Topik: APBN

  • Rekrutmen Pansel BPJS Ketenagakerjaan Disebut Bermasalah dan Minim Pengawasan

    Rekrutmen Pansel BPJS Ketenagakerjaan Disebut Bermasalah dan Minim Pengawasan

    JAKARTA – Lembaga Inisiatif Audit Watch (IAW) menyoroti dugaan kejanggalan dalam proses rekrutmen Panitia Seleksi (Pansel) BPJS Ketenagakerjaan 2025 yang dinilai cacat secara administratif dan lemah dalam pengawasan. Padahal, BPJS mengelola dana publik lebih dari Rp600 triliun dan menjadi penopang jaminan hidup serta kesehatan bagi 278 juta warga Indonesia.

    Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, menyebut proses unggah berkas peserta seleksi bermasalah, mulai dari dokumen tidak terunggah, gagal konfirmasi, hingga ketiadaan mekanisme klarifikasi atas kelengkapan administrasi.

    “Peserta sudah mengunggah berkas lengkap, tapi dinyatakan gagal karena sistem tidak merekamnya. Tidak ada kanal keberatan atau verifikasi ulang, dan DJSN tidak melakukan koreksi,” ujarnya, Minggu, 27 Oktober.

    Padahal, menurut Iskandar, peraturan telah mengatur seleksi harus transparan dan akuntabel. UU No. 40/2004 tentang SJSN dan UU No. 24/2011 tentang BPJS mewajibkan proses seleksi Dewan Pengawas dan Direksi dilakukan secara terbuka. Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2015 bahkan merinci mekanisme pengawasan DJSN dan tanggung jawab kementerian terkait.

    IAW juga mengutip temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama satu dekade terakhir yang menunjukkan lemahnya sistem verifikasi dan evaluasi BPJS. Tahun 2019 defisit keuangan mencapai Rp125 triliun, meski turun menjadi Rp32,4 triliun pada 2023. Data peserta bermasalah juga mencapai jutaan orang akibat NIK ganda dan data tidak sinkron.

    “Masalah ini bukan sekadar teknis, tapi budaya birokrasi yang lemah dan minim kontrol berlapis. DJSN pasif menindaklanjuti rekomendasi BPK,” tegas Iskandar.

    IAW menilai cacat administrasi dalam rekrutmen dapat menimbulkan dampak hukum dan fiskal serius. Pasal 38 UU 40/2004 bahkan mengatur, bila defisit terjadi akibat kesalahan pengelolaan, negara wajib menutupinya melalui APBN.

    Menurut IAW, dampak lemahnya tata kelola kini dirasakan langsung oleh peserta. Sejumlah rumah sakit mulai menunda layanan karena klaim BPJS lambat dibayar, antrean peserta memanjang, dan risiko turunnya kepercayaan publik meningkat.

    Untuk itu, IAW merekomendasikan lima langkah perbaikan: audit penuh terhadap proses rekrutmen Pansel 2025; kewajiban laporan pengawasan publik DJSN; revisi Perpres 81/2015 dengan sanksi bagi pihak lalai; judicial review ke MA untuk memperjelas kewenangan antar lembaga; serta digitalisasi penuh dan keterbukaan publik terhadap seluruh proses seleksi.

    “BPJS bukan sekadar lembaga keuangan, melainkan janji konstitusi agar rakyat hidup sehat dan terlindungi. Jika rekrutmen saja tak akuntabel, bagaimana mungkin pelayanan di lapangan bisa adil,” pungkas Iskandar.

  • Rumah Pensiun Jokowi Capai Rp200 M, Menurut Keppres Maksimal Rp20 M, Pengamat Minta BPK & KPK Usut!

    Rumah Pensiun Jokowi Capai Rp200 M, Menurut Keppres Maksimal Rp20 M, Pengamat Minta BPK & KPK Usut!

    GELORA.CO – Pemerhati Politik dan Kebangsaan, M Rizal Fadillah, kembali melontarkan kritik tajam terhadap mantan Presiden Jokowi.

    Ia menilai, proyek rumah hadiah negara untuk Jokowi sarat dengan kejanggalan dan berpotensi membuka ruang korupsi besar-besaran dari uang rakyat.

    Dikatakan Rizal, berdasarkan UU No. 7 tahun 1978, mantan Presiden dan atau Wakil Presiden berhak mendapatkan rumah yang layak dengan perlengkapannya. Namun UU ini tidak mengatur besaran atau nilai.

    “Presiden SBY mendapat tanah seluas 1500 M2 di Jakarta. Presiden Suharto dan lainnya menerima hadiah negara dalam bentuk uang,” ujar Rizal kepada fajar.co.id, Minggu (26/10/2025).

    Lanjut Rizal, berdasarkan Keppres 81 tahun 2004, besaran harga rumah itu maksimal 20 milyar.

    Namun, pemerintahan Jokowi justru membuat aturan dengan harga tidak terbatas.

    “APBN dapat membiayai berapa saja asal luas tanah di DKI Jakarta 1500 M2 di luar setara dengan itu. Aturan dibuat oleh Sri Mulyani melalui Permenkeu No. 120/PMK-06/2022. Ruang korupsi terbuka setelah ada aturan ini,” tegas Rizal.

    Lebih lanjut, ia menyebut bahwa Jokowi minta sendiri tanah yang kemudian mulai dibangun pada bulan Juli 2024, dengan luas tanah 12.000 M2 di Jl Adi Sucipto Colomadu Karang Anyar.

