Topik: APBN

  • Menkeu Purbaya Yakin Danantara Sanggup Bayar Utang Whoosh, Beber Angka-angka Ini

    Menkeu Purbaya Yakin Danantara Sanggup Bayar Utang Whoosh, Beber Angka-angka Ini

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) yang disebut-sebut mencapai Rp116 triliun menjadi polemik. Terlebih setelah Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa menolak menggunakan APBN.

    Purbaya lantas menilai Danantara memiliki kapasitas keuangan yang cukup untuk membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) tanpa menggunakan dana APBN.

    Meski demikian, ia mengatakan saat ini CEO Danantara, Rosan Roeslani masih melakukan kajian teknis untuk merumuskan skema penyelesaian utang yang tepat untuk KCIC.

    “Mereka (Danantara) akan purpose ke kita seperti apa. Ya kira-kira nanti kita tunggu deh seperti apa studinya. Namun, yang jelas, saya tanya ke beliau (Rosan) tadi, apakah di klausulnya yang bayar harus pemerintah? Kan yang penting, kalau yang saya tahu CDB (China Development Bank) mereka yang penting struktur pembayarannya clear. Jadi seharusnya enggak ada masalah,” ujar Purbaya, seusai menghadiri Rapat Dewan Pengawas Danantara, di Wisma Danantara, Jakarta, Rabu.

    Menkeu memandang Danantara mampu menanggung beban tersebut karena memiliki sumber keuangan yang kuat dari dividen BUMN.

    “Sudah saya sampaikan, karena kan Danantara terima dividen dari BUMN hampir Rp80 triliun-Rp 90 triliun. Itu cukup untuk menutupi sekitar Rp2 triliun (bunga) bayaran tahunan untuk KCIC,” katanya lagi.

    Nilai dividen tersebut juga berpotensi meningkat setiap tahun.

    Sebagian dana saat ini sempat ditempatkan dalam bentuk obligasi pemerintah. Namun, Purbaya meminta Danantara mengoptimalkan penempatan dana agar lebih produktif.

  • Wakil Ketua DPR: Baru Kali Ini APBN Langsung Dirasakan Rakyat
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        15 Oktober 2025

    Wakil Ketua DPR: Baru Kali Ini APBN Langsung Dirasakan Rakyat Nasional 15 Oktober 2025

    Wakil Ketua DPR: Baru Kali Ini APBN Langsung Dirasakan Rakyat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua (Waka) DPR Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, baru kali ini Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa langsung dirasakan oleh rakyat, padahal Presiden Prabowo Subianto dan Wapres Gibran Rakabuming Raka baru menjabat satu tahun.
    Adapun pemerintahan Prabowo-Gibran akan memasuki usia 1 tahun pada 20 Oktober 2025 mendatang.
    “Semua yang dilakukan Pak Presiden sesuai dengan visi-misinya ini sudah berjalan. Walaupun misalkan ada target dalam 1 tahun ini ingin mencapai (nilai) 10, baru 9 gitu, kan ini proses ya semua. Dan kita melihat apa yang selama ini, saya sendiri sebagai DPR, pernah di Badan Anggaran, program
    budgeting
    yang betul-betul APBN ini bisa langsung dirasakan oleh rakyat, baru kali ini,” ujar Cucun saat ditemui di kantor DPP PKB, Rabu (15/10/2025) malam.
    Cucun mencontohkan, APBN betul-betul dirasakan rakyat melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG).
    Dia mengatakan, uang untuk MBG bisa tersalurkan tanpa perlu melalui proses panjang.
    “Misalkan, silakan terjadi perdebatan di tengah publik mengenai MBG. Tetapi ini uang yang betul-betul langsung dirasakan oleh publik, yang tidak melalui jalur terlalu panjang menetes skemanya, harus proses lelang di mana, kemudian sampai di bawah itu sistem keuangan juga, proses pencairannya bisa lama. Satu itu contohnya, ini program
    budgeting
    yang cukup luar biasa,” tuturnya.
    Dia juga mengulas perihal pemberdayaan ekonomi di desa. Koperasi Desa Merah Putih berpotensi meningkatkan permintaan pasar di level domestik sehingga ekonomi masyarakat berputar.
    “Kalau Kopdes Merah Putih ini berjalan bagus,
    domestik demand
    akan berjalan, semua perputaran ekonomi akan terjadi di bawah,” sambung Cucun.

