Topik: APBN

  • Timur Tengah Panas, Ekonom Sarankan RI Lakukan Hal Ini Segera!

    Timur Tengah Panas, Ekonom Sarankan RI Lakukan Hal Ini Segera!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Konflik di Timur Tengah yang menyeret Amerika Serikat (AS), Israel dan Iran berpotensi mendorong kenaikan harga minyak mentah dunia secara signifikan. Pasalnya, jika rencana penutupan Selat Hormuz akan dilakukan, ini menganggu jalur pelayaran yang dilalui sekitar 20% minyak global.

    Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro Wahyu Widodo menjelaskan kenaikan harga minyak mentah tentu dapat mendisrupsi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Di satu sisi, penerimaan akan meningkat, akan tetapi subsidi juga membengkak.

    “Kenaikan harga minyak ini given sifatnya, karena memang di luar kontrol pemerintah. Jika kenaikannya tidak melewati 82 dolar/barel asumsi APBN, dari sisi anggaran masih aman,” ujar Wahyu kepada CNBC Indonesia, Senin (23/6/2025).

    Kendati demikian, Wahyu menilai pemerintah justru harus mengantisipasi rambatan dari kenaikan harga minyak ke inflasi. Karena dapat meningkatkan biaya produksi dan menurunkan daya beli masyarakat.

    Dalam jangka pendek, pemerintah disarankan untuk mengoptimalisasi APBN sebagai instrumen untuk meredam guncangan ekonomi.

    “Yang bisa dilakukan pemerintah adalah optimalisasi anggaran sebagai shock absorber, seperti halnya ketika terjadi shock ekonomi yang lain,” ujarnya.

    Selain itu, pemerintah pun harus melakukan reposisi anggaran untuk mitigasi dampak kenaikan harga energi pada sektor produktif dan penurunan daya beli masyarakat.

    “Dalam jangka menengah-panjang sebenarnya perlu restrukturisasi anggaran terutama subsidi energi yang sensitif terhadap gejolak harga minyak,” ujarnya.

    Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita menilai secara geopolitik pemerintah harus ikut diplomasi internasional melalui bilateral ke Iran ataupun melalui multilateral di PBB untuk mendekati Iran agar tidak melakukan penutupan Selat Hormuz.

    Jika nanti Iran akan secara resmi menutup Selat Hormuz, Ronny menilai Indonesia harus siap dengan kenaikan harga minyak yang mempengaruhi harga impor BBM yang juga naik. Maka dari itu, pemerintah perlu menambah fiskal untuk subsidi BBM.

    “Sehingga harga BBM yang jauh melebihi ICP itu, Indonesian Crude Oil di APBN itu, akan memaksa pemerintah untuk menambah fiskal untuk subsidi BBM, dan ini akan memberatkan fiskal pemerintah,” ujar Ronny kepada CNBC Indonesia, Senin (23/6/2025).

    Dia pun menilai pemerintah juga harus bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan mencegah keluarnya modal asing.

    “Bagaimana caranya agar kenaikan harga minyak, lalu yang menyebabkan naik dolar ini tidak membuat capital outflow yang terlalu tinggi, jadi pemerintah tetap bisa meminta Bank Indonesia untuk melakukan intervensi di pasar sekunder, untuk menahan agar tidak terjadi capital outflow,” ujarnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Iran Akan Tutup Selat Hormuz, Begini Efeknya ke Ekonomi RI!

    Iran Akan Tutup Selat Hormuz, Begini Efeknya ke Ekonomi RI!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Selat Hormuz berada di ancaman penutupan. Hal ini terjadi setelah Amerika Serikat (AS) menyerang tiga fasilitas nuklir Iran, Minggu (22/6/2025) waktu setempat.

    Melalui data Badan Informasi Energi tahun 2024, sekitar 20 juta barel minyak mentah per hari atau 20% dari konsumsi global melewati rute ini.

    Perlu diketahui harga minyak melonjak lebih dari 2% setelah serangan AS terhadap Iran. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan gangguan pasokan.

    Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro Wahyu Widodo menilai penutupan Selat Hormuz akan mendisrupsi perdagangan dunia, terutama dari sisi pasokan minyak mentah.

    Pasalnya, 20% pasokan minyak mentah akan melalui selat tersebut.