    “Menurut Kades Blulukan Colomadu Slamet Wiyono harga tanah disana dahulu 10-12 juta rupiah per meter, kini katanya 15-17 juta per meter persegi,” sebutnya.

    Dengan harga lama minimal, kata Rizal, maka harga tanah yang dibeli APBN untuk Jokowi berada di angka Rp120 milyar.

    “Itu baru tanahnya saja,” bebernya.

    Ia kemudian menyinggung ketimpangan antara aturan lama dan kebijakan baru yang diterapkan oleh pemerintah saat ini.

    “Dimulai dari luas tanah menurut Permenkeu 120 tahun 2022 antara 1.500 M2 di DKI dengan 12.000 M2 di Colomadu batas Surakarta-Karang Anyar sangat mencolok. Ini perlu audit akan kesetaraannya,” lanjutnya.

    Bukan hanya itu, ia juga menaruh perhatiannya pada pembangunan dengan tanpa pembatasan biaya yang justru membuka peluang bagi ketidakterbatasan penggunaan dana APBN.

    “Aturan terdahulu hanya maksimal 20 milyar itu sudah tanah dan bangunan. Kini untuk Jokowi tanahnya saja sudah 120 milyar belum bangunan maka bukan mustahil jika dana APBN yang digelontorkan bisa mencapai lebih dari 200 milyar,” Rizal menuturkan.

    Rizal juga menyebut, Sri Mulyani telah membuka pintu bagi perampokan dana APBN.

    “Sri Mulyani adalah Menteri atau pembantunya Jokowi. Dugaan kuat Sri Mulyani atas perintah dan atau sepengetahuan Jokowi,” ucapnya.

    Rizal kemudian membeberkan kejanggalan lain terkait asal-usul tanah yang diberikan kepada Jokowi.

    “Awalnya tanah yang dihadiahkan negara kepada Jokowi hanya 9000 M2 tapi ujug ujug bertambah menjadi 12.000 M2. Ternyata hamparan tanah tersebut terdiri dari 4 patok. 3 patok seluas 9000 M2 dibeli dari Yustinus Soeroso pemilik PO Rosalia Indah dan 1 patok +-3000 M2 dibeli dari Joko Wiyono,” terangnya.

    “Kades Blulukan Slamet tidak tahu siapa Joko Wiyono dan tidak tahu pula transaksi jual beli serta lainnya. Kata Slamet, Joko Wiyono bukan orang blulukan,” tambah Rizal.

    Kata Rizal, fakta-fakta itu memperlihatkan adanya potensi penyimpangan dalam proses pengadaan lahan.

    “Ada bau perkeliruan pada hadiah negara untuk mantan Presiden Jokowi di Blulukan Colomadu ini. Dibandingkan Presiden terdahulu, maka Jokowi telah membuat rekor keserakahan mantan Presiden,” imbuhnya.

    “Tanah paling luas dan pembiayaan APBN paling mahal. Diawali dengan indikasi kongkalikong dengan Sri Mulyani Menteri Keuangan dan Mensesneg Pratikno, pengelola hadiah,” sambung dia.

    Ia menegaskan bahwa pembelian dan pembangunan merupakan tanggungjawab Mensesneg. Adapun kontraktor pembangunan, pilihan terbaik asal Denpasar Bali PT Tunas Jaya Sanur.

    “Rupanya Jokowi ingin membangun rumah kerajaan di Colomadu,” timpalnya.

    Rizal pun mempertanyakan mekanisme proyek tersebut yang terkesan tertutup dan tanpa proses lelang terbuka.

    “Nah, untuk nilai hingga puluhan atau ratusan milyar proyek negara bolehkah dengan penunjukan langsung?,” tandasnya.

    “Ada dugaan korupsi atas hadiah negara kepada mantan Presiden Jokowi. BPK atau lembaga lain segera turun untuk mengaudit rumah Jokowi. KPK mulailah bergerak. Rakyat pun harus bergerak mendesak KPK. Ada korupsi di rumah Jokowi,” kuncinya.

    Sumber: 

  • Dia Tandatangan Atas Nama Negara

    Dia Tandatangan Atas Nama Negara

    GELORA.CO – Beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) alias Whoosh bikin pemerintahan Presiden Prabowo Subianto pusing. 

    Pemerintah memastikan tidak akan ikut membiayai beban utang kereta cepat ke China.

    Diketahui, proyek Whoosh berbuntut pada utang yang nilainya fantastis, yakni mencapai lebih dari Rp100 triliun dan membebani BUMN seperti PT KAI (Persero) sebagai salah satu pemegang saham utama.

    Kereta cepat yang resmi beroperasi sejak 2 Oktober 2023 ini mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp19,54 triliun, dari biaya awal yang direncanakan 6,07 miliar dollar AS.

     Sehingga, total investasi proyek Whoosh mencapai 7,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp116 triliun.

    Untuk membiayai investasi 7,2 miliar dollar AS (Rp116 triliun) pada proyek ini, 75 persen di antaranya didapat dari pinjaman China Development Bank.

    Baca juga: Sambil Menunggu Informasi dari Mahfud MD, KPK Telusuri Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Era Jokowi

    Sementara sisanya berasal dari setoran modal pemegang saham, yaitu PT KCIC yang merupakan gabungan dari PSBI (60 persen) dan Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen).