    Lalu, kata Cucun, Prabowo juga benar-benar menerapkan Pasal 33 UUD 1945.
    Dia menekankan, transformasi yang Prabowo lakukan saat ini sudah luar biasa, meski tetap ada pro dan kontra di publik.
    “Saya dari sisi legislatif melihat bagaimana menertibkan semua amanat Pasal 33, seluruh kekayaan negara ini dikuasai oleh negara dan supaya bisa dimanfaatkan seluas-luasnya untuk kepentingan rakyat,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Biaya Naik Tiga Kali Lipat, Uangnya ke Mana?!

    Biaya Naik Tiga Kali Lipat, Uangnya ke Mana?!

    GELORA.CO – Mantan Menko Polhukam Mahfud MD kembali bikin publik tercengang. Dalam tayangan di kanal YouTube Mahfud MD Official, ia menyoroti dugaan markup besar-besaran dalam proyek kereta cepat Whoosh.

    Menurut Mahfud, biaya pembangunan per kilometer di Indonesia mencapai 52 juta dolar AS, sementara di China hanya 17–18 juta dolar AS.

    “Naik tiga kali lipat kan? Ini siapa yang naikkan, uangnya ke mana?” ujar Mahfud dalam video berdurasi lebih dari 20 menit itu.

    Mahfud menjelaskan, proyek kereta cepat awalnya ditawarkan oleh Jepang dengan bunga pinjaman hanya 0,1%. Namun, pemerintah kala itu justru membatalkan kerja sama dengan Jepang dan berpaling ke China dengan bunga 2% yang kemudian membengkak jadi 3,4%.

    Menteri Perhubungan saat itu, Ignasius Jonan, bahkan disebut menolak proyek ini karena dianggap tidak layak secara ekonomi.

    “Pak Jonan bilang tidak visibel, akhirnya malah dipecat,” kata Mahfud, mengutip cerita dari pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo.

    Yang lebih mengejutkan, kata Mahfud, beban utang proyek ini terus menumpuk.

    Setiap tahun, bunga utang kereta cepat mencapai Rp2 triliun, sementara pendapatan tiket maksimal hanya Rp1,5 triliun.

    “Artinya, negara nombok terus. Kalau begini, rakyat yang dirugikan,” tegasnya.

    Ia pun mendukung langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa yang menolak agar proyek kereta cepat Whoosh dibiayai oleh APBN.

    Risiko Gagal Bayar dan Ancaman Kedaulatan Wilayah

    Mahfud juga memperingatkan bahaya jika Indonesia gagal bayar utang proyek tersebut.

    Ia mencontohkan kasus Sri Lanka, yang kehilangan kendali atas pelabuhan strategis setelah gagal melunasi utang kepada China.

    “Kalau gagal bayar, jangan-jangan China minta kompensasi wilayah, misalnya di Natuna Utara. Itu berbahaya, melanggar konstitusi kita,” kata Mahfud.

    Mahfud mendesak agar kasus dugaan markup ini diselidiki secara hukum, karena selisih biaya yang mencapai tiga kali lipat bisa masuk ranah pidana korupsi.

    “Kalau betul ada markup, itu pidana. Harus diselidiki ke mana uangnya mengalir,” tegasnya.

    “Jangan biarkan bangsa ini terbiasa membiarkan yang bersalah lalu dimaafkan begitu saja.”

    Di bagian lain, Mahfud juga menyinggung langkah Presiden Prabowo Subianto yang mulai menunjukkan ketegasan dalam memberantas korupsi besar, termasuk kasus timah di Bangka Belitung dan pembatalan status PSN proyek PIK 2.

    “Prabowo mulai merangkak memberantas korupsi. Dari kasus Riza Chalid sampai timah, ini langkah yang bagus,” ujarnya.