    “Jika Selat Hormuz ditutup/blokade oleh Iran, dimana sekitar 20% pasokan minyak mentah lewat sana. Harga Energi naik dan bahkan bisa ekstrim akan merambat di sisi produksi (cost of production) naik yang otomatis akan meningkatkan harga barang,” ujar Wahyu kepada CNBC Indonesia, Senin (23/6/2025).

    Naiknya harga minyak pun akan berdampak besar kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Di satu sisi, penerimaan akan meningkat akan tetapi subsidi juga membengkak.

    “Efek jangka menengah-panjangnya jelas perlambatan perekonomian global, menjurus ke resesi/depresi,” ujarnya.

    Sementara itu, Head of Industry and Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Dendi Ramdani pun mengatakan sensitivitas fiskal Indonesia terhadap kenaikan harga minyak sangat tinggi.

    Dia menjelaskan berdasarkan analisis Kementerian Keuangan, setiap kenaikan US$ 1 per barel akan meningkatkan biaya subsidi energi sebesar Rp 6,9 triliun.

    “Jadi bisa dibayangkan kalau naik US$10 itu hampir Rp 69 triliun terus kemudian ke US$20 ya berarti hampir Rp 140 triliun, dan itu tentu akan berdampak nanti ke defisit,” ujar Dendi dalam acara Squawk Box, CNBC Indonesia, Jumat (20/6/2025).

    Dendi menjelaskan, walaupun biasanya pemerintah menyalurkan kompensasi dan menjaga cash flow, perusahaan BUMN seperti Pertamina dan PLN akan terdampak.

    “Cash flownya itu bebannya di BUMN, tapi secara umum itu tentu akan meningkatkan harga minyak biaya domestik, dan itu berdampak pada biaya belanja subsidi pemerintah,” ujarnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ekonom Ingatkan Perang Iran-Israel Bisa Picu Krisis Ekonomi di RI

    Ekonom Ingatkan Perang Iran-Israel Bisa Picu Krisis Ekonomi di RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketegangan geopolitik antar Iran dengan Israel semakin memanas. Pada Jumat (20/6) pekan lalu, Tel Aviv memulai serangan udara ke wilayah Negeri Para Mullah itu untuk melumpuhkan sejumlah fasilitas nuklir yang diduga digunakan untuk pengembangan senjata berbahaya.

    Sejumlah ekonom menilai konflik berkepanjangan di Timur Tengah dapat memengaruhi krisis ekonomi di Indonesia.

    Hal tersebut disebabkan oleh kemungkinan ditutupnya Selat Hormuz oleh Iran. Melalui data Badan Informasi Energi tahun 2024, sekitar 20 juta barel minyak mentah per hari atau 20% dari konsumsi global melewati rute ini.

    Perlu diketahui harga minyak melonjak lebih dari 2% setelah serangan AS terhadap Iran. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan gangguan pasokan.

    Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita menjelaskan skenario tersebut akan sangat merugikan Indonesia. Karena akan memicu lonjakan harga minyak secara ekstrem.

    “Kalau itu diambil maka akan berpotensi mencekik suplai minyak dunia sekitar 20%. Atau mungkin bisa jadi 30% tergantung sentimen investor. Dan ini akan sangat destruktif terhadap perekonomian Indonesia,” ujar Ronny kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (23/6/2025).

    Kenaikan harga minyak ini, menurut Ronny akan mendorong inflasi dalam negeri karena biaya impor dan transportasi juga melonjak.

    Di sisi lain, rupiah diperkirakan dapat melemah akibat ketidakpastian global dan peralihan dana investasi ke aset-aset safe haven seperti dolar dan emas. Hal ini akan mendorong Bank Indonesia untuk menaikkan suku bunga untuk menjaga nilai tukar.

    “Akhirnya investor surat hutang tidak keluar karena suku bunga naik jadi mereka mendapat yield, mendapat rayuan yield yang lebih tinggi sehingga mereka bertahan di Indonesia. Kalau mereka keluar, maka rupiah akan semakin tebal, bisa sampai Rp 17 ribu lagi dan mungkin bisa lebih, dan ini akan sangat buruk terhadap perekonomian,” ujarnya.

    Sementara itu, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin menilai eskalasi konflik yang terjadi di Timur Tengah menjadi perang dunia ke-3 sangat kecil. Kendati demikian, Indonesia perlu menyatakan sikap tegas, menolak aksi unilateral AS-Israel.