    Adapun proyek Whoosh digadang-gadang sebagai salah satu proyek mercusuar dan ambisius di masa pemerintahan mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

    Setelah terungkap besarnya beban dari proyek kereta cepat ini, nama Jokowi pun turut terseret hingga dituding sebagai pihak yang paling bertanggung jawab.

     Lantas, benarkah Jokowi harus menanggung utang proyek tersebut?

    Tidak Bisa Dibebankan Hanya kepada Jokowi

    Pakar kebijakan publik dari Universitas Diponegoro (UNDIP) Teguh Yuwono menyebut, suatu proyek pemerintah, ketika dicanangkan dan dilaksanakan, maka sifatnya adalah institusional.

    Pihak-pihak yang menandatangani proyek tersebut bukan lagi perorangan, melainkan sudah atas nama negara atau pemerintah.

    Hal ini dia sampaikan ketika menjadi narasumber dalam program On Focus yang diunggah di kanal YouTube Tribunnews, Rabu (22/10/2025).

    “Perlu dicatat, dalam sistem pemerintahan kita, ketika negara atau pemerintah mengambil keputusan, maka keputusan itu bersifat institusional,” tutur Teguh.

    “Ketika seseorang [pejabat publik] sudah menandatangani sesuatu, itu dia atas nama negara, atas nama pemerintah. Jadi pihak-pihak [yang menandatangani] itu bukan perorangan.”

    “Jadi, saya kira, ada orang yang salah memahami tata kelola pemerintahan. Harusnya, pihak-pihak yang melakukan tanda tangan kontrak, maka itu adalah kontrak kelembagaan atau institusional.”

     “Yang ekstrem, seperti kasus IKN (Ibu Kota Nusantara). IKN itu kan sudah dicanangkan, ditandatangani oleh presiden sebagai kepala negara, maka presiden yang selanjutnya juga akan tetap terikat dengan tanda tangan kontrak itu.”

    Selanjutnya, Teguh menilai, proyek KCJB alias Whoosh sifatnya sama, yakni institusional atas nama negara.

    Apalagi, proyek itu dibangun untuk meningkatkan kualitas layanan transportasi.

    Sehingga, setiap pihak yang terlibat dalam pelaksanaannya, tidak bisa lagi dipandang sebagai orang per orang.

    “Untuk kasus Kereta Cepat Jakarta Bandung itu, sebetulnya proses yang dilakukan kan berbasis kelembagaan. Jadi, bukan orang per orang, misalnya si A, si B, si C, itu pihak swasta, atau itu pihak negara,” ujar Teguh.

    “Yang terjadi di negara kita kan pemerintah mengambil inisiasi lalu memutuskan ini sebagai proyek yang dibiayai untuk meningkatkan pelayanan di bidang transportasi Jakarta-Bandung untuk mengurangi kemacetan, meningkatkan kualitas pelayanan.”

    “Itu harusnya berbasis fungsional kenegaraan.”

    Oleh karena itu, Teguh menegaskan, soal siapa yang harus bertanggung jawab terkait utang Whoosh, tidak bisa dilempar ke perseorangan saja, seperti kepada Jokowi selaku presiden saja atau cuma Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan RI saat itu.

    “Jadi, tidak berarti karena Pak Jokowi yang tanda tangan, maka Jokowi yang harus bertanggungjawab. Itu kan seolah-olah semua beban dikembalikan ke Jokowi,” papar Teguh.

    “Padahal di situ ada banyak pihak yang ikut menandatangani proyek ini. Bahkan itu kan konsorsium, KCIC, Kereta Cepat Indonesia-China.”

    “Artinya kan [proyek Whoosh dikerjakan] melalui beberapa pilar dan pilar-pilar itu harusnya dilakukan berbasis institusi, tidak berbasis perorangan.”

    “Jadi, misal waktu itu Menteri Keuangan RI-nya adalah Sri Mulyani, maka ini salah Sri Mulyani. Bukan begitu.”

    “Siapa pun yang menjadi menteri, ex officio, ya dia harus bertanggungjawab juga karena ini atas nama negara.”

    Proyek Whoosh Bersifat Institusional, Presiden Sekarang Juga Turut Bertanggung Jawab

    Menurutnya, bahkan proyek Whoosh juga menjadi tanggung jawab Presiden RI Prabowo Subianto yang kini menggantikan Jokowi.

    Teguh menambahkan, apabila masih berlanjut, maka proyek yang bersifat kelembagaan atau atas nama negara akan selalu mengikat siapa pun yang menjadi presiden.

    “Ini yang kadang-kadang tidak kita lihat, bahwa ketika manajemen pemerintahan dikembangkan atau diterapkan, maka siapa pun yang tanda tangan, apalagi jika kontraknya serial (5, 10, atau 20 tahun ke depan) seperti IKN, itu kan mengikat presiden,” ujar Teguh.

    “Apalagi kalau itu sudah diundang-undangkan, siapa pun presidennya. Ya walaupun sekarang ini Presiden Prabowo tidak begitu intens ke sana, tetapi beliau berada dalam keterwajiban kelembagaan, sama juga untuk kasus KCJB ini, kira-kira setting policy making-nya begitu.”

    Bom Waktu Utang Whoosh

    Proyek KCJB alias Whoosh dikelola oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang merupakan perusahaan patungan antara konsorsium Indonesia (PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia/PSBI) dengan 60 persen saham dan konsorsium China melalui Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen saham).

    Adapun PSBI sendiri dipimpin oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan porsi saham 58,53 persen, diikuti Wijaya Karya (33,36 persen), PT Jasa Marga (7,08 persen), dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII (1,03 persen).