  • DPR Minta Purbaya Tak Campuri Kebijakan Kementerian Lain

    DPR Minta Purbaya Tak Campuri Kebijakan Kementerian Lain

    GELORA.CO -Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memperbaiki komunikasi politik dan membangun koordinasi yang lebih solid dengan jajaran tim ekonomi pemerintah.

    Misbakhun juga menegaskan agar Purbaya tidak terlalu sering mencampuri kebijakan kementerian lain di luar kewenangannya.

    “Pak Purbaya harus berhenti terlalu sering mengomentari kebijakan kementerian lain. Fokuslah pada desain ekonomi besar yang ingin dia bangun untuk mendukung visi Presiden,” ujar Misbakhun, dikutip dari laman DPR pada Rabu, 15 Oktober 2025.

    Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi langkah Purbaya yang ingin mengalihkan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) akibat rendahnya penyerapan. 

    Menurut Misbakhun, alokasi anggaran MBG memiliki dimensi politik tersendiri, sehingga tidak bisa dialihkan begitu saja tanpa melalui pembahasan bersama DPR.

    “Sama ketika kami melihat bahwa ketika tiba-tiba Pak Purbaya langsung merespons menaikkan defisit dari 2,48 menjadi 2,68. Itu kan sebenarnya harus berkonsultasi dan rapatkan dengan DPR, tapi karena masih dalam proses pembahasan APBN sehingga ruang itu diberikan keleluasaan. Hal-hal seperti ini perlu disinergikan dengan DPR agar kebijakan ekonomi tidak terkesan sepihak,” tegas Legislator Golkar ini.

    Namun demikian, Purbaya menekankan bahwa ia mendorong anggaran tersebut dapat terserap dan tidak direalokasikan ke pos anggaran lain, agar tidak menjadi beban pembiayaan negara.

    “Malah bagus kalau bisa. Tapi kalau nggak bisa ngabisin, uangnya di mana? Dianggurin aja? kan saya bayar bunga. Jadi kita dorong supaya nggak bisa. Malah itu tujuan kita. Didorong supaya saya nggak bisa ngambil anggarannya, karena anggarannya habis,” kata Purbaya usai konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Selasa 14 Oktober 2025.

  • Purbaya Ogah Danai Family Office, Jubir Luhut Buka Suara

    Purbaya Ogah Danai Family Office, Jubir Luhut Buka Suara

    Jakarta

    Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang enggan membiayai pendirian Family Office atau Wealth Management Consulting (WMC) menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Juru Bicara (Jubir) Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi mengatakan inisiatif Family Office bukan proyek pemerintah yang dibiayai APBN. Pendirian itu dianggap sebagai langkah strategis untuk menarik investasi global agar dikelola di Indonesia secara produktif.

    “Inisiatif Family Office bukan proyek pemerintah yang dibiayai APBN, melainkan langkah strategis untuk menarik arus investasi global agar dikelola dan ditanamkan di Indonesia secara produktif,” kata Jodi kepada detikcom, Rabu (15/10/2025).

    Menurut Jodi, sejak awal pembahasan lintas kementerian dan lembaga (K/L) seperti Kementerian Keuangan hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK), telah ditegaskan bahwa peran pemerintah hanya bersifat regulatif dan kebijakan, bukan pembiayaan fiskal.

    “Yang dibutuhkan adalah dukungan regulasi, tata kelola dan kepastian hukum agar Indonesia menjadi tujuan yang kredibel bagi Family Office Internasional,” ucap Jodi.

    Pembentukan Family Office juga dinilai sejalan dengan arah pengembangan Indonesia Financial Centre dan kawasan ekonomi khusus sektor jasa keuangan, yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai pusat keuangan regional yang transparan, berdaya saing dan mendukung ekonomi riil.

    Purbaya Ogah Danai Pendirian Family Office

    Sebelumnya, Purbaya terang-terangan mengatakan tidak akan mengalokasikan APBN untuk pendirian Family Office. Bendahara Negara itu mempersilakan DEN untuk membangunnya sendiri.

    “Saya sudah dengar lama isu itu (Family Office), tapi biar saja. Kalau DEN bisa bangun sendiri, ya bangun saja sendiri. Saya anggarannya nggak akan alihkan ke sana,” kata Purbaya di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta, Senin (13/10).