    “Karena melanggar prinsip-prinsip kedaulatan negara dan piagam PBB,” ujar Wijayanto kepada CNBC Indonesia, Senin (23/6/2025).

    Pelemahan rupiah dan potensi penambahan subsidi energi akan menambah beban APBN. Maka dari itu, pemerintah harus memastikan program-program kerja yang efektif.

    “Sesuai kebutuhan dan hemat APBN, orientasikan pada program yang menciptakan lapangan kerja dan daya beli,” ujarnya.

    Tak hanya itu, Wijayanto pun menekankan bahwa manajemen utang pemerintah harus lebih disiplin serta mengedepankan keamanan energi.

    “Melalui deal dengan produsen minyak bumi melalui kontrak jangka panjang,” ujarnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Sebab Pajak RI Lesu, Bank Dunia: Ada Pengaruh Coretax & Daya Beli

    Sebab Pajak RI Lesu, Bank Dunia: Ada Pengaruh Coretax & Daya Beli

    Jakarta, CNBC Indonesia – Bank Dunia atau World Bank memperkirakan penerimaan pajak pemerintah Indonesia berpotensi merosot pada tahun ini, dan baru mengalami perbaikan pada 2026-2027.

    Rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) diprediksi hanya akan dikisaran 9,9% pada 2025, dari level 2024 sebesar 10,1%.

    Rasio penerimaan pajak terhadap PDB itu pun konsisten turun. Pada 2022 masih di kisaran 10,4%, dan pada 2023 di level 10,3%. Barulah pada 2026 kembali di level 10,3%, dan naik sedikit menjadi 10,5% dari PDB pada 2027.

    “Pendapatan pajak pun menurun sebesar 0,6% dari PDB pada Mei 2025 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,” tulis Bank Dunia dalam laporannya rutinnya, Indonesia Economic Prospects edisi Juni 2025, Senin (23/6/2025).

    Penyebab turunnya penerimaan pajak itu menurut Bank Dunia disebabkan sejumlah faktor. Faktor pertama dikategorikan sebagai faktor sementara yang menekan penerimaan pajak. Lalu ada faktor lainnya yang disebabkan masalah struktural.

    Untuk faktor sementara di antaranya dampak dari bermasalahnya penerapan Sistem Inti Administrasi Pajak (CTAS) atau Coretax pada periode awal-awal implementasi per Januari 2025. “Mengakibatkan perpanjangan batas waktu pembayaran.”

    Lalu, sistem tarif baru untuk pemotongan pajak penghasilan pribadi (PPh OP), atau yang dikenal dengan istilah tarif TER juga menjadi dampak sementara, “mengakibatkan kelebihan pembayaran pada 2024 dan pengembalian yang lebih besar pada awal tahun 2025.”

    Adapun untuk faktor lainnya yang berpotensi menekan penerimaan pajak pada tahun ini ialah harga komoditas yang lebih rendah, menandakan aktivitas perekonomian Indonesia masih sangat tergantung oleh ekspor komoditas, bukan barang bernilai tambah tinggi.

    Lalu, ambruknya daya beli masyarakat menurut Bank Dunia menjadi salah satu kontributor melemahnya penerimaan pajak pada tahun ini, yang juga berpotensi shortfall. “Permintaan domestik yang lebih rendah yang berdampak pada penerimaan pajak dan bukan pajak,” kata Bank Dunia.

    Berikutnya ialah efek hilangnya potensi penerimaan negara yang sudah dibukukan dalam APBN 2025 akibat penyesuain kebijakan tarif PPN yang rencananya naik menjadi 12% pada 2025.

    Selain itu, juga hilangnya potensi penerimaan negara akibat dividen BUMN yang langsung masuk Danantara. Dividen BUMN sebagaimana diketahui tercatat dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam APBN.

    “Hilangnya penerimaan dari dividen BUMN yang sekarang akan dikumpulkan oleh Danantara diperkirakan sekitar 0,4% dari PDB per tahun. Untuk mengurangi sebagian dampak ini, Pemerintah Indonesia menaikkan tarif royalti pertambangan pada bulan April 2025,” tulis Bank Dunia.

    (arj/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pramono sudah konsultasi ke Kejati soal tiang monorel mangkrak

    Pramono sudah konsultasi ke Kejati soal tiang monorel mangkrak

    Jakarta (ANTARA) – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo sudah berkonsultasi dengan Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta sebagai tindak lanjut untuk merapikan tiang monorel yang mangkrak.