    Sementara, komposisi pemegang saham Beijing Yawan HSR Co. Ltd terdiri atas CREC 42,88 persen, Sinohydro 30 persen, CRRC 12 persen, CRSC 10,12 persen, dan CRIC 5 persen.

    Proyek Whoosh saat ini menuai sorotan lantaran utangnya yang mencapai Rp116 triliun menjadi beban berat bagi konsorsium BUMN Indonesia, terutama PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai lead konsorsium PSBI.

    Bahkan, utang proyek Whoosh dinilai bagai bom waktu.

    Proyek yang resmi beroperasi sejak 2 Oktober 2023 ini mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp19,54 triliun, dari biaya awal yang direncanakan 6,07 miliar dollar AS.

    Sehingga, total investasi proyek Whoosh mencapai 7,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp116 triliun.

    Untuk membiayai investasi 7,2 miliar dollar AS pada proyek ini, 75 persen di antaranya didapat dari pinjaman China Development Bank.

    Sementara, sisanya berasal dari setoran modal pemegang saham, yaitu PT KCIC yang merupakan gabungan dari PSBI (60 persen) dan Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen).

    Whoosh, yang notabene merupakan program yang dibangga-banggakan oleh Jokowi, jelas memberikan tekanan besar terhadap kinerja keuangan PT KAI (Persero).

    Utang untuk pembiayaan proyek Whoosh membuat PSBI mencatat kerugian senilai Rp1,625 triliun pada semester I-2025.

    Karena menjadi lead konsosrium PSBI, maka PT KAI (Persero) menanggung porsi kerugian paling besar, yakni Rp951,48 miliar per Juni 2025, jika dibanding tiga BUMN anggota konsorsium PSBI lainnya.

    Sehingga, beban yang ditanggung PT KAI (Persero) begitu berat, baik dalam bentuk biaya operasional kereta cepat maupun pengembalian utang.

    Direktur Utama KAI Bobby Rasyidin bahkan menyebut besar utang proyek Whoosh ini bagai bom waktu, sehingga pihaknya akan melakukan koordinasi dengan BPI Danantara untuk menanganinya.

    “Kami akan koordinasi dengan Danantara untuk masalah KCIC ini, terutama kami dalami juga. Ini bom waktu,” ujar Bobby dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/8/2025).

    Pelonggaran utang

    Kebisingan Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa membuat China melonggarkan utang kereta cepat yang sempat menuai polemik masyarakat Indonesia belakangan ini. 

    Sebelumnya PT KAI mengeluhkan terus merugi lantaran terbebani utang kereta cepat yang cukup mahal setiap tahunnya.

    Pasalnya pendapatan kereta cepat Jakarta-Bandung belum bisa menutup modal utang yang disepakati dengan China sebelumnya. 

    Alhasil, PT KAI terus nombok untuk membayar kekurangan cicilan utang kereta cepat. 

    Dari hal tersebut, muncul inisiasi membayar utang kereta cepat menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Namun hal itu buru-buru dibantah oleh Bendahara Negara Purbaya.

    Purbaya mengaku tidak mau mengeluarkan sepeserpun uang negara untuk membayar utang kereta cepat lantaran sedari awal perjanjiannya sudah business to Business (b2b). 

    Pernyataan Purbaya lantas menuai gonjang-ganjing dalam negeri. Hingga mengorek kembali borok proyek kereta cepat yang dikabarkan bermasalah sedari awal. 

    Usai gonjang-ganjing tersebut, kabarnya pihak Danantara pergi ke China untuk melakukan lobi pelonggaran utang proyek.

    Kabarnya, China pun sepakat untuk restrukturisasi utang proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (Whoosh).

    Di mana China memberikan perpanjangan pembayaran utang hingga 60 tahun dari yang sebelumnya tenor cicilan hanya 45 tahun. 

    Danantara sendiri belum merinci kesepakatan restrukturisasi yang telah disetujui oleh China. 

    Namun Purbaya pun memberikan acungkan jempol kepada Danantara yang telah melobi China terkait dengan restrukturisasi utang proyek kereta cepat.

    Artinya kata Purbaya, uang negara bisa aman untuk tidak terlibat dalam utang proyek tersebut.

    “Bagus, saya enggak ikut kan? Top,” ujar Purbaya dengan nada sumringah saat menanggapi perkembangan tersebut di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (23/10/2025).

    Saat ditanya kenapa tidak diajak ke China bersama Danantara, Purbaya tidak mempermasalahkan hal tersebut. 

    Menurutnya pemerintah memang tidak boleh ikut campur dengan proyek yang sedari awal ditetapkan b2b itu.

    Pun Purbaya juga ogah mendelegasikan anak buahnya untuk ikut dalam perundingan. Sebab kata dia, proyek tersebut harus diselesaikan secara b2b. 

    “Saya sebisa mungkin enggak ikut, biar aja mereka (Danantara) selesaikan business to business, jadi top,” tegas Purbaya.

    Jika pun Pemerintah, dalam hal ini Kemenkeu, harus hadir dalam pertemuan negosiasi, Purbaya menyatakan hal itu hanya sebatas menyaksikan kesepakatan yang telah diputuskan oleh para pihak.

    “Paling menyaksikan, kalau mereka sudah putus kan udah bagus, top,” imbuhnya.

    Penegasan ini sekaligus meredakan kekhawatiran masyarakat bahwa APBN, yang merupakan uang rakyat, akan terbebani oleh proyek prestisius yang biaya pembangunannya membengkak.