    Purbaya memastikan hanya akan memberikan anggaran untuk program yang tepat. Dengan demikian pelaksanaannya diharapkan dapat tepat waktu, tepat sasaran dan tidak ada kebocoran.

    “Saya fokus, kalau kasih anggaran tepat, nanti pas pelaksanaannya tepat waktu, tepat sasaran dan nggak ada yang bocor, itu saja,” ucap Purbaya.

    Ia menegaskan tidak terlibat dalam rencana pendirian Family Office. Purbaya juga mengaku belum terlalu memahami konsep itu.

    “Nggak, saya nggak terlibat. Kalau mau saya doain lah. Saya belum terlalu ngerti konsepnya walaupun Pak Ketua DEN sering bicara. Saya belum pernah lihat apa sih konsepnya, jadi saya nggak bisa jawab,” imbuh Purbaya.

    Lihat juga Video: Mengenal Family Office yang diusulkan Luhut Binsar Pandjaitan

    Halaman 2 dari 2

    (aid/ara)

  • Serapan Anggaran BGN-Kementerian PU dan Kementan Masih di Bawah 50 Persen per September 2025

    Serapan Anggaran BGN-Kementerian PU dan Kementan Masih di Bawah 50 Persen per September 2025

    JAKARTA – Kementerian Keuangan mengungkapkan hingga akhir September 2025, terdapat tiga kementerian/lembaga (K/L) yang tingkat penyerapan anggaran belanjanya masih berada di bawah 50 persen.

    Adapun K/L tersebut adalah Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Pekerjaan Umum (Kemen PU), dan Kementerian Pertanian (Kementan).

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan, total realisasi belanja K/L telah mencapai Rp800,9 triliun, atau sekitar 62,8 persen dari target anggaran K/L tahun ini yang sebesar Rp1.275,6 triliun.

    Ia juga memaparkan rincian belanja dari 15 K/L dengan pagu anggaran terbesar, namun dari data tersebut, masih terdapat tiga K/L yang serapannya belum mencapai 50 persen.

    “Beberapa K/L dengan anggaran besar kita note penyerapannya masih di bawah 50 persen. BGN per tgl 30 September lalu adalah 16,9 persen, Kementerian PU sedikit di bawah 50 persen di angka 48,2 persen, dan Kementan di 32,8 persen,” kata Suahasil dalam Konferensi Pers APBN KiTa, Selasa, 14 Oktober.

    Suahasil menekankan, pentingnya percepatan realisasi anggaran pada kuartal IV 2025, dan mengingatkan K/L untuk segera mengoptimalkan pelaksanaan program dan proyek, termasuk pengadaan barang dan jasa.

    Meskipun begitu, ia juga menegaskan percepatan tersebut harus tetap disertai dengan monitoring terhadap rencana penggunaan dana, serta memastikan pembayaran kegiatan dilakukan sesuai jadwal.

    Menurutnya, hal ini harus sejalan dengan prinsip tata kelola yang baik, efisiensi anggaran, dan identifikasi hambatan yang ada sebagai bagian dari upaya mitigasi.

    “Kita memerlukan belanja di kuartal IV, namun kita juga terus mendorong efisien belanja di tiap kementerian/lembaga,” katanya.

  • Realisasi Anggaran Sejumlah Kementerian dan Lembaga Masih Rendah, Tiga di Antaranya di Bawah 50 Persen

    Realisasi Anggaran Sejumlah Kementerian dan Lembaga Masih Rendah, Tiga di Antaranya di Bawah 50 Persen

    Fajar.co.id, Jakarta — Dari 15 kementerian dan lembaga (K/L) yang menerima pagu anggaran besar, tiga di antaranya yakni Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU), dan Kementerian Pertanian (Kementan) mencatatkan realisasi anggaran yang masih rendah.

    Hal itu diungkap Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara, dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Oktober 2025 di Jakarta, Selasa (14/10/2025).

    “Realisasi belanja K/L sampai dengan September sudah mencapai 62,8 persen dari proyeksi. Beberapa K/L dengan anggaran besar kami soroti bahwa penyerapannya masih di bawah 50 persen,” ujarnya.

