Topik: APBN

  • Pemerintah telah salurkan belanja bansos Rp48,8 triliun per Mei 2025

    Pemerintah telah salurkan belanja bansos Rp48,8 triliun per Mei 2025

    Ilustrasi – Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa saat memberikan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat beberapa waktu lalu. ANTARA/HO-Biro Adpim Jatim

    Pemerintah telah salurkan belanja bansos Rp48,8 triliun per Mei 2025
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 17 Juni 2025 – 22:36 WIB

    Elshinta.com – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menyalurkan belanja bantuan sosial (bansos) senilai Rp48,8 triliun per 31 Mei 2025, setara 32,6 persen dari target APBN.

    Realisasi itu melambat bila dibandingkan realisasi tahun lalu sebesar Rp70,5 triliun atau 46,3 persen dari target APBN.

    Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Juni 2025, di Jakarta, Selasa (17/6), menjelaskan perlambatan penyaluran bansos disebabkan oleh program triwulanan.

    “Sejumlah belanja memang belum terealisasi, karena memang belanjanya itu sifatnya tiga bulanan. Jadi, mungkin di bulan Maret dan April kemarin telah dibelanjakan, tapi pada Mei belum ada belanjanya lagi,” ujar dia.

    Namun, Wamenkeu mengatakan akan ada akselerasi penyaluran bansos pada Juni ini, termasuk belanja bansos yang datanya sedang diselaraskan dengan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) oleh Kementerian Sosial.

    “Kami cek juga dengan Kemensos. Sisa penyaluran bantuan sosial berupa Kartu Sembako maupun Program Keluarga Harapan (PKH) triwulan II-2025 akan diselesaikan di Juni ini, jadi memang belum terekam di bulan Mei,” ujar Suahasil.

    Untuk mengakselerasi penyaluran bansos, Pemerintah akan memperkuat kerja sama dengan bank Himbara.

    Penyaluran belanja negara terakselerasi pada Mei 2025, dengan realisasi Rp1.016,3 triliun atau 28,1 persen dari target Rp3.621,3 triliun. Meski nilai realisasi masih jauh dari target, mempertimbangkan paruh pertama tahun hampir berlalu, namun nilai itu meningkat sekitar Rp200 triliun dari realisasi April sebesar Rp806, 2 triliun.

    Belanja pemerintah pusat (BPP) tersalurkan sebesar Rp694,2 triliun (25,7 persen dari target), yang disalurkan melalui belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp325,7 triliun dan belanja non-K/L Rp368,5 triliun.

    Pendapatan negara tercatat sebesar Rp995,3 triliun atau 33,1 persen dari target APBN Rp3.005,1 triliun. Nilai itu melambat bila dibandingkan kinerja April. Pendapatan pada Mei bertambah senilai Rp184,8 triliun dalam sebulan, sedangkan pada April bertambah hampir Rp300 triliun.

    Dengan demikian, APBN mengalami defisit sebesar Rp21 triliun atau 0,09 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada Mei 2025.

    Sumber : Antara

  • Apindo Ramal Shortfall Pajak Berpotensi Tembus Rp130 Triliun pada 2025

    Apindo Ramal Shortfall Pajak Berpotensi Tembus Rp130 Triliun pada 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memperkirakan shortfall penerimaan pajak hingga akhir 2025 berpotensi mencapai Rp130 triliun. Hal ini dapat terjadi jika pemerintah tidak segera melakukan upaya ekstra untuk mengerek penerimaan negara tahun ini.

    “Penerimaan pajak sampai akhir 2025, potensi shortfall sekitar Rp130 triliun kalau tidak ada ekstra effort yang bersifat terobosan,” kata Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani kepada Bisnis, Selasa (17/6/2025).

    Menurut Ajib, setidaknya ada tiga indikator yang mendasari proyeksi tersebut. Pertama, target penerimaan pajak 2025 yang dinilai terlalu tinggi, yakni lebih dari 13% dibanding penerimaan pajak 2024.