  • Jabatan Strategis Justru Diisi Pihak China

    Jabatan Strategis Justru Diisi Pihak China

    GELORA.CO –  Polemik proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh kembali mencuat setelah PT KAI mengungkap bahwa pembayaran bunga utang proyek tersebut telah mencapai Rp2 triliun, sementara pemasukan tiket hanya sekitar Rp5 triliun.

    Situasi makin memanas ketika Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak akan menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menutup utang proyek yang kini membengkak hingga Rp116 triliun.

    Menanggapi hal itu, Mahfud MD kembali mengingatkan dugaan adanya praktik mark up dalam proyek KCIC yang dikutip dari pandangan pengamat kebijakan publik Agus Pambagio dan pengamat ekonomi Anthony Budiawan.

    Dalam video di kanal YouTube resminya pada Jumat malam, 24 Oktober 2025, Mahfud menyebut meski Whoosh beroperasi di Indonesia, proyek tersebut masih didominasi oleh pihak China.

    “Dalam proyek itu, saham Indonesia memang lebih besar, yakni 60 persen, sementara China 40 persen. Tapi posisi strategis justru banyak diisi ekspatriat China,” ujar Mahfud.

    Mahfud memaparkan bahwa jabatan penting seperti presiden komisaris, direktur keuangan, dan direktur teknik didominasi oleh pihak China.

    “Indonesia justru menanggung utang besar, sementara China sudah mulai mendapat keuntungan,” tambahnya.

    Mengutip data riset thepeoplesmap.net, Mahfud menyebut seharusnya ada 24 ribu pekerja lokal dari total 39 ribu tenaga kerja yang diserap.

    Namun, kenyataannya sebagian besar posisi manajerial diisi ekspatriat China, sedangkan pekerja lokal hanya menempati posisi buruh.

    Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyatakan proyek Whoosh memberikan dampak positif terhadap ekonomi Indonesia.

    “Kereta cepat ini telah melayani lebih dari 11,7 juta penumpang dan terus membuka lapangan kerja bagi masyarakat lokal,” kata Guo Jiakun pada 20 Oktober 2025.

    Guo juga menegaskan bahwa kerja sama antara Indonesia dan China akan terus diperkuat demi pengoperasian Whoosh yang lebih efisien dan stabil.

    “China siap bekerja sama dengan Indonesia untuk memastikan pengoperasian berkualitas tinggi dan mendorong pembangunan ekonomi di sepanjang jalur kereta cepat,” ujarnya.

    Terkait utang jumbo proyek Whoosh, pihak Danantara mengonfirmasi akan melakukan restrukturisasi pembayaran dengan tenor hingga 40 tahun dan berencana melakukan negosiasi lanjutan ke China dalam waktu dekat.***

  • Pertamina Diminta Inovatif soal Skema Pembiayaan Kilang Minyak

    Pertamina Diminta Inovatif soal Skema Pembiayaan Kilang Minyak

    Bisnis.com, JAKARTA — Upaya PT Pertamina (Persero) untuk mempercepat pembangunan dan pengembangan kilang minyak dinilai menghadapi tantangan besar. Tantangan itu baik dari sisi pendanaan maupun prospek keuntungan, seiring dengan berubahnya peta bisnis energi global.

    Meski demikian, Ekonom Senior The Indonesia Economic Intelligence, Sunarsip, menilai bahwa langkah transformasi ini tetap dipandang strategis bagi ketahanan energi nasional.

    Dia menyoroti persoalan utama dalam pengembangan kilang Pertamina ada pada aspek pembiayaan. Menurutnya, hingga kini Pertamina termasuk salah satu BUMN besar yang belum menerima tambahan penyertaan modal negara (PMN).

    “Kalau bicara pembiayaan seluruhnya sulit. Ini mungkin satu-satunya BUMN besar yang belum disuntik modal pemerintah. Pertanyaannya, apakah Danantara bisa berperan untuk memberikan dukungan pendanaan bagi proyek kilang,” kata Sunarsip kepada Bisnis, Minggu (26/10/2025).

    Selain itu, Sunarsip menilai Pertamina masih terlalu mengandalkan pendanaan internal dalam menjalankan proyek-proyek strategisnya.

    “Tidak ada inovasi pembiayaan. Seluruh proyek ditanggung sendiri. Ke depan, harus ada terobosan dalam skema pembiayaan,” ujarnya.

    Sunarsip mencontohkan kasus kerja sama dengan Saudi Aramco di proyek kilang Cilacap yang akhirnya gagal karena perbedaan skema kemitraan. Padahal, kemitraan strategis dengan investor global dapat menjadi solusi untuk menekan beban finansial sekaligus membuka potensi keuntungan bersama.

    Dia pun berpendapat pembangunan kilang oleh Pertamina saat ini sudah melewati momentum ideal dari sisi keekonomian. Menurutnya, jika proyek pembangunan kilang dilakukan sekitar satu dekade lalu, Pertamina masih bisa memanfaatkan kondisi pasar energi yang lebih menguntungkan serta posisi keuangan yang relatif kuat.

    “Sekarang itu lewat. Dari sisi potensi keuntungan sudah tidak sebesar dulu,” katanya.

