Luhut kerap mencontoh Singapura, Hong Kong, dan Abu Dhabi sebagai model sukses family office yang berhasil menarik triliunan dolar investasi.

    “Negara seperti Singapura sudah punya 1.500 family office. Kita bisa meniru mereka,” ujar Luhut kepada media di Jakarta, Mei 2024 lalu.

    Berdasarkan estimasi pemerintah kala itu, skema ini berpotensi menarik investasi hingga 500 miliar dolar AS atau sekitar Rp8.151 triliun dalam beberapa tahun ke depan—angka yang fantastis untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional.

    Luhut Tak Menyerah, Harap Restu dari Presiden Prabowo

    Meski kini pemerintahan telah berganti di bawah Presiden Prabowo Subianto, Luhut yang kini memimpin DEN menegaskan proyek family office tetap berlanjut.

    Ia berharap Presiden Prabowo memberi lampu hijau agar proyek itu segera dieksekusi.

    “Saya kira masih berjalan, kita lagi kejar terus. Kita harap bisa segera diputuskan presiden,” kata Luhut di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, pada 28 Juli 2025.

    Namun, tanpa dukungan pendanaan dari Kementerian Keuangan, proyek ini kini sepenuhnya bergantung pada inisiatif sektor swasta dan kerja sama investor global.

    Meniru Abu Dhabi Tidak Semudah yang Dikira

    Secara global, konsep family office berkembang pesat di negara dengan regulasi keuangan yang ramah pajak dan stabil, seperti Abu Dhabi, Singapura, dan Hong Kong.

    Negara-negara tersebut sukses menciptakan ekosistem investasi yang efisien berkat sistem hukum dan birokrasi yang transparan.

    Namun, menurut sejumlah analis keuangan, meniru model tersebut di Indonesia bukan perkara mudah.

    Selain perlu reformasi regulasi pajak dan perizinan, dibutuhkan pula infrastruktur hukum dan fiskal yang kuat agar tidak menjadi celah penyalahgunaan dana atau tax haven terselubung.

    Ekonom Universitas Indonesia, misalnya, menilai penolakan Purbaya bisa menjadi langkah preventif yang sehat.

    “Kita tidak bisa meniru model Abu Dhabi mentah-mentah. Butuh kesiapan sistem pengawasan dan tata kelola,” kata seorang pengamat keuangan yang enggan disebut namanya.

    Arah Baru Kebijakan Fiskal: Fokus pada Program Rakyat

    Dengan sikap tegas Menkeu Purbaya, pemerintah kini mempertegas komitmen untuk menjaga disiplin fiskal dan memastikan APBN digunakan secara efisien.

    Proyek ambisius tanpa urgensi publik kemungkinan besar tidak akan lagi mendapat ruang dalam kebijakan keuangan negara.

    Ke depan, arah kebijakan fiskal Indonesia tampaknya akan lebih fokus pada program konkret yang menyentuh masyarakat, seperti penguatan UMKM, transformasi digital, dan pembangunan infrastruktur dasar yang inklusif.

    Penolakan terhadap proyek family office bisa jadi menjadi sinyal bahwa pemerintah ingin meninggalkan warisan proyek “elitis” dan beralih ke arah pembangunan yang lebih people-centered.***

  • Setoran PNBP Turun Hampir 20% Gegara Dividen BUMN Masuk Danantara

    Gara-gara Harga CPO, Setoran Kepabeanan-Cukai Tembus Rp 221,3 Triliun

    Jakarta

    Kementerian Keuangan melaporkan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai hingga September 2025. Tercatat penerimaan naik hingga mencapai Rp 221,3 triliun, di antaranya didorong oleh komoditas Crude Palm Oil (CPO) dan cukai.

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, penerimaan kepabeanan dan cukai RI pada bulan September 2025 naik 7,1% dibandingkan dengan tahun lalu. Realisasi ini juga telah memenuhi 73,4% dari target APBN 2025 dan 71,3% dari outlook.

    “Sampai akhir September 2025, penerimaan kepabeanan dan cukai kita Rp 221,3 triliun. Ini tumbuh 7,1% dibandingkan tahun lalu,” kata Suahasil, dalam Konferensi Pers APBN KiTa di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (14/10/2025).

    Realisasi tersebut terdiri atas, pertama, penerimaan cukai yang mencapai Rp 163,3 triliun atau naik 4,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Penerimaan cukai tetap terjaga meski produksi Cukai Hasil Tembakau (CHT) menurun sebesar 2,9%.

    Kedua, ada penerimaan bea keluar sebesar Rp 21,4 triliun. Angka ini tumbuh signifikan sebesar 74,8% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, didukung oleh harga CPO dan volume ekspor sawit.

    “Meningkat 74,8% dibandingkan tahun lalu karena ada kenaikan harga CPO, ekspor sawit, dan kebijakan ekspor konsentrat tembaga. Jadi, bea keluar kita meningkat,” ujarnya.

    Ketiga, realisasi bea masuk RI yang per September 2025 mencapai Rp 36,6 triliun, turun 4,6% dibandingkan dengan tahun lalu. Kondisi ini disebabkan oleh berbagai kondisi, salah satunya utilisasi Free Trade Agreement (FTA).

    “Ini karena penurunan tarif bea masuk, ada juga efek bea masuk komoditas pangan dan ada juga banyak sekali perdagangan yang me-utilisasi FTA dengan tarif bea masuk yang lebih rendah. Ini juga sudah membantu perekonomian kita bekerja, karena sebagian dari bea masuk ini adalah bea masuk untuk barang modal maupun barang keperluan produksi,” kata Suahasil.

    Secara umum, penerimaan kepabeanan dan cukai mampu tumbuh didorong oleh peningkatan aktivitas impor barang modal dan investasi, serta menjaga produksi cukai hasil tembakau.

    (shc/kil)