    Dia merinci, BGN baru membelanjakan anggaran sebesar Rp19,7 triliun per 30 September 2025, setara 16,9 persen dari proyeksi Rp116,6 triliun.

    Kemudian Kementerian PU merealisasikan belanja Rp41,3 triliun atau 48,2 persen dari proyeksi Rp85,7 triliun dan Kementan membelanjakan Rp9 triliun atau 32,8 persen dari proyeksi Rp27,3 triliun.

    Sementara itu, 12 K/L lain yang menerima pagu besar telah melaporkan realisasi di atas 50 persen.

    Seperti Kementerian Pertahanan yang menerima pagu terbesar senilai Rp247,5 triliun telah merealisasikan belanja Rp167,1 triliun atau 67,5 persen. Kemudian, Polri telah menyerap Rp103 triliun atau 74,3 persen dari pagu Rp138,5 triliun.

    Demikian halnya Kementerian Kesehatan yang telah membelanjakan Rp62,8 triliun atau 73 persen dari pagu Rp86,1 triliun. Kementerian Sosial telah menyerap Rp59 triliun atau 74,2 persen dari Rp79,6 triliun.

    Adapin Kementerian Keuangan yang menerima alokasi Rp71,5 triliun telah membelanjakan Rp63,1 triliun atau 88,3 persen. Kemenkeu menjadi kementerian dengan realisasi serapan tertinggi.

  • Neraca Dagang RI Lanjut Surplus hingga US Miliar per September 2025

    Neraca Dagang RI Lanjut Surplus hingga US$32 Miliar per September 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa melaporkan surplus neraca perdagangan kumulatif tahun ini sampai dengan September 2025 sudah mencapai US$32 miliar, atau naik 45,8% (yoy) dari Januari-September 2024 sebesar US$22,2 miliar. 

    Hal itu disampaikan Purbaya pada pembukaan konferensi pers APBN KiTa edisi Oktober 2025, Selasa (14/10/2025). Dia menyebut kinerja perdagangan RI tetap kuat di tengah perang tarif khususnya antara Amerika Serikat (AS) dan China. 

    “Aktivitas ekspor impor masih tetap solid di tengah gejolak global, surplus neraca perdagangan kumulatif mencapai US$32 miliar tumbuh hampir 46% dibanding tahun lalu,” terangnya di gedung kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, dikutip Rabu (15/10/2025). 

    Kinerja kumulatif surplus neraca dagang Indonesia ditopang oleh surplus neraca perdagangan nonmigas di tengah penurunan defisit neraca perdagangan migas. Ekspor nonmigas selama sembilan bulan 2025 itu tumbuh 9,1% (yoy) didorong oleh ekspor sektor industri dan pertanian. 

    Secara terperinci, surplus selama Januari-September 2025 itu dihasilkan dari kinerja ekspor sebesar US$208,9 miliar atau tumbuh 7,7% (yoy) dari periode yang sama tahun lalu sebesar US$194 miliar. Komoditas yang mendorong ekspor adalah di antaranya industri pengolahan hasil perluasan hilirisasi. 

    Contohnya, logam dasar dalam hal ini besi baja, nikel dan tembaga disebut menjadi penyumbang terbesar. 

    Sementara itu, impor selama periode yang sama juga tumbuh secara tahunan namun lebih moderat yakni 2,8% (yoy), dari Januari-September 2024 sebesar US$171,8 miliar menjadi US$176,6 miliar pada periode tahun ini. 

    “Ini mencerminkan permintaan domestik yang makin terjaga. Ke depan kita akan mendorong perluasan pasar ekspor dan industri berbasis nilai tambah,” paparnya. 

  • Kejati Jatim Tahan 4 Tersangka Korupsi Dana BSPS Sumenep, Kerugian Negara Capai Rp26,3 Miliar

    Kejati Jatim Tahan 4 Tersangka Korupsi Dana BSPS Sumenep, Kerugian Negara Capai Rp26,3 Miliar

    Sumenep (beritajatim.com) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur resmi menahan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun anggaran 2024 di Kabupaten Sumenep. Keempat tersangka itu yakni RP selaku Koordinator Kabupaten (Korkab) BSPS Sumenep, AAS dan MW sebagai fasilitator lapangan, serta HW yang berperan sebagai pembantu fasilitator.

    Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim, Wagiyo, mengatakan bahwa para tersangka ditahan setelah menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik dan dianggap memenuhi unsur hukum yang cukup kuat.

    “Penetapan tersangka dan penahanan didasarkan pada alat bukti dan keterangan saksi yang telah memenuhi syarat hukum. Tersangka diduga kuat telah memotong dana BSPS per penerima dengan modus untuk pembuatan laporan dan komitmen fee,” ungkap Wagiyo, Rabu (15/10/2025).

    Dari hasil penyidikan, setiap penerima bantuan program BSPS dipaksa menyetor antara Rp3,5 juta hingga Rp4 juta sebagai “commitment fee” dan tambahan Rp1 juta sampai Rp1,4 juta untuk biaya laporan. Total potongan yang diterima per penerima mencapai Rp4,5 juta hingga Rp5,4 juta dari nilai bantuan Rp20 juta per rumah.

    Bantuan tersebut sejatinya dialokasikan Rp17,5 juta untuk material bangunan dan Rp2,5 juta untuk upah tukang. Namun praktik pemotongan itu menyebabkan dana yang diterima masyarakat berpenghasilan rendah menjadi tidak utuh.

    “Berdasarkan hasil audit sementara, potensi kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp26,3 miliar. Namun angka ini masih akan diverifikasi lebih lanjut oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penyidikan masih terus kami kembangkan dan tidak menutup kemungkinan akan ada pihak lain yang terlibat,” tandas Wagiyo.

    Program BSPS merupakan bantuan dari pemerintah pusat melalui APBN dengan total anggaran nasional mencapai Rp445,81 miliar untuk 22.258 penerima di seluruh Indonesia. Kabupaten Sumenep tercatat sebagai penerima alokasi terbesar, yakni Rp109,80 miliar untuk pembangunan 5.490 unit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. [tem/beq]

  • 770.000 Unit Rumah Dapat Alokasi Dana APBN 2026, Ini Perinciannya

    770.000 Unit Rumah Dapat Alokasi Dana APBN 2026, Ini Perinciannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkap pemerintah akan memberikan akses Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pendanaan 770.000 unit rumah sepanjang tahun depan.

    Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menjelaskan bahwa 770.000 unit tersebut akan mendapat kucuran APBN dari berbagai program berbeda. 

    “Di tahun depan itu akan menjadi dukungan terhadap 770.000 rumah dari APBN,” jelasnya dalam Konferensi Pers APBN Kita, Selasa (14/10/2025).

    Perinciannya, pemerintah akan mengucurkan dana APBN untuk 350.000 unit rumah subsidi melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sepanjang 2026.

    Selain itu, pemerintah turut menetapkan pemberian kebijakan PPN ditanggung pemerintah (PPN DTP) 100% untuk 40.000 unit sepanjang 2026.

    Terakhir, pemerintah juga menetapkan kuota penerima akses renovasi rumah tak layak huni dalam program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) mencapai 400.000 unit.

    “Kemudian 2026 semua program ini [FLPP dan PPN DTP] akan berlanjut, pertama tadi BSPS juga akan mencapai hampir 400.000 unit,” tambahnya.

    Meski demikian, Febrio belum memerinci secara pasti berapa dana APBN yang dibutuhkan untuk mendukung pembiayaan pada 770.000 unit rumah tersebut.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memang sempat menegaskan APBN hanya akan mendanai 770.000 unit rumah pada Tahun Anggaran (TA) 2026. 

    Dalam penjelasannya, alokasi pembangunan 770.000 unit rumah tersebut bakal direalisasikan lewat program FLPP hingga renovasi rumah melalui program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). 

    “Total jumlah rumah yang akan dapat dukungan APBN 2026 adalah 770.000 rumah,” jelas Prabowo dalam Pidato Presiden RI tentang RUU APBN TA 2026 Beserta Nota Keuangannya, Jumat (15/8/2025).