    “Saya akan kirim surat dalam waktu minggu-minggu ini, segera saya tanda tangani kepada Kajati. Karena bagaimanapun saya tidak mau ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pemerintah Jakarta,” kata Pramono saat dijumpai di Jakarta Barat, Senin.

    Pramono menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memang serius untuk merapikan tiang monorel tersebut demi keindahan kota Jakarta.

    Apabila nantinya segala proses hukum sudah dijalani dengan baik, Pramono mengatakan pihaknya akan langsung melakukan eksekusi untuk merapikan tiang-tiang itu.

    Sebelumnya, Pramono sudah menyatakan keseriusannya untuk merapikan tiang-tiang monorel yang terhenti pembangunannya di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan hingga Jalan Asia Afrika, Jakarta Pusat.

    Adapun menurut informasi yang dihimpun, saat ini terdapat 90 tiang yang dibiarkan berdiri di sepanjang Jalan HR Rasuna Said-Jalan Asia Afrika.

    Tiang-tiang ini diketahui menjadi bagian dari proyek pembangunan monorel di Jakarta sejak 2007.

    Pemprov DKI sempat meminta PT Jakarta Monorail agar membongkar tiang-tiang tersebut karena mengganggu keindahan kota.

    Di sisi lain, tiang tersebut dibangun bukan menggunakan dana dari APDB maupun APBN sehingga pembongkarannya tidak akan merugikan negara

    Menanggapi hal tersebut, PT Adhi Karya juga sudah menyatakan siap untuk mendukung Pemprov DKI Jakarta untuk merapikan tiang-tiang monorel itu.

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Anggaran MBG Baru Terserap Rp4,4 Triliun, Kepala BGN: Akan Melonjak Pada Agustus

    Anggaran MBG Baru Terserap Rp4,4 Triliun, Kepala BGN: Akan Melonjak Pada Agustus

    Bisnis.com, JAKARTA – Realisasi anggaran program Makanan Bergizi Gratis (MBG) hingga pertengahan tahun ini tercatat masih rendah, yakni baru mencapai 6,6% dari total pagu anggaran. Meski begitu, Badan Gizi Nasional (BGN) memastikan penyerapan akan meningkat signifikan dalam waktu dekat.

    Kepala BGN Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa rendahnya serapan pada semester pertama merupakan hal yang wajar dan sesuai pola belanja tahunan program. 

    “Itu kan normal. MBG identik dengan penerima manfaat langsung,” ujarnya kepada Bisnis melalui pesan teks, Senin (23/6/2025).

    Menurutnya, percepatan realisasi program MBG merupakan salah satu program unggulan pemerintahan Prabowo Subianto yang diluncurkan tahun ini akan mulai terlihat pada kuartal III/2025.

    “Lonjakan serapan akan terjadi mulai Agustus. Iya dipastikan akan meningkat tajam di Agustus,” imbuhnya.

    Dadan menyatakan bahwa pihaknya sudah menyiapkan skema percepatan dan memastikan tidak ada kendala struktural yang menghambat pelaksanaan program.

    “Tentu [ada target], dan sudah kami paparkan juga di DPR. Tidak ada hambatan penyerapan anggaran. Kami targetkan bisa menyerap minimal Rp7 triliun per bulan,” pungkas Dadan.

    Dengan estimasi tersebut, pemerintah menargetkan serapan signifikan pada kuartal III/2025, sejalan dengan perluasan cakupan distribusi MBG ke seluruh wilayah.

    Sekadar informasi, Kementerian Keuangan mencatat penyaluran anggaran Makan Bergizi Gratis atau MBG mencapai Rp4,4 triliun dan telah dinikmati sebanyak 4,89 juta penerima.

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menuturkan realisasi per 12 Juni 2025 tersebut naik Rp1,1 triliun dari periode akhir Mei yang senilai Rp3,3 triliun. 

    “Ini dilaksanakan oleh 1.716 SPPG dan manfaatnya diterima oleh sekitar 4,89 juta penerima manfaat sesuai dengan arahan Presiden,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (17/6/2025).

    Awalnya, pemerintah menargetkan penerima manfaat di 2025 sebanyak 17,9 juta orang dengan anggaran senilai Rp71 triliun.

    Kemudian target penerima manfaat MBG pada tahun ini dinaikkan dan menuju 82,9 juta penerima dan dilayani oleh 32.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan anggaran tambahan dari pagu awal menjadi Rp171 triliun.