    Lebih lanjut, Sunarsip menilai ada harapan baru terhadap transformasi Pertamina di bawah kepemimpinan Direktur Utama Simon Aloysius Mantiri. Terlebih, Simon mendapat dukungan dari Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

    “Pembenahan internal di bawah Pak Simon terlihat nyata. Banyak talenta potensial di dalam Pertamina yang bisa dikembangkan, tinggal bagaimana menciptakan inovasi pembiayaan dan kerja sama strategis,” ujarnya.

    Dengan karakter kepemimpinan Simon dan Purbaya yang dinilai lugas dan tegas, Sunarsip optimistis Pertamina dapat menemukan keseimbangan antara keberlanjutan bisnis, ketahanan energi, dan efisiensi keuangan.

    “Kalau dua figur ini bisa bersinergi, saya kira ada harapan baru bagi transformasi Pertamina dan keberlanjutan proyek kilang ke depan,” kata Sunarsip.

    Namun demikian, Sunarsip mengingatkan agar transformasi bisnis Pertamina tidak menjauh dari core business-nya di sektor minyak dan gas bumi (migas). Dia berpendapat, meskipun tren global mengarah pada energi baru dan terbarukan (EBT), sektor migas tetap penting bagi kemandirian energi nasional.

    “Biar bagaimanapun, meski ada tren EBT, Pertamina tidak boleh keluar dari core-nya. Di mana pun, bahkan China masih mendorong perusahaan migas mereka ekspansi ke luar negeri. Oil and gas tetap harus jadi cadangan strategis karena menentukan ketahanan energi,” jelasnya.

    Menurut dia, strategi yang tepat adalah mengejar pengembangan EBT tanpa mengabaikan peran migas.

    “EBT bisa dikembangkan, tapi oil and gas juga tidak boleh ditinggalkan,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Menkeu Purbaya bertemu dengan Dirut Pertamina Simon Aloysius Mantiri pada Kamis (23/10/2025). Keduanya berbicara ihwal pembangunan kilang hingga pengembangan hulu migas.  

    Untuk diketahui, pada rapat bersama Komisi XI DPR pada September 2025 lalu, Purbaya sempat secara terbuka mengkritik Pertamina yang tidak fokus pada pendirian kilang.  

    Purbaya menyebut kritiknya terhadap BUMN migas itu direspons positif oleh Simon. Mantan Deputi di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi itu pun memberikan pujian ke Simon.

    “Dia bilang dia malah senang sekarang saatnya membangun kilang ke depan. Dia akan lebih sering membangun kilang lagi. Berbagai macam diskusi yang kita [bahas, red], tetapi biasanya pada dasarnya lebih positif daripada managing director, direktur utama yang sebelumnya,” ujarnya kepada wartawan di kantor Kementerian Keuangan.

    Namun demikian, terang Purbaya, pertemuannya dengan Simon belum menyimpulkan bahwa Pertamina dalam waktu dekat akan menambah kilangnya. Dia memperkirakan BUMN itu bisa jadi menargetkan penambahan kilang sebagai salah satu program jangka menengah mereka.  

    Tidak hanya soal kilang, Purbaya juga mengklaim turut menyampaikan kritik ihwal kinerja hulu migas Pertamina. Dia menyebut kinerja sektor hulu migas yang digarap Pertamina. Kritik itu pun, klaimnya, turut disambut positif oleh Simon.

    Menkeu lulusan ITB itu menjelaskan bahwa lifting migas, salah satu bagian dari asumsi ekonomi makro yang berpengaruh kepada APBN, tidak akan naik apabila tidak ada eksplorasi atau penemuan sumur minyak baru. Apalagi, ketersediaan minyak akan selalu berkurang setelah produksi dilakukan.  

    “Jadi harus ada eksplorasi di hulu lagi. Kayaknya dia [Simon] mau katanya. Enggak tahu mampu apa enggak,” terangnya.

  • Proyek Whoosh sudah Diakal-akalin sejak Tender

    Proyek Whoosh sudah Diakal-akalin sejak Tender

    GELORA.CO -Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) alias Whoosh yang nilainya mencapai Rp113 triliun sangat tidak wajar. Sementara Arab Saudi membangun proyek kereta cepat Jeddah-Riyadh sepanjang 1.500 kilometer dengan biaya sebesar Rp116 triliun. 

    “Harga kereta cepat Jeddah-Riyadh ini sangat murah dibandingkan dengan proyek KCJB yang cuma panjangnya 142 kilometer,” kata peneliti media dan politik Buni Yani dikutip dari akun Facebook pribadinya, Minggu 26 Oktober 2025.

    Di sisi lain, Buni Yani mencurigai diikusertakannya Jepang dalam proses tender hanya sebagai formalitas dan akal-akalan saja agar terlihat objektif dan memenuhi persyaratan. Diikutkannya Jepang diduga sebagai alasan untuk dapat menggelembungkan harga penawaran China. 

    “Penawaran China yang awalnya bernilai 5,5 miliar dolar AS naik menjadi 6,02 miliar dolar AS, hampir sama dengan nilai penawaran Jepang sebesar 6,2 miliar dolar AS,” kata Buni Yani.

    Dalam tender yang penuh masalah ini, kata Buni Yani, Jepang akhirnya kalah dengan alasan Jepang mensyaratkan adanya jaminan APBN, sementara Cina tidak meminta jaminan karena skemanya berubah menjadi business-to-business. 

    “Namun, ini yang perlu ditelusuri lebih lanjut oleh KPK, ternyata pada akhirnya proyek ini dijamin oleh APBN –yang bagi publik ini jelas kamuflase licik ala mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi),” kata Buni Yani

    Dengan sangat terangnya ketidakwajaran dalam proyek Whoosh, Buni Yani meminta penegak hukum bisa langsung memanggil pihak-pihak yang bertanggung jawab. 