    Kedua, kata Ajib, penerimaan kuartal I/2025 yang jauh dari ideal. Penerimaan pajak pada kuartal I/2025 tercatat mencapai Rp322,6 triliun atau 14,7% dari target anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar Rp2.189,3 triliun.

    “Penerimaan kuartal I/2025, jauh dari ideal, hanya kisaran 14,7%, seharusnya bisa mencapai 20%,” ujarnya. 

    Indikator terakhir yakni pertumbuhan ekonomi 2025 yang sulit mencapai target awal. Sebagaimana diketahui, pada asumsi dasar ekonomi makro APBN 2025, pemerintah telah menyepakati pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,2%.

    Ajib menyebut, dengan target awal 5,2%, potensi pertumbuhan ekonomi dikoreksi menjadi 5%. “Dari indikator-indikator ekonomi yang ada, potensi shortfall-nya sangat besar,” ungkapnya. 

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melaporkan bahwa penerimaan pajak tercatat sebesar Rp683,3 triliun pada Mei 2025.

    Angka tersebut turun 10,13% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari realisasi pajak Mei 2024 senilai Rp760,38 triliun.

    “Pajak, dalam hal ini terkumpul Rp683,3 triliun atau 31,2% dari target tahun 2025 [senilai Rp2.189,3 triliun],” ucap Sri Mulyani.

    Sementara itu, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp122,9 triliun per Mei 2025. Angka itu setara 40,7% dari target APBN 2025 sebesar Rp301,6 triliun.

    Total penerimaan perpajakan, yang terdiri atas pajak dan bea cukai, mencapai Rp806,2 triliun per Mei 2025 atau setara 32,4% dari target APBN 2025 sebesar Rp2.490,9 triliun. Angka itu turun 7,2% dibandingkan realisasi penerimaan perpajakan per Mei 2024 sebesar Rp869,50 triliun.

  • Kemenkeu: Anggaran MBG Baru Tersalurkan Rp4,4 Triliun atau 6,2% dari Pagu

    Kemenkeu: Anggaran MBG Baru Tersalurkan Rp4,4 Triliun atau 6,2% dari Pagu

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan mencatat penyaluran anggaran Makan Bergizi Gratis atau MBG mencapai Rp4,4 triliun dan telah dinikmati sebanyak 4,89 juta penerima. 

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menuturkan realisasi per 12 Juni 2025 tersebut naik Rp1,1 triliun dari periode akhir Mei yang senilai Rp3,3 triliun. 

    “Ini dilaksanakan oleh 1.716 SPPG dan manfaatnya diterima oleh sekitar 4,89 juta penerima manfaat sesuai dengan arahan Presiden,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (17/6/2025).

    Awalnya, pemerintah menargetkan penerima manfaat di 2025 sebanyak 17,9 juta orang dengan anggaran senilai Rp71 triliun. 

    Kemudian target penerima manfaat MBG pada tahun ini dinaikkan dan menuju 82,9 juta penerima dan dilayani oleh 32.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan anggaran tambahan dari pagu awal menjadi Rp171 triliun. 

    “Kami menyiapkan anggaran tambahan sampai dengan Rp100 triliun yang nanti realisasinya akan kami sampaikan secara rutin bergantung kepada kecepatan realisasi penerima manfaat oleh Badan Gizi Nasional,” lanjut Sua.

    Melihat secara persentase, artinya penyaluran anggaran MBG hingga pertangahan tahun ini baru mencapai 6,2% dari pagu awal Rp71 triliun.

    Adapun untuk tahun depan, anggaran untuk Badan Gizi Nasional (BGN) direncanakan senilai Rp217,86 triliun.

    Bahkan pagu indikatif untuk BGN tersebut menjadi yang terbesar dari seluruh K/L menggeser posisi Kementerian Pertahanan yang langganan menempati posisi pertama dengan anggaran paling gemuk dalam APBN.