    “Kami menyiapkan anggaran tambahan sampai dengan Rp100 triliun yang nanti realisasinya akan kami sampaikan secara rutin bergantung kepada kecepatan realisasi penerima manfaat oleh Badan Gizi Nasional,” lanjut Suahasil.

    Melihat secara persentase, artinya penyaluran anggaran MBG hingga pertangahan tahun ini baru mencapai 6,2% dari pagu awal Rp71 triliun.

    Adapun untuk tahun depan, anggaran untuk Badan Gizi Nasional (BGN) direncanakan senilai Rp217,86 triliun.

    Bahkan pagu indikatif untuk BGN tersebut menjadi yang terbesar dari seluruh K/L menggeser posisi Kementerian Pertahanan yang langganan menempati posisi pertama dengan anggaran paling gemuk dalam APBN.

    Adapun, secara umum pemerintah telah melakukan belanja senilai Rp1.016,3 triliun sepanjang tahun ini hingga Mei 2025.

    Terdiri dari belanja pemerintah pusat yang mencapai Rp649,2 triliun yang termasuk di dalamnya belanja K/L senilai Rp325,7 triliun dan belanja nonK/L senilai Rp368,5 triliun.

    Sementara belanja melalui Transfer ke Daerah (TKD) telah terealisir senilai Rp322 triliun atau mencakup 35% terhadap APBN.

  • Biaya Logistik Bisa Naik 30% Imbas Perang, Pengusaha Minta Ini dari Pemerintah

    Biaya Logistik Bisa Naik 30% Imbas Perang, Pengusaha Minta Ini dari Pemerintah

    Jakarta

    Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menyoroti tentang potensi kenaikan biaya logistik di tengah konflik antara Israel dan Iran. Kondisi ini terkait dengan rencana penutupan jalur Selat Hormuz yang merupakan jalur utama perdagangan global.

    Sekretaris Jenderal (Sekjen) Hipmi Anggawira menilai, kondisi saat ini telah sangat mengkhawatirkan. Hal ini ditambah dengan rencana Iran untuk menutup jalur Selat Hormuz, yang menimbulkan potensi lonjakan pada biaya ongkos impor.

    “Biaya logistik mungkin bisa naik hingga 20-30%,” kata Anggawira ditemui di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan, Senin (23/6/2025).

    Kondisi ini otomatis akan ikut mengerek harga sejumlah komoditas, khususnya yang diimpor dari kawasan Timur Tengah. Salah satunya yakni komoditas energi yang menjadi andalan kawasan Timur Tengah, memegang porsi 50% dari kebutuhan dunia.

    “Kalau wilayah itu goyang, otomatis pasti akan berdampak ke semuanya. Minyak mentah Brent kan sudah terkerek naik, dari asumsi APBN kita kan di kisaran US$ 80 (per barel). Artinya mungkin bisa lewat dari asumsi APBN kita juga,” ujarnya.

    Menurut Anggawira, Indonesia perlu menyiapkan sejumlah langkah antisipatif melalui pembangunan ketahanan di dalam negeri. Hal ini baik dari sisi ketahanan pangan, hingga dari sisi ketahanan energi itu sendiri.

    Selaras dengan itu, beragam alternatif perlu disiapkan untuk mengoptimalkan sumber daya dalam rangka menguatkan ketahanan RI. Indonesia perlu melakukan penghematan dan berfokus pada penggunaan sumber daya dalam negeri.

    “kita kan nggak menyangka secepat ini eskalasi ketegangan di Timur Tengah, padahal konflik lain juga belum mereda. Jadi menurut saya sekarang kita harus bener-bener menghemat semua yang kita miliki dan mengoptimalkan potensi yang ada di dalam negeri,” kata dia.

    Anggawira mengatakan, Hipmi telah menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah, khususnya untuk memperkuat pengusaha yang berada pada level menengah. Salah satunya, diusulkan agar diberikan bantuan dalam bentuk skema keringanan kredit.

    “Menurut saya selama ini kucuran untuk pelaku UKM sudah banyak, tapi belum banyak yang perhatikan di pengusaha level menengah. Misalnya ada skema kredit antara Rp 5 miliar s.d Rp 100 miliar, bisa menopang agar mereka bisa growth dan ada inovasi juga. Karena sekarang tanpa ada investasi di inovasi teknologi, itu untuk efisiensi,” jelas Anggawira.