    “Jokowi, Luhut Binsar Panjaitan, dan Rini Soemarno,” pungkas Buni Yani. 

  • Nilai Proyek Kereta Cepat RI dengan Arab Saudi seperti Bumi dan Langit

    Nilai Proyek Kereta Cepat RI dengan Arab Saudi seperti Bumi dan Langit

    GELORA.CO -Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh yang digagas mantan Presiden Joko Widodo alias Jokowi memang sarat manipulasi. Manipulasi itu semakin terlihat ketika terjadinya perbandingan anggaran yang jauh berbeda dengan proyek kereta cepat yang dilakukan Arab Saudi.

    Menurut Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto, perbandingan proyek kereta cepat antara Indonesia dengan Arab Saudi tampak jelas seperti bumi dan langit.

    “Sehingga tidak perlu keilmuan tinggi untuk membandingkannya, bahwa yang tidak memiliki pendidikan saja bisa menilai patut diduga telah terjadi manipulasi,” kata Hari kepada RMOL, Minggu, 26 Oktober 2025.

    Di mana, biaya membangun kereta Whoosh yang rutenya hanya 142 kilometer lebih mahal ketimbang proyek Kereta Haramain High-Speed Railway (HHR) yang rutenya berjarak 1.500 km.

    Kereta HHR yang menghubungkan kota-kota suci Makkah dan Madinah itu menelan biaya 7 miliar dolar AS atau sekitar Rp116,2 triliun (asumsi kurs Rp16.600/dolar AS). Lebih murah ketimbang proyek kereta Whoosh yang biayanya 7,27 miliar dolar AS, setara Rp120,7 triliun.

    Hari menilai, manipulasi sudah terjadi ketika perubahan Peraturan Presiden (Perpres) tentang kereta cepat, yakni Perpres 93/2021 yang merupakan perubahan dari Perpres 107/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung.

    Perubahan Perpres itu memperkuat konsorsium BUMN yang memimpin proyek, mengganti pimpinan konsorsium dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk menjadi PT Kereta Api Indonesia (Persero), membentuk Komite KCJB yang dipimpin Menko Maritim dan Investasi yang saat itu dijabat Luhut Binsar Pandjaitan, serta penyesuaian skema pendanaan untuk mendukung percepatan proyek termasuk kemungkinan penggunaan APBN untuk membiayai proyek.

    “Fakta perubahan perpres salah satu bagian dari manipulasi (akal-akalan) Presiden Joko Widodo saat itu,” pungkas Hari.

  • Lengkap! Daftar Harga Pupuk Subsidi usai Prabowo Beri Diskon 20%

    Lengkap! Daftar Harga Pupuk Subsidi usai Prabowo Beri Diskon 20%

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah telah memberlakukan harga pupuk subsidi terbaru sejak 22 Oktober 2025 menyusul kebijakan penurunan harga eceran tertinggi (HET) pupuk hingga 20%.

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyampaikan bahwa kebijakan ini merupakan pelaksanaan instruksi Presiden Prabowo Subianto agar petani memperoleh pupuk dengan harga terjangkau.

    “Tidak boleh ada keterlambatan, tidak boleh ada kebocoran. Kami langsung menindaklanjuti dengan langkah konkret, merevitalisasi industri, memangkas rantai distribusi, dan menurunkan harga 20% tanpa menambah subsidi APBN,” kata Amran di Jakarta, dikutip pada Minggu (26/10/2025).

    Selain itu, dia menyebut bahwa pemerintah juga melakukan efisiensi industri dan perbaikan tata kelola distribusi pupuk nasional seiring dengan adanya kebijakan ini.

    Kementan bersama Pupuk Indonesia disebutnya melakukan deregulasi distribusi langsung dari pabrik ke petani, menyederhanakan penyaluran, hingga perketatan pengawasan.

    Menurut Amran, revitalisasi tata kelola pupuk bersubsidi berpotensi menambah pupuk bersubsidi sebanyak 700.000 ton secara bertahap hingga 2029 mendatang.

    “Pemerintah memastikan pupuk tersedia, terjangkau, dan tepat sasaran sebagai bagian dari komitmen mewujudkan kedaulatan pangan nasional,” ujarnya.

    Adapun, penurunan harga pupuk subsidi berlaku untuk berbagai jenis, antara lain pupuk urea, pupuk NPK (nitrogen fosfor kalium), pupuk ZA (amonium sulfat), serta pupuk organik.

    Berikut daftar harga pupuk terbaru usai HET turun 20%:

    Pupuk Urea: dari Rp2.250 menjadi Rp1.800 per kilogram (kg)
    Pupuk NPK: dari Rp2.300 menjadi Rp1.840 per kg
    Pupuk NPK kakao: dari Rp3.300 menjadi Rp2.640 per kg
    Pupuk ZA khusus tebu: dari Rp1.700 menjadi Rp1.360 per kg
    Pupuk organik: dari Rp800 menjadi Rp640 per kg

  • DPR Soroti Rp 234 T Mengendap di Bank: Kalau Dikelola Cepat dan Tepat Bisa Ciptakan Lapangan Kerja – Page 3

    DPR Soroti Rp 234 T Mengendap di Bank: Kalau Dikelola Cepat dan Tepat Bisa Ciptakan Lapangan Kerja – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR , Mukhamad Misbakhun, menyoroti temuan Kementerian Keuangan terkait masih tingginya dana milik pemerintah daerah (Pemda) yang mengendap di perbankan.