    Adapun, secara umum pemerintah telah melakukan belanja senilai Rp1.016,3 triliun sepanjang tahun ini hingga Mei 2025.

    Terdiri dari belanja pemerintah pusat yang mencapai Rp649,2 triliun yang termasuk di dalamnya belanja K/L senilai Rp325,7 triliun dan belanja nonK/L senilai Rp368,5 triliun.

    Sementara belanja melalui Transfer ke Daerah (TKD) telah terealisir senilai Rp322 triliun atau mencakup 35% terhadap APBN. 

  • Kemenkeu Cairkan Utang Baru Rp349,3 Triliun untuk Biayai Proyek APBN 2025

    Kemenkeu Cairkan Utang Baru Rp349,3 Triliun untuk Biayai Proyek APBN 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono melaporkan pemerintah telah melakukan penarikan utang baru senilai Rp349,3 triliun hingga Mei 2025.  untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN. 

    Realisasi tersebut telah mencapai 45% dari total target pembiayaan utang melalui Surat Berharga Negara (SBN) neto dan pinjaman yang senilai Rp775,9 triliun. 

    Dalam periode ini, pemerintah juga melakukan pembiayaan non-utang senilai Rp24,5 triliun. 

    “Pembiayaan non-utang di sini minus Rp24,5 triliun artinya kita beirnvestasi ke hal-hal khusus. Ini tidak menambah utang,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (17/6/2025).

    Dengan demikian, pembiayaan anggaran hingga Mei 2025 mencapai 324,8 triliun atau 52,7% dari target APBN senilai Rp616,2 triliun. 

    Thomas menuturkan bahwa pemenuhan pembiayaan utang berjalan secara on track dengan berbagai langkah mitigasi risiko. 

    Mulai dari pengadaan pembiayaan utang secara pruden, fleksibel, oportunistik, terukur, mencakup aspek timing sizing, instrumen, maupun currency mix. Sebagaimana pemerintah menerbitkan obligasi dengan denominasi yen Jepang pada bulan lalu. 

    Langkah mitigasi lainnya, yakni pemerintah telah melakukan prefunding, cash buffer yang memadai, dan active cash dan debt management.

    Pada kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa pendapatan negara sepanjang Januari—Mei 2025 mencapai Rp995,3 triliun. 

    Penerimaan pajak mencapai Rp683,3 triliun atau 31,2% dari target APBN 2025 senilai Rp2.189,2 triliun. Kinerja penerimaan pajak itu turun 11,28% (year on year/YoY) dari Mei 2024 senilai Rp760,38 triliun.

    Realisasi belanja negara hingga Mei 2025 tercatat senilai Rp1.016,3 triliun. Pengeluaran itu terdiri dari belanja pemerintah pusat senilai Rp694,2 triliun dan transfer ke daerah (TKD) senilai Rp322 triliun.

    Alhasil, APBN 2025 mencatatkan defisit senilai Rp21 triliun atau 0,09%erhadpa produk domestik bruto (PDB). Realisasi tersebut masih jauh dari ketentuan defisit 2,53%. “Jadi ini Rp21 triliun masih sangat kecil, tapi kita terus akan memantau perkembangan pelaksanaan APBN,” tuturnya. 

    Secara bruto per 3 Juni 2025, melihat dari data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, pemerintah telah menerbitkan SBN senilai Rp593 triliun. 

    Terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) senilai Rp414,11 triliun yang didominasi rupiah senilai Rp346,56 triliun. Sementara penerbitan melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) mencapai Rp178,89 triliun dan didinominasi denominasi rupiah senilai Rp134,46 triliun. 

  • Dulu Dapat Nasi Kotak, Sekarang Hanya Beras dan Telur, MBG Berubah Jadi Bahan Mentah?

    Dulu Dapat Nasi Kotak, Sekarang Hanya Beras dan Telur, MBG Berubah Jadi Bahan Mentah?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mulai digulirkan pada 6 Januari 2025, masih terus menjadi sorotan publik hingga saat ini.

    Program unggulan pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka ini bertujuan meningkatkan asupan gizi anak-anak sekolah, namun perjalanannya tidak selalu mulus.

    Sempat ramai diberitakan karena kasus dugaan keracunan yang menimpa sejumlah siswa di beberapa daerah, kini bentuk bantuan MBG kembali menjadi perbincangan hangat.

    Jika sebelumnya siswa menerima makanan siap santap, kini di sejumlah wilayah, bantuan diberikan dalam bentuk bahan mentah yang harus diolah sendiri.

    Perubahan ini pertama kali mencuat lewat unggahan akun X (Twitter) @TrinityTraveler.

    Dalam unggahannya, ia memperlihatkan foto beberapa bahan makanan seperti beras, kacang-kacangan, telur puyuh, ikan asin, pisang, dan jeruk. Menurutnya, itu adalah jatah MBG untuk lima hari yang diberikan kepada siswa SD negeri di Tangerang Selatan.

    “Baru tau MBG sekarang dikasih bahan mentahnya doang sekalian untuk 5 hari!” tulisnya, dikutip X @TrinityTraveler pada Selasa (17/6/2025).

    Cuitan tersebut langsung ramai diperbincangkan, dan memicu banyak tanggapan dari warganet.

    “Astaghfirullahaladzim jdi mentahan gini tambah ga jelas hhh ini karna dapur MBG nya ada problem atau gimana kah? Udh bener ni program di stop dri kemarin2. Unfaedah :(,” kata warganet.

    “Gak ada pengawasan & audit terhadap program ini. APBN udh bnyk digelontorkan, implementasi di lapangan tdk sesuai prosedur & anggaran. pers nasional udh bnyk buat laporan soal ini. lembaga negara bertugas audit & pengawasan gak berani menunaikan amanah rakyat,” timpal lainnya.

  • Ancam ketahanan energi dan stabilitas ekonomi Indonesia

    Ancam ketahanan energi dan stabilitas ekonomi Indonesia

    Foto: Efendi Murdiono/Radio Elshinta

    Perang Israel-Iran, DPR RI Dapil Jatim IV: Ancam ketahanan energi dan stabilitas ekonomi Indonesia
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 17 Juni 2025 – 16:05 WIB

    Elshinta.com – Konflik bersenjata antara Israel dan Iran yang kian memanas dinilai tidak hanya berdampak pada stabilitas keamanan global, tetapi juga berpotensi mengganggu ketahanan energi dan perekonomian Indonesia. 

    Anggota BAKN DPR RI, Amin Ak, menyoroti kerentanan Indonesia sebagai negara pengimpor minyak bersih yang sangat bergantung pada stabilitas harga energi global.

    “Indonesia harus waspada. Setiap kenaikan US$1 harga minyak dunia berarti tambahan beban subsidi Rp3,1 triliun bagi APBN. Jika konflik ini berkepanjangan dan harga minyak mencapai US$100–150 per barel, tekanan inflasi dan defisit anggaran akan makin berat,” tegas Amin dalam keterangan resminya, Selasa (17/6), seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Efendi Murdiono.

    Berdasarkan analisis terkini, serangan Israel dan Iran yang saling membidik infrastruktur energi—seperti kilang minyak Haifa di Israel dan lapangan gas South Pars di Iran—telah memicu lonjakan harga minyak Brent lebih dari 10%. 

    Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI itu mengingatkan, gangguan pasokan melalui Selat Hormuz (yang mengalirkan 20% minyak dunia) akan memperparah ketidakpastian. Ia menyebut sejumlah dampak yang mesti diwaspadai. 

    Pertama, kenaikan harga BBM. Indonesia berisiko menghadapi kenaikan harga bahan bakar impor jika gejolak terus berlanjut, berpotensi memicu inflasi dan penyesuaian subsidi energi.

    Kedua, ketergantungan impor minyak. Dengan produksi minyak nasional yang stagnan (sekitar 700.000 barel/hari) dan konsumsi mencapai 1,6 juta barel/hari, Indonesia sangat rentan terhadap fluktuasi pasar global.

    Ketiga, potensi munculnya krisis listrik.  Biaya pembangkit listrik berbasis BBM dan gas akan melonjak, berpotensi membebani keuangan PLN dan pemerintah.

    Oleh karena itu, Amin mendesak menteri terkait mengambil langkah antisipatif. Indonesia harus memperkuat cadangan energi, dengan optimalisasi stok minyak nasional (termasuk kerja sama dengan negara produsen) dan penguatan infrastruktur penyimpanan (storage) BBM.

    Sedangkan dalam upaya mitigasi dampak Inflasi, mendesak dilakukan koordinasi antara Kementerian ESDM, BI, dan Kemenkeu untuk menyiapkan skenario penahanan inflasi, termasuk pengendalian harga pangan dan insentif fiskal sektor padat karya.

    “Indonesia harus aktif mendorong perdamaian di forum internasional seperti OPEC dan G20, sembari menjamin pasokan energi melalui kerja sama dengan negara netral,” tambah Amin.

    Dalam jangka menengah, Indonesia harus mempercepat Diversifikasi Energi. Pemerintah harus menggenjot pengembangan EBT (energi baru terbarukan) dan mengurangi ketergantungan pada impor minyak melalui percepatan proyek kilang GRR (Grass Root Refinery) dan hilirisasi batubara.

    “Kami mendorong pemerintah untuk segera berkoordinasi dengan DPR guna menyusun skenario terburuk (worst-case scenario). Krisis ini adalah pengingat bahwa ketahanan energi adalah pondasi ketahanan nasional,” pungkas Amin.

    Sumber : Radio Elshinta

  • Penerimaan Pajak Mei 2025 Turun 10,1% jadi Rp683,3 Triliun, Ini Penjelasan Sri Mulyani

    Penerimaan Pajak Mei 2025 Turun 10,1% jadi Rp683,3 Triliun, Ini Penjelasan Sri Mulyani

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan penerimaan pajak Rp683,3 triliun per Mei 2025. Angka tersebut turun 10,13% secara tahunan (year on year/YoY) dari realisasi pajak Mei 2024 senilai Rp760,38 triliun.

    Realisasi penerimaan pajak tersebut diungkapkan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa edisi Juni 2025 yang berisi data realisasi APBN Mei 2025. Konferensi pers berlangsung di Kantor Kemenkeu, Jakarta pada Selasa (17/6/2025).

    “Pajak, dalam hal ini terkumpul Rp683,3 triliun atau 31,2% dari target tahun 2025 [senilai Rp2.189,3 triliun],” ucap Sri Mulyani.

    Sementara itu, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp122,9 triliun per Mei 2025 atau setara 40,7% dari target APBN 2025 sebesar Rp301,6 triliun.

    Total penerimaan perpajakan, yang terdiri dari pajak dan bea cukai, mencapai Rp806,2 triliun per Mei 2025 atau setara 32,4% dari target APBN 2025 sebesar Rp2.490,9 triliun. Angka tersebut turun 7,2% dibandingkan realisasi penerimaan perpajakan per Mei 2024 sebesar Rp869,50 triliun.

    Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu memaparkan data yang berbeda dengan Sri Mulyani, dia menunjukkan data penerimaan pajak bruto. Mengacu pada angka itu, menurut Anggito, penerimaan pajak bruto tumbuh 0,2% secara tahunan sedangkan pajak neto turun 7,4% pada Mei 2025.

    Penerimaan pajak neto itu turun menurutnya karena ada faktor restitusi.

    “[Penerimaan pajak] neto tidak bisa dijadikan pedoman mengenai kondisi ekonomi saat ini,” ujar Anggito.

    Turunnya penerimaan pajak ini menjadi pekerjaan rumah bagi Direktur Jenderal Pajak baru, Bimo Wijayanto, yang dilantik pada Jumat (23/5/2025) atau hampir sebulan yang lalu. Gangguan pada sistem inti perpajakan atau Coretax juga menjadi tanggung jawab Bimo.

    “Mungkin untuk fair-nya [adilnya] kita akan meminta nanti Pak Dirjen baru, Pak Bimo untuk melihat dulu ke dalam. Berikanlah satu bulan beliau untuk melihat semuanya, melihat data, fakta, realita dengan fresh perspective [perspektif baru] dari dirjen pajak yang baru,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Jumat (23/5/2025) sore atau beberapa jam setelah pelantikan Bimo.

    Beberapa hari setelahnya, Bimo sempat buka suara bahwa penyelesaian gangguan Coretax menjadi salah satu tugas awal yang dia jalankan pada hari-hari pertamanya menjabat.

    Dia mengungkapkan fokusnya masih memperdalam fungsi Coretax. Bimo menyebut dalam beberapa hari pertama menjabat belum ada pembahasan sampai penyelesaian error maupun bugs dalam implementasi sistem baru tersebut.

    Bimo menyebut agenda yang akan dilakukan dalam waktu satu bulan ke depan adalah memetakan pekerjaan yang tertunda (pending matters) dan sejumlah isu strategis untuk membenahi Coretax.

    “Belum [tahu], saya one-on-one [dengan pemangku kepentingan di DJP] belum selesai. Itu butuh seminggu lah one-on-one untuk Coretax,” ujarnya di kompleks Parlemen, Selasa (27/5/2025).

  • Sri Mulyani Waspadai Risiko ke Ekonomi RI Imbas Pecahnya Perang Israel-Iran

    Sri Mulyani Waspadai Risiko ke Ekonomi RI Imbas Pecahnya Perang Israel-Iran

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mewaspadai efek rambatan dari pecahnya perang Israel-Iran yang secara langsung memberikan dampak terhadap ekonomi Indonesia.

    Sri Mulyani menjelaskan bahwa pada hari ketiga pecahnya perang di Timur Tengah tersebut secara cepat menyebabkan kenaikan harga minyak hampir 9% dari kisaran US$70 per barel, meski kini mulai mengalami koreksi ke level US$75 per barel.

    Pasalnya, memanasnya Israel dan Iran ini belum lagi dikombinasikan dengan ketidakpastian tarif dari AS yang terus terjadi. 

    “Hal ini menyebabkan dampak kepada seluruh dunia termasuk Indonesia. Ini akan juga menggerakkan nilai tukar dan juga suku bunga global,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (17/6/2025). 

    Bendahara Negara tersebut menjelaskan kondisi global, di mana saat ini situasi gejolak geopolitik, keamanan perdagangan antarnegara termasuk AS dalam proposal kebijakan yang disebut Trump sebagai Big and Beautiful belum lagi menambah defisit APBN AS yang sangat signfikan.

    Alhasil kondisi tersebut menyebabkan sentimen terhadap kebijakan fiskal dari negara maju menjadi relatif negatif dan mempengaruhi risiko fiskal dan imbal hasil atau yield surat utang pemerintah AS atau US Treasury (UST). 

    Sri Mulyani memandang ketidakpastian dari sisi perdagangan global yang belum tercapai kepastiannya ditambah dengan pecah perang menimbulkan ketidakpastian harga komoditas dan ranti pasok sehingga menimbulkan sederet risiko.

    Mulai dari kinerja ekspor, perubahan harga komoditas yang cenderung naik, volatilitas nilai tukar, serta risiko suku bunga surat utang. Di mana risiko tersebut terjadi di saat perekonomian global cenderung melemah.

    “Itu kombinasi yang harus kita waspadai karena tidak baik pelemahan ekonomi membuat dampak yang buruk, kenaikan inflasi dan kemudian menimbulkan kenaikan yield. Apakah karena adanya geopolitik atau karena adanya fiscal policy, kedua hal ini menyebabkan dampak kepada seluruh dunia termasuk Indonesia,” jelasnya.

    Di tengah gejolak global dan moderasi harga komoditas, Sri Mulyani menekankan bahwa kebijakan fiskal tetap ekspansif.

    Mulai dari restitusi untuk menjaga likuiditas dunia usaha agar berdaya tahan. Kemudian terdapat paket stimulus untuk UMKM, sektor padat karya, perumahan, dan otomotif.

    Selain itu, pemerintah juga memiliki Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara untuk mengakselerasi investasi, peningkatan daya saing, serta penguatan sinergi dari efisiensi aset.

    APBN pun dioptimalkan sebagai shock absorber dan mendukung agenda pembangunan melalui efisiensi dan rekonstruksi belanja sehingga menjaga program prioritas terlaksana.

    Pemerintah juga konsisten melindungi daya beli masyarakat sekaligus menopang pertumbuhan dengan memberikan diskon tarif listrik, UMKM, dan sektor padat karya. 

  • Sri Mulyani Waspadai Tensi Geopolitik Dunia Bikin Manufaktur RI Rentan

    Sri Mulyani Waspadai Tensi Geopolitik Dunia Bikin Manufaktur RI Rentan

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap konflik panas dan ketidakpastian kondisi geopolitik dunia berdampak pada sektor manufaktur yang terkontraksi di berbagai negara, termasuk Indonesia. 

    Bendahara negara itu juga menilai disrupsi geopolitik yang mengancam keamanan dunia menyebabkan tekanan terhadap ekspor-impor produk, inflasi yang melaju, nilai tukar yang makin berfluktuasi, hingga suku bunga dunia yang tinggi. 

    “Ini adalah dampak yang kita lihat dalam geopolitik security yang makin fragile, rapuh dan rentan yang menyebabkan implikasi kepada kegiatan ekonomi ekspor-impor manufaktur,” kata Sri Mulyani dalam Konpers APBN KiTa, Selasa (17/6/2025).  

    Dalam laporannya, Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur global pada Mei 2025 berada di bawah ambang batas normal 50, yaitu di level 49,6. Adapun, sebanyak 70,8% negara mengalami kontraksi manufaktur, termasuk Indonesia, China, Jepang, Vietnam, Eropa, hingga Inggris. 

    Sementara itu, sebanyak 29,2% negara masih mengalami ekspansi usaha manufaktur seperti Amerika Serikat (AS), India, Arab Saudi, Rusia, dan Australia. 

    “Adanya dampak negatif dari situasi dunia ini dari terutama negara-negara yang dianggap signifikan seperti Amerika, China, Eropa, Jepang, Inggris, ini menyebabkan kegiatan ekonomi terutama di sektor manufaktur mengalami tekanan,” tuturnya. 

    Angka kontraksi manufaktur global pada Mei lalu merupakan yang terendah sejak Desember 2024 lalu. Kondisi ini, menurut Sri Mulyani, mesti diwaspadai dan segera diantisipasi. 

    “Seperti dilihat risiko bagi Indonesia terlihat dengan global economy melemah kemungkinan memengaruhi terhadap barang-barang ekspor kita,” ujarnya.

    Dia juga menilai potensi harga komoditas yang akan meningkat pesat karena disrupsi geopolitik saat ini. Belum lagi, volatilitas nilai tukar rupiah yang makin tidak pasti. 

    “Dan suku bunga utang meningkat karena kebijakan fiskal di AS yaitu legislasi yang sekarang sedang dibahas dari kongres ke senat mengenai ekspansi fiskal di AS,” terangnya. 

  • Harga Beras Makin Mahal, Pengamat Endus Ulah Tengkulak

    Harga Beras Makin Mahal, Pengamat Endus Ulah Tengkulak

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat menduga ada permainan tengkulak di balik melambungnya harga beras di tengah stok beras yang melimpah di gudang Perum Bulog.

    Untuk diketahui, Perum Bulog mencatat realisasi pengadaan gabah kering panen (GKP) mencapai 3,4 juta ton dan realisasi beras sebesar 723.000 ton, sehingga total pengadaan beras dalam negeri 2025 adalah 2,56 juta ton. Dengan begitu, saat ini stok beras Bulog telah mencapai 4,1 juta ton.

    Kondisi ini berbanding terbalik dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan jumlah kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras terus bertambah pada minggu kedua Juni 2025 menjadi 133 kabupaten/kota. Jika dibandingkan pada pekan pertama Juni 2025, terdapat 119 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan harga beras.

    Pengamat Pertanian dari Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Eliza Mardian memandang bahwa semestinya harga beras tidak naik di tengah melimpahnya stok beras di gudang Bulog. Dia menduga ada permainan middleman alias tengkulak di balik mahalnya beras.

    “Seharusnya jika stok melimpah harga beras tidak naik, bahkan cenderung turun kalau memang murni teori supply demand. Berarti memang ada sesuatu hal yang itu di middleman-nya,” kata Eliza kepada Bisnis, Selasa (17/6/2025).

    Apalagi, Eliza menyebut bahwa ada beberapa middleman yang menguasai rantai pasokan dan distribusi di hampir semua komoditas pangan.

    “Hampir semua komoditas pangan di Indonesia sering kali bersifat oligopolistik, di mana segelintir pelaku usaha middlemen yang menguasai rantai pasokan dan distribusi. Nah, jadinya harga jadi gampang dimanipulasi,” ujarnya.

    Untuk itu, dia menyarankan agar membentuk pangkalan data (database) alias transparansi data di setiap rantai, mulai dari volume, lokasi, hingga siapa yang mengendalikan komoditas pangan. Pasalnya, sambung dia, struktur pasar Indonesia saat ini masih kurang ideal, termasuk beras.

    Lebih lanjut, Eliza menyebut alasan di balik harga beras yang naik dan tidak sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) lantaran dari sisi harga gabah yang memang mengalami kenaikan. Alhasil, untuk menjaga margin, pengusaha harus menyesuaikan harga beras.

    Dia menjelaskan bahwa pedagang ingin menjaga margin keuntungan lantaran harga pokok penjualan (HPP) yang gabah naik menjadi Rp6.500 per kilogram.

    “Hanya saja kenaikan harga gabah versus harga beras itu lebih cepat kenaikannya harga beras di level konsumen karena middleman yang akan menentukan harga mereka yang menguasai stok dan informasi [beras],” terangnya.

    Menurutnya, pemerintah harus memprioritaskan ke kalangan menengah, terutama menengah bawah. Sebab, mereka yang paling terdampak jika harga beras naik mengingat kontribusi beras terhadap basket inflasi cukup besar 3%. 

    Di sisi lain, Eliza menilai bahwa sebetulnya pemerintah bisa mengintervensi pasar melalui operasi pasar. Menurutnya, dengan stok beras yang dimiliki pemerintah cukup bisa mempengaruhi harga beras, dengan begitu masyarakat memiliki pilihan dalam membeli beras dengan harga yang relatif murah.

    “Karena Bulog sudah memaksimalkan penyerapan, sudah saatnya memaksimalkan penyaluran agar beras tidak menumpuk di gudang, karena jika dibiarkan terlalu lama menumpuk akibat tidak optimal penyalurannya maka kualitas beras akan menurun dan ini merugikan APBN,” tuturnya.

    Dia menilai, dengan adanya operasi pasar yang dilakukan pemerintah, maka setidaknya bisa membantu masyarakat mendapatkan harga beras yang relatif terjangkau.

    Di sisi lain, dia menuturkan jika penyaluran beras yang dilakukan belum optimal maka bisa memunculkan kekhawatiran beras yang disimpan di gudang Bulog dan akan menurunkan kualitas mutu beras,

    “Ketika turun kualitasnya ini jadi tidak layak konsumsi bagi manusia, namun msh bisa digunakan untuk pakan ternak,” tandasnya.