    “Dan nggak mungkin kalau itu tidak dibantu oleh government karena rate bunga kita kan cukup tinggi. Jadi kalau misalnya rate bunganya bisa ditekan untuk investasi di pengusaha menengah, minimal mereka bisa bertahan, survive, dan berkompetitif juga,” sambungnya.

    (shc/kil)

  • Kemenkeu Waspadai Dampak Kenaikan Harga Minyak ke APBN

    Kemenkeu Waspadai Dampak Kenaikan Harga Minyak ke APBN

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mewaspadai risiko global termasuk efek serangan Amerika Serikat (AS) ke Iran dan dampaknya pada perekonomian domestik. Langkah mitigasi disiapkan dengan mengoptimalkan peran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai shock absorber atau peredam dampak negatif dari peristiwa tidak terduga.

    Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro mengatakan pihaknya melalui koordinasi lintas kementerian dan lembaga (K/L) termasuk Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memantau secara reguler perkembangan kondisi global yang memberikan risiko bagi perekonomian dan sektor keuangan Indonesia.

    “Pemerintah terus mewaspadai risiko global dan transmisinya pada perekonomian domestik, dengan menyiapkan langkah-langkah mitigasi awal dan mengoptimalkan peran APBN sebagai shock absorber,” kata Deni dalam keterangannya, Senin (23/6/2025).

    Menurut Deni, level tekanan dalam sepekan ini masih berada dalam rentang yang aman dan belum memberikan dampak signifikan baik terhadap perekonomian maupun kinerja industri jasa keuangan dalam negeri, termasuk terhadap kinerja fiskal.

    Soal harga minyak yang melonjak dan dampaknya terhadap inflasi terkait harga BBM, Deni menyebut dapat diredam dengan subsidi dan kompensasi yang diberikan pemerintah. Ia mengklaim masih terdapat ruang fiskal untuk menyerap risiko inflasi terhadap domestik melalui kebijakan pemerintah tersebut.

    “Level harga minyak terkini masih berada di bawah asumsi yang digunakan untuk APBN 2025 yaitu di US$ 82 per barel. Harga minyak Brent di akhir pekan ini masih di US$ 77,27 (eop) dan rata-rata year to date ICP masih di bawah US$ 73 per barel sehingga masih terdapat ruang fiskal untuk meredam rambatan inflasi,” jelas Deni.

    Deni menekankan bahwa sinergi kebijakan yang solid terus dilakukan antara pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mengantisipasi risiko terjadinya inflasi, termasuk sinergi kebijakan dengan otoritas fiskal, moneter dan sektor keuangan. Sektor-sektor strategis dalam negeri juga terus diperkuat agar lebih tangguh terhadap guncangan eksternal.

    “Pemerintah berkomitmen untuk menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional, serta melindungi daya beli masyarakat agar Indonesia tetap berada pada jalur pemulihan dan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan,” imbuhnya.

    (aid/ara)

  • Pertumbuhan Ekonomi 7% Sulit Digapai Tahun Ini, RI Bisa Apa?

    Pertumbuhan Ekonomi 7% Sulit Digapai Tahun Ini, RI Bisa Apa?

    Jakarta

    Pertumbuhan ekonomi senilai 7% dinilai bakal sulit digapai Indonesia akhir tahun ini. Target pertumbuhan tinggi itu sempat diungkap Presiden Prabowo Subianto, dia percaya diri hingga akhir tahun pertumbuhan sebesar 7% bisa digenjot dari perekonomian Indonesia.

    Namun, daripada mengejar pertumbuhan ekonomi sebesar itu, pemerintah diminta untuk fokus mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi setidaknya sampai target 5,2% seperti dalam APBN.

    Hal ini diungkapkan oleh Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet. Menurutnya target pertumbuhan ekonomi 7% untuk jangka pendek terlalu berat untuk digapai.

    “Menurut saya, ketimbang mengejar target yang 7%, dalam jangka pendek, atau sampai akhir tahun 2025, setidaknya pemerintah perlu fokus dalam mengejar target pertumbuhan ekonomi di 5%,” sebut Rendy ketika dihubungi detikcom, Senin (23/6/2025).

    Optimalisasi yang bisa dilakukan pemerintah misalnya dengan melakukan akselerasi belanja pemerintah, hingga mempertimbangkan memperluas cakupan stimulus pemerintah pada angka yang lebih rasional.

    Meski begitu, Rendy bilang target pertumbuhan sampai 7% bukan berarti menjadi semu buat ekonomi Indonesia. Target itu bisa saja ditetapkan dan diraih dalam jangka panjang.

    “Dalam jangka panjang, target pertumbuhan 7%, dapat dicapai dengan berbagai cara, misalnya dengan mengaktifkan kembali industri atau reindustrialisasi. Serta menyelesaikan berbagai permasalahan struktural, hingga peningkatan SDM,” sebut Rendy.

    Yang jelas, saat ini ekonomi Indonesia akan dihadapkan dengan kondisi ekonomi dunia yang memburuk. Perang di Timur Tengah bakal menekan minat investasi dan meningkatkan risiko nilai tukar yang melemah.

    Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira bisa saja pertumbuhan ekonomi Indonesia tak mencapai 5% tahun ini bila kondisi buruk ekonomi dunia tak diantisipasi.

    Belum lagi ada potensi harga minyak dunia akan terus meningkat seiring dengan panasnya konflik. Bila harga minyak naik terus, pada ujungnya inflasi energi bisa terjadi, khususnya apabila perusahaan sampai terpaksa melakukan penyesuaian harga BBM, LPG, dan juga tarif listrik imbas harga minyak yang meroket.

    “Pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan bisa 4,5-4,7% year on year jauh dari mimpi 7%. Perang di timur tengah membuat investasi melemah, risiko kurs juga meningkat tajam,” papar Bhima kepada detikcom.

    (hal/kil)

  • Waka Komisi XI DPR sebut pemerintah harus siapkan skenario krisis

    Waka Komisi XI DPR sebut pemerintah harus siapkan skenario krisis

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Hanif Dhakiri mengingatkan pemerintah untuk menyiapkan skenario krisis untuk menanggapi konflik antara Iran dan Israel yang kemudian melibatkan Amerika Serikat.

    “Ini bukan sekadar konflik regional, melainkan guncangan geopolitik yang bisa memicu krisis energi global, memperlemah rupiah, mendorong inflasi, dan memperbesar beban fiskal. Pemerintah harus memiliki skenario krisis yang terukur,” ujar Hanif dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa skenario krisis diperlukan sebab saat ini terdapat sinyal bahaya yang pertama, yakni potensi melonjaknya harga minyak dunia hingga 100 dolar Amerika Serikat per barel.

    Dengan demikian, kata dia, Indonesia sebagai negara pengimpor minyak akan terdampak hal tersebut, seperti lonjakan subsidi energi dan memperlebar defisit anggaran negara.

    “Kita menghadapi risiko ganda. Nilai tukar rupiah bisa tertekan karena penguatan dolar AS, sementara beban subsidi energi melonjak. Jika tidak diantisipasi, maka tekanan ini bisa mengguncang APBN 2025 dan memukul daya beli masyarakat,” ujarnya.

    Oleh sebab itu, dia mendorong pemerintah untuk segera menyesuaikan asumsi makro ekonomi dalam penyusunan rancangan APBN 2025.

    Ia juga menekankan pentingnya penguatan koordinasi antara otoritas fiskal dan moneter untuk menjaga stabilitas makroekonomi di tengah ketidakpastian global.

    “Bank Indonesia harus menjaga kredibilitas kebijakan moneter dan stabilitas nilai tukar, sementara pemerintah perlu memperkuat cadangan energi dan jaring pengaman sosial,” tuturnya.

    Terakhir, kata dia, pemerintah perlu memperkuat langkah diplomatik, dan menyiapkan strategi jangka menengah untuk mempercepat transisi energi maupun mengurangi ketergantungan pada impor.

    “Stabilitas global memang di luar kendali kita, tetapi menjaga ketahanan nasional yang mencakup ketahanan ekonomi, energi, dan pangan, adalah tanggung jawab kita bersama. Jangan sampai kita hanya bersikap reaktif. Kita harus punya rencana darurat sejak sekarang,” katanya.

    Sebelumnya, AS menyerang tiga fasilitas nuklir Iran di wilayah Natanz, Fordow, dan Isfahan, pada Minggu (22/6) dini hari waktu Iran.

    Trump mengatakan bahwa serangan tersebut bertujuan membatasi kemampuan Iran untuk mengembangkan senjata nuklir dan memaksa mereka untuk “mengakhiri perang” dengan Israel.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Azhari
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.