    Berdasarkan data Bank Indonesia, posisi simpanan kas daerah di perbankan per akhir September 2025 tercatat mencapai Rp 234 triliun, terdiri atas dana pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia.

    “Angka Rp 234 triliun itu bukan jumlah kecil dan seharusnya jadi perhatian bersama agar bisa dimanfaatkan optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan percepatan belanja daerah,” kata Misbakhun dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/10/2025).

    Misbakhun menjelaskan, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dana transfer ke daerah (TKD) seharusnya dikelola secara efisien dan memberikan efek berganda bagi perekonomian daerah.

    “Dana TKD itu dirancang sebagai motor penggerak ekonomi daerah. Kalau dikelola dengan cepat dan tepat, dampaknya bisa langsung dirasakan melalui peningkatan layanan publik, pembangunan infrastruktur, dan penciptaan lapangan kerja,” ujar Misbakhun.

    Meski demikian, Misbakhun menegaskan permasalahan dana mengendap tidak boleh dilihat semata sebagai kelalaian daerah, melainkan harus ditelusuri secara komprehensif untuk menemukan akar penyebabnya.

    “Perlu pendalaman apakah ini disebabkan oleh perencanaan APBD yang belum sinkron dengan APBN, penyesuaian regulasi yang belum rampung, keterlambatan proses pengadaan, atau karena faktor kehati-hatian Pemda dalam menjaga kas daerah,” jelasnya.

    Untuk itu, Misbakhun mendorong Kementerian Keuangan bersama Kementerian Dalam Negeri memperkuat koordinasi, pembinaan, dan monitoring kepada Pemda dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

    “Langkah ini diperlukan agar realisasi belanja daerah dapat tercapai secara tepat waktu, tepat sasaran, dan berorientasi hasil, terutama menjelang penutupan tahun anggaran 2025,” pungkasnya.

     

     

     

  • 5 Bandara yang Diresmikan di Era Jokowi Kini Sepi dan Terbengkalai, Ada yang Baru 1 Tahun!

    5 Bandara yang Diresmikan di Era Jokowi Kini Sepi dan Terbengkalai, Ada yang Baru 1 Tahun!

    GELORA.CO  – Pembangunan infrastruktur udara di Indonesia terus melaju pesat di era pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). 

    Sejumlah bandara baru dibangun dengan fasilitas modern dan desain megah, dari Jawa hingga pelosok Nusantara. Namun di balik kemegahannya, tak sedikit bandara yang justru sepi dan minim aktivitas penerbangan. 

    Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK) Agus Harimurti Yudhoyono menilai, kondisi itu disebabkan oleh lokasi bandara yang tidak didukung konektivitas memadai. 

    Akibatnya, masyarakat lebih memilih moda transportasi lain yang dinilai lebih efisien dan terjangkau. 

    Masalah ini kian krusial karena sebagian besar bandara dibangun dengan investasi besar, baik dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun swasta. 

    Tanpa penyesuaian dan perencanaan transportasi yang terpadu, bandara-bandara tersebut berisiko terbengkalai dan menjadi beban pembangunan jangka panjang. 

    Berikut daftar bandara terbengkalai di Indonesia, dirangkum dari berbagai sumber, Minggu, 26 Oktober 2025. 

    1. Bandara Wiriadinata  

    Bandara yang berlokasi di Tasikmalaya ini diresmikan oleh Jokowi pada 2017. 

    Meski sempat diharapkan mampu mendongkrak ekonomi daerah, bandara senilai Rp30 miliar itu kini terbengkalai setelah maskapai satu per satu menghentikan rutenya. 

    2. Bandara Kertajati 

    Bandara yang digadang-gadang jadi kebanggaan warga Majalengka ini juga mengalami hal serupa. Diresmikan pada 2018 oleh Jokowi, dengan nilai investasi Rp2,6 triliun dari APBN, bandara ini kini sepi karena rendahnya okupansi penumpang. 

    3. Bandara JB Soedirman

    Masih di era Jokowi atau tepatnya di 2019, Bandara yang dibangun di Purbalingga dengan nilai investasi Rp350 miliar itu, saat ini sudah tidak melayani penerbangan komersial sama sekali sejak akhir 2024. 

    4. Bandara Ngloram:

    Kemudian ada Bandara Ngloram di Blora yang dibangun ulang dengan dana APBN Rp132 miliar dan diresmikan pada 2021 oleh Jokowi. 

    Meski sempat digadang-gadang mendukung industri migas di sekitar Blora dan Bojonegoro, kini bandara itu tidak lagi beroperasi. 

    5. Bandara Dhoho:

    bandara yang berlokasi di Kediri ini dibangun dengan dana swasta Rp12 triliun milik PT Gudang Garam Tbk, kini juga belum menunjukkan hasil sesuai harapan.  

    Meski masih beroperasi, bandara yang diresmikan pada 18 Oktober 2024 lalu oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ini sepi karena minimnya rute penerbangan dan harga tiket yang mahal. 

    Fenomena banyaknya bandara sepi ini menjadi pengingat bahwa pembangunan infrastruktur tidak hanya soal kemegahan, tapi juga perencanaan matang dan dukungan transportasi pendukung di sekitarnya agar investasi besar negara tidak berakhir sia